Anda di halaman 1dari 9

Traumatologi Forensik

Traumatologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya degan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat:

Mekanik
o Kekerasan oleh benda tajam
o Kekerasan oleh benda tumpul
o Tembakan senjata api
Fisika
o Suhu
o Listrik dan petir
o Perubahan tekanan udara
o Akustik
o Radiasi
Kimia
o Asam atau basa kuat

Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul


Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki permukaan tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar (kontusio,
hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus laseratum)
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya
kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala
memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang sebenarnya
adalah suatu perdarahan tepi (marginal haemorrhage).
Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya
kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat
longgar, jaringan lemak), usia jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh
darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardio vaskular, diatesis hemoragik).
Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak benturan, misalnya
kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra atau kekerasan benda

tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom pada sisi luar tungkai
bawah.
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada
saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atu hitam, setelah 4
sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjad kuning dalam 7
sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut
berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai
faktor yang mempengaruhinya.
Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar dapat merupakan hal yang
penting, apalgi bila luka memar tersebut disertai luka lecet atau laserasi. Dengan perjalanan
waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan memberikan gambaran yang
makin jelas.
Hemaotom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan
menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan
dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis
pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila
dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang
sayatan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga
terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersetuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh
terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan
kulit.
Manfaat interpretasi luka lecet ditinjau dari aspek medikolegal seringkali diremehkan,
padahal pemeriksaan luka lecet yang diteliti disertai pemeriksaan di TKP dapat
mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Misalnya suatu luka lecet yang semula
diperkirakan sebagai akibat jatuh dan terbentur aspal jalanan atau tanah, seharusnya dijumpai
pula aspal atau debu yang menempel di luka tersebut. Bila setelah dilakukan pemeriksaan
yang teliti ternyata tidak dijumpai benda asing tersebut, maka harus timbul pemikiran bahwa
luka tersebut bukan terjadi akibat jatuh ke aspal/tanah, tapi mungkin akibat tindak kekerasan.

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka
lecet gore (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression, impact abrasion),
dan luka lecet geser (friction abrasion).
Luka lecet gores diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang
menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan
menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang
terjadi.
Luka lecet serut adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya
dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak
tumpukan epitel.
Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakaan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk
permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab
yang mempunyai bentuk yang khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan
sebagainya.
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku
dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang
tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.
Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser,
misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi
semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera pasca mati.
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang
menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka
akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak
beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka,
bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.
Kekerasan tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila terdapat
lebih dari satu garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis patah yang terjadi
belakangan akan berhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya.

Patah tulang jenis impresi terjadi akibat kekerasan benda tumpul pada tulang dengan
luas persinggungan yang kecil dan dapat memberikan gambaran bentuk benda penyebabnya.
Pada cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit hanya mampu
menahan benturan sampai 40 pound/inch2, tetapi bila terlindung oleh kulit maka dapat
menahan sampai 425 900 pound/inch2. Selain kelainan pada kulit kepala dan patah tulang
tengkorak, cedera kepala dapat pula mengakibatkan perdarahan dalam rongga tengkorak
berupa perdarahan epidural, subdural dan subarakhnoid, kerusakan selaput otak dan jaringan
otak.
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia pertengahan, dan
sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah pelipis (kurang lebih 50%) dan
belakang kepala (10-15%), akibat garis patah yang melewati sulcus arteria meningea, tetapi
perdarahan epidural tidak selalu disertai patah tulang.
Perdarahan subdural terjadi akibat robeknya sinus, vena jembatan (bridging vein),
arteri basilaris aau berasal dari perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan subarakhnoid biasanya berasal dari fokus kontusio/laserasi jaringan otak.
Perlu diingat bahwa perdarahan ini juga bisa terjadi spontan pada sengatan matahari (heat
stroke), leukemia, tumor, keracunan CO dan penyakit infeksi tertentu.
Cedera leher (whiplash injury) dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang
ditabrak dari belakang. Penumpang akan mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi
hiperekstensi kepala yang disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas
tulang leher ke empat dan lima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medula oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi
oleh bentuk sandara tempat duduk dan kelengahan korban.
Kasus kematian akibat kekerasan tumpul terbanyak ditemukan pada kecelakaan lalu
lintas, sedangkan pada pembunuhan hanya 15,6% (1984), 17,5% (1983), 17,2% (1982).

Luka Akibat Kekerasan Benda Setengah Tajam

Yang dimaksud dengan kekerasan benda setengah tajam adalah cedera akibat
kekerasan benda tumpul yang mempunyai tepi rata, misalnya tepi meja, lempengan besi, gigi
dan sebagainya. Luka yang terjadi adalah luka dengan ciri-ciri luka akibat kekerasan tumpul
namun bentuknya beraturan.
Jejas-gigit (bite mark) merupakan luka lecet tekan atau hematoma berbentuk garis
lengkung terputus-putus. Pada luka tersebut dilakukan pengukuran, pemotretan berskala dan
swab air liur (untuk penentuan golongan darah pelaku). Cetakan didi tersangka perlu dibuat
untuk digunakan pada perbandingan. Pada korban hidup, luka gigitan umumnya masih baik
bentuk dan ukurannya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat berubah bentuk akibat
elastisitas kulit.

Luka Akibat Kekerasan Benda Tajam


Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alatalat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan
tepi kertas atau rumput.
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan
luka bacok.
Selain gambaran umum luka tersebut di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok
mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka
yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata
sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat
menghasilkan luka yang tidak selalu beupa garis.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila sudut luka lancip dan yang lainnya tumpul,
berarti benda penyebabnya adalha benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu

dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan
adanya luka lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang
benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Umumnya luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri
atau kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:

Lokasi luka
Jumlah luka
Pakaian
Luka tangkis
Luka percobaan
Cedera sekunder

Pembunuhan
sembarang
banyak
terkena
ada
tidak ada
mungkin ada

Bunuh Diri
terpilih
banyak
tidak terkena
tidak ada
ada
tidak ada

Kecelakaan
terpapar
tunggal/banyak
terkena
tidak ada
tidak ada
mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan di atas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai
perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal.
Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya
ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan
tungkai.
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi
antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel
besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darahnya.
Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang
cepat mematikan misalnya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut (harakiri) dan lipat
paha. Bunuh diri dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka pada tempat
yang terjangkau oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya
korban menyingkap pakaian terlebih dahulu.
Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata
tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat berupa
luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan biasanya sejajar.

Yang dimaksud dengan kecelakaan pada tabel di atas adalah kekerasan tajam yang
terjadi tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri, kecelakaan pada kegiatan
sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat benda tajam
penyebab, misalnya luka yang terjadi akibat terjatuh.
Penjeratan
Penjeratan adalah penekana benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.
Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide (bunuh diri) maka
penjeratan biasanya adalah pembunuhan.
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asifiksia atau refleks vaso-vagal
(perangsangan reseptor pada carotid body).
Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,
arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.
Jerat. Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus
disimpan dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik
bersama-sama dengan Visum et Repertum-nya.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan
dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat
jerat.
Untuk melepaskan jerat dari leherm jerat harus digunting serong (jaringan melintang)
pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di
kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.
Jejas jerat. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat
lebih rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di
bawah rawan gondok.
Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila herat lunak dan lebar seperti
handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher
sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus
kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scotch tape pada daerah
jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan mikroskop atau
dengan sinar ultra violet.

Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan
menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung
berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan). Pada otototot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.
Cara kematian dapat berupa:
1. Bunuh diri (self strangulation). Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis.
Pengikatan dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul hidup atau bahan hanya
dililitkan saja, dengan jumlah lilitan lebih dari satu.
2. Pembunuhan. Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas
luka pada leher.
3. Kecelakaan. Dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja dengan selendang di
leher dan tertarik masuk ke mesin.

Gantung
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal
tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat.
Pada penjeratan, tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung,
tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat
badan digunakan.
Pada pemeriksaan jenazah, kelainan autopsi tergantung pada apakah arteri pada
leher tertutup atau tidak. Bila jerat kecil dan kerasa makan terjadi hambatan total arteri
sehingga muka akan tampak pucat dan tidak terapat petekie pada kulit maupun konjungtiva.
Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernapasan dan
pada aliran vena dari kepala ke leher, sehingga akan tampak perbendungan pada daerah
sebelah atas ikatan. Kadang-kadang perbendungan akan dialirkan melalui pleksus vena
vertebralis yang tidak begitu mudah tertekan seperti sistem vena jugularis, meskipun
pengikatan tetap atau tidak berubah.
Pada keadaan di atas, darah tidak terkumpul di otak, sedangkan pada kulit dan
konjungtiva masih terdapat petekie yang merupakan akibat terkumpulnya darah ekstravaskular.
Jejas jerat relatif terletak lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar, melainkan lebih
meninggi di bagian simpul. Kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratnya,

berwarna coklat, perabaan kaku, dan akibat bergesekan dengan kulit leher, maka pada tepi
jejas dapat ditemukan luka lecet.
Kadang-kadang pada tepi jejas jerat akan terdapat sedikit perdarahan, sedangkan pada
jaringan bawah kulit dan otot-otot sebelah dalam terdapat memar jaringan. Namun ini tidak
selalu terjadi, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik untuk melihat reaksi vital
pada jaringan di bawah jejas untuk menentukan apakah jejas terjadi pada waktu orang masih
hidup atau setelah meninggal.
Patah tulang lidah atau rawan gondok atau keduanya tidak sering terjadi pada kasus
gantung.
Rawan gondok biasanya patah pada persambungan kornu superior dengan lamina sedangkan
tulang lidah patah pada atau dekat persambungan taju dan korpus. Fraktur biasanya diliputi
sedikit perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai