Anda di halaman 1dari 10

TRAUMA VASKULAR

1. Definisi Trauma Vaskular


Pembuluh darah tersusun atas 3 lapisan utama yaitu tunika intima, tunika media dan tunika
adventitia. Diantara ketiga lapisan tersebut, yang paling lemah adalah tunica intima sehingga jika
terjadi trauma tumpul, lapisan inilah yang pertama terkena.
Trauma merupakan suatu gangguan fisik yang menyebabkan terjadinya jejas. Trauma dapat
dibedakan menjadi trauma tumpul dan trauma tajam.
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada daerah yang secara
anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka tusuk, luka
tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi.
Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe, dan
lokasi trauma, serta durasi iskemia.
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma
pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering pada
trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus- menerus,
parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup
inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut
iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui denganmelihat tanda dan
gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut berupa hard sign dan soft sign.

Hard Sign Soft Sign


Hilangnya pulsasi distal Berkurangnya pulsasi distal
Perdarahan pulsatil yang aktif Riwayat perdarahan sedang
Tanda-tanda iskemia Trauma pada daerah dekat PD utama
Thrill arteri dengan palpalsi manual Defisit neurologis
Bruit pada daerah cedera dan sekitarnya Hematoma sekitar lesi yang tidak meluas
Hematoma yang meluas
Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala soft
signs harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan ABI
(ankle-brachial index). Jika ABI < 1, hal tersebut menandakan adanya trauma arteri. Adanya
psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma penetrasi ekstremitas
yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau thrill.
Adanya tanda trauma vaskular disertai fraktur terbuka merupakan suatu indikasi harus
dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk mendiagnosis
adanya trauma vaskular sering terjadi pada hematoma yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda
lain yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit neurologis baik sensoris maupun
motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan motoris pada ekstremitas. Aliran darah yang
tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia sehingga ekstremitas akan tampak pucat dan dingin
pada perabaan. Pengisian kapiler tidak menggambarkan keadaan sirkulasi karena dapat berasal
dari arteri kolateral, namun penting untuk menentukan viabilitas jaringan.
Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry, doppler ultrasound
atau duplex ultrasound untuk menentukan lesi vaskular, tapi belum memberikan hasil yang
memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra-operatif yang berguna dalam mengetahui hasil
rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi vaskular yang tertinggal.
Arteriografi bukan prosedur rutin karena akan memperlama penanganan sehingga akan
menyebabkan iskemia pada ekstremitas lebih lama lagi. Arteriografi dilakukan bila terdapat
keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi. Arteriografi juga dianjurkan pada
trauma luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple dan kondisi kolateral yang ada.
Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan perencanaan
operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini terutama berguna untuk
mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput dari pengamatan karena minimalnya gejala
klinis yang ditampilkan. Indikasi untuk melakukan angiografi di antaranya trauma tumpul yang
signifikan pada ekstremitas yang berhubungan dengan dislokasi dan fraktur, tanda-tanda iskemia
atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada ekstremitas, dan adanya tanda defisit neurologis.
Berdasarkan laporan yang telah dipublikasikan, pasien dengan luka tembus maupun tumpul yang
pulsasi ektremitasnya tidak terganggu, dengan nilai ankle-brachial indeks (ABI) yang 1, tidak
memerlukan pemeriksaan angiografi namun tetap perlu dilakukan pengawasan selama 12 24
jam.
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan gelombang suara yang
ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosis
awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri.Ultrasonografi color-flow
duplex (CFD) telah disarankan sebagai pengganti ataupun tambahan pemeriksaan arteriografi.
Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif dan tidak menimbulkan nyeri. Alat ini portabel
sehingga dapat dibawa ke sampai tempat tidur pasien, unit gawat darurat, maupun ruang
operasi.pemeriksaan ulangan dan tindak lanjut dapat dilakukan dengan mudah tanpa adanya
angka kecacatan dan alat ini relatif lebih murah.

Terdapat klasifikasi derajat kerusakan pada trauma tumpul vaskuler :


Derajat I rusak endotelnya; awal terbantuknya thrombus; tidak berdarah; tidak mengancam
jiwa
Derajat II tunika media rusak; dinding dalam kasar; timbul thrombus, tidak ada perdarahan,
tidak mengancam jiwa
Derajat III pembuluh darah hancur, perdarahan, thrombus ada, iskemik distal ada, limb
threatening, life treatening
Cedera pembuluh darah perifer dapat bersifat life threatening, limb threatening maupun munculnya
sequele lanjutan. Kejadian yang paling life threatening adalah perdarahan massif. Perdarahan
adalah kehilangan akut volume darah. Trauma vaskuler adalah cidera yang terjadi pada pembuluh
darah akibat adanya leserasi, kontusio, penusukan, atau jatuh dan berbagai macam tipe cidera
lainnya.
2. Etiologi
Trauma tembus dapat diakibatkan oleh trauma tajam,senjata api kecepatan rendah,senjata api
kecepatan tinggi. Mekanisme trauma penting diketahui untuk memperkirakan
resiko cedera pembuluh darah. Secara keseluruhan lukatembak merupakan penyebab terbanyak
cedera pembuluh darah perifer, sedangkan lukatusuk maupun laserasi merupakan 35% dari
penyebab.
3. Mekanisme Trauma
Trauma vascular disebabkan o/ suatu kekerasan fisikk baik dalam bentuk trauma tajam, trauma
tumpul dan trauma iatrogenik.
1. Trauma tajam-luka tembak menyebabkan kerusakan pembuluh darah karena daya penetrasi
dgn kecepatan tinggi, terlebih lagi bila dalam bentuk pecahan peluru. Luka tusuk benda-benda
berujung tajam ataupun luka bacok akibat suatu kecelakaan ataupun perkelahian tidak jarang
menyebabkan trauma vascular.
2. Trauma tumpul-yg sering adalah akibat kecelakan lalu lintas. Benturan langsung, terjepit,
bila menyertai suatu fraktur pembuluh darah dapat terjepit atau tertarik melampaui daya
elastisitas pembuluh darah tersebut.
3. Iatrogenik-intervensi arteriografi, kateterisasi jantung, kateterisasi transfemoral bahkan
penyuntikan intravena dapat menimbulkan bencana pembuluh darah.

4. Klasifikasi Trauma Vaskular


Klasifikasi cedera tajam vaskuler
cedera mulai dari dinding dalam
I . cedera tidak sampai lumen; tidak ada bleeding; berbahaya sebab berisiko manjadi
aneurisma yang bisa pecah dan menciptakan tromboemboli.
II cedera mengenai lumen dengan bagian perifer tidak iskemi
III vasa terpotong penuh dan bagian perifer iskemi; tunika media akan kontraksi untuk
mengurangi bleeding
Klasifikasi cedera tumpul vaskuler
cedera mulai dari dinding luar
I tidak ada bleeding, tidak ada iskemia perifer
II tidak ada bleeding, iskemik perifer
III ada perdarahan, iskemik perifer
Klasifikasi keparahan cedera vaskuler
Incomplete transection & simple puncture
Ada jendalan darah di tepi (hematom pulsatil) sehingga aliran darah tidal lamellar lagi
tepi ada turbulensi yang bisa menginduksi terbentuknya thrombus, terbentuknya
arteriovenosa fistule
Complete transection
Vasa lepas hubungan (benar-bener putus), terjadi kontraksi, retraksi, hematom, iskemik
distal, deficit pulse
Complicated transection loss of vascular wall
Dinding vasa berlubang thrombosis distal
Closed injury
Regangan kerusakan endotel thrombosis, diseksi, oklusi, hematom, spasme

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cidera vaskuler bervariasi tergantung tempat dan mode cidera termasu
perdarahan, memar, pembengkakan, nyeri, dan mati rasa.
6. Pemeriksaan Penunjang
- Indeks Arterial Pressure
Pemeriksaan indeks arterial pressure dinyatakan abnormal jika kecil dari 0,9.
Inidiukur dengan membandingkan tekanan sistolik ditempat yang cedera dibandingkan dengan
tempat yang normal dengan menggunakan Doppler, keakuratannya mencapai 95%. Data terakhir
menunjukkan bahwa sensitifitas 72.5%, spesifisitas 100%, positive predictive value 100%,
negative predictive value 96%. Keterbatasan pemeriksaan ini jika
terdapat cedera di proksimal tempat pemeriksaan, pasien shock atau terdapat luka
multipel. Beberapa pusat pelayanan trauma telah menggunakan kriteria ini untuk
menyingkirkan kemungkinan cedera vaskuler pada penderita dengan pemeriksaan fisik normal,
normal indeks arterial pressure dan tanpa trauma diproksimalnya dan tanpa luka multipel.
- Ultrasonografi Duplex
Pada beberapa penelitian ternyata duplex ultrasonografi memiliki angka sensitifitas 100% dan
spesifisitas 97.3%. Kemungkinan negatif palsu mungkin terjadi pada penderita luka tembak,
trauma didaerah poplitea, atau didaerah subklavikula, atau pada penderita dengan terpasang splint
atau dressing. Alat ini sangat bermanfaat ditangan ahli karena sangat akurat dan tepat karena
angka sensitifitas dan spesifisitasnya mendekati 100%. Keterbatasan alat ini karena sangat
tergantung kepada keahlian operator. Beberapa pusat trauma saat ini telah menggunakan
modalitas ini untuk menyingkirkan kemungkinan seseorang menderita cedera pembuluh darah
jika, pemeriksaan fisik normal dan duplex ultrasonografi normal.
- Arteriografi
Masih merupakan pemeriksaan baku emas dengan sensitifitas 99% dan spesifisitas97%, biasanya
tidak dibutuhkan pada cedera arteri ekstremitas atas, karena
sebagian besar pasien mengalami cedera terbuka. Kadang kadang dibutuhkan pemeriksaan
arteriografi intra operative untuk menentukan lokasi cedera arteri.

- CT Angiografi
Memberikann gambar dengan resolusi tinggi, dan dapat memberikan gambaran detil kerusakan
tulang dan jaringan lunak. Dari beberapa penelitian ternyata angka sensitivitas dan spesifisitasnya
sekitar 99% dan 87%. Beberapa pusat trauma menyarankan penggunaan modalitas ini untuk
menggantikan pemeriksaan angiografi. Keakuratan sangat tinggi.

7. Penatalaksanaan
1.Penganganan Darurat/P3K vascular
Secara umum penanganan bertujuan memperbaiki dan mempertahankan keadaan optimal pasien
misalnya dengan memberikan cairan intravena dalam bentuk apapun bila ditemukan tanda-tanda
shock. Secara khusus penanganan darurat ditujukan kepada membatasi atau menghentikan
perdarahan dari luka. Cara-cara sederhana yg dapat dikerjakan bila ada perlukaaan dengan
perdarahan (P3K Vasculer).
Elevasi. Mengangkat bagian yang mengalami trauma lebih tinggi dari pada posisi jantung
dapat membantu mengurangi atau menghentikan perdarahan vena.
Penekanan langsung. Penekanan ini dikerjakan selama lima menit.
Pressure points. Adalah tempat penekanan pada arteri yang dapat menghambat pengaliran
darah ke bagian distal misalnya untuk arteri carotis pada processus C-5, arteri subclavia pada tulang
iga-1, arteri brachialis pada pertengahan tulang humerus dan arteri femoralis pada daerah inguinal.
Hemostats. Menggnakan bahan hemostats local atau melakukan krus pembuluh darah. Dalam
melakukan krus harus membersihkan dan melihat langsung pembuluh darah yang dikrus (tidak
boleh blind), dapat merusak jarinagna lain misalnya nervus.
Tampon (packing) bila cara diatas tidak dapat mengatasi perdarahan terutama pembuluh
darah yg letaknya dalam digunakan kain kasa atau verban steril dimasukkan ke dalam luka dalam
jumlah secukupnya.
Penjahitan temporer. Penjahitan temporer dikerjakan pada daerah wajah u/ mencegah
penarikan jaringan.
Tornikuet. Penggunaan tornikuet dalam P3K u/ menghentikan perdarahan sering dilakukan o/
dokter, paramedic, dan awam. Sangat perlu diingatkan bahwa penggunaan tornikuet mempunyai
resiko bukan hanya menambah perdarahan juga menyebabkan ischemia bagin distal. Beberapa
cara dan indikasi pemasangan tornikuet :
Tornikuet dipasang dgn tekanan diatas tekanan sistol. Tekanan dibawah sistol akan memperhebat
perdarahan venous.
Waktu pemasangan harus dicatat, diawasi dan tekanan diturunkan sampai nol setiap 15 menit u/
mencegah iskhemi melalui kolateral.
Tornikuet dipasang bila cara-cara diatas gagal menghentikan perdarahan-perdarahan mengancam
hidup penderita dan vitalitas bagian distal tak diharapkan lagi.
Pada trauma tertutup terlihat hematoma dgn cepat

2. Penanganan Definitif.
Tempat penanganan adalah puskesmas atau rumah sakit dgn fasilitas yg lengkap (tergantung
fasilitas dan interfensi bedah yg harus dikerjakan).
Arteri. Macam tindakan yg dikerjakan tergantung pd bentuk kerusakan dan lokasi kerusakan,
dapat berupa ligasi atau penjahitan atau graft atau trombektomi.
1.Ruptur komplet. Ligasi dapat saja dikerjakan bila sirkulasi kolateral cukup. Bila sirkulasi
kolateral tidak atau meragukan maka penyambungan atau penggunaan graft merupakan pilihan.
Ligasi dapat dikerjakan pada : arteri radialis atau ulnaris, arteri tibialis anterior atau posterior, arteri
femoralis profunda, aretri iliaca interna. Ganggren distal dapat terjadi bila ligasi dikerjakan pada
arteri aksilaris, arteri brachialis, arteri femoralis proksimal percabangan dan arteri poplitea.
Penyambungan arteri dikerjakan bila disebabkan o/ trauma tajam tanpa kehilangan jaringan
pembuluh darah. Bila kehilangan sebagian jaringan pembuluh darah atau sengaja dibuang karena
rusak maka grafting merupakan pilihan. Donor biasanya diambil dari vena, seperti v.Saphena
magna. Pengguanaan graft dari vena haruns dipasang terbalik mengingat dalam vena tungkai
terdapat klep.
2.Ruptur inkomlet. Bentuk robekan dapat linier, oblik atau transversal, satu sisi atau dua sisi. Pada
oblik dan transversal langsung dijahit sedangkan pada linier terlebih dua sisi, sebaiknya dengan
patch graft u/ mencegah penyempitan lumen.
3.Trauma arteri tertutup. Pada Keadaan ini penentuan panjang kerusakan perlu karena tindakan
terbaik adalah reseksi, kemuadian dipasang graft.
Vena. Dinding vena jauh lebih tipis daripada arteri, factor-faktor pembekuan darah vena lebih
kurang disbanding arteri sehingga perdarahan dari vena lebih sulit dikontrol dibandingkan dari
arteri. Kelebihan vena adalah mempunyai kolaterale lebih banyak. Tindakan yang dikerjakan u/
trauma vena adalah ligasi atau penjahitan atau penyambungan pd vena tetentu. Ligasi sebaiknya
dihindarkan pada vena femoralis komunis dan vena poplitea, disamping vena-vena besar intra
abdominal dan intra torakal.
Fistula arteriovenosa. Keadaan ini merupakan komplikasi dari rupture inkomplet arteri dan
vena letaknya berdekatan dimana terjadi pengaliran sebagian darah arteri ke dalam vena. Sebelum
tindakan perlu menentukan apakah lesi pembuluh darah ini dijahit atau diligasi. Setelah itu arteri
dan vena ditangani masing-masing sesuai dijelaskan sebelumnya.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengerajakan pembedahan trauma vascukar:


Pembedahan sebaiknya dikerjakan dalam 4 jam pertama, untuk membtasi komplikasi bagian
distal. Makin lama dikerjakan makin bertambah luas iskhemi dan keberhasilan kerja makin
berkurang.
Resusitasi kardiovaskuler dan pernapasan.
Perlu diberikan antibiotika dan antitetanus.
Persiapan preoperative.
Melokalisasi darah vascular yg cedera.
Insisi searah dengan pembuluh darah, dilanjutkan dengan eksplorasi bagian proksimal u/
control perdarahan ( dengan klem khusus).
Eksplorasi bagian distal u/ control perdarahan balik.
Bebaskan pembuluh darah dari hematoma, kemudian menilai serta menentukan tindakan.
Pada trauma vasculer tertutup dengan trombose, dikerjakan reseksi kemuadian disambung.
Bentuk insisi oblik, dianjurkan menggunakan heparin ke distal 2000-3000 unit (diencerkan dgn
NaCl 20-3- ml ) dan ke proksimal 500-1000 unit dalam lima sampai sepuluh ml. Dgn graft atau
tanpa graft sambungan dijahit dgn benag monofilament (polyetylen) 0-5 atau 0-6. Pada rupture
komplet ujung0ujung dieksisi secara oblik kemudian dibebaskan dari bekuan darah.
Penyambungn sana dgn cara diatas. Demian pula pada rupture inkomplit. Penggunaan papaverin
atauprocain intra luminal ke distal memberikan vasodilatasi. Baroek melaporkan hasil penanganan
trauma vascular di Surabaya dari 25 kasus : amputasi satu kasus, meninggal 3 kasus, dan pulang
paksa 5 kasus. Penjahitan cara kontinuos dgn tepi jahitan keuar.
Selesai penyambungan klem distal dilepaskan, kemudian proksimal. Maksudnya bila ada
udara dalam pembuluh darah akan terdorong balik dan keluar dari jahitan, demikian dengan bagian
proksimal.
Debrideman luka, re-eksplorasi/evaluasi kembali, dipasang drain dan luka ditutup tanpa
adanya ketegangan jaringan. Pengguanaan verban melingkar dihindarkan.
Imobilisasi organ yg mengalami trauma.
PERAWATAN POST OPERASI
Pengawasan vitalitas bagian distal tiap jam. Bila pulsasi distal tidak ada atau tidak adekuat perlu
segera arteriografi.Mungkin perlu rekonstruksi kembali. Pemberian obat-obat vasodilator dapat
meberikan hasil. Mobilisasi sebaiknya setelah satu minggu. Drain dicabut setelah 3 hari bila tidak
ada cairan keluar.

Terapi inisial
Evaluasi dan terapi awal mengikuti guidelines ATLS yang telah ditetapkan olehAmerican College
of Surgeons. Manajemen untuk cedera yang mengancam nyawa lebih prioritas dibandingkan
dengan cedera yang mengancam tungkai. Kecuali dalam keadaan cedera pembuluh darah besar
diaorta, dianut prinsip scoop and run.
Repair Arteri
Repair arteri, mengikuti urutan akses, eksposure,kontrol dan repair. Kontrol perdarahan
sementara dapat dilakukan dengan menggunakan penekanan dengan jari jariatau balut tekan.
Tidak dianjurkan melakukan klem pada arteri secara blind karena bisamencederai organ
disekitarnya seperti saraf. Pasien posisi supine dengan lengan pada posisi ekstensi dan abduksi
90 derajat.
Endovaskuler
Tindakan ini mulai dilakukan sejak tahun 1991.Merupakan tindakan alternatif untuk tindakan
pembedahan . Untuk ekstremitas atas jika ditemukan thrombus dapat dilakukan
thrombectomy dengan kateter atau dengan kateter directed lytic therapy, sesudah thrombus keluar
dilakukan angioplasty untuk aposisi intimal flap ke dinding pembuluh darah. Covered stent dapat
dilakukan jika terdapat transeksi partial, tetapi pemakaiannya sebaiknya hanya pada kasus yang
mengancam jiwa sehingga tidak bisa dilakukan operasi repair yang membutuhkan waktu lama.
Penggunaan endovaskuler untuk cedera pada ekstremitas atas masih terbatas.
Lonndkk menangani 2 kasus dengan cedera pada arteri brachialis, pada kedua pasien ditemukan
cedera pada intima dengan thrombosis. Pada kedua pasien dilakukan repair angioplasti tanpa
stent . Pengalaman pada arteri radialis dan ulnaris lebih jarang lagi ,terbatas hanya pada
penggunaan endovaskuler untuk embolisasi, pseudo aneurisma dan AV fistula. Saat ini
penggunaan endovaskuler untuk trauma masih belum populer.
Amputasi
Salah satu pertimbangan yang sulit dalam penanganan trauma vaskuler adalah kapan dan dimana
dilakukan amputasi. Usaha usaha agresif untuk melakukan revaskularisasi tidak selalu
dibenarkan, diperlukan pertimbangan pertimbangan tertentu sehingga pasien
tercegah dari waktu perawatan yang lama, kehilangan jam kerja yang lama, meningkatnya
kejadian sepsis, bahkan kematian.

PATOFISIOLOGI TARUMA VASKULER


DAFTAR PUSTAKA

Frykberg E R. Advances in the diagnosis and treatment of extremity vascular trauma. Surg Clin North
Am 1995; 75: 207-223.

Feld R, Patton G M, Carabasi A et al. Treatment of iatrogenic femoral artery injuries with ultrasound
guided compression. J Vasc Surg 1992; 16: 832-240.

South L M. Arterial injury. Hosp Med 2002; 63: 553-555.

Anda mungkin juga menyukai