Anda di halaman 1dari 4

● Nyeri

⤷ Mekanisme Terjadinya Nyeri


Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer,
perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitasektopik, reorganisasi struktural, dan penur
unan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empa
t proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimul
us (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf y
ang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang bere
spon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serab
ut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nocice
ptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tida
k bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis med
ula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen prime
r merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya b
erakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan bany
ak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural sig
nals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga
terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dap
at ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending be
rasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbr
ain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses in
hibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosi
septif di kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteris
tik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk meneri
ma rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung
syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, resept
or nyeri (nociseptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syar
af aferen.

Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat


1. Jalur Asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam
dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornudorsalis, memotong medul
a spinalis dan naik ke
otak di cabang neospinotalamikus atau caban gpaleospinotalamikus traktus spino tal
amikus anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh afer
en perifer A delta, bersinap di nukleu sventropostero lateralis (VPN) talamus dan mel
anjutkan diri secara langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis, tempa
t nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas .Cabang paleo
spinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C adalah su
atu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral keformatio retikularis batang otak da
n struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus da nsistem limbik serta kor
tek serebri
2. Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3 komponen ya
itu :
a. Bagian pertama adalah substansia gris eaperiaquaductus (PAG ) dan substansia
grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi aquaduct
us Sylvius.
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impu lske nukleus ravemaknus (NRM) ya
ng terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagi anatas dan nukleus reti
kularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolum nadorsalis medula spinalis ke suat
u komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsal ismedula spinalis.

⤷ Dampak Nyeri
Nyeri yang terjadi pada lansia akan memiliki dampak fisiologis seperti :
1. peningkatan respirasi rate
2. vasokonstriksi perifer
3. peningkatan gula darah
4. peningkatan kekuatan otot
5. penurunan motilitas GI
6. dilatasi pupil
7. muka pucat
8. nafas cepat
9. pernyataan verbal (menangis, mendengkur, meringis, menggigit bibir, gelisah, imobili
sasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan tangan, menurunnya kontak /interaksi so
cial (focus dengan nyeri, menghindari percakapan).
Pada lansia cenderung memendam rasa nyeri yang dialami, karena mereka menganggap ny
eri merupakan hal alamiah yang harus mereka jalani dan mereka takut kalau mengalami pen
yakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

⤷ Penyakit yang mungkin mengiringi nyeri (Komplikasi)


Pada awalnya nyeri terjadi bersama gerakan,
kemudian nyeri dapat juga terjadi pada saat istirahat. Pemeriksaan menunjukkan adanya da
erah nyeri tekan krepitus, berkurangnya rentang gerak, seringnya pembesaran tulang, dan t
anda-tanda inflamasi pada saat-saat tertentu rtentu. Peningkatan rasa nyeri diiringi oleh keh
ilangan fungsi secara progresif. Keseluruhan
koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh
sebagai hasil dari nyeri dan hilangnya mobilitas (komplikasi dari osteoarthritis) . Rasa nyeri t
ersebut paling terasa pada tungkai bawah dan kaki sebelah kanan dan kiri. Dampak serta ko
mplikasi yang mungkin terjadi apabila rasa nyeri pada klien tidak teratasi dengan baik dapat
mengganggu kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, mengganggu istiraha
t, dapat menurunkan nafsu makan, serta yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian.

reference:
- https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/5449/5246/14282
- https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=dampak+dari+nyeri&oq
=da#d=gs_qabs&t=1698503198265&u=%23p%3DrHKvde1fGjQJ
- https://www.neliti.com/publications/289853/pengaruh-kompres-hangat-aromaterapi-la
vender-terhadap-penurunan-skala-nyeri-pasi

● Perawatan Luka

⤷ Mekanisme Perawatan Luka


Luka akut merupakan cedera jaringan yang dapat pulih kembali seperti keadaan normal den
gan bekas luka yang minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu. Penyebab utama dari luka
akut adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal, dimana terjadi kontak antara kulit de
ngan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca operasi. Sementara lu
ka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan yang
lambat, dengan waktu penyembuhan lebih dari 12 minggu dan terkadang dapat menyebabk
an kecacatan. Ketika terjadi luka yang bersifat kronik, neutrofil dilepaskan dan secara signifi
kan
meningkatkan ezim kolagenase yang bertnggung jawab terhadap destruksi dari matriks pen
ghubung jaringan. Salah satu penyebab terjadinya luka kronik adalah kegagalan pemulihan
karena kondisi fisiologis (seperti diabetes melitus (DM) dan kanker), infeksi terus-menerus, d
an rendahnya tindakan pengobatan yang diberikan.

⤷ Dampak
Perawatan luka dapat dilakukan dengan menggunakan terapi pengobatan. Salah satunya a
dalah menggunakan selulosa mikrobial yang dapat digunakan untuk luka maupun ulser kroni
k. Selulosa mikrobial dapat membantu proses penyembuhan, melindungi luka dari cedera le
bih lanjut, dan mempercepat proses penyembuhan. Selulosa mikrobial yang diperoleh dari b
akteri Acetobacter xylinum menunjukkan potensi yang baik dalam sistem penyembuhan luka
Kekuatan mekanik yang tinggi dan sifat fisik yang luar biasa dihasilkan dari struktur nano m
embran. Metode perawatan luka lainnya dengan balutan madu untuk pasien trauma dengan
luka terbuka, dimana pasien tidak merasakan nyeri dibandingkan dengan penggunaan balut
an normal salin-povidon iodin. Selain itu dapat juga
dilakukan modifikasi sistem vakum dalam perawatan luka. Pemberian tekanan negatif dapat
meningkatkan pengeluaran cairan dari luka, sehingga dapat mengurangi populasi bakteri da
n udema, serta meningkatkan aliran darah dan
pembentukkan jaringan yang tergranulasi. Melalui metode ini, kondisi pasien dapat ditingkat
kan karena memberikan rasa nyaman yang lebih baik sebelum prosedur operasi.

⤷ Komplikasi Perawatan Luka


Komplikasi pada luka akut yang sering terjadi adalah luka terbuka atau yang sering dike
nal dengan dehiscence. Sebuah studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 93.024
pasien yang menjalani laparotomi eksplorasi menghasilkan 1.332 (1,9%) pasien dala
m kelompok pelatihan dan 390 (1,7%) pasien dalam kelompok validasi temporal meng
alami dehiscence fasia (Cole et al., 2021). Komplikasi infeksi pasca pembedahan menjadi
salah satu hambatan dalam proses penyembuhan luka akut seperti luka pasca operasi. Pera
watan luka yang optimal sangat mendukung dalam proses penyembuhan. Studi menu
njukkan bahwa perawatan luka pasca operasi memerlukan perlindungan utama terhada
p pengaruh mikroorganisme dan mempertimbang penting nya pemilihanbalutan antimicrobia
lbila terjadi abses serta melibatkan Pendekatan multidisipilin dalam managemen pe
rawatan luka.

reference :
- https://scholar.archive.org/work/n4bsbzyugrcl3psvdgs3apvxxi/access/wayback/http://j
urnal.unpad.ac.id/farmaka/article/viewFile/13366/pdf
- https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOTING/article/view/2631

Anda mungkin juga menyukai