Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ratna Sari Dewi

NIM : R232210353
Prodi : S2 Farmasi (Farmasi Sains)
Mata Kuliah : Farmakoterapi
Dosen Pengampu : Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt.
Hari, Tanggal : Sabtu, 26 November 2022

UJIAN FARMAKOTERAPI

1. Kasus Epilepsi

Seorang pasien perempuan sejak usia 12 tahun sudah mengalami seizure,


didiagnosis jenis epilepsy tonik klonik. Pasien saat ini dalam usia 27 tahun (BB 60
kg) masih menggunakan antiepilepsi asam valproat dengan dosis perawatan 600
mg/hari, selama terapi berjalan (maintenance terapi) sudah tidak terjadi serangan
lagi. Karena sudah menikah, maka pasien merencanakan kehamilan.

Pertanyaan :

1. Apa resiko bila pasien tetap menggunakan obat tsb?


2. Obat apa yang anda sarankan untuk pasien? Berikan alasannya.
3. Obat apa yang anda sarankan sebagai pendukung terapi yang dapat
mengurangi resiko kecacatan janin?

Penyelesaiaan :

1. Resiko bila pasien tetap menggunakan obat / DRP (Drug Related Problem)
Pada penggunaan karbamazepin dengan kontrasepsi oral seperti etinilestradiol
dan levonogestrol dapat menurunkan khasiat dari kontrasepsi oral. OAE
menginduksi enzim sitokrom P450 sehingga diperlukan dosis lebih tinggi.
Valproat
Indikasi
Valproat merupakan obat antiepilepsi lini pertama yang sangat efektif untuk
terapi bangkitan umum, antara lain : bangkitan tonik-klonik, bangkitan
mioklonik, atonik, klonik, bangkitan lena (tipe absence), Bangkitan lena tidak
khas (atypic alabsences) dan Bangkitan infantile (Sulistia Gan Gunawan,
2016).
Mekanisme Aksi
Valproat memiliki mekanisme aksi yaitu dapat merubah sintesis dan membuat
terjadinya degradasi asam gama amino butirat (GABA) yang menyebabkan
hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron akibat peningkatan daya
konduksi membran untuk kalium (K+). Efek antikonvulsi valproat didasarkan
karena adanya peningkatan kadar GABA didalam otak dan menghambat
neurotransmitter di sistem syaraf pusat (SSP) (Sulistia Gan Gunawan, 2016).
Dosis dan Cara Pemberian
Valproat dapat diberikan secara per-oral untuk terapi epileasi. (Clinical Guide,
2017) Dosis valproat yang direkomendasikan bervariasi berdasarkan indikasi.
Dosis awal yang direkomendasikan untuk terapi kejang adalah 10 hingga 15
mg / kg / hari, dengan peningkatan 5 hingga 10 mg / kg / hari setiap minggu
untuk mencapai respons klinis yang optimal (Clinical Guide, 2017)
Pemantauan kadar obat sering dianjurkan. Valproat tersedia dalam berbagai
formulasi generik dan merek. Apabila dalam bentuk tablet, sirup dan dalam
bentuk rilis tertunda 125, 250 dan 500 mg. Bentuk oral juga termasuk
divalproex, yang berdisosiasi menjadi valproat dalam saluran pencernaan dan
tersedia dalam kapsul 125 mg dengan nama merek Depakote.
Farmakokinetik
Valproat dimetabolisme di hati kemudian diekskresikan lewat urin. Tingkat
distribusi valproat di dalam tubuh sangat tinggi terikat dengan protein sebesar
87- 95% dan menghasilkan waktu paruh yang rendah sekitar (6-20
ml/kgBB/jam) (Yogita Ghodke-Puranika 2013). Jika valproat diberikan secara
peroral akan cepat diabsorpsi kemudian kadar maksimal serum akan tercapai
setelah 1-3 jam. Mengkonsumsi makanan bersamaan dengan penggunaan
valproat akan menghambat proses absorbsi obat di dalam tubuh sehingga
masa paruh obat melebihi 3 jam menjadi 8-10 jam kadar darah stabil setelah
48 jam terapi. Kemudian jika valproat diberikan dalam bentuk amida atau
depamida (sediaan valproat bentuk tablet) kadar valproat dalam serum akan
sepadan dengan pemberian dalam bentuk asam valproat (syrup), tetapi masa
paruhnya dalam bentuk sediaan tablet lebih panjang yaitu 15 jam.
Biotransformasi depamida menjadi valproat berlangsung in vivo (Sulistia Gan
Gunawan, 2016).
Farmakodinamik
Asam valproat bekerja pada asam gama aminobutirat (GABA) di otak,
menghambat saluran ion yang diberi tegangan, dan juga bertindak sebagai
histone deacetylase inhibitors (Inhibitor HDAC). Penurunan aktivitas
penghambatan GABA-ergik dapat menyebabkan seizure atau bangkitan,
dengan demikian hal ini menjadi target untuk obat antiepilepsi bekerja. Selain
meningkatkan kadar GABA, asam valproat juga dapat memiliki aktivitas
antiepilepsi dengan mengurangi penembakan neuron yang memiliki frekuensi
tinggi dengan cara memblokir saluran sodium, kalium, dan saluran kalsium
yang diberi tegangan penurunan reseptor glutamat (postsynaptic glutamate)
dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam (Ghodke-Puranik et al.,
2013)
Efek Samping
Reaksi efek samping valproat yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
karakterisasi rentang usia, efek samping obat (ESO) dan prevalensi
(Chateauvieux et al., 2010).
Penggunaan obat bersamaan dengan terapi valproat pada pasien epilepsi yang
bermakna klinis dan dapat menyebabkan perubahan efek terapetik obat di dalam
tubuh (Chateauvieux et al., 2010b).
No Obat Dampak Interaksi Manajemen Terapi
Valproat Vorinostat Dapat memperburuk trombositopenia dan Hati-hati dalam
1 (AsamSuberoylanilide perdarahan gastrointestinal yang disebabkan penggunaan secara
Hidroksamat,SA HA) oleh pengobatan dengan SAHA bersamaa
Dapat menurunkan konsentrasi serum
Valproat
valproat dengan meningkatkan metabolisme Hati-hati dengan
Antibiotik(Imipene,
2 valproat menjadi VPAGlucuronide serta penggunaan secara
Meropenem,Doripene
pembersihan ginjal VPA-Glucuronide bersamaan.
m, Ertapenem,
dengan menghambat penyerapan valproat.
propoxyphene dapat menyebabkan efek
Hati-hati dengan
Panipenem Valproat depresan SSP atau pernapasan tambahan dan
3 penggunaan secara
Propoxyphene menyebabkan kematian terkait obat terutama
bersamaan.
bila digunakan dengan VPA
Hati-hati dengan
Valproat + Natrium Dalam pengobatan hiperanomenia akut
4 penggunaan secara
Benzoat akibat devisiensi enzim pada siklus urea
bersamaan.
Hati-hati dengan
Valproat + Natrium Dalam pengobatan hiperanomenia akut
5 penggunaan secara
fenilasetat akibat devisiensi enzim pada siklus urea
bersamaan.
Asam valproat telah terbukti secara
signifikan meningkatkan konsentrasi plasma
Hati-hati dengan
lamotrigin yang berpotensi menyebabkan
6 Valproat +Lamotrigin penggunaan secara
ruam yang serius dan mengancam jiwa,
bersamaan.
termasuk sindrom Stevens-Johnson dan
nekrolisis epidermal toksik.
Dengan BB 60 kg, mk 60x 10mg = 600mg, posisi skrg, tetapi sdh berjalan 12 thun,
usia 27-12 thun brrti sejak 15 tahun konsumsi nya, sayangnya tdk diketahui BB saat
itu, jk setiap minggu dosis nya ditingkatkan 5-10 mg, mk kemungkinan besar dosis
akan melebihi, selama 12 tahun berjalan, krn dosis maksimal nya 250mg/ hari,
sehingga membahayakan janinnya kelak.
Risiko ini diyakini karena paparan OAE dan bukan kejang ibu, karena bayi yang lahir
dari wanita dengan epilepsi yang tidak menggunakan OAE memiliki risiko cacat lahir
yang sama dengan bayi yang lahir dari wanita bebas kejang (2%-3%)
2. Obat yang disarankan untuk pasien
Pilihan obat antiepilepsi Pada epilepsi yang baru terdiagnosis, semua
kelompok usia, dan semua jenis kejang, beberapa uji klinik acak menunjukkan
bahwa karbamazepin, asam valproat, klobazam, fenitoin, dan fenobarbital
efektif sebagai OAE. Selain efikasi, efek samping OAE pun harus
dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum memilih OAE. Perlu diingat bahwa
OAE tertentu juga dapat menyebabkan eksaserbasi kejang pada beberapa
sindrom epilepsy.
Obat Anti Epilepsi
Obat Anti-Epilepsi Sindrom epilepsi/tipe kejang
Karbamazepin, vigabatrin, childhood absence epilepsy, juvenile absence
tiagabin, fenitoin epilepsy, juvenile myoclonic epilepsy
Vigabatrin absans dan status absans
Klonazepam status epileptikus tonik umum pada sindrom Lennox-
Gastaut
Lamotrigin sindrom Dravet juvenile myoclonic epilepsy

Pilihan OAE pertama


Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Dosis
Fenobarbital Epilepsi Umum Absans 4-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis
Epilepsi fokal
Fenitoin Epilepsi Fokal Mioklonik 5-7 mg/kg/hari dibagi 2 dosis
Epilepsi Umum Absans
Asam valproate Epilepsi umum - 15-40 mg/kg/hari dibagi 2 dosis
Epilepsi fokal Target awal : 15 – 25
Absans mg/kg/hari
Mioklonik
Karbamazepin Epilepsy fokal Mioklonik 10-30 mg/kg/hari dibagi 2-3
Absans dosis
Mulai dosis 5 -10 mg/kg/hari
Target awal : 15 – 20
mg/kg/hari

KOMBINASI TERAPI OAE Sekitar 70% epilepsi akan berespons baik terhadap
OAE. Jika OAE lini pertama dan lini kedua masing-masing gagal sebagai
monoterapi, peluang untuk mencoba monoterapi lain dalam memberantas kejang
sangat kecil, sehingga terapi OAE kombinasi bisa dipertimbangkan.
Sebelum memulai terapi kombinasi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :
a. Tepat diagnosis
b. Kepatuhan dalam minum obat
c. Pemilihan dan dosis OAE sudah tepat
3. Obat yang disarankan sebagai pendukung terapi yang dapat mengurangi
resiko kecacatan janin
Karena karbamazepin memiliki resiko pada kehamilan disarankan apabila
hamil obat tersebut dihentikan secara bertahap dan harus konsultasi ke dokter
terlebih dahulu serta harus memenuhi persyaratan seperti tidak ada
kekambuhan 2-5 tahun terakhir, pemeriksaan neurologi normal, intelegensi
normal serta EEG normal selama terapi. Pada saat sebelum kehamilan
diberikan dosis paling rendah disertai pemberian asam folat (1-4 mg/hari).
Kemudian pada saat kehamilan pasien perlu melakukan pemeriksaan kadar
alpha-fetoprotein dalam plasma (minggu 14-16 kehamilan), pemeriksaan USG
level II (structural) (minggu 16-20 kehamilan), kemudian amnionsintesis
untuk pemeriksaan kadar alpha-fetoprotein dan asetilkolinesterase dalam
cairan amnion serta pemberian vitamin K 10 mg/hari (mulai bulan ke
delapan). Setelah kehamilan kadar OAE juga dipantau sampai minggu ke
delapan pasca persalinan.
Tambahan terapi untuk pasien Epilepsi dapat diberikan obat asam folat,
vitamin prenatal dengan asam folat (0,4-5 mg/hari) direkomendasikan untuk
wanita usia subur yang menggunakan OAE. Dan vitamin K 10 mg/hari sering
diberikan secara oral kepada ibu selama bulan terakhir kehamilan dan/atau
diberikan secara parenteral kepada bayi baru lahir saat melahirkan.

2. Kasus Infeksi sifilis

Seorang laki-laki sudah menikah berusia 30 tahun, terkena infeksi sifilis. Saat itu
dokter memulai terapi dengan penisilin G. Setelah beberapa lama karena pasien
merasa sembuh akhirnya menghentikan pengobatan. Saat ini pasien mengalami
kekambuhan dan didiagnosis mengalami sifilis sekunder.

Pertanyaan :
1. Apa tanda gejala dari penyakit infeksi tsb?
2. Terapi apa yang anda sarankan untuk pasien tsb?
3. Apa pertimbangan anda dlm pemilihan obat tsb?
4. Bila pasien memiliki alergi terhadap penisilin, terapi apa yang anda sarankan?
5. Apa yang perlu dilakukan pasien agar tidak menulari pasangannya?

Penyelesaian :

1. Tanda gejala penyakit infeksi


Ruam biasanya tidak menimbulkan gatal dan terkadang samar sehingga jarang
penderita mengetahui munculnya ruam. Gejala lain yang akan dialami
termasuk demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit tenggorokan,
rambut rontok, sakit kepala, penurunan berat badan, nyeri otot, dan kelelahan,
Stadium
a) Stadium 1 muncul “chancre/ ulkus durum” (papul yang mengalami erosi,
teraba keras, ada indurasi), nyeri, pembesaran kelenjar limfe inguinal
b) Stadium 2 muncul ruam makulopapuler di telapak kaki dan tangan,
demam, malaise, plakat mukosa mulut, kerongkongan, serviks,alopecia
c) Stadium 3 ditandai adanya kerusakan organ internal ( otak, jantung)
kematian ( terutama ada pasien dengan HIV)
2. Terapi pasien
Terapi yang disarankan untuk sifilis sekunder pasien tersebut adalah dengan
memberikan obat golongan makrolida yaitu eritromisin yang dimana
pemberian obat ini lebih tinggi dibandingkan dengan obat sebelumya yaitu
penisilin dikarenakan pasien tersebut telah mengalami resistensi terhadap obat
penisilin
3. Pertimbangan dalam pemilihan obat
a. Angka kesembuhan/ kemanjuran tinggi (sekurang – kurangnya 95% di
wilayah tersebut)
b. Harga murah
c. Toksisitas dan toleransi masih dapat diterima
d. Pemberian dalam dosis tunggal
e. Cara pemberian oral
f. Tidak kontraindikasi untuk ibu hamil atau menyusui
4. Apabila pasien mempunyai alergi terhadap penisilin, terapi yang disarankan
penisilin merupakan obat yang paling sering menyebabkan alergi, untuk
pasien yang mengalami alergi terhadap penisilin, pengobatan yang terbaik
terbatas pada agen non-penisilin yang memiliki spektrum luas seperti
sefalosporin, fluoroquinolom, dan makrolida yang termasuk dalam golongan
fluoroquinolon sehingga dapat dijadikan alternative.
Dalam kasus dikatakan pasien mengkonsumsi antibiotik penisilin karena
sudah merasa baikan maka pasien tsb mengentikan pengolahan yang artinya
disini bakteri belum mati total sehingga jika penyakit timbul kembali bakteri
trs akan kenal terhadap penicilin
5. Yang perlu dilakukan pasien agar tidak menulari pasangangannya dengan
tidak berhubungan dengan pasangan yang terinfeksi atau dapat berhubungan
dengan menggunakan pengaman (kondom) agar pasangan tidak tertular,
kemudian perlu dilakukan perlindungan tubuh dengan vaksinasi

Anda mungkin juga menyukai