TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar Belakang
Pasien dengan trauma vaskular dapat kita temukan setiap hari di unit emergensi atau
trauma center di seluruh dunia. Trauma pada pembuluh darah menyebabkan ancaman
pada kelangsungan hidup bagian tubuh yang diperdarahinya. Trauma vaskular sudah
dikenal sejak zaman Romawi dan Yunani pada para prajurit perang. Amputasi
merupakan tindakan bedah yang sering dilakukan oleh para ahli bedah pada era perang
dunia kedua. DeBakey dan Semeone mencatat lebih dari 40% amputasi dilakukan pada
korban perang dunia kedua. Ruptur arteri merupakan suatu kasus kegawatdaruratan
B. Etiologi
Trauma vaskular dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul, maupun luka
iatrogenik. Trauma vaskuler sering terdapat bersamaan dengan trauma organ lain seperti
syaraf, otot dan jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi pada
Perdarahan akan menjadi lebih berat pada lesi arteri yang inkomplit, sedangkan pada
pembuluh yang putus seluruhnya akan terjadi retraksi dan konstriksi pembuluh darah
C. Mekanisme Trauma
Secara klasik, mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul.
Trauma tumpul pada jaringan yang disebabkan oleh kompresi lokal atau deselerasi
dengan kecepatan tinggi. Luka jaringan pada trauma tajam diakibatkan oleh kehancuran
dan separasi jaringan. Dengan memahami biomekanika dari trauma yang spesifik akan
memudahkan untuk melakukan evaluasi awal karena trauma pada arteri berhubungan
dengan beberapa faktor, yaitu tipe trauma, lokasi trauma, konsekuensi hemodinamik, dan
mekanisme trauma.
Tingkat keparahan trauma berbanding lurus dengan jumlah energi kinetik (KE)
yang disalurkan kepada jaringan, yang merupakan fungsi dari massa (M) dan kecepatan
(V), dan dapat dirumuskan sebagai berikut : KE = M x V2/2. Rumus ini berlaku baik
untuk trauma tumpul maupun penetrasi. Perubahan pada kecepatan berefek lebih
Kavitasi adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika jaringan bergerak menjauhi
titik trauma yang disebabkan oleh bergeraknya tubuh, menghindari objek penyebab
trauma. Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas jaringan sementara yang
disebabkan oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat. Tegangan ekstrim terjadi pada titik
fiksasi anatomis selama pembentukan kavitas sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi
baik sepanjang sumbu longitudinal (tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu
dan fraktur jaringan. Sementara itu, trauma penetrasi menyebabkan kavitasi sementara
yang diakibatkan oleh penyaluran energi kinetik dari alat proyektil ke jaringan yang
bersangkutan. Hal ini dapat diikuti oleh pembentukan kavitas permanen yang disebabkan
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang dialami.
Tipe trauma yang paling sering terjadi adalah laserasi parsial dan transeksi komplit.
Transeksi komplit dapat berakibat kepada retraksi dan trombosis pada ujung proksimal
dan distal pembuluh darah, yang dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi
parsial dapat menyebabkan perdarahan persisten atau pembentukan pseudoaneurisma.
Laserasi parsial, seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap intima, yang dapat
berujung kepada trombosis. Kontusio arteri kecil dengan intima flap yang terbatas dapat
tidak menyebabkan penurunan hemodinamik daerah distal, dan karena itu dapat tidak
terdiagnosis. Hal ini disebut sebagai trauma arteri occult atau minimal jika dilihat dari
angiografi. Trauma ini memiliki risiko trombosis yang kecil, dan seringkali dapat
sembuh secara spontan. Trauma arteri dan vena yang bersamaan dapat menyebabkan
.
D. Gambaran Klinis
Cedera vaskular dapat diklasifikasikan menjadi hard sign dan soft sign berdasarkan
- Adanya hematom
adanya variasi yang signifikan dari kualitas pulsasi dari satu bagian dengan bagian
lain merupakan indikator yang kuat adanya cidera vaskular bagian proksimal.
abnomalitas mengarah pada adanya cidera vaskular yang berat dan membutuhkan
- Cedera pada tulang atau adanya luka penetrasi pada bagian proksimal
- Gangguan neurologis
E. Pemeriksaan
Anamnesis dimulai dari jenis pekerjaan, kejadian yang menyertai kelainan, jenis
perjalanan penyakit sejak awal timbulnya keluhan, seperti kesemutan, kejat otot, nyeri
ringan yang tidak spesifik, ada tidaknya nyeri saat bekerja, berjalan atau berolahraga,
klaudikasio intermiten, nyeri saat beristirahat yang khusus berhubungan dengan penyakit
Inspeksi terutama ditujukan pada perubahan warna kulit, perubahan tropic pada
ujung ekstremitas.3
Palpasi terutama dimaksudkan untuk memeriksa suhu kulit dan denyut nadi. Suhu
kulit yang dingin pada ujung ekstremitas harus dicurigai, baik sebagai sumbatan akut,
sub akut, maupun kronik pada arteri. Suhu kulit yang hangat disertai perubahan warna
kulit menjadi kemerahan menunjukkan adanya infeksi, tromboplebitis dengan atau tanpa
selulitis.3
Perabaan denyut nadi harus dikerjakan dengan cermat dan dinilai besar dan kualitasnya.
Auskultasi dilakukan terutama ditempat yang menonjol atau ditempat terabanya
F. Pemeriksaan penunujang
ultrasound atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi belum
memberikan hasil yang memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang
berguna dalam mengetahui hasil rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi
akan menyebabkan iskemia pada ekstremitas lebih lama lagi. Arteriografi dilakukan bila
terdapat keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi. Arteriografi juga
dianjurkan pada trauma luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi
perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini terutama
berguna untuk mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput dari pengamatan
karena minimalnya gejala klinis yang ditampilkan. Indikasi untuk melakukan angiografi
di antaranya trauma tumpul yang signifikan pada ekstremitas yang berhubungan dengan
dislokasi dan fraktur, tanda-tanda iskemia atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada
ekstremitas, dan adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan laporan yang telah
dipublikasikan, pasien dengan luka tembus maupun tumpul yang pulsasi ektremitasnya
tidak terganggu, dengan nilai ankle-brachial indeks (ABI) yang ≥1, tidak memerlukan
yang ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk
diagnosis awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri.
noninvasif dan tidak menimbulkan nyeri. Alat ini portabel sehingga dapat dibawa ke
sampai tempat tidur pasien, unit gawat darurat, maupun ruang operasi.pemeriksaan
ulangan dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan mudah tanpa adanya angka kecacatan
G. Penatalaksanaan
Beberapa ahli bedah bersikeras bahwa semua cedera arteri yang terdeteksi harus
diperbaiki,sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non operatif bila terdapat kriteria
klinis dan radiologis seperti low-velocity injury, disrupsi dinding arteri yang minimal
(<5mm) pada kelainan intima dan pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan
sirkulasi distal masih utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki
kolateral dan terutama pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan,
stabilisasi.
Penatalaksanaan Endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi
beberapa cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya pada lokasi
anatomis yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan fistula
arteriovenosa.
penggunaan teknologi stent-graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti stent dan graft,
perbaikan endoluminal pada false aneurysm atau fistula arteriovenosa besar dapat
dimungkinkan.
Penatalaksanaan Operatif
ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah kontralateral
yang sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan autograft vena.
Pada umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada pembuluh darah yang
cedera dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan.
Kontrol arteri proksimal dan distal dilakukan sebelum eksposur pada cedera. Arteri
proksimal dikontrol dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila
perlu dengan menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal.
plastic tube) untuk mencegah iskemia selama operasi. Debridemen, fasiotomi, fiksasi
fraktur, neurorhaphy, reparasi vena dapat dilakukan kemudian tanpa harus terburu-buru.
Pemakaian heparin secara sistemik pada kasus trauma memang berbahaya, namun
pemberian heparin dosis kecil yang diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat
cedera pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch angioplasty, end-to-
end anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-anatomic bypass graft
berguna pada pasien dengan cedera jaringan lunak ekstensif atau sepsis.
anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm.. Pada umumnya
graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler. Autograft vena
pertama kali dilakukan untuk memperbaiki cedera arteri pada masa perang Korea.
tahan terhadap infeksi daripada bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat patency
Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat dilakukan
dilakukan penyambungan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan thrombus yang terjadi
terutama pada vena utama, sedangkan vena yang kecil dapat diikat saja. Hal ini dapat
menolong untuk mengurangi edema pasca bedah dan menekan angka amputasi pada
penderita trauma vaskular dengan kerusakan jaringan lunak dan tulang yang hebat serta
membantu memperbaiki aliran arteri. Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah
fasiotomi ini diharapkan terjadinya perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak
kerena iskemia akibat oklusi total (ruptur arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan
fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren. Pada oklusi parsial (robekan intima),
bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang tidak sempurna dan iskemia otot
waktu 12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan arteri terlebih
dahulu. Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan fiksasi eksterna, terutama
pada fraktur ekstremitas bawah karena pada ekstremitas bawah biasanya disertai
Faktor terpenting yang menentukan prognosis dari terapi pada trauma ekstremitas
pada waktu dirawat adalah adanya trauma rusak remuk, perbaikan vaskular yang
terhambat dan fraktur tibia yang segmental. Pada trauma rusak remuk biasanya terjadi
kerusakan jaringan yang berat yang dengan cepat mengalami nekrosis dan penderita akan
fraktur tibia sebelah proksimal dan perbaikan pembuluh darah dapat dengan cepat
Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan graft (35%),
adalah oklusi bypass graft, cedera kombinasi di atas dan di bawah lutut, dan transeksi
arteri.
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk menurunkan
angka amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan adalah:
Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan lesi
pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-
vena, dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang
dapat terjadi segera pasca operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu
sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau penatalaksanaan
pasca bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup
a. Trombosis
paling sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan hasil
yang memuaskan. Bila debridemen arteri kurang adekuat dan aproksimasi intima
kurang akurat pada waktu rekonstruksi dikerjakan, maka sangat mungkin akan terjadi
pembuluh arteri, pemakaian graft vena autogen jauh lebih unggul dari koreksi dengan
jahitan lateral ataupun anastomosis ujung ke ujung, terutama pada trauma yang luas.
arteri, dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.
dalam kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang
arus balik saja tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular
sebelah distal, karena aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral.
trauma luas.
3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis
yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500
bekuan darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas ke arah
distal agar arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada
keluar. Bila persediaan ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk
4. Trombosis juga terjadi pada anastomosis yang disebabkan oleh tarikan yang
berlebihan pada anastomosis. Stenosis berat akan terjadi pada jahitan bila dinding
pembuluh arteri tidak cukup untuk suatu jahitan lateral. Hal ini juga dapat terjadi
bila pembuluh arteri yang hilang cukup banyak dimana anastomosis ujung ke
ujung tetap dipaksakan. Kehilangan arteri lebih dari 2 cm sudah cukup untuk
melakukan graft dengan interposisi vena autogen. Sebaliknya juga jangan sampai
terlampau panjang memakai vena sebagai graft karena akan terjadi tekukan
5. Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis. Graft sintesis
biasanya sudah mempunyai garis hitam memanjang yang dapat dipakai sebagai
pegangan agar jangan terpelintir. Pada graft vena autogen yang panjang garis ini
dapat dibuat dengan benang hitam halus yang dijelujur sepanjang graft itu
dilapiskan adventisia.
Salah satu cara untuk menentukan apakan rekonstruksi arteri itu berhasil atau
tidak adalah dengan cara meraba pulsasi di sebelah distal. Namun kita harus
waspada, karena pulsasi sebelah distal ini belum menjamin suatu sukses dalam
jangka waktu panjang. Apabila pulsasi tidak teraba, sebagian besar dapat dikoreksi
terutama bila timbul tanda-tanda iskemia tungkai sebelah distal. Bila tanda-tanda
distal dapat bertahan biarpun ada trombosis, maka sebaiknya dipertimbangkan untuk
yang berulang kali akan lebih sering menderita komplikasi infeksi. Selain itu, bila
intima atau robekan pada intima sendiri akan terlihat sebagai spasme pada inspeksi.
Tetapi memang spasme arteri dapat terjadi bersama dengan trauma vaskular, yang
hydrochloride 1%.
Pada trombosis dengan sumbatan total arteri selama lebih dari 6 jam akan
menyebabkan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga
trauma vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi.
Untuk membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat
pemberian nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan. Diperlukan
observasi yang ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan dengan luka
terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan dan kalau
Operasi ulang tidak boleh dilakukan di daerah yang terkena infeksi. Tidak saja
karena tindakan koreksi ulang ini akan memberikan kegagalan langsung, tetapi juga
berbahaya untuk kelangsungan hidup pasien karena septikemi dan atau eksanguinasi.
Yang harus dipertimbangkan adalah ligasi dari arteri proksimal dan distal dari daerah
infeksi. Beberapa hal yang masih dapat dikerjakan pada daerah infeksi ini adalah
debridenen, transisi flap otot, membasahi daerah infeksi dengan larutan antibiotic
secara teratur dan terus-menerus serta pemberian antibiotic yang terbaik. Infeksi
adalah penyebab kedua dari kegagalan rekonstruksi arteri pada trauma vaskular.
c. Stenosis
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat
atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak
cukup. Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila
lesi arteri tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada
minggu atau bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan
bawaan. Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh cedera luka tembus
yang mengenai arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat langsung
mengalir dari arteri ke vena. Biarpun tidak sering kelainan ini dapat pula terbentuk
pada tindakan arteri yang kurang cermat di daerah yang kaya pembuluh darah.
Segera setelah terbentuk fistula antara arteri dan vena, darah arteri akan
mengalir melalui pintasan ini ke dalam vena, dan selanjutnya diteruskan ke jantung.
akan menurun dan denyut jantung akan tambah cepat. Tekanan vena setempat akan
naik, sedangkan arus darah di tempat tersebut akan berkurang setelah beberapa
waktu. Pembuluh kolateral di daerah ini akan melebar serta arteri dan vena yang
terlibat juga akan melebar menyebabkan volume darah yang melalui pintasan ini
akan bertambah besar. Pembuluh vena melebar demikian rupa sehingga terbentuk
seperti varises. Hal ini bila berlangsung lama dapat menyebabkan payah jantung
Diagnosis fistula arteri vena tidak begitu sukar ditegakkan. Riwayat trauma
tajam, adanya pulsasi yang jelas disertai getaran pada perabaan dan pada auskultasi
terdengar bissng seperti bunyi mesin, semuanya ini menunjukkan adanya fistula
antara pembuluh arteri dengan pembuluh vena. Tanda lain yang mungkin timbul
sebelah distal dari fistula adalah klaudikasio intermitten, edema dan pelebaran vena
lokasi pintasan yang akan dikoreksi. Waktu yang tepat untuk melakukan tindakan
operasi adalah segera setelah diagnostik ditegakkan. Prinsip dasar pada bedah
vaskular juga berlaku di sini, yaitu mencari dan melakukan jerat sementara pada
proksimal dan distal dari arteri dan vena yang terlibat, sebelum fistulnya dieksisi.
dengan vena autogen, sedangkan lesi pembuluh darah vena biasanya dapat dijahit
lateral langsung. Kelainan struktur dan hemodinamika yang terjadi pada fistula arteri
paling sering terjadi pada cerdera pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah akibat
penurunan volume dan mungkin membutuhkan repair ulang. Ligasi pada pembuluh
darah.2,4
.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tn. M
Umur : 21 Tahun
Alamat : Sidoan
B. Anamnesis
Pasien rujukan dari RS Tinombo dengan keluhan luka tertusuk parang di paha kanan
bagian luar sejak ±9 jam SMRS,perdarahan (+). nyeri (+), pusing (+), demam (-), lemas
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Pernapasan : 24 x/m
Suhu : 36,2 ̊C
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Mata : Conjugtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya
(+/+)
Thorax
Paru-paru :
Perkusi : Sonor
Jantung :
Abdomen :
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
Status lokalis:
Look : Vulnus ictum ukuran 3x3 cm, edema (+), perdarahan aktif
Feel : Nyeri tekan (+), pulsasi arteri dorsalis pedis dextra lemah, krepitasi (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 4.9 g/dl
Ht : 13.8 %
Hypertrophy Prostat
E. Resume
Pasien laki-laki umur 21 tahun rujukan dari RS Tinombo dengan keluhan luka
tertusuk parah di paha kanan bagian luar sejak ±9 jam SMRS,perdarahan (+). nyeri (+),
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 80/palpasi mmHg, nadi: 138 x/m,
pernapasan : 24 x/m, suhu: 36.2 ̊C, konjungtiva anemis dan akral dingin. Pada status
lokalis regio femur dextra tampak vulnus ictum ukuran 3x3cm, edem (+), perdarahan
F. Diagnosis
G. Diagnosis Banding
- Fraktur femur
H. Terapi
- RL Guyur
- HES Guyur
- Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / iv
I. Prognosis
J. Laporan Operasi
FOLLOW UP
21 Juni 2018
N : 88 x/m
P : 20 x/m
S : 36,5 ̊C
P / Operasi
Instruksi post op :
- Anbacim 1 gr / 12 jam / iv
- Rawat ICU
Laboratorium
Hb : 9.3 g/dl
Ht : 27.8 %
22 Juni 2018
O/ TD : 131/79 mmHg
N : 80 x/m
P : 20 x/m
S : 37 ̊C
A / Ruptur Arteri Femoralis Dextra
Post op H+1
- Anbacim 1 gr / 12 jam / iv
23 Juni 2018
O/ TD : 144/82 mmHg
N : 62 x/m
P : 20 x/m
S : 36,8 ̊C
Post op H+2
- Anbacim 1 gr / 12 jam / iv
Laboratorium
Hb : 9.5 g/dl
Ht : 27.9 %
O/ TD : 144/82 mmHg
N : 76 x/m
P : 24 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+3
- Anbacim 1 gr / 12 jam / iv
25 Juni 2018
O/ TD : 143/87 mmHg
N : 97 x/m
P : 24 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+4
- Anbacym 1 gr / 12 jam / iv
- Ketorolac amp / 8 jam / iv
- Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv
- Rawat luka
26 Juni 2018
O/ TD : 138/80 mmHg
N : 90 x/m
P : 20 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+5
- Anbacym 1 gr / 12 jam / iv
- Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv
- Rawat luka
27 Juni 2018
O/ TD : 167/80 mmHg
N : 92 x/m
P : 20 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+6
- Anbacym 1 gr / 12 jam / iv
- Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv
- Rawat luka
- Aff drain
- Aff kateter
- Kontrol DR
Laboratorium
Hb : 8.9 g/dl
Ht : 25.6 %
28 Juni 2018
S / Nyeri luka post op (↓), bengkak pada tungkai kanan, kulit di betis kanan agak menghitam
O/ TD : 120/80 mmHg
N : 94 x/m
P : 20 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+7
P / - Ivfd RL 20 tpm
- Anbacym 1 gr / 12 jam / iv
- Rawat luka
29 Juni 2018
S / Nyeri luka post op (↓), bengkak pada tungkai kanan, kulit di betis kanan agak menghitam
O/ TD : 140/80 mmHg
N : 100 x/m
P : 20 x/m
S : 37 ̊C
Post op H+8
P / - Pulang paksa
- Ibuprofen 2x1
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan luka tusuk pada paha kanan bagian luar
dengan darah mengalir deras dari dalam luka. Pada primary survey ditemukan gangguan pada
sirkulasi dengan tekanan darah 80/palpasi, denyut nadi 138 x/m, dan akral dingin,
menunjukkan adanya gangguan pada perfusi. Hal ini disebabkan oleh kehilangan darah yang
terlihat adanya ruptur pada arteri dengan perdarahan yang mengalir deras. Pada palpasi
didapatkan pulsasi arteri yang lemah di bagian arteri dorsalis pedis dextra. Dari pemeriksaan
tersebut menunjukkan adanya gangguan vaskuler yang berarti akibat adanya rupture pada arti
femoralis dextra.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terlebih dahulu menstabilkan kondisi
pasien dengan memperbaiki ABC (airway, breathing, circulation). Setelah kondisi stabil,
dilakukan tindakan repair arteri femoralis dextra dengan teknik anastomosis arteri femoralis.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam, hal ini didasarkan pada waktu
dilakukan repair arteri yaitu 1 hari setelah masuk karena terkendala pada persiapan darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Angate, Yaughni et. Al. (2007). Arterial trauma of the extremities. An Ivorian surgical
2. Bjerke H. Scott. (2009). Extremity Vascular Trauma. E-medicine. Disitasi pada tanggal :
3. De Jong, Wim dan Sjamsuhidajat R, (2005). Jantung, Pembuluh Darah dan limpe dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke 2. EGC Jakarta.
4. Jeyaretna, Deva. et. Al. (2006). A case of elbow hyperextension leading to complete
brachial artery rupture. BioMed Central. Disitasi pada tanggal : 01 Agustus 2018 dari :
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1749-7922-2-6.pdf
5. Wheeless, Clifford R. (2002). Mangled Extremity Severity Score (MESS). Wheeless'
Textbook of Orthopaedics. Disitasi pada tanggal : 01 Agustus 2018 dari :
http://www.wheelessonline.com/ortho/mangled_extremity_severity_score_mess