1 Antiepilepsi
Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah timbulnya seizure dengan memberikan dosis efektif
satu atau lebih antiepileptik. Penyesuaian dosis perlu dilakukan secara hati-hati, dimulai dengan
dosis kecil dan dosis ditingkatkan secara bertahap hingga serangan epilepsi dapat dikendalikan
atau hingga muncul gejala efek samping yang nyata.
Frekuensi pemberian obat ditentukan oleh waktu paruh plasma, dan sebaiknya dipertahankan
serendah mungkin untuk mendapatkan kepatuhan minum obat yang lebih baik. Biasanya
antiepileptik diberikan dua kali sehari pada dosis lazim. Fenobarbital dan fenitoin adalah obat
dengan waktu paruh yang panjang, sehingga diberikan sekali sehari menjelang tidur malam.
Namun dengan dosis tinggi, beberapa antiepileptik dapat diberikan 3 kali sehari untuk
menghindari efek samping berbahaya yang berhubungan dengan kadar plasma puncak yang
tinggi. Pada anak-anak obat antiepilepsi dimetabolisme lebih cepat dibanding orang dewasa
sehingga diperlukan dosis yang lebih besar per kilogram berat badan dan waktu pemakaian yang
lebih sering. TERAPI KOMBINASI. Bila terapi menggunakan monoterapi dengan obat-obat
alternatif terbukti tidak efektif, mungkin dibutuhkan terapi menggunakan dua antiepileptik atau
lebih. Terapi kombinasi meningkatkan toksisitas dan dapat timbul interaksi antar antiepileptik
(lihat keterangan di bawah).
INTERAKSI. Interaksi yang terjadi antara antiepileptik bersifat kompleks dan toksisitas dapat
meningkat tanpa peningkatan efek antiepileptik. Interaksi biasanya disebabkan oleh induksi atau
penghambatan enzim hati. Pergeseran ikatan obat dengan protein plasma biasanya bukanlah
suatu masalah. Interaksi yang terjadi dapat sangat beragam dan tidak dapat diperkirakan.
Dianjurkan agar dilakukan pengawasan terhadap kadar plasma jika menggunakan terapi
kombinasi.
Catatan: lihat pada monografi setiap zat berkhasiat untuk kemungkinan interaksi yang dapat
terjadi pada penggunaan 2 atau lebih antiepilepsi.
Karbamazepin
Sering menurunkan kadar plasma klobazam, klonazepam, lamotrigin, metabolit aktif dari
okskarbazepin dan fenitoin (dapat pula meningkatkan kadar fenitoin), tiagabin, topiramat,
valproat, dan zonisamid.
Kadang menurunkan kadar plasma etosuksimid dan primidon tetapi kecenderungan untuk
penyesuaian meningkat dalam kadar plasma fenobarbital.
Etosuksimid
Kadang meningkatkan kadar plasma fenitoin.
Gabapentin
Belum ada laporan tentang interaksi dengan gabapentin.
Lamotrigin
Kadang meningkatkan kadar plasma metabolit aktif karbamazepin (namun bukti masih
bertentangan).
Kadang meningkatkan kadar plasma metabolit aktif okskarbazepin.
Levetirasetam
Tidak ada laporan tentang interaksi dengan levetirasetam.
Okskarbazepin
Kadang menurunkan kadar plasma karbamazepin (namun dapat meningkatkan kadar metabolit
aktif karbamazepin).
Sering menurunkan kadar plama lamotrigin. Kadang dapat meningkatkan kadar plasma fenitoin.
Sering meningkatkan kadar plasma fenobarbital.
Fenitoin
Sering menurunkan kadar plasma klonazepam, karbamazepin, lamotrigin, metabolit aktif
okskarbazepin dan tiagabin, topiramat, valproat dan etosuksimid.
Sering meningkatkan kadar plasma fenobarbital.
Kadang menurunkan kadar plasma etosuksimid dan primidon (dengan cara meningkatkan
konversi fenobarbital).
Pregabalin
Belum ada laporan tentang interaksi dengan pregabalin.
Topiramat
Kadang meningkatkan kadar plasma fenitoin.
Valproat
Kadang menurunkan kadar plasma metabolit dari okskarbazepin.
Sering meningkatkan kadar plasma metabolit aktif karbamazepin dan lamotrigin, primidon,
fenobarbital dan fenitoin (namun dapat pula menurunkan).
Kadang meningkatkan kadar plasma etosuksimid dan primidon (dan cenderung terjadi
peningkatan yang signifikan kadar fenobarbital).
Vigabatrin
Sering menurunkan kadar plasma fenitoin. Kadang menurunkan kadar plasma fenobarbital dan
primidon.
Untuk interaksi penting lainnya lihat lampiran1; untuk saran tentang kontrasepsi hormonal dan
obat penginduksi enzim (termasuk anti epileptik), lihat bagian 7.3.1 dan bagian 7.3.2.
Keputusan untuk menghentikan terapi antiepileptik dan waktu penghentian terapi, pada pasien
yang telah bebas gejala, kadang sulit dan amat bergantung pada keadaan individual. Bahkan pada
pasien yang telah beberapa tahun bebas gejala, tetap ada risiko yang bermakna untuk terjadi
serangan kembali jika terapi dihentikan.
Pengukuran rutin kadar plasma antiepileptik biasanya tidak dianjurkan, karena rentang kadar
target bervariasi diantara individu. Namun demikian kadar plasma obat dapat diukur pada anak
dengan seizure yang memburuk, status epilepticus, dan dugaan toksisitas.
Demikian juga pengukuran biokimia dan hematologi hanya dilakukan jika diindikasikan secara
klinis.
MENGEMUDI. Pasien dengan epilepsi, boleh mengemudikan kendaran bermotor (tapi bukan
kendaraan berat atau kendaraan umum), hanya bila pasien memiliki periode bebas serangan
selama satu tahun atau mendapat serangan hanya saat tidur; telah 3 tahun hanya terserang waktu
tidur tanpa pernah serangan waktu bangun. Pasien yang mengantuk karena efek samping obat,
tidak boleh mengemudi atau menjalankan mesin. HAMIL DAN MENYUSUI. Ada peningkatan
risiko teratogenik yang disebabkan dengan penggunaan obat antiepilepsi (risiko ini berkurang
pada penggunaan monoterapi). Karena adanya peningkatan risiko kelainan saluran saraf (neural
tube) dan kelainan lainnya yang disebabkan penggunaan obat, terutama karbamazepin,
okskarbazepin, fenitoin, dan valproat, maka wanita yang mengkonsumsi antiepileptik dan
berencana untuk hamil sebaiknya diinformasikan tentang risiko yang mungkin terjadi. Pasien
tersebut sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis terkait untuk mendapatkan saran. Pasien yang
hamil sebaiknya dikonsultasikan dan melakukan skrining antenatal (pengukuran alfa fetoprotein
dan USG pada trimester kedua).
Untuk mengatasi risiko kerusakan neural tube pemberian suplemen folat yang memadai
disarankan pada wanita sebelum dan selama kehamilan. Untuk mencegah kerusakan neural tube,
pasien wanita sebaiknya mendapatkan asam folat 5 mg/hari (bagian 9.1.2) dosis ini juga tepat
untuk wanita yang mendapatkan terapi antiepileptik.
Kadar obat antiepileptik dalam darah dapat berubah selama kehamilan, terutama pada trimester
akhir. Dosis antiepileptik sebaiknya dimonitor secara hati-hati selama kehamilan dan setelah
melahirkan, dan penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan pengamatan klinis.
Injeksi rutin vitamin K (bagian 9.6.6) pada saat lahir dapat secara efektif mengatasi risiko
perdarahan neonatal yang disebabkan antiepileptik.
Saat mengkonsumsi antiepileptik pasien tetap boleh menyusui, bila obat dikonsumsi dalam dosis
normal, kecuali barbiturat dan juga beberapa antiepileptik baru lain, informasi pada masing-
masing monografi dan lihat lampiran 5.
Kejang fokal (Partial seizures) dengan atau tanpa generalisasi sekunder. Karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, natrium valproat, dan topiramat merupakan obat pilihan untuk partial
(fokal) seizure; terapi lini kedua meliputi klobazam, gabapentin, levetirasetam, pregabalin,
tiagabin, dan zonisamid.
Absans (Absence seizures/petit mal). Etosuksimid dan natrium valproat adalah merupakan obat
pilihan untuk kejang absans. Terapi alternatif meliputi klobazam, klonazepam, dan topiramat.
Natrium valproat juga amat efektif mengatasi kejang tonik-klonik yang disertai kejang absans
pada epilepsi umum primer.
Kejang mioklonik (myoclonic seizures). Kejang mioklonik (myoclonic jerk) muncul dalam
berbagai gejala dan respon terhadap terapi amat bervariasi. Natrium valproat merupakan obat
pilihan dan klonazepam dan lamotrigin dapat digunakan.
Obat alternatif meliputi klobazam, levetirasetam dan topiranat. Untuk rujukan penggunaan
pirasetam sebagai terapi tambahan, dapat dilihat pada Bab 4.9.3.
Kejang tonik, atonik dan absans atipikal (Atypical absence, atonic, and tonic seizures).
Jenis kejang ini biasanya muncul pada masa kanak-kanak, pada sindroma epilepsi spesifik, atau
yang berhubungan dengan kerusakan serebral atau retardasi mental. Tipe kejang ini memberikan
respon yang buruk terhadap terapi tradisional. Dapat dicoba pemberian natrium valproat,
lamotrigin, dan klonazepam. Terapi lini kedua yang meliputi asetazolamid, klobazam,
etosuksimid, levetirasetam, fenobarbital, fenitoin, dan topiramat cukup menolong.
Sindrom epilepsi
Kejang pada anak Vigabatrin adalah obat pilihan untuk kejang pada anak terkait tuberous
sclerosis. Untuk penanganan kejang karena sebab lain penggunaan kortikosteroid dosis tinggi
seperti prednisolon lebih efektif. Pilihan lini kedua adalah klobazam, klonazepam, natrium
valproat dan topiramat; nitrazepam juga digunakan tetapi menimbulkan efek sedasi. Dapat juga
digunakan tetrakosaktid (bab 6.5.1). Sindrom Lennox-Gastaut Lamotrigin, natrium valproat,
dan topiramat merupakan obat lini pertama dalam penanganan sindrom Lennox-Gastaut. Dapat
juga digunakan klobazam, klonazepam, etosuksimid, dan levetirasetam.
Fenobarbital dapat menjadi pilihan jika terdapat risiko kejang berulang pada neonatal.
Benzodiazepin (klonazepam, diazepam, lorazepam dan midazolam) dan paraldehid rektal dapat
digunakan dalam penanganan kejang singkat dengan risiko kecil untuk berulang.
Monografi:
DIAZEPAM
Indikasi:
Peringatan:
Kontraindikasi:
depresi pernapasan, insufisiensi pulmoner akut, status fobi/obsesi, psikosis kronik, porfiria.
Efek Samping:
Dosis:
injeksi intravena. 10-20 mg, kecepatan 0,5 mL (2,5 mg) per 30 detik. Ulang bila perlu setelah 30-
60 menit. Mungkin dilanjutkan dengan infus intravena sampai maksimal 3 mg/kg bb dalam 24
jam ANAK: 200-300 mcg/kg bb atau 1 mg/tahun umur. REKTAL: DEWASA/ANAK lebih dari 3
th: 10 mg; ANAK 13 th dan LANSIA: 5 mg ulang setelah 5 menit bila perlu.
Keterangan:
Etosuksimid
Lamotrigin
Levetirasetam
Fenitoin
Tiagabin
Topiramat
Valproat
Vigabatrin
Zonisamid
Benzodiazepin
Obat Lainnya