Anda di halaman 1dari 16

LITERATURE REVIEW

Imunisasi dan Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin)

1. Definisi Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin)

Vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) merupakan vaksin hidup yang


dilemahkan yang berasal dari Mycobacterium bovis yang dirancang untuk
menimbulkan reaksi kekebalan terhadap Mycobacterium tuberculosis. Pada
awalnya, BCG merupakan temuan bersama Albert Calmette dan Camille Guérin di
Pasteur Institute, Lille, Prancis yang berasal dari basil tuberkel M. bovis. Basil ini
kemudian dibiakkan pada medium kultur kentang, gliserin, dan empedu dan diuji
coba pada bayi pertama kali tahun 1921 lewat mulut (Luca dan Mihaescu, 2013).

Pada dekade 1940-1950, studi tentang BCG di Inggris menunjukkan bahwa BCG
yang berasal dari strain Copenhagen sangat efektif mencegah tuberkulosis
sementara di Amerika Serikat, BCG yang berasal dari strain Tice tidak memberikan
manfaat yang bermakna dalam mencegah tuberkulosis. Kedua hasil penelitian
tersebut mengantar para ilmuwan pada deduksi bahwa perbedaan tahap persiapan
vaksin BCG di laboratorium berbeda dapat menghasilkan strain vaksin memicu
respons imun yang berbeda pula (Luca dan Mihaescu, 2013). Kini, pengadaan
vaksin BCG di berbagai belahan dunia dibantu oleh UNICEF (United Nations
Children's Fund)  menggunakan empat produsen vaksin BCG yang memiliki tiga
strain vaksin berbeda: BCG Denmark, BCG Rusia, dan BCG Jepang (Kauffmann et
al, 2017).

Walaupun sejak awal telah diketahui bahwa vaksin BCG memiliki efek proteksi
terhadap kejadian tuberkulosis, bukti mutakhir menunjukkan bahwa fungsi protektif
ini berkurang seiring pertambahan usia. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terjadi
pergeseran arah perkembangan vaksin BCG, yakni yang bertujuan untuk mengganti
vaksin BCG yang kini digunakan untuk mencapai fungsi protektif lebih baik serta
untuk vaksin BCG penguat (booster) (Moliva et al, 2017).
2. Tujuan Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin)
a.. Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
b. Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh
desa/kelurahan pada tahun 2014.
b. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practise and waste disposal management).
c. Terselanggaranya pemberantasan dan pencegahan terhadap
Mycobacterium tuberculosis

3. Klasifikasi Imunisasi (pemerintah/non pemerintah)


JENIS IMUNISASI (KEMENKES,2015)
Berdasarkan Pasal Menteri Kesehatan No.12 Tentang Penyelenggaraan
Imunisasi :

Pasal 3
(1) Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan
menjadi Imunisasi Program dan Imunisasi Pilihan.
(2) Vaksin untuk Imunisasi Program dan Imunisasi Pilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Imunisasi Program
Pasal 4
(1)Imunisasi Program terdiri atas: a.Imunisasi rutin; b.Imunisasi tambahan; dan
c.Imunisasi khusus.
(2)Imunisasi Program harus diberikan sesuai dengan jenis Vaksin, jadwal atau
waktu pemberian yang ditetapkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1)Imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.
(2)Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi lanjutan.
Pasal 6
(1)Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan
pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.
(2)Imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Imunisasi
terhadap penyakit:
a.hepatitis B;
b.poliomyelitis;
c.tuberkulosis;
d.difteri;
e.pertusis;
f.tetanus;
g.pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b
(Hib); dan
h.campak.
Pasal 7
(1)Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan
ulangan Imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan
untuk memperpanjang masa perlindungan anak yang sudah mendapatkan
Imunisasi dasar.
(2)Imunisasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada: a.anak
usia bawah dua tahun (Baduta); b.anak usia sekolah dasar; dan c.wanita usia
subur (WUS).
(3)Imunisasi lanjutan yang diberikan pada Baduta sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh
Hemophilus Influenza tipe b (Hib), serta campak.
(4)Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas Imunisasi terhadap
penyakit campak, tetanus, dan difteri.
(5)Imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pada bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) yang diintegrasikan dengan usaha kesehatan sekolah.
(6)Imunisasi lanjutan yang diberikan pada WUS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit tetanus dan
difteri.
Pasal 8
(1) Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada
kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai
dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.
(2) Pemberian Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk melengkapi Imunisasi dasar dan/atau lanjutan pada target sasaran
yang belum tercapai.
(3) Pemberian Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapuskan kewajiban pemberian Imunisasi rutin.
(4) Penetapan pemberian Imunisasi tambahaan berdasarkan kajian epidemiologis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, kepala dinas
kesehatan provinsi, atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pasal 9
(1) imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
(2) Situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju
atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar
biasa/wabah penyakit tertentu.
(3) Imunisasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Imunisasi
terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam kuning), rabies, dan
poliomyelitis.
(4) Menteri dapat menetapkan situasi tertentu pada Imunisasi khusus
selain situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 11
(1) Imunisasi Pilihan dapat berupa Imunisasi terhadap penyakit:
a. pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus;
b.diare yang disebabkan oleh rotavirus;
c.influenza;
d.cacar air (varisela);
e.gondongan (mumps);
f.campak jerman (rubela);
g. demam tifoid;
h.hepatitis A;
i.kanker leher rahim yang disebabkan oleh Human Papilloma virus;
j.Japanese Enchephalitis;
k.herpes zoster;
l.hepatitis B pada dewasa; dan
m.demam berdarah.
(2) Menteri dapat menetapkan jenis Imunisasi Pilihan selain yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli
Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization).
(3) Menteri dapat menetapkan jenis Imunisasi Pilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi Imunisasi Program sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli
Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Imunisasi Pilihan diatur dalam Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini (Kemenkes, 2015).

Penjelasan Imunisasi wajib oleh Pemerintah


1) Imunisasi dasar
adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di
atas ambang perlindungan (MENKES RI, 2015). Yang termasuk imunisasi
dasar yang diwajibkan adalah:
a. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Perlindungan penyakit : TBC/ Tuberkulosis-Vaksin BCG tidak dapat
mencegah infeksi tuberkulosis, namun dapat mencegah komplikasinya atau
tuberkulosis berat.
Kandungan : Mycobacterium bovis yang dilemahkan
Waktu pemberian : usia 2- 3 bulan -Namun untuk mencapai cakupan yang
lebih luas, Kementerian Kesehatan menganjurkan pemberian
imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
b. DPT/DT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Perlindungan penyakit : difteri, pertusis, dan tetanus
Waktu pemberian : diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4- 8 minggu. DTP-1
diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6
bulan.
c. Polio
Perlindungan penyakit : poliomielitis / polio
Waktu pemberian : Polio-0 diberikan pada saat bayi lahir atau pada
kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi
yang tinggi. Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4, dan
6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
d. Campak
Perlindungan penyakit : campak
Waktu pemberian : pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara
subkutan.
e. Hepatitis B
Perlindungan penyakit : Hepatitis B
Waktu pemberian : Vaksin Hepatitis B segera diberikan setelah lahir
(Kemenkes, 2015).

2) Imunisasi Diluar Imunisasi Dasar Anak di Bawah 1 Tahun


Selain imunisasi dasar, ada beberapa imunisasi yang direkomendasikan
oleh IDAI untuk menambah daya tahan tubuh terhadap beberapa jenis
penyakit. Imunisasi untuk Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD31) pada anak dibawah 1 tahun yaitu :
1. Haemophyllus Influenzatipe B (IDAI, 2014).
oPerlindungan penyakit : MeningitisoVaksin Hib dibuat dari kapsul
polyribosyribitol phosphate(PRP).
oVaksin yang beredar di Indonesia adalah vaksin konjugasi dengan membran
protein luar dari Neisseria meningitides yang disebut sebagai PRP-OMP dan
konjugasi dengan protein tetanus yang disebut sebagai PRP-T.
oWaktu pemberian : Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan.-PRP-OMP
diberikan 2 kali sedangkan PRP-T diberikan 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan.
-Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut
belum dapat membentuk antibodi.
2. Pneumokokus (IDAI, 2014).
oPerlindungan penyakit : pneumonia, meningitis, bakteremia, dan infeksi di tempat
lain yang dikelompokkan sebagai Invasive Pneumococcal Diseases (IPD).
oTerdapat 2 macam vaksin pneumokokus, yaitu :a.Pneumococcal Polysaccharide
Vaccine (PPV)-Vaksin PPV 23 yang tersedia di Indonesia adalah Pneumo-
23.Vaksin PPV tidak dapat merangsang respon imunologik pada anak usia muda
dan bayi sehingga tidak mampu menghasilkan respon booster. Untuk meningkatkan
imunogenositas pada bayi, dikembangkan vaksin pneumokokus
konjugasi.b.Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)-Di Indonesia baru beredar
tahun 2010, yaitu Synflorix berisi 10 serotipe yaitu: 4, 6B, 9V, 124, 18C, 19F, 23F,
1, 5, dan 7F.-Vaksin PCV diberikan pada bayi umur 2, 4, 6 bulan, dan diulang pada
umur 12-15 bulan. Pemberian PCV minimal umur 6 minggu. Interval antara dua
dosisnya 4-8 minggu.
3. Rotavirus (IDAI, 2014).
oPerlindungan penyakit : diare
oTerdapat 3 macam vaksin rotavirus, yaitu :-Vaksin monovalen Vaksin diberikan
secara oral dengan dilengkapi buffer dalam kemasannya. Rotarix diberikan dalam 2
dosis (106 CFU/ mL/ dosis) dengan rentang waktu lebih kurang 8 minggu setiap
pemberian vaksin. Dosis pertama diberikan pada rentang usia 6-14 minggu dan
dosis kedua pada umur 24 minggu.-Vaksin tetravalenVaksin ini merupakan vaksin
rotavirus yang mengandung 4 strain rotavirus. Vaksin ini ditarik dari peredaran
karena berkaitan dengan reaksi KIPI berupa intususepsi.-Vaksin pentavalen Vaksin
ini dikembangkan dari serum bovine yang dikenal dengan nama dagang Rotateq
(Merck).Rotateq diberikan secara oral dan dilakukan dalam 3 dosis. Jarak
pemberian antar dosis berkisar 1 bulan sejak pemberian dosis pertama. Dosis
pertama diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Dosis kedua diberikan pada saat
bayi berumur 4 bulan dan dosis ketiga diberikan pada saat bayi berumur 6 bulan.
4. Influenza (IDAI, 2014).
oPerlindungan penyakit : influenzaoWaktu pemberian : vaksin Influenza diberikan
pada anak sehat berusia 6 bulan-2 tahun.
oDosis : 0,25 ml, diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu,
kemudian imunisasi diulang setiap tahun.

4. Antigen BCG (Bacillus Calmette-Guérin)


Antigen protein tersebut adalah early secretory antigenic target 6 kDa protein
(ESAT6), culture filtrate protein (CFP10), dan Mycobacterium protein tuberculosis
(MPT64), yang disandi oleh gen regions of difference (RD)1, RD2, dan RD3.
Ketiga antigen tersebut disekresi oleh M. tuberculosis saat bakteri hidup.
Terdapatnya antigen ini pada spesimen sputum penderita merupakan penanda
terjadi infeksi tuberkulosis paru aktif. smikobakteria yang lain telah banyak
membantu yang mengungkapkan bahwa beberapa regio genom (RD1, RD2, dan
RD3) terdapat pada M. tuberculosis complex tetapi terdelesi pada substrain M.
bovis Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan absen pada sejumlah Mycobacterium
other than tuberculosis (MOTT). Keberadaan RD1‒RD3 pada genom M.
tuberculosis, M. bovis, dan juga M. bovis BCG dapat dideteksi dengan memakai
metode hibridisasi genom substraktif dan dikonfirmasi dengan cara
membandingkan physical map strain BCG dengan kromosom M. tuberculosis. Gen
yang menyandi ESAT6, CFP10, dan MPT64 terdapat pada regio RD yang terdelesi
ini sehingga RD1‒RD3 diduga kuat sebagai gen virulensi yang dimiliki oleh M.
Tuberculosis (Parkash et al, 2009).
5. Bakteri Mycobacteria
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M.
microti, dan M. canettii. Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm.
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil Gram-positif tahan asam dengan
pertumbuhan sangat lamban (Kemenkes, 2014)

6. Sejarah Cara Pembuatan Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin)

BCG merupakan temuan bersama Albert Calmette dan Camille Guérin di Pasteur
Institute, Lille, Prancis yang berasal dari basil tuberkel M. bovis. Basil ini kemudian
dibiakkan pada medium kultur kentang, gliserin, dan empedu dan diuji coba pada
bayi pertama kali tahun 1921 lewat mulut (Luca dan Mihaescu, 2013).

Pada dekade 1940-1950, studi tentang BCG di Inggris menunjukkan bahwa


BCG yang berasal dari strain Copenhagen sangat efektif mencegah tuberkulosis
sementara di Amerika Serikat, BCG yang berasal dari strain Tice tidak memberikan
manfaat yang bermakna dalam mencegah tuberkulosis. Kedua hasil penelitian
tersebut mengantar para ilmuwan pada deduksi bahwa perbedaan tahap persiapan
vaksin BCG di laboratorium berbeda dapat menghasilkan strain vaksin memicu
respons imun yang berbeda pula. Kini, pengadaan vaksin BCG di berbagai belahan
dunia dibantu oleh UNICEF (United Nations Children's Fund)  menggunakan
empat produsen vaksin BCG yang memiliki tiga strain vaksin berbeda: BCG
Denmark, BCG Rusia, dan BCG Jepang (Kauffmann et al, 2017).
Walaupun sejak awal telah diketahui bahwa vaksin BCG memiliki efek
proteksi terhadap kejadian tuberkulosis, bukti mutakhir menunjukkan bahwa fungsi
protektif ini berkurang seiring pertambahan usia. Konsekuensi dari hal tersebut
adalah terjadi pergeseran arah perkembangan vaksin BCG, yakni yang bertujuan
untuk mengganti vaksin BCG yang kini digunakan untuk mencapai fungsi protektif
lebih baik serta untuk vaksin BCG penguat (booster). Perkembangan mutakhir juga
menunjukkan bahwa properti imunologis BCG menempatkan vaksin ini sebagai
pilihan terapi untuk beberapa indikasi tertentu di bidang urologi seperti kanker
kandung kemih (Moliva et al, 2017).

7. Komponen Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin) (antigen dan adjuvan)


Formulasi vaksin BCG(Bacillus Calmette-Guérin) berupa sediaan bubuk
kering untuk diberikan secara injeksi yang harus dicampurkan terlebih dahulu
dengan pelarut sebelum diinjeksikan secara intrakutan. Kombinasi bahan bahan
aktif utama (antigen) dan adjuvant menggunakan bahan garam aluminum sesuai
rekomendasi oleh FDA (Foods and Drugs Administration, setara dengan Badan
POM di Indonesia) hanya sebanyak 1,14 miligram per dosis vaksin. Badan POM
mengatakan bahwa penggunaan garam aluminium pada vaksin aman dan efektif
(FDA, 2009).
8. Farmakologi Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin)
Respons sistem imun terhadap vaksin BCG pada pencegahan
tuberkulosis terbagi atas respons sel imun bawaan dan adaptif. Respons sel imun
bawaan melibatkan makrofag dan sel dendritik di lapisan dermis dan sel neutrofil
yang bermigrasi ke dermis. Makrofag dan sel dendritik bereaksi terhadap basil
melalui berbagai reseptor di permukaan sel imun tersebut kemudian diikuti
fagositosis terhadap bakteri yang mengawali respons imun berupa sekresi sitokin
dan kemokin. Kemudian, bakteri dicerna melalui mekanisme penghancuran
intraseluler dan peptida penyusun bakteri dibawa ke membran plasma untuk
kemudian dipresentasikan ke sel sistem imun adaptif (Kernodel, 2010).
Neutrofil juga bergerak ke area inokulasi dan turut serta dalam respons imun
bawaan yang diduga berhubungan dengan presentasi antigen ke sel limfosit T dan
sel dendritik. Akhirnya, sel dendritik yang penuh dengan komponen bakteri dari
BCG bergerak ke kelenjar getah bening (KGB) lokal dan regional untuk kemudian
menginisiasi respon imun adaptif (Redelman et al, 2014).
Sebagai respons imun adaptif, sel imun yang terlibat antara lain sel T CD4+ dan
CD8+. Ketika sel dendritik masuk ke KGB, terjadi stimulasi CD4+, CD8+, CD1+,
sel limfosit T regulatorik, dan sel limfosit B. Sel T kemudian kembali ke situs
injeksi BCG dan merangsang sel imun bawaan, sementara sel CD4+ berdiferensiasi
menjadi Th1, Th17, dan Th2. Sel CD8+ berfungsi untuk lisis sel-sel yang terinfeksi
bakteri tuberkulosis dan sekresi sitokin, sedangkan sel limfosit B berdiferensiasi
menjadi sel plasma atau sel limfosit B memori yang kemudian menempati organ
perifer seperti paru-paru. Pada akhirnya, seluruh sel imun adaptif bekerja sama
membentuk respons imun terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis (Moliva,
2017).
Di sisi lain, masih banyak hal dalam aspek imunologi yang belum mampu
menjelaskan kegagalan BCG dalam memberikan proteksi jangka panjang terhadap
infeksi tuberkulosis, misalnya tentang peran respons imun humoral dalam sistem
imun adaptif pasca suntik BCG hingga peran sel dendritik yang terbatas dalam
menimbulkan respons imun terhadap Mycobacterium tuberculosis di paru-paru
(Kernodel, 2010).

8. Kontraindikasi Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin)


Kontraindikasi penggunaan BCG adalah sebagai berikut:
 Pasien dengan gangguan sistem imun, termasuk pasien HIV seropositif dan
yang sedang mendapat terapi imunosupresi
 Terdapat bukti adanya infeksi tuberkulosis aktif atau penyakit lain
memerlukan obat golongan antituberkulosis (misalnya kusta)
 Infeksi saluran kemih (pemberian vaksin BCG ditunda hingga kultur urin
negatif dan atau terapi antiseptik telah selesai)
 Riwayat infeksi BCG sebelumnya
 Pasien luka bakar
 Pasien dengan hematuria makroskopik
 Adanya demam (FDA, 2009)

9. Efek Samping Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin)


Efek samping vaksin BCG yang sering ditemukan dan derajatnya ringan
dapat berupa nyeri sendi, nyeri otot, infeksi pada tempat injeksi, demam
ringan, urtikaria, dan ruam non spesifik. Efek samping vaksin BCG yang
jarang namun manifestasinya cukup berat dapat berupa eritema nodosum,
bronkospasme, reaksi anafilaksis, dan eritema multiforme (IDAI, 2014).

10. Penanganan Efek samping:


• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6
kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat (IDAI, 2014).

11. Dosis dan Cara Pemberian


Pemberian vaksin BCG diindikasikan untuk mencegah komplikasi berat
tuberkulosis dan kematian akibat tuberkulosis pada individu yang belum
pernah terbukti mengalami infeksi tuberkulosis sebelumnya dan tidak
mengalami infeksi HIV. Dosis BCG untuk mencegah tuberkulosis adalah
sebagai berikut :
 Usia 1-11 bulan: dosis 0,05 mL, injeksi intrakutan pada insersi m.
deltoid terhadap humerus.
 Usia > 1 tahun: dosis 0,1 mL, injeksi intrakutan pada insersi m. deltoid
terhadap humerus (WHO, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Luca S, Mihaescu T. 2013. History of BCG Vaccine. Mædica [Internet];8(1):53–


8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24984120

Kaufmann SHE, Dockrell HM, Drager N, Ho MM, McShane H, Neyrolles O, et


al. 2017. TBVAC2020: Advancing tuberculosis vaccines from discovery to
clinical development. Front Immunol.

Moliva JI, Turner J, Torrelles JB. 2017. Immune responses to bacillus Calmette-
Guérin vaccination: Why do they fail to protect against mycobacterium
tuberculosis? Front Immunol 8(APR).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013. KMK No.
312/MENKES/SK/IX/2013 Indonesia; 2013 p. 1–65.

Food and Drug Administration. FDA. TICE® BCG Organon. 2009; Available
from:
http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/Vaccines/ApprovedPro
ducts/UCM163039.pdf

World Health Organization. WHO | BCG (10/20 dose vial) [Internet]. WHO.
World Health Organization; 2014. Available from:
http://www.who.int/immunization_standards/vaccine_quality/118_bcg/en/

IDAI. (2014). Pedoman Imunisasi di Indonesia (5 ed.) Jakarta: Badan Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Parkash O, Singh BP, Pai M. 2009. Regions of differences encoded antigens as
targets for immunodiagnosis of tuberculosis in humans. Scand J Immunol
70(4):345–57.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis. Jakarta: Dirjen P3L Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kernodle DS. 2010. Decrease in the Effectiveness of Bacille Calmette‐Guérin


Vaccine against Pulmonary Tuberculosis: A Consequence of Increased Immune
Suppression by Microbial Antioxidants, Not Overattenuation. Clin Infect Dis
[Internet] 51(2):177–84. Available from: https://academic.oup.com/cid/article-
lookup/doi/10.1086/653533

Redelman-Sidi G, Glickman MS, Bochner BH. 2014. The mechanism of action


of BCG therapy for bladder cancer-A current perspective. Nat Rev Urol
[Internet].11(3):153–62. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/nrurol.2014.15
MAKALAH TUGAS

LITERATURE REVIEW

“IMUNISASI DAN VAKSIN BCG”

OLEH:

AISYAH FAADHILAH

(20161880009)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019

Anda mungkin juga menyukai