Anda di halaman 1dari 8

Antikonvulsan

1. Antikonvulsan sebagai obat kejang

Obat antikonvulsan digunakan terutama untuk pencegahan dan pengobatan


serangan epil epsi ("epileptic seizures" atau "seizures"). Serangan epilepsi
merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh macam-macam penyebab.
Timbulnya serangan epilepsi disebabkan oleh adanya rangsangan yang cukup kuat
pada susunan saraf, Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bila rangsangan
melampaui ambang kejang maka terjadilah serangan epilepsi.1

Adapun antikonvulsan berfungsi untuk meningkatkan mekanisme inhibisi dan


menurunkan mekanisme eksitasi.2 Pada kelainan susunan saraf bukan epilepsi
misalnya radang, tumor, trauma, serangan kejang terjadi dengan ambang kejang
normal, namun karena gangguan yang cukup kuat maka terjadilah serangan
kejang. Pada keadaan ini dapat pula digunakan antikonvulsan untuk
pengobatannya. Karena antikonvulsan lebih sering digunakan untuk mengatasi
serangan epilepsi maka golongan obat ini lebih umum dikenal sebagai
antiepilepsi.1,3

Untuk mencapai hasil pengobatan yang maksimal diperlukan obat dengan syarat
ideal. Syarat obat antiepilepsi yang ideal adalah:3

a. Dapat menekan serangan epilepsi secara sempurna dengan dosis yang


tidak menimbulkan efek samping yang mengganggu, termasuk sedasi.
b. Meniliki batas keamanan yang lebar.
c. Satu jenis obat dapat menguasai semua tipe epilepsi dan bekerja langsung
pada fokus serangan, tetapi jenis ini belun ada.
d. Dapat diberikan per oral, lama kerja panjang dan aman untuk pengobatan
jangka panjang, tidak menimbulkan gejala putus obat ataupun toleransi.
e. Harganya murah.
Di samping persyaratan obat yang ideal tersebut, untuk berhasilnya pengobatan
epilepsi masih diperlukan beberapa patokan sebagai berikut :1,4

a. Ditentukan lebih dahulu jenia epilepsinya, baru kemudian dipilih satu


macam obat yang sesuai.
b. Dosis antikonvulsan disesuaikan Sampai didapat hasil pengobatan yang
optimal.
c. Dilakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah
d. Bila antikonvulsan yang dipilih tidak memberikan hasil yang optimal,
sedangkan gejala intoksikasi sudah ada, maka dosis obat dikurangi dan di
tambah antikonvulsan kedua.Bila gabungan kedua obat ini memberi hasil
baik dapat dicoba pengurangan obat yang pertama secara bertahap
kemudian dihentikan.

Terapi kombinasi obat anti epilepsi mungkin diperlukan tetapi terapi selalu
dimulai dengan obat tunggal.1,3,4 Bila dengan dosis maksimal yang diberikan
belum didapatkan efek optimal, barulah ditambahkan antiepilepsi lain atau dapat
juga diganti dengan antiepilepsi yang lain.1,3Berikut ini ada beberapa macam
antiepilepsi yang sering digunakan :3,4,5

A. Fenitoin (5,5-Difenil Fidantoin )

Berkhasiat pada epilepsi tipe grand mal, fokal dan psikomotor namun tidak
berkhasiat pada petit mal dan kejang demam. 3,4,5 Obat ini dapat diberikan peroral
atau secara intra vena. Efek samping-ringan dari Fenitoin adalah: anemia
megaloblastik,leukopenia, dermatitis eksfoliatif, hirsutisme, limfadenopati ,
osteomalasia, reak si alergi, hiperplasia gingiva. Akhir-akhir ini juga dicurigai
Fenitoin mungkin juga dapat merusak janin. 3 Fenitoin yang sering dijumpai pada
dosis tinggi adalah nistagmus, tremor, ataksia dan penglihatan ganda.6 Hal ini
akan hilang dengan sendirinya bila dosis dikurangi.

B. Fenobarbital
Digunakan pada epilepsi tipe grand mal dan fokal. Kurang berkhasiat pada
psikomotor. Pemakaian obat ini harus berhati-hati oleh karena ada kemungkinan
terjadinya kekambuhan petit mal dan kemungkinan serangan grandmal bila obat
lupa diminum.1 Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral. Efek sampingnya
ialah sedasi, pada anak-anak sering dijumpai hiperaktivitas. Efek samping-ringan
ialah reaksi alergi, rash pada kulit, dermatitis eksfoliatif, anemia megaloblastik,
osteomalasia, kemungkinan juga mempunyai efek teratogenik. Pada dosis yang
lebih tinggi dapat pula dijumpai ataksia dan nistagmus.

C. Karbamazepin

Dapat digunakan pada epilepsi tipe psikomotor, fokal dan grand mal. Banyak
penyelidik yang beranggapan bahwa Karbamazepin merupakan obat pilihan bagi
epilepsi tipe psikomotor.1 Efek samping Karbamazepin cukup sering terjadi yaitu
mual, muntah, kepala ringan, Sakit kepala, bingung, penglihatan kabur, disfasia,
gerakan spontan abnormal, neuritis perifer, parestesi ringan dan agitasi, tinitus.
Toksisitas yang berhubungan dengan dosis adalah rasa capai, nistagmus, vertigo,
pusing, diartria, ataksia dan dipiopia. Obat ini lebih toksis daripada Fenitoin
karena dapat menimbulkan gangguan kardiovaskular, gangguan fungsi hati pan
ginjal. Pada binatang percobaan obat ini dilaporkan bersifat teratogenik.

D. Diazepam

Terutama digunakan terhadap status epilepsi dan di berikan secara intravena. Efek
samping-berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan Diazepam adalah
obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Di samping itu dapat juga
terjadi penekanan sampai terhentinya pernafasan, hipotensi, jantung berhenti
berdenyut dan juga bersifat sedasi kuat.

E. Klonazepan

Merupakan obat dengan masa kerja panjang. Berkhasiat baik pada status epilepsi.
Juga pada epilepsi tipe petit mal dan minor motor ( epilepsi akinetik Spasme
infantil dan mioklonik). Efek samping yang sering dijumpai adalah sedasi, lemas,
ataksia dan perubahan tingkah laku.

F. Asetazolamida

Kadang-kadang digunakan sebagai obat tambahan atau obat pembantu dalam


menanggulangi epilepsi misalnya petit mal, grand mal, psikomotor dan minor
motor.Dapat pula digunakan sebagai obat pembantu pada penderita yang
serangan epilepsinya bertambah hebat sebelum atau selama haid (menstruasi ).
Asetazolamida dapat diberikan peroral. Dengan dosis tinggi dapat dijumpai
toksisitas berupa parestesia dan sedasi. Sesekali dijumpai rash pada kulit, distensi
abdominal dan pembentukan batu ginjal.

G. Nitrazepam

Terutama digunakan pada spasme infantil dan epilepsi tipe mioklonik. Efek
samping yang sering di jumpai pada bayi dan anak adalah hipersalivasi dan
bertambahnya sekresi dari bronkus, di samping itu anak menjadi lemah.

2. Antikonvulsan sebagai Analgesia


A. Mekanisme Antikonvulsan sebagai Analgesia

Berdasarkan target kerjanya antikonvulsan sebagai analgesia dapat dibagi menjadi


beberapa kelompok seperti7:

a. Blokade voltage-gated sodium channel

Efek antikonvulsan yang menutup kanal natrium dapat digunakan sebagai


analgesia dalam menangani kondisi neuropati pain. Obat yang termasuk dalam
kelompok ini adalah karbamazepin, oxcarmazepin, lamotigrin, fenitoin, dan
lacosamid. Obat yang sering digunakan adalah lamotigrin, fenitoin dan
karbamazepin. Karbamazepin merupakan obat antikonvulsan yang pertama kali
diteliti untuk menurunkan konduktansi kanal natrium. Pada beberapa penelitian
telah ditemukan karbamazepin untuk terapi trigeminal neuralgian, nyeri diabetik
neuropati, dan neuralgia pasca herpes.7,8,9 Obat dalam kelompok ini berikatan
dengan lokasi aktif dari kanal terutama dalam mengendalikan kondisi eksitabilitas
neuronal yang tinggi. Terdapat beberapa kanal yang berkaitan dengan nosiseptor
manusia yaitu Nav1.7, -1.8,dan -1.9.10

Mekanisme blokade voltage-gated sodium channel yang pertama adalah "tonic


block" di mana obat akan berikatan pada kanal dengan afinitas independen
keadaan konformasional atau pada lokasi yang dapat diakses pada setiap
konformasi kanal. Mekanisme yang kedua adalah state-dependent yaitu
kecenderungan obat berikatan pada beberapa keadaan konformasi. Kanal natrium
terdapat dalam sebagian besar aktivitas sistem saraf pusat, sehingga mekanisme
penutupan state-dependent merupakan pendekatan yang aman dan penting untuk
indeks terapi yang lebar.

b. Modulasi voltage-gated calcium channel subunit α2δ

Kanal kalsium merupakan kunci utama dalam fungsi neuronal, terutama dalam
regulasi pelepasan neurotransmiter dari saraf terminal termasuk transmisi nyeri
pada tingkat korda spinalis. Voltage-gated calcium channel terdiri dari kombinasi
multisubunit dari transmembrane-spanning yang besar, pore-forming subunit α,
bersama dengan aksesoris β (sitosolik), γ (transmembran). dan α2δ (span
transmembran) (Gambar 2.6). Antikonvulsan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah gabapentin dan pregabalin. Apabila obat tersebut berikatan dengan reseptor
presinap dapat menurunkan pelepasan neurotransmiter seperti glutamat dan
substansi P pada korda spinalis.7 Senyawa tersebut berikatan dengan subunit α2δ
yang kemudian akan menimbulkan efek analgesik dari pregabalin. Protein α2δ
berikatan pada kornu dorsalis dan akar ganglia dorsalis mengikuti adanya injuri
nervus perifer pada model hewan dengan nyeri neuropati. Beberapa penelitian
mendapatkan protein α2δ terlibat dalam penyaluran kompleks kanal kalsium ke
membran dan pregabalin atau gabapentin mungkin bertindak menghambat
aktivitas tersebut.10

Pregabalin diketahui enam kali lebih poten dalam berikatan dibandingkan


gabapentin, bioavailabiliti 90%, dapat ditoleransi dengan baik dengan efek
samping ketergantungan dosis yang ringan sampai sedang.7
B. Efek Samping Antikonvulsan sebagai Analgesia

Terdapat beberapa efek samping yang diketahui dari beberapa antikonvulsan


sebagai analgesia:

1. Karbamazepin
Efek samping yang paling sering adalah pusing, mengantuk, tidak stabil, mual
dan muntah. Karbamazepin memiliki “boxed warning” karena memiliki risiko
menyebabkan reaksi dermatologi seperti reaksi toksis epidermal dan sindrom
Stevens-Johnson, reaksi pada system hematopoetik, termasuk anemia aplastic
dan agranulositosis.11,12
2. Fenitoin
Efek samping fenitoin yang diketahui seperti nystagmus, ataksia, bicara
melantur, koordinasi berkurang, dan kebingungan mental.12
3. Lamotigrin
Lamotogrin dapat menyebabkan pusing, sakit kepala, diplopia, ataksia, mual,
pandangan kabur, somnolen, rhinitis, dan ruam pada kulit.12
4. Gabapentin
Efek samping yang paling sering terlihat pada beberapa penelitian yaitu
somnolen, pusing, ataksia, dan kelelahan. Efek samping tergantung pada dosis
yang diberikan. Gabapentin belum diteliti pada ibu hamil, namun dapat
diekskresikan lewat air susu ibu.12,13
5. Pregabalin
Pregabalin dapat ditoleransi dengan baik, dengan efek samping yang ringan
sampai sedang tergantung dosis. Beberapa efek samping yang terlihat pada
penelitian adalah pusing, somnolen, mulut kering, edema perifer, pandangan
kabur, penambahan berat badan, dan pemikiran yang abnormal.12,14
6. Topiramat
Beberapa efek samping yang diketahui yaitu parastesia, anoreksia, penurunan
berat badan, kelelahan, pusing, somnolen, susah konsentrasi, bingung, dan
masalah mood.12
7. Valproat
Efek samping yang paling sering yaitu mual, somnolen, pusing, dan muntah.
Valproat memiliki risiko terhadap hepatotoksik, teratogen, dan pankreatitis.15

1. Sastrodiwirjo S, Harahap TP, Kusumoputro S, Neurologi. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia (UI), 1980; 28-47
2. Frey HH, Janz D. Ed. Handbook of Experimental Pharmacology:
Antipilentic Drugs. Berlin- Heidelberg-New York-Tokyo: Springer
Verlac. 1945.
3. Gan S. Ed. Farmakologi dan Terapi. Edisi dua. Jakarta: PT. Intermasa,
1980: 115-130.
4. Weatherall DJ. Oxford Textbook of Medicine. First Edition. England:
Oxford University Press, 1985.
5. Sidharta P. Epilepsi. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Gaya Favorit Press, 1981.
6. Tudden TM, Allen JP, Valutsky WA, et al. Individualization of Phenytoin
dosage regimens. Clinical Pharmacology and Therapeutics. 1976.
7. Morriset V, Davis JB, Tate SN. (2006) Mechanism of action of
anticonvulsants as analgesic drugs, in McMahon SB, Koltzenburg M,
Tracey I, Turk DC (ed) Wall and melzack’s textbook of pain 6th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 491-9
8. Guy S, Mehta S, Leff L, Teasell R, Loh E. (2014) Anticonvulsant
medication use for the management of pain following spinal cord injury:
systematic review and effectiveness analysis. Spinal Cord;52:89-96.
9. Berger JM, Zaghi S. (2011) Nonopioid analgesics in pain management in
Vadivelu N, Urman RD, Hines RL (ed) Essential of pain management.
New York: Springer. p. 117-50
10. Burgess G, Williams D. (2010). The discovery and development of
analgesics: new mechanisms, new modalities. J Clin Invest.
2010;120(11):3753–9
11. Wiffen PJ, Derry S, Moore RA, McQUay HJ. (2012). Carbamazepine for
acute and chronic pain in adults. Cochrane Database Syst Rev;1:1-40.
12. Ali Z, Palmer JE, Goli V. (2006) Anticonvulsant: clinical, in McMahon
SB, Koltzenburg M, Tracey I, Turk DC (ed) Wall and melzack’s textbook
of pain 6th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 500-22
13. Straube S, Derry S, Moore RA, Wiffen PJ, McQuay HJ. (2012). Single
dose oral gabapentin for established acute postoperative pain in adults.
Cochrane Database Syst Rev; 5:1-28.
14. Stafstrom CE. (2010). Mechanism of action of antiepileptic drugs: the
search for synergy. Curr Opin Neurol ;23:157–163

Anda mungkin juga menyukai