PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etiologi
Trauma tembus dapat diakibatkan oleh trauma tajam,senjata api
kecepatan rendah, senjata api kecepatan tinggi. Mekanisme trauma penting
diketahui untuk memperkirakan resiko cedera pembuluh darah. Pada masa
peperangan trauma tembus merupakan penyebab dari 90- 95% cedera pada
pembuluh darah, kebanyakan akibat bom atau serpihan pecahan peluru
berkecepatan tinggi. Pada saat non perang 85 % cedera pembuluh darah perifer
diakibatkan oleh trauma tusuk, walaupun hanya 6% dari seluruh trauma tusuk
menyebabkan cedera pada pembuluh darah. Secara keseluruhan luka tembak
merupakan penyebab terbanyak cedera pembuluh darah perifer, sedangkan luka
tusuk maupun laserasi merupakan 35% dari penyebab.1,3
Trauma tumpul merupakan penyebab 10 15% cedera pembuluh darah
pada masa tidak perang, tetapi kerusakan yang diakibatkannya bisa lebih luas
dan lebih dalam. Sering timbul keterlambatan dalam diagnosa dan
penanganannya, yang berakibat tingginya angka amputasi. Trauma tumpul
biasanya bersamaan dengan trauma orthopedi.1,3
b. Pemeriksaan Imaging
Pasien pasien dengan soft signs memerlukan pemeriksaan lanjutan
c. Ultrasonografi Duplex
Pada beberapa penelitian ternyata duplex ultrasonografi memiliki
angka sensitifitas 100% dan spesifisitas 97.3%. Kemungkinan negatif
palsu mungkin terjadipada penderita luka tembak, trauma didaerah
poplitea, atau didaerah subklavikula, atau pada penderita dengan
terpasang splint atau dressing.5 Alat ini sangat bermanfaat ditangan
ahli karena sangat akurat dan tepat karena angka sensitifitas dan
spesifisitasnya mendekati 100%. Keterbatasan alat ini karena sangat
tergantung kepada keahlian operator.1 Beberapa pusat trauma saat ini
telah menggunakan modalitas ini untuk menyingkirkan kemungkinan
seseorang menderita cedera pembuluh darah jika, pemeriksaan fisik
normal dan duplex ultrasonografi normal.
d. Arteriografi
Masih merupakan pemeriksaan baku emas dengan sensitifitas 99%
dan spesifisitas 97%, biasanya tidak dibutuhkan pada cedera arteri
ekstremitas atas, karena sebagian besar pasien mengalami cedera
terbuka. Kadang kadang dibutuhkan pemeriksaan arteriografi intra
operative untuk menentukan lokasi cedera arteri.1,2,3,5
Hampir semua pasien dengan hardsign tidak memerlukan
pemeriksaan arteriografi.5
e. CT Angiografi
Memberikann gambar dengan resolusi tinggi, dan dapat memberikan
gambaran detil kerusakan tulang dan jaringan lunak. Dari beberapa
penelitian ternyata angka sensitivitas dan spesifisitasnya sekitar 99%
dan 87%. Beberapa pusat trauma menyarankan penggunaan
modalitas ini untuk menggantikan pemeriksaan angiografi.
2.4. Penatalaksanaan
Pengobatan secara umum sama seperti pengobatan trauma lainnya.
Dengan fokus utama yaitu live saving baru diikuti dengan limb salvage.
Semua graft harus ditutup dengan jaringan viabel. Repair vena jarang
dilakukan karena jaringannya kolateralnya yang cukup banyak
Pada masa lalu ada ketentuan bahwa dalam cedera kompleks , fiksasi
tulang dilakukan lebih dahulu, diikuti dengan jaringan lunak lainnya,
dan terakhir baru revaskularisasi. Hal ini dilakukan dengan alasan
perbaikan arteri yang dilakukan lebih dahulu akan rusak kembali saat
dilakukan fiksasi tulang dan perbaikan jaringan lunak lainnya. Pada
masa sekarang hampir semua konsensus menyatakan bahwa
perbaikan pembuluh darah dilakukan lebih dahulu, baru diikuti
dengan perbaikan lainnya. Revaskularisasi yang dilakukan tersebut
bisa dengan memakai shunt sementara , kemudian dilakukan fiksasi
tulang dan jaringan lunak baru diikuti dengan repair pembuluh
darahnya. Pada ekstremitas atas tindakan pemasangan shunt tidak
dianjurkan sebab ukuran pembuluh darahnya terlampau kecil untuk
dilewati shunt.1
Tulang stabil
Cukup waktu
c. Endovaskuler
Tindakan ini mulai dilakukan sejak tahun 1991.Merupakan tindakan
alternatif untuk tindakan pembedahan . Untuk ekstremitas atas jika
ditemukan thrombus dapat dilakukan thrombectomy dengan kateter
atau dengan kateter directed lytic therapy, sesudah thrombus keluar
dilakukan angioplasty untuk aposisi intimal flap ke dinding
pembuluh darah. Covered stent dapat dilakukan jika terdapat
transeksi partial, tetapi pemakaiannya sebaiknya hanya pada kasus
yang mengancam jiwa sehingga tidak bisa dilakukan operasi repair
yang membutuhkan waktu lama.8
Crush Injury
Multiple fracture
Kontaminasi berat
Pasien menginginkan
2.5.2. Komplikasi
a. Oklusi dan perdarahan adalah dua komplikasi yang sering terjadi dan
memerlukan operasi segera
b. Jika timbul edema yang ditandai dengan nyeri segera lakukan
dekompresi.
c. Kematian otot dan saraf timbul akibat vaskular compromise yang lama.
Dilakukan nekrotomi dan jika luas dapat dilakukan amputasi.
d. Komplikasi yang lain yaitu infeksi yang membutuhkan debridement dan
pemberian antibiotika.
e. Komplikasi lanjut yaitu fistula arteriovenosa dan aneurisma palsu.
Komplikasi ini diatasi dengan operasi.
2.5.3. Algoritma Tatalaksana
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Kasus trauma vaskuler pada ekstremitas atas adalah kasus trauma yang
sebetulnya cukup sering terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma tajam.
Penanganan kasus ini harus lebih hati-hati, karena biasanya jarang yang
hanya melibatkan satu sistem. Biasanya cedera yang terjadi kombinasi dari
beberapa sistem, baik sitem vaskularisasi, sistem muskuloskletal maupun sistem
persyarafan.
Ketidak tahuan dari dokter bedah yang merujuk, sehingga pasien dirujuk
atas permintaan sendiri juga memperburuk output. Pada setiap trauma dituntut
kehati hatian yang tinggi dari seorang dokter bedah, sehingga tidak ada trauma
vaskuler yang luput.
DAFTAR PUSTAKA
10. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg
Med;2008:34: 187- 193.