1. Fenobarbital
a. Farmakokinetik
Pada dewasa, fenobarbital secara cepat dan secara total
diabsorpsi dari traktus gastrointestinal dengan bioavailabilitas sebesar
95-100%. Berkebalikan, neonatus yang diberi fenobarbital oral
menunjukkan absorpsi yang tertunda dan tidak komplit (Tmax [waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi serum puncak] 1,5-6
jam). Orang dewasa memiliki Vd (volume distribusi) 0,54-0,73 L/kg
dan protein binding 50-60%. Bayi dan anak-anak memiliki Vd serupa
(0,57-0,70 L/kg). Namun neonatus dan bayi muda memiliki Vd yang
lebih tinggi yaitu sebesar 0,7101,17 L/kg dan protein binding yang
lebih rendah. Konsentrasi fenobarbital serum meningkat sebanding
dengan dosis.1
Sekitar 25% dosis fenobarbital diekskresi secara tidak berubah
dengan variabilitas tergantung subjek. Obat ini dimetabolisasi
sebagian dengan oksidasi melalui CYP2C9 dan lebih sedikit melalui
CYP2C19 dan CYP2E1, dan sebagian dengan N-glukosidasi.1
b. Waktu paruh
Terdapat variasi waktu paruh yang signifikan berdasarkan usia.
Perubahan waktu paruh cepat ditemukan antara 10 hari pasca
kelahiran pertama sebesar 114,2 ± 40,3 jam, melewati hari 11-30
sebesar 73,2 ± 24,2 jam dan berlanjut dari hari 31-70 sebesar 41,2 ±
13,9 jam. Sedikit perubahan ditemukan pada masa anak-anak (37 jam)
tetapi waktu paruh meningkat ketika pasien mencapai masa dewasa
(73-139 jam).1
c. Konsentrasi obat dan efek klinis
Clearance fenobarbital lebih tinggi pada anak, yaitu 5,3-14,1
mL/kg/jam dibandingkan dengan dewasa sebesar 2,1-4,9 mL/kg/jam.
Tidak terdapat data yang menyatakan hubungan antara konsentrasi
fenobarbital serum dengan pengurangan kejang atau toksisitas.
Kisaran rujukan yang biasanya digunakan adalah 10-40 mg/L namun
data ini diperoleh dari orang dewasa.1
Dosis fenobarbital harian adalah sebesar 3-5 mg/kg/hari (<5
tahun) dan 2-3 mg/kg/hari (>5 tahun).2
d. Efek samping
Efek samping seperti mengantuk menjadi lebih sering ketika
konsentrasi serum meningkat dari 30 ke 50 mg/L.1
e. Efek dengan obat lain
Metabolisme fenobarbital diinhibisi oleh felbamat, oxcarbazepin,
fenitoin, stiripentol, dan asam valproat sehingga konsentrasi
fenobarbital serum meningkat dengan pengobatan ini. Obat lain yang
menghambat metabolisme fenobarbital dan meningkatkan konsentrasi
fenobarbital serum mencakup dextropropoxyphene, kloramfenikol,
dan dicoumarol.1
2. Fenitoin
a. Farmakokinetik
Farmakokinetik fenitoin bersifat kompleks akibat adanya absorpsi
yang bervariasi, protein binding yang tinggi, metabolisme tersaturasi,
dan interaksi obat.1
Kecepatan absorpsi dari kapsul bervariasi bergantung pada
apakah produk diberi label sebagai immediate release (Tmax = 1-6
jam) atau extended release (Tmax = 4-12 jam). Tmax mungkin lebih
lanjut diperpanjang ketika diberikan dosis yang lebih besar, atau di
bawah kondisi under steady. Fenitoin 90% terikat pada albumin serum
dan derajat pengikatan menurun dengan adanya hipoalbuminemia dan
pada penyakit tertentu seperti pada insufisiensi renal atau hepar, yang
berhubungan dengan akumulasi komponen endogen yang
menyebabkan lepasnya fenitoin dari situs protein binding plasma.1
Vd fenitoin sebesar 0,7 ± 0,1 L/kg. Kurang dari 5% dosis
fenitoin diekskresikan tidak berubah. Obat ini mengalaman para-
hidroksilasi secara besar, terutama oleh CYP2C9 dan CYP2C19,
menjadi metabolit inaktif. Eliminasi mengikuti farmakokinetik
Michaelis-Menten non linear, seperti laju metabolisme menurun
dengan kenaikan dosis. Sehingga kenaikan dosis dapat menghasilkan
kenaikan konsentrasi serum yang tidak proporsional.1
Populasi umum diperkirakan memiliki Vmax dan Km masing-
masing sebesar 5-9 mg/kg/hari dan 5-6 mg/L. Vmax lebih tnggi pada
anak muda sementara orang dewasa (≥60 tahun) memiliki Vmax
rerata 20% kurang dari dewasa muda.1
b. Waktu paruh
Waktu paruh fenitoin bergantung pada konsentrasi serumnya. Pada
orang dewasa dan lansia, konsentrasi fenitoin sebesar >10 mg/L
dengan waktu paruh 30-100 jam. Pada anak muda atau pasien dengan
trauma kepala waktu paruh obat ini seringkali <10 jam.1
c. Konsentrasi obat dan efek klinis
Beberapa pasien hanya membutuhkan konsentrasi fenitoin yang
rendah untuk mencapai control kejang komplit, sementara orang lain
baru mendapat manfaat dengan dosis lebih dari 20 mg/L tanpa efek
samping. Variabilitas ini dapat disebabkan oleh tipe kejang, tingkat
keparahan penyakit yang mendasari, atau abnormalitas genetik.1
Dosis fenitoin pada anak <3 tahun sebesar 8-10 mg/kg/hari dan
usia >3 tahun sebesar 4-7 mg/kg/hari.2
Sebuah penelitian yang mengamati efek peningkatan konsentrasi
fenitoin pada 20 pasien dengan epilepsi kronik menemukan
pengurangan kejang mayor pada 10 dari 16 pasien ketika konsentrasi
fenitoin ditingkatkan ≥10 mg/L, sementara tidak ada pasien yang
mengalami penurunan kejang minor, termasuk 5 individu dengan
konsentrasi fenitoin antara 10-30 mg/L. kemudian, terdapat gradient
konsentrasi-respon di mana control kejang membaik dengan
konsentrasi yang lebih tinggi, namun dengan konsekuensi peningkatan
efek samping obat.1
Penelitian menunjukkan kontrol kejang biasanya diperoleh
dengan konsentrasi fenitoin total antara 5-30 mg/L untuk dewasa.
Namun anak memiliki waktu paruh yang lebih cepat dengan
konsentrasi fenitoin pada kisaran yang lebih rendah.1
d. Efek samping
Efek samping fenitoin berupa ataksia, diplopia, dan penurunan
kognisi.1
e. Efek dengan obat lain
Administrasi aluminium-magnesium atau antacid dengan
kandungan kalsium mengurangi absorpsi fenitoin. Asam valproat,
tolbutamid, aspirin, dan OAINS menggantikan fenitoin dari situs
pengikatan albumin yang menyebabkan konsentrasi obat total
menurun, sementara konsentrasi obat tidak terikat tetap sama dan
tidak berubah atau bahkan meningkat ketika obat yang menggantikan
situs pengikatan tersebut juga menghambat metabolisme fenitoin.
Karbamazepin dan fenobarbital menghasilkan efek yang bervariasi
dan tidak terduga terhadap konsentrasi fenitoin.1
3. Asam valproat
a. Farmakokinetik
Bioavailabilitas asam valproat hampir komplit untuk segala
formulasi. Nilai Tmax adalah 1-2 jam untuk tablet konvensional dan
larutan, 3-6 jam untuk tablet bersalut enterik dan 10-12 jam untuk
tablet sustained-release. Untuk tablet bersalut enterik, konsumsi
dengan satu porsi makanan dapat menunda onset absorpsi hingga
beberapa jam. Formulasi intravena juga tersedia. Vd asam valproat
sebesar 0,15-0,20 L/kg. Ikatan pada protein serum sebesar 90%.1
b. Waktu paruh
Waktu paruh asam valproat adalah 11-20 jam. Asam valproat
dimetabolisasi komplit terutama pada hepar dengan β-oksidasi,
glukoronidasi, dan jalur lain. Anak-anak membutuhkan dosis dalam
mg/kg yang lebih tinggi untuk mencapai konsentrasi valproat serum
dibandingkan pada orang dewasa.1
4. Karbamazepin
a. Farmakokinetik
Absorpsi karbamazepin cukup lamat, bervariasi, dan dependen
formulasi. Tmax yang mengikuti dosis oral tunggal tablet rilis-sedang,
tablet kunyah, dan suspense berada dalam kisaran 2-9 jam, 1-7 jam,
dan 0,5-4 jam. Bioavailabilitas karbamazepin sebesar 75-85%,
meskipun ketiadaan formulasi injeksi mengurangi ketentuan tepat dari
nilai pasti. Formulasi sustained-release berhubungan dengan absorpsi
yang lebih rendah, dan mungkin memiliki bioavailabilitas yang lebih
rendah daripada bentuk dosis rilis-sedang.1
Karbamazepin 70-80% terikat pada protein serum, terutama
albumin, dan asam glikoprotein alfa1. Vd obat ini sebesar 0,9-1,4
L/kg. Obat ini sebagian besar dimetabolisme dengan kurang dari 2%
dosis oral diekskresikan tidak berubah dalam urin. Jalur metabolic
mayor mencakup oksidasi, terutama oleh CYP3A4, hingga
carbamazepine-10-11-epoxide.1
b. Waktu paruh
Dengan dosis tunggal karbamazepin, waktu paruh pada dewasa dan
anak berada dalam kisaran 18-55 jam dan 3-32 jam. Selama
monoterapi rumatan, dewasa memiliki waktu paruh 8-20 jam
sementara pada anak 10-13 tahun waktu paruh sebesar 10-14 tahun.1
c. Konsentrasi obat dan efek klinis
Belum terdapat trial terkontrol prospektif yang mendefinisikan
kisaran rujukan untuk karbamazepin. Studi observasional dan
retrospektif menyatakan kontrol kejang optimal pada pasien dengan
monoterapi sebesar 4-12 mg/L. Pada pasien yang mendapat OAE lain,
konsentrasi karbamazepin serum yang lebih rendah mungkin
diperlukan, terutama dengan tujuan menekan toksisitas.1
Salah satu pustaka menyarankan dosis karbamazepin harian
yang disarankan adalah sebesar 10-20 mg/kg/hari.2
d. Efek samping
Efek samping karbamazepin di antaranya adalah gangguan system
saraf pusat (pusing berputar, ataksia, kelelahan, diplopia), reaksi alergi
kulit, urtikaria, mual dan muntah, leukopenia, tromositopenia,
gangguan hepat, dan gangguan endokrin dan metabolisme seperti
edema, retensi cairan, peningkatan berat badan, dan hiponatremia.4
e. Efek dengan obat lain
Fenitoin, fenobarbital, dan pirimidon meningkatan clearance
karbamazepin sebanyak dua kali lipat, melalui induksi CYP3A4, dan
mengurasi waktu paruhnya, pada dewasa hingga sekitar 8 jam.1
5. Topiramate
a. Farmakokinetik
Di AS dan Eropa, topiramate pada awalnya disetujui sebagai terapi
tambahan untuk orang dewasa dan pasien anak 2-16 tahun dengan
kejang folak atau GTCS primer dan pada pasien ≥2 tahun dengan
kejang fokal atau GTCS primer.2
Ingesti oral akan diikuti dengan absorpsi topiramate secara cepat
(Tmax 2-4 jam), dengan bioavailabilitas antara 81-95%. Sementara
koingesti makanan menunda absorpsi topiramate selama 2 jam.
Konsentrasi serum maksimal yang dicapai tidak terpengaruh. Vd
topiramate yaitu 0,6-1 L/kg. topiramate hanya 15% berikatan dengan
protein serum, namun memiliki afinitas yang tinggi/kapasitas situs
pengikatan rendah pada eritrosit. Terdapat hubungan yang sejalan
antara dosis topiramate dan konsentrasi serum.
Topiramate dielimiasi lebih cepat pada anak. Peningkatan
clearance pada berbagai penelitian bervariasi dari 25% hingga 170%.1
b. Waktu paruh
Kurang lebih 50% dosis obat ini dimetabolisasi dengan waktu
paruh serum 20-30 jam tetapi pada pasien yang diberi resep OAE
penginduksi-enzim lain secara bersamaan, metabolisme hepatik
topiramate menjadi lebih pentinh. Pada keadaan ini, waktu paruh
topiramate bekurang menjadi 12 jam, terjadi peningkatan clearance,
dan penurunan kosentrasi topiramate serum hinga 50%.1
c. Konsentrasi obat dan efek klinis
Kontrol kejang membaik pada konsentrasi topiramate serum pada
kisaran yang sempit yaitu sebesar 3,5-5 mg/L. Sebuah penelitian
menunjukkan tren konsentrasi topiramate lebih tinggi pada pasien
dengan perbaikan dibandingkan dengan pasien tanpa pengurangan
kejang. Dari beberapa dosis, pustaka menyimpulkan bahwa respon
optimal berada pada konsentrasi serum 2-10 mg/L.1
Salah satu pustaka memberikan rekomendasi dosis 4-6
mg/kg/hari untuk anak.2
d. Efek samping
Efek samping topiramate adalah asthenia, somnolens, afasia,
disartria depresi, halusinasi, ataksia, nyeri kepala, pening, diare,
anoreksia, mual, dan demam.2
e. Efek dengan obat lain
OAE penginduksi-enzim menurukan konsentrasi topiramate serum
hingga 50% sementara asam valproat mengurangi konsentrasi
topiramate sebanyak 10-15 tahun. Clearance topiramate dapat
diturunkan oleh propranolol, amitriptilin, lithium, dan sumatriptan
sehingga konsentrasi serumnya sedikit meningkat.1
Tabel 1. Target molekuler dan indikasi klinis OAE2
Reseptor
CZP Spektrum luas
GABAA
ETS + Absens
Reseptor
GABAA
PB + Kejang fokal, GTCS,
mioklonik
Reseptor
Reseptor
GABAA
FBM + Atonik, tonik, absens
NMDA
atipikal pada LGS
Reseptor
GABAB
GPT + Kejang fokal
Transamina
se GABA
GVG Kejang fokal, spasme
infantil
mendukung atau menolak konsep tersebut, tetapi dalam pengelolaan secara klinis
yang telah diterima secara luas, bahwa : pendekatan terapi yang dilakukan lebih
awal dan usia lebih muda, tampaknya memberikan hasil yang lebih baik. 6
rehabilitasi.7
kognitif, dan social dengan tujuan untuk membantu mencapai kemandirian fisik
dan fisiologis dan integrasi sosial. Namun ukuran luaran untuk anak masih jauh
fungsional spesifik atau dapat digunakan hanya untuk penyakit tertentu, ciri
psikometrik juga seirngkali tidak dilakukan dengan baik, terutama pada kondisi
“real life”. Untuk alasan ini, penilaian rasio cost:benefit untuk program
rehabilitasi pada pasien dengan disabilitas mental dan fisik masih memerlukan
penilaian yang tepat. Hal ini mungkin bahkan lebih penting lagi ketika
kualitas hidup.9
Namun, respon terhadap perawatan ini seringkali tidak jelas, pada suatu
jurnal di Italia dikatakan bahwa biaya yang harus ditanggung oleh keluarga
menjadi alasan terapi rehabilitasi medik tidak dilaksanakan sesuai jadwal yang
Hal lain yang juga mempengaruhi ialah epilepsi (komplikasi umum dari
yang signifikan lainnya, ialah yang terkait langsung dengan epilepsi (seperti
retardasi mental dan defisit sensorik), harus juga diperhitungkan dan dapat
sosial secara sangat mendalam, dan sejauh ini masih menjadi perdebatan
medis sebelumnya atau tindakan bedah. Penilaian hasil rehabilitasi bahkan lebih
rumit disebabkan oleh interpretasi subjektif dari tingkat keparahan dari gangguan
berbeda dilakukan evaluasi terhadap pasien anak dan dewasa dengan gangguan
tatalaksana rehabilitasi medik. Beberapa hal yang menjadi data antara lain, usia,
jenis kelamin, diagnosis, frekuensi kejang, derajat beratnya penyakit, jumlah dan
pada tata cara yang lebih umum, memggunakan kombinasi motorik, kognitif, dan
palsy, kelainan kongenital, gangguan mental pada anak, Autism spectrum disorder.
117 pasien didapatkan lesi structural dan 62% diantaranya dengan derajat berat.
Deficit kognitif yang berat dan sedang didapatkan pada 62%. Sebanyak 35% dari
seluruh jumlah mengalami bangkitan 1 kali atau lebih dalam setiap satu bulannya,
sementara 22% lainnya mengalami 1 kali atau lebih bangkitan per harinya. 149
pasien atau sebanyak 96% pasien menerima 1 atau lebih obat anti epilepsi. Asam
pasien, lamotrigine 18 pasien dan vigabatrin 14 pasien. Dan dari data tersebut
bermakna ialah usia, derajat beratnya disabilitas, beratnya lesi structural, kognitif
Sebagian besar pasien anak dan dewasa dengan epilepsi yang mendapat
psikologis, dan perilaku. Pada jurnal ini kemudian menjelaskan bahwa rehabilitasi
lalu terapi Bahasa dan wicara. Respon terhadap terapi rehabilitasi medik yang
kejang dalam setiap harinya. Defisit kognitif, juga merupakan komponen yang
outcome dari rehabiltasi medik yang diberikan pada anak dan dewasa dengan
trauma kepala yang dikaitkan saat timbulnya bangkitan. Factor lainnya seperti
usia saat kejang, jenis dari sindrom epilepsi, serta multiple terapi antiepilepsi
menyebabkan edukasi yang tidak tercapai dengan baik yang kemudian dapat
beratnya kerusakan lesi yang nyata, lalu frekuensi bangkitan. Efek sedasi yang
pemberiannya yang harus dapat disesuaikan dengan terapi rehabilitasi medik yang