Anda di halaman 1dari 17

A.

KOLELITIASIS
Pengertian Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan
usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah
anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen
didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu
merupakan fungsi utama hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan
menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari
batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena
adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat
saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi
di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan
terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang
berasal dari makanan. Infeksi bias merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab
paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran
dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu.
Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun,
infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.
Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm,
terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.7 Kandung
empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu

dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam
hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak danvitamin yang larut dalam
lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel
darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktU makan, empedu disimpan
sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tida dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi
setelah melewati duktus hepatikus empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,
sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat
dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum
setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi,
sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan
hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos
dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi
oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit
empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan
sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam
duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah
merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam
empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke
dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh
mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk
ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur
pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5%
dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.
Gambaran Klinis
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam duktus
sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat
menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat
melewati duktus koledokus dan masuk ke duodenum.
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya mencolok: nyeri
saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada
perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat
dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.
Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya.
Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung,
dan lain-lain.
Komplikasi
a. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu,
menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui
saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.

c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini,
tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan
membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu
Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Terbentuknya batu empedu tidak selalu memunculkan
gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita batu empedu tergantung dari lokasi tempat
batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang
melalui saluran cerna sehingga tidak memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan
perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut. Batu empedu yang berada dalam
kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan
komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi,
kandung empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah. Bilamana timbul gejala, biasanya karena
batu tersebut bermigrasi ke saluran empedu. Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang
besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain.
Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang hampir sama
dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu. Apabila batu empedu
menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat hilangtimbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling
banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau
bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut
dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. Jika terjadi infeksi
bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.

Tipe Batu Empedu


a. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium
palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebihbervariasi dibandingkan bentuk batu

pigmen.

Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.3,29 Batu Kolesterol
terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam
darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama
kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu
kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan
empedu sehingga terjadi pengendapan.
b. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak
bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil- kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya
bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air),
pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
c. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu,
dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat
radioopaque.
Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari
tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.1 Hati berperan sebagai metabolisme
lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa
oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan
lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa
hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu

kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan
akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan
cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu
(yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah.
Epidemiologi
Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih
tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah
di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti
ditunjukkan oleh statistik AS ini:
a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya beberapa ton.
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya
menjalani pembedahan1
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari
tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchikamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675
anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua
ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%)
dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).
Distribusi Dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut
sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau
batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita.
Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.
Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari
penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase
penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orangorang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di Indonesia, kolelitiasis baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar
pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

Faktor risiko
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40
tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih
muda.1,38 Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.39 Semakin
meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
-

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.

Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40

b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu.41,42 Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis.
Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita
kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam
cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
Pencegahan Kolelitiasis
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat yang memiliki risiko
untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk
terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya
S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan
sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga
menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk
menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita kolelitiasis dan
biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan
dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah.
Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut
kolesistektomi.
Penanggulangan Non Bedah
a. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol
diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik
paten.
b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan melakukan
sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai
standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran
empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar
tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran
empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi
seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang suara. ESWL
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Penanggulangan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan puluh persen batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah

bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi
lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter
lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih
kecil. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung
empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (210 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal. hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Diagnosis Kolelitiasis
a. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul
adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,
keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30%
kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik nafas dalam.
b. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan diagnosa Batu
Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.
c. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran empedu.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.
e. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik.
Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran
radang ke dinding yang tertekan tersebut.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas
hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang mengganggu atau
semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur
ESWL

(Extracorporeal

Shock

Wave

Lithotripsy),

ERCP

(Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography), disolusi medis (penanggulangan dengan non bedah) dapat


diberikan sebagai alternatif.
Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu itu diangkat. Kalau
ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu
masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.
B. Kolesistitis
1. Kolesistitis Akut
Radang akut empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu,
infeksi kuman, dan inskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu
kandung empedu yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) (Pridady dalam
Sudoyo, 2009: 718).
Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut sebelah kanan atas,
epigastrium, dan nyeri tekan, serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke
pundak atau skalpula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan
fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (Murphys sign).
Pada 20% kasus dijumpai ikterus, umummnya derajat ringan

(bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila

konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan kemungkinan adanya batu saluran empedu ekstra hepatik
(Pridady dalam Sudoyo, 2009: 718).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian
serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi
dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu
perlu dipertimbangkan (Pridady dalam Sudoyo, 2009: 718).
Diagnosis
Sebaiknya dikerjakan pemeriksaan USG secara rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk,
penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran ekstra hepatik.

Penatalaksanaan
2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai
denganserangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan
terjadinyapenebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya
kandung empedutidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan
angka kejadiannyameningkat pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
Gejala Kinis
Pridady (dalam Sudoyo, 2009: 719) mengatakan bahwa diagnosis kolesistitis kronis sering sulit
ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di
epigastrium dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang
hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang,
nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong penegakkan
diagnosis.
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, pankreatitis kronik dan
kelainan duktus koledokus.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan berikut:
CT scan perut
Kolesistogram oral
USG perut.
Pengobatan
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu empedu yan simtomatik,
dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan
keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi resiko operasi (Pridady dalam Sudoyo,
2009: 719-720).
C. Kolangitis
Kolangitis adalah inflamasi pada sistem bilier akibat adanya infeksi dan hambatan aliran empedu.
Epidemiologi
Secara epidemiologis, penyakit ini menunjukkan insidensi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat kolangitis relatif jarang, dan kejadiannya sering berhubungan dengan penyebab
obstruksi dan baktibilia yaitu pada prosedur ERCP (1-3%) yang sering terjadi akibat injeksi zat kontras
secara retrograd. Sedangkan di negara-negara lainnya, oriental cholangio-hepatitis sangat endemik di
Asia Tenggara, Cina, dan Taiwan. Dalam bentuk ini sering timbul "recurrent pyogenic cholangitis"
dengan batu intra & extrahepatal pada 70-80% pasien dan kolelitiasis pada 50-70% pasien.

Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin di dalam insidensi penyakit ini. Mayoritas pasien berusia
antara dekade ke-empat dan lima, serta pada usia yang lebih tua akan lebih banyak disertai penyakit
penyerta lainnya dan tingkat mortalitasnya pun lebih tinggi.
Secara ras terdapat perbedaan insidensi kolangitis. Namun hal ini ternyata lebih disebabkan oleh
pola makanan yang berbeda. Pada bangsa-bangsa di Eropa Utara, Hispanik, Amerika, dan Pima Indian
yang mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi diit tinggi lemak, maka kolangitis terjadi berhubungan
dengan kolelitiasis yang disebabkan oleh batu kolesterol. Sebaliknya pada bangsa-bangsa yang banyak
mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti di Asia, maka penyebab kolangitis tersering adalah batu
primer pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi, stasis empedu, striktur dan parasit
("recurrent pyogenic cholangitis").
Etiologi
Kolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan berakhir dengan
stasis aliran cairan empedu dan akhirnya terjadi infeksi oleh bakteri akibat adanya multiplikasi yang
meningkat pada sistem bilier. Berbagai jenis etiologi kolangitis yaitu sebagai berikut:

Choledocholithiasis
Striktur sistem bilier
Neoplasma pada sistem bilier
Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct)
Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis
Pankreatitis kronis
Pseudokista atau tumor pankreas
Stenosis ampulla Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli
Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi
Diverticulum Duodenum

Patofisiologi
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak mengalami hambatan
sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi
di sistem bilier yang disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan
oleh batu "CBD" , striktur, stenosis, atau tumor , serta manipulasi endoskopik "CBD". Dengan demikian
pasase empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke
sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum. Oleh karena itu
akan terjadi infeksi secara asenderen menuju duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan
tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH 20. Oleh karena itu akan terdapat aliran
balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik
perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (2540%). Apa bila pada keadaan tersebut disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah Kolangitis
supurativa.
Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kolangitis yaitu :
1) Kolangitis dengan kolesistitis

Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier,maupun pelebaran dari duktus
intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering disebabkan oleh batu "CBD" yang kecil, kompresi
oleh vesica felea/ kelenjar getah bening/ inflamasi pankreas, edema/spasme sphincter Oddi, edema
mukosa "CBD", atau hepatitis.
2) Acute Non Suppurative Cholangitis
Terdapat baktibilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya disebabkan oleh obstruksi parsial.
3) cute suppurative cholangitis
"CBD" berisi pus dan terdapat bakteria, namun tidak terdapat obstruksi total sehingga pasien
tidak dalam keadaan sepsis.
4) Obstructive Acute Suppurative Cholangitis
Di sini terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan normal pada sistem bilier
yaitu melebihi 250 mmH20 sehingga terjadi bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang disertai
dengan influks bakteri ke dalam sistem limfatik dan vena hepatika.
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis berlarut, syok
septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal ginjal yang disebabkan oleh sindroma
hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel) dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi,
maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk prognosis adalah sebagai
berikut :
Faktor yang meningkatkan mortalitas :

Umur
Febris
Lekositosis
Syok Septik
Kultur darah (+)
Gangguan sistem phagositosis
Immunosuppresi
Adanya Neoplasma hepar
Obstruksi intrahepatal multipel
Penyakit hepar kronis
Abses hepar

Bakteriologi
Adanya infeksi bakteri merupakan hal yang penting di dalam patogenesis kolangitis. Sesuai dengan
rute infeksi yang telah diuraikan sebelumnya, maka jenis bakteri yang dapat ditemukan pada kultur cairan
empedu maupun darah adalah yang terbanyak berturut-turut yaitu bakteri gram negatif, anaerob dan gram
positif yang terutama berasal dari usus halus.
Escherichia coli
Enterococcus
Klebsiella spp
Pseudomonas spp
Enterobacter spp
Staphylococcus
Bacteriodes spp
Clostridium spp

Kolesistitis
31%
18%
15%
6%
2%
0.3%
3%
2%

Kolangitis
26%
11%
12%
5%
5%
3%
4%
4%

Keduanya
44%
13%
11%
5%
4%
3%
4%
3%

Darah
26 %
9%
14%
9%
1%
9%
2%
0.3%

Tabel Bakteriologi Kolangitis Akut (Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections
1995).
Faktor-faktor prediktor terjadinya baktibilia :

Umur > 60 tahun


Febris >37.30 C
Bilirubin Total > 8.6 mol/L
Lekositosis > 14.000/mm3
Episode cholecystitis akuta atau Kolangitis yang baru lalu
Kanulasi bilier atau prosedur by pass
Diabetes mellitus
Hyperamylasemia
Obesitas

Diagnosis
Diagnosis kolangitis akut dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan ditemukannya "Charcots
Triad" yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas, ikterus dan febris yang dengan/ tanpa menggigil.
Namun demikian, kurang dari 50 % kasus ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi
gejala-gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan adalah :
Febris >38 C
Nyeri abdomen
Ikterus

: 87 - 90 %
: 40 %
: 65 %

Tidak ditemukannya ketiga tanda tersebut secara bersamaan terutama disebabkan oleh obstruksi
saluran empedu yang tidak komplit. Apabila keadaan penyakit menjadi lebih berat yaitu disertai oleh
sepsis atau syok maka akan ditemukan "Reynolds Pentad" yang ditandai oleh Charcots triad ditambah
dengan "Mental confusion/ Lethargy" dan syok. Keadaan ini terjadi pada 10 - 23 % pasien. Perubahan
tersebut disebabkan oleh obstruksi total saluran empedu sehingga tekanan yang meningkat menyebabkan
refluks aliran empedu sehingga bakteri dapat mencapai sistem pebuluh darah sistemik dan terjadi sepsis.
Oleh karena itu pada keadaan ini perlu segera dilakukan drainase untuk mengadakan dekompresi dan
pengendalian terhadap sumber infeksi.
Pemeriksaan alat bantu terutama berguna untuk mencari kemungkinan etiologi Kolangitis yang
sangat menentukan jenis terapi yang harus dilakukan sebagai terapi pembedahan definitif maupun untuk
tujuan dekompresi sementara. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
USG hepatobilier dan pankreas :
Dapat ditemukan "CBD" yang berdilatasi.
Kemungkinan disertai dengan batu "CBD".
CT Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan gambaran :
Batu "CBD".
Tumor sistem bilier atau pankreas
Batu pada sistem bilier intrahepatal
Adanya atrofi pada hepar
Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu)

MRI Cholangiografi : Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta akurat, yaitu masing-masing
91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat ini adalah non invasif, dapat dilakukan hampir semua
usia dan dapat membedakan jenis batu cholesterol dari jenis lainnya secara jelas.
Cholangiography : Menimbulkan morbiditas 1-7 % dan mortalitas 0,25%, oleh karena itu sebaiknya
dihindari, kecuali disertai oleh tindakan dekompresi yang dilakukan bersama-sama. Dapat dilakukan
secara ERCP (Endoscopic Retrograde Choalngio Pancreatography) ataupun PTC (Percutanues
Transhepatic Cholangiography).
Cholescintigraphy dengan HIDA :
Menunjukkan "Liver uptake"
Tidak terdapat visualisasi kandung empedu, CBD, maupun usus halus oleh karena adanya
obstruksi total.
Laboratorium, menunjukkan perubahan-perubahan sebagai berikut :
Leukositosis > 10.000 / mm3 : 33-80%
Serum bilirubin 2-10 mg / dl : 68-76 %
Alkali phosphatase 2-3x normal pada 90%
C-reactive protein : Biasanya ditemukan peningkatan.

Price, Sylvia Anderson & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
1 Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005
Robbins, Sta: nley L. & Vinay Kumar. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007
Isselbacher, Kurt. J., dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 Edisi 13. Jakarta: EGC,
2000

a. Mengapa pada kasus ini Ny.W merasa nyeri yang hilang-timbul apabila makan makanan yang
berlemak ?
Rasa nyeri hilang-timbul dan menjalar kebahu kanan yang semakin hebat bila makan
makanan berlemak yang dialami Nyonya W pada rentang waktu 2 bulan sebelum beliau pergi
berobat ke RSMH merupakan gejala kolik biliaris. Makanan berlemak yang masuk kedalam usus
halus akan merangsang pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum. Hormon ini
akan menghasilkan kontraksi kantung empedu yang sangat kuat, menurunkan relaksasi sphincter
Oddi, meningkatkan sekresi empedu hati yang pada akhirnya berujung pada peningkatan aliran
kantung empedu keduodenum. Terdapatnya sumbatan / obstruksi pada duktus koledokus akan
menyebabkan usaha yang berlebihan yang dilakukan oleh tubuh sehingga nyeri akan terasa.
a. Organ apa saja yang berada di regio kanan atas abdomen ?

Pada regio kanan atas abdomen terdapat lobus dextra hepar, kantung empedu, duodenum,
pankreas, colon ascendens, colon transversum, kelenjar suprarenal kanan, dan ginjal kanan
b. Apa korelasi antara usia dan jenis kelamin terhadap keluhan yang dialami ?
Biasanya gambaran gangguan pada gallbladder dan salurannya disingkat dengan 4F: Fertile,
female, forties, fat.
Insidensi gangguan kantung empedu sering terjadi pada wanita akibat perubahan hormonal,
terutama estrogen, yang mempengaruhi pengeluaran cairan empedu. Ny. W paling tidak
memenuhi dua dari empat kriteria tersebut sehingga faktor resikonya untuk menderita gangguan
di saluran empedu dan kantung empedu tinggi.
c. Bagaimana tipe nyeri pada kasus ini ?
Tipe nyeri pada kasus adalah nyeri kolik biliar (spasmodik) nyeri ini khas pada kelainan yang
disebabkan oleh obstruksi kandung empedu atau saat batu empedu pada duktus cysticus bergerak
ke hilir dan tersangkut pada duktus koledokus.
Tipe nyeri lain yang dicurigai adalah nyeri visceral, dimana sumbatan batu pada saluran
empedu mengakibatkan lumen saluran terdistensi dan menyebabkan nyeri pada peritoneum
visceral. Lapisan peritoneal yang menutupi kapsul hati juga menerima inervasi sensorik oleh N.
Phrenicus (C3-C5) dari Plexus Cervicalis sehingga Ny.W mengalami nyeri alih sampai ke area
bahu kanan.
d. Bagaimana penyebab dan mekanisme nyeri perut kanan atas ?
Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada batu saluran empedu
biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk mengeluarkan batu
tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang menpersarafi otot polos dinding vesica
biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di
kuadran kanan atau atau daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).

Diagnosis
Klinik
Sklera Ikterik
Nyeri perut

Demam
Nyeri Alih

Koledokolitiasis,
Kolangitis,
Kolesistitis
(+)
(+)
kanan atas

Pankreatitis
Akut

Koledokolitiasis

(-)
(+)
(+)
(+)
biasa
di
epigastrium

(+)
(+)
(+)
(+)
di bawah scapula di
kanan
punggung
kanan
Kulit kuning
(+)
(-)
Murphys Sign (+)
(-)
BAK teh tua
(+)
(-)
BAB dempul
(+)
(-)
Leukositosis
(+)
(+)
LED

Bilirubin
Total dan direk
Sedikit

meningkat
SGOT/SGPT
(-)
Amilase
& Normal

Lipase
Nyeri kolik
(+)
(-)
Gatal-Gatal
(+)
(-)

Ca
Caput
Pankreas
(+)
(+)
di epigastrium,
jika obstruksi
parsial nyeri
samar
di
abdomen
kanan
atas,
obstruksi total

nyeri
seperti ikterus
obstruktif

(+)

(+)
di punggung
kanan

(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
Total dan direk

(+)
(-)
(-)
(-)
Total dan direk

Normal

Normal
(+)
(+)

(-)

Anda mungkin juga menyukai