Anda di halaman 1dari 10

TRAUMA VASKULER

 Definisi

Trauma vaskuler atau trauma pada pembuluh darah adalah suatu keadaan yang dapat
menjadi ancaman jiwa. Penanganan pada trauma vaskuler dibutuhkan secara cepat dan
simultan sehingga tidak didapatkan kematian jaringan dan berakhir pada resiko
amputasi. Pembuluh darah dibedakan menjadi arteri dan vena, pendarahan yang terus
berlangsung dan tidak terdeteksi dapat meingkatkan resiko kematian pasien, serta
iskemia jaringan yang berakibat pada stroke, nekrosis dan kegagalan organ.
Trauma vaskular dapat ditimulkan oleh berbagai macam hal seperti luka benda tajam,
luka benda tumpul, maupun luka iatrogenik. Trauma vaskuler umumnya dapat terjadi
secara bersamaan dengan trauma organ lain seperti syaraf, otot dan jaringan lunak
lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi pada ekstremitas. Bentuk trauma
vaskular biasanya tangensial atau transeksi komplit. Perdarahan akan menjadi lebih
berat pada lesi arteri yang inkomplit, sedangkan pada pembuluh yang putus seluruhnya
akan terjadi retraksi dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi atau
menahan perdarahan.
 Epdemiologi
Trauma vaskuler dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul dan luka iatrogenik.
Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas adalah luka tembak
( 70 80%), luka tusuk ( 5-10%), luka akibat pecahan kaca. Selain itu trauma pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh trauma tumpul seperti pada korban kecelakaan
atau seorang atlet yang cedera biasanya jarang ( 5-10%). Penyebab iatrogenik sekitar 10
% dari semua kasus yang diakibatkan oleh prosedur endovaskuler seperti kateterisasi
jantung.

 Macam trauma vaskuler


Trauma vaskular dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berikut:
1. Spasm
Trauma ke pembuluh darah menyebabkan spasme pembuluh darah lokal yang
menyebabkan penurunan aliran darah distal dan dapat menyebabkan kerusakan
fungsional secara distal.
2. Trombosis
Cedera pada arteri intima yang diikuti oleh trombosis selama beberapa waktu yang
menyebabkan penyumbatan sebagian atau seluruh pembuluh darah atau dapat
mengalami spasme segmental reversibel.
3. Contusion / Intap flap
Terjadi suatu robekan pada tunika intima pembuluh darah. Small flap berukuran
<5mm mungkin tidak menyebabkan penyumbatan aliran darah tetapi menjadi nidus
dan menjadi trombosis. Flap besar dapat masuk ke dalam lumen pembuluh darah yang
menyebabkan oklusi parsial dan gejala iskemia distal.
4. Laserasi / Transeksi
Laserasi dan transeksi paling umum terjadi oleh trauma tumpul jugaoleh rudal
berkecepatan tinggi yang menyebabkan bentukan tidak teratur di pembuluh atau
kehilangan segmental yang terkait dengan cedera jaringan lain juga. Arteri yang
ditranseksi dengan bersih akan sering mengalami vasokonstriksi dan retraksi
membatasi kehilangan darah. Pembuluh yang terkoyak parah tidak dapat membatasi
kehilangan darah dengan melakukan vasokonstriksi dan mungkin menyebabkan
kehilangan darah yang lebih besar. Jenis cedera ini terdiri 80-85% dari kasus
5. Fistula A-V (arteriovenosa)
Cedera pada arteri sekaligus vena yang letaknya berdekatan dapat menyebabkan
perkembangan koneksi antara keduanya dengan aliran tekanan tinggi yang akan
dialihkan ke tekanan rendah (arteri ke vena), sehingga perfusi dan distensi vena yang
tidak adekuat. Fistula A-V pada pembuluh sentral menyebabkan gagal jantung
kongestif.
Gambar 1. A-V Fistula
6. Aneurisma dan Pseudoaneurisma
Aneurisma tetap memiliki semua lapisan dinding pembuluh darah (intima, media dan
adventitia) dan mungkin jarang terjadi jika pembuluh darah terluka oleh trauma.
Lebih umum pseudoaneurysm terbentuk setelah trauma.

Gambar 1. Pseudoaneurisma

 Klasifikasi Trauma Vaskuler


Trauma Vaskuler juga dapat dikelompokkan menjadi trauma tajam serta trauma
tumpul, dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. Trauma Tajam
Trauma tajam pada vaskuler dibedakan menurut berat cederanya.
Kategori I : Terjadi robekan pada tunika adventitia dan sebagian tunika media
tanpa menmbus dinding, tidak ditemukan pendarahan dan tidak ada iskemia jaringan.
Komplikasi lanjut aneurisme . Sehingga tidak ada pendarahan luar disekitar arteri
dan tidak ada tanda iskemia di bagian distal. Komplikasi lanjut yang dapat terjadi
berupa perdarahan lambat, aneurima traumatik, atau fistel arteri-vena.
Kategori II : Terjadi Robekan parsial yang mengenai seluruh lapisan dinding,
terdapat pendarahan. Sehingga menyebabkan perdarahan hebat karena tidak
mungkin terjadi retraksi. Perdarahan kemungkinan terjadi terus menerus, jika ada
luka terbuka di kulit. Tanda iskemia di distal tidak selalu ada. Komplikasi lanjut
dapat berupa hematoma luas, trombosis, fistel arteri-vena, dan pseudoaneurisma
palsu.
Kategori III : Pembuluh darah mengalami putus total, Perdarahan masif terjadi
namun tidak banyak karena konstriksi dari pembuluh darah yang putus, serta
terdapat iskemia. Arteri akan mengalami vasokonstriksi dan retraksi sehingga
perdarahan sedang menyebabkan iskemia tampak jelas di distal. Komplikasi lanjut
yang mungkinterjadi adalah syok hemoragik, syok hipovolemik dan hematoma yang
berdenyut. Trauma derajat III ini sering terjadi akibat luka tusuk laserasi.
Kategori IV : Terjadi rupture pada pembuluh darah
b. Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada juga dapat dibagi dalam beberapa kategori.
Kategori I : Pada kategori 1 terdapat robekan tunika intima yang luas. Kelainan ini
dapat menunjukkan gejala atau tanda lokalis maupun perifer. Komplikasi yang dapat
terjadi yaitu penyempitan lumen arteri karena pembentukan trombus dan hingga
stenosis arteri.
Kategori II : Terjadi robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan
trombosis pada dinding arteri. Secara klinik tidak terdapat perdarahan dari luar,
tetapi terdapat iskemik di distal. Komplikasi lanjut dapat berupa emboli arteri akut.
Bila terjadi diseksi dinding arteri dapat terbentuk aneurisma vena yang kadang ruptur
spontan.
Kategori III : Kategori III terdapat kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti
tergulungnya tunika intima dan media kedalam lumen serta pembentukan trombus
pada tunika adventisia yang utuh. Tidak tampak perdarahan luar, tetapi terdapat
iskemia yang jelas di bagian distal. Komplikasi lanjut berupa trombosis, stenosis
arteri total, dan ruptur spontan.
Kategori IV : Terjadi rupture pada pembuluh darah

Gambar 2. Pembagian Kategori


 Patofisiologi

 Mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma vaskuler
mengakibatkan gangguan berupa sistemik, regional dan Lokal. Efek sitemik
mengakibatkan kehilangan darah selanjutnya menimbulkan syko hipovolemik
 Pada trauma arteri, ujung artei yang putus akan mengalami retraksi dan menyebabkan
trombosis. Perdarahan akan mengisi otot dan kompartemen fascial  False Aneurisma.
 Bila ada luka yang saling kontak antara arteri dan vena  Fistula arteriovenosa.

 Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma yang dialami.
Tipe Trauma Gejala Klinis
Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan
Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia
Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal
Dapat progresif menjadi thrombosis
Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi
normal ketika fraktur diluruskan

Gambar 4. Patofisiologi
 Penatalaksanaan
Sebelum melakukan tatalaksana, dilakukan diagnosis dengan metode sebagai berikut :
1. Tes Non Invasif

a. Hand Held Doppler : Dengan gelombang suara dapat mengetahui perubahan


kualitas denyut nadi dari triphasic ke biphasic atau monophasic yang
menunjukkan terjadinya oklusi arteri.
b. Indeks Ankle-brachial: Refleks ank-brachial <0.9-1.0 merupakan indikasi
untuk eksplorasi.
c. B-mode Ultrasound: Dapat memvisualisasikan arteri dan vena secara langsung.
Fistula A-V kecil, flap intimal, pseudo-aneurisma sulit dideteksi dengan metode
ini.
d. Duplex Ultrasound: Ini adalah kombinasi dari Doppler dengan B-mode
ultrasound. Dapat mendeteksi cedera pembuluh darah dengan spesifisitas tinggi.
e. Color Flow Doppler Ultrasound: Di sini suara dikonversi ke tanda-tanda
visual digital. Aliran menuju transduser divisualisasikan sebagai red (arteri) dan
mengalir menjauh dari transduser sebagai biru (vena). Karena alirannya dalam
format digital, dapat dikuantifikasi.

2. Tes Invasif

a. Angiografi: Ini secara teknis sulit dilakukan dan harus memiliki tenaga ahli,
tetapi memiliki spesifisitas tinggi. Dengan pengembangan teknik non-invasif,
penggunaannya sekarang terbatas hanya pada beberapa situasi.

b. MRA (Magnetic Resonance Angiography): Sejumlah fitur MRA membuatnya


sangat cocok untuk evaluasi pembuluh darah. Keuntungan utama dari MRA
adalah dapat mencakup wilayah pembuluh darah yang luas dan memberikan
informasi pada titik-titik dalam ruang tiga dimensi (3D) namun modalnya tidak
invasif. MRA telah digunakan terutama untuk mendapatkan gambar lumen
vascular.
c. DSA (Digital Subtraction Angiography): Metode ini diambil sebagai standar
referensi. Namun, standar ini tidak dapat dianggap sebagai "Gold Standart".
DSA intra-arteri dapat menghasilkan gambar yang sangat bagus dengan sistem
yang lebih baru.
3. Treatment
a. Anastomosis Primer: Hal ini dilakukan ketika tidak ada atau kehilangan
segmen minimal. Kehilangan segmental menempatkan anastomosis primer
dalam risiko dan ada risiko trombosis, atau kebocoran jika anastomosis berada
di bawah tekanan.
b. Reverse Saphenous Vein Graft: Jika ada kehilangan segmental > 2cm. Vena
alfenous harus di ambil dari anggota tubuh kontralateral. Vena harus digunakan
terbalik dalam perbaikan arteri. Seharusnya tidak ada tekanan pada garis jahitan
atau kekusutan pada graft.
c. Perbaikan Lateral: Jika ada robekan lateral saja. Robekan pembuluh darah
dijahit terutama di lokasi robekan.
d. Tindakan Non Operatif : Penatalaksanaan non operatif pada cedera arteri
minimal dan asimptomatik masih diperdebatkan. Beberapa ahli bedah
berpendapat bahwa semua cedera arteri yang terdeteksi harus diperbaiki,
sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non operatif bila terdapat kriteria
klinis dan radiologis seperti low-velocity injury, disrupsi dinding arteri yang
minimal (< 5mm) pada kelainan intima dan pseudoaneurisma, tidak ada
perdarahan aktif, dan sirkulasi distal masih utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan
pada arteri yang memiliki kolateral dan terutama pada orang muda. Bila
pendekatan non operatif yang digunakan, disarankan untuk melakukan
pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau stabilisasi.

 Komplikasi
Komplikasi pada trauma vaskuler dapat dibedakan menjadi 2, yaitu komplikasi yang
dapat segera terjadi setelah operasi dan komplikasi yang berlangsung lama.
1. Komplikasi Segera Setelah Operasi
a. Trombus : Beberapa kesalahan teknis yang dapat menyebabkan terjadinya
trombosis
1. Debridemen arteri yang kurang adekuat
2. Kerusakan arteri yang multipel
3. Sisa trombus sebelah distal
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma
vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi.
Untuk membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus
cepat ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang
adekuat, kesinambungan pembuluh vaskular harus secepat mungkin diusahakan
dan pemberian nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan.
Diperlukan observasi yang ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan
dengan luka terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin
dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat
atau pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak
cukup. Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila
lesi arteri tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada
otot yang akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.
2. Hiperplasia lapisan intima
Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
2. Komplikasi yang Berlangsung Lama
a. Fistula arteri vena
Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan
bawaan. Biasanya fistula arteri vena traumatic disebabkan oleh cedera luka
tembus yang mengenai arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat
langsung mengalir dari arteri ke vena. Biarpun tidak sering kelainan ini dapat
pula terbentuk pada tindakan arteri yang kurang cermat di daerah yang kaya
pembuluh darah.

b. Pseudoaneurisma
Penyebab pseudoaneurisma adalah luka tembus yang merusak ketiga lapisan
dinding pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang
disebabkan oleh kesalahan pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan
dinding arteri yang disebabkan oleh jarum atau kateter atau kecelakaan pada
waktu operasi hernia nukleus pulposus dan fraktur ganda tulang pada kecelakaan
lalu lintas. Biarpun jarang trauma tumpul juga dapat menyebabkan terjadinya
aneurisma palsu.
c. Sindrom kompartemen
Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal pada
kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan syaraf
tepi. Perfusi menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau
bahkan nekrosis otot. Sindrom kompartemen ditandai oleh 5 P yaitu pain,
pulseless, paresthesia, pallor, dan paralysis.

Anda mungkin juga menyukai