Anda di halaman 1dari 2

LATAR BELAKANG

Visum et repertum adalah surat keterangan tertulis yang dibuat oleh seorang dokter
sesuai dengan permintaan resmi dari penyidik yang memuat hasil suatu pemeriksaan medis
terhadap tubuh seorang manusia baik hidup atau mati yang berlandaskan sumpah saat
menerima jabatan untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum merupakan salah satu alat
bukti yang sah di dalam persidangan, dimana tertuang dalam KUHAP pasal 184 ayat 1.1,2
Pada kasus perlukaan korban hidup, seorang dokter diharapkan dapat menentukan
kualifikasi luka yang akan di tuliskan di dalam kesimpulan visum et repertum, sehingga
visum tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang dapat meyakinkan hakim untuk
memutuskan suatu tindak pidana.3
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai
dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel
leukemik.4,5 Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah mudah terjadi perdarahan.
Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan berupa gambaran luka memar.
Ekstravasasi darah berdiameter lebih dari beberapa milimeter disebut memar atau kontusio,
ukuran yang lebih kecil disebut dengan ekimosis dan yang terkecil seukuran ujung peniti
disebut dengan petekie.6,7 Komplikasi perdarahan mengakibatkan mortalitas 7 – 10% pada
pasien leukemia.8
Korban penganiayaan dengan penyakit leukemia dapat berdampak buruk karena
adanya kelainan hemostasis sehingga akan mudah terjadi perdarahan. Pada orang normal
trombosit harus dalam jumlah yang normal untuk mempertahankan hemostasis.
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat infiltrasi sumsum
tulang atau kemoterapi.9
Umumnya penentuan derajat luka tidaklah sulit bagi seorang dokter akan tetapi
sampai saat ini belum ada standarisasi dari penentuan derajat luka. Meskipun di dalam
praktik di Indonesia telah digunakan patokan dalam menentukan derajat luka, namun pada
penentuan derajat luka pada kasus-kasus tertentu seperti pada korban dengan kondisi
leukemia dapat terjadi perbedaan pendapat di antara para dokter.3
Selama lebih dari 30 tahun telah dikembangkan dan diterapkan beberapa usaha untuk
mengukur beratnya luka dengan skala nominal. 10 metode TRISS (Trauma Related Injury
Severity Score) adalah salah satu metode yang dapat meningkatkan skor kualitas bagian
kesimpulan VeR secara lebih objektif terutama dalam menginterpretasikan salah satu bunyi
pasal 90 KUHP yaitu luka yang menimbulkan bahaya maut.11 namun karena berbagai
kelemahan dan keterbatasan pada metode TRISS yang salah satunya adalah hanya dapat
menilai satu jenis luka per satu daerah tubuh.12 Sehingga di tawarkan model skoring baru
yaitu NTRISS (New Trauma Related Injury Severity Score) untuk lebih meningkatkan
akurasi dalam menentukan kualifikasi luka.13
Dengan adanya metode skoring ini diharapkan dapat mengurangi kesubjektifitasan
dokter pembuat visum dalam menentukan kualifikasi luka.

LAPORAN KASUS

Pada tanggal 23 Februari 2021, pukul 14:30 WIB di kontrakan di Jalan Gondang Timur IV
Kota Semarang, korban sedang makan, kemudian korban dihampiri temannya (pelaku) dan
tiba-tiba korban dipukul dua kali oleh pelaku di daerah wajah. Pelaku memukul dengan
tangan kosong. Pukulan pertama tidak berdarah, kemudian pukulan kedua berdarah. Pelaku
merupakan teman korban. Sebelumnya pelaku jengkel terhadap korban karena pelaku
mengganggap korban tidak jujur karena ayahnya terkena covid-19, kemudian pelaku juga
terkena covid-19.

Pada 23 Februari 2021 sekitar pukul 15.00 WIB, korban ke IGD RS Elisabeth dan dilakukan
perawatan medis berupa jahitan di daerah wajah. Korban mempunyai riwayat Leukemia dan
sedang berobat rutin. Korban tidak merasa nyeri kepala dan mual. Keluhan muntah, pingsan
dan pandangan kabur disangkal oleh korban.

Anda mungkin juga menyukai