Anda di halaman 1dari 17

Trombosis Vena Dalam dan Penatalaksanaannya

Veneranda Venny Grishela


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Nim : 102013383
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon jeruk, Jakarta Barat Telp. (021) 56942061

Pendahuluan
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau bekuan
darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan menyebabkan
komplikasi akibat obstruksi atau emboli.
Di Amerika Serikat, trombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian
sekitar 2 juta penduduk setiap tahun akibat trombosis vena, arteri, atau komplikasinya. Angka
kejadian trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT) yang baru berkisar 50 per 100.000
penduduk, sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.1
Tromnosis vena dan emboli paru berkaitan dengan berbagai kondisi medis atau prosedur bedah
tertentu. Risiko tromboemboli pada pasien dengan defisiensi antitrombin III dapat mencapai
80%, 70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miokard akut.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Riwayat pasien
merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiannya yaitu segala hal yang diceritakan
oleh penderita . Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh
seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang dianggap
dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-anamnesis/heteroanamnesis).

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien. Riwayat
pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa penting pasien
dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam
riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan
dan masalah keluarga.2
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan keluhan
utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan riwayat
sosial.2
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita sehingga
mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang
lamanya keluhan tersebut. . Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat
pertama kali penderita merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui
adalah tempat, kualitas penyakit, kuantits penyakit, urutan waktu, situasi, faktor yang
memperberat atau memperingan dan gejala gejala penyerta lainnya.2
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 65 tahun yang sedang dirawat di ruang rawat inap dikonsulkan dengan
keluhan betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu. Pasien tersebut
sudah 2 hari dirawat setelah menjalani operasi penggantian sendi panggul kiri 2 hari yang lalu.
Dari skenario tersebut diperoleh bahwa yang menjadi dasar pasien datang ke dokter/keluhan
utamanya adalah betis kiri sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang yang harus kita tanyakan seperti intensitas sakitnya bagaimana?
Apakah menjalar atau menetap? Apakah merasa sakit seperti mencucuk? Apakah ada
kemerahan? Apakah terasa panas di tempat yang sakit? Bengkak dahulu atau sakit yang awal
muncul? Apakah ada demam? Apakah ada keluhan penyerta yang lain seperti sesak, batuk?
Riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah pernah terjadi seperti ini? Apakah ada riwayat
trauma bagi mengetahui apakah pasien mengalami infeksi atau tidak? Apakah ada riwayat
kanker?
Riwayat penyakit keluarga ditanya apakah ada anggota keluarga yang pernah atau sedang
mengalami sakit yang sama?
2

Riwayat pengobatan ditanyakan apakah riwayat pengobatan sebelumnya? Apakah sudah diobati?
Apakah ada riwayat operasi?
Riwayat sosial ditanyakan lingkungan tempat tinggal dan kerja apakah bersih atau kotor? Apakah
sering beraloharaga atau tidak? Apakah merokok atau tidak?
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital. Yang dilakukan adalah pengukuran suhu tubuh, pernafasan, nadi dan tekanan
darah pasien untuk mengetahui apakah pada batas normal atau tidak. Inspeksi dilakukan pada
daerah yang sakit. Melihat pembengkakan dan kemerahannya. Melihat apakah ada luka dan pus
bagi mengetahui apakah ini karena infeksi atau bukan. Palpasi dilakukan untuk mengtahui
daerah nyeri, panasnya kawasan yang terinfeksi dan apakah otot mengerasa atau normal.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi vena
Telah menjadi modalitas diagnostik yang paling banyak digunakan, invasif atau non-invasif,
untuk diagnosis dan pengucilan dari DVT akut. USG dupleks dianggap metode diagnostik noninvasif utama untuk DVT. Hal ini diperlukan sebagai instrumentasi utama untuk pengujian vena
perifer sesuai dengan standar dari Intersocietal Commission for the Accreditation of Vascular
(ICAVL) . Instrumentasi sekunder (IPG dan Doppler gelombang kontinyu) masih dapat
digunakan untuk melengkapi ultrasonografi dupleks di diagnosis DVT tetapi tidak dianggap
metode diagnostik utama untuk tujuan akreditasi ICAVL. 3,4
Ada beberapa jenis ultrasonografi vena. Mereka termasuk kompresi USG (B-mode pencitraan
saja), USG dupleks (B-mode pencitraan dan analisis gelombang Doppler), dan pencitraan
Doppler warna saja. Meskipun jenis ultrasonografi vena kadang-kadang digunakan secara
bergantian, sensitivitas dan spesifitas mereka untuk mendeteksi DVT akut berbagai. Berbeda
vena tungkai bawah dievaluasi dengan teknik yang berbeda untuk hasil yang terbaik. Kompresi
USG biasanya dilakukan pada vena dalam proksimal, khususnya femoralis, femoralis, dan vena
poplitea, sedangkan kombinasi ultrasound dupleks dan pencitraan warna Doppler lebih sering
digunakan untuk menginterogasi betis dan vena iliaka.3,4

Gambar 1. Contoh Gambaran Ultrasonografi Deep Vein Thrombosis.5


D-dimer
Sebuah tes darah khusus yang dikenal sebagai tes D-dimer digunakan untuk mendeteksi
potongan bekuan darah yang telah rusak dan longgar dalam aliran darah . Semakin besar jumlah
fragmen yang ditemukan, semakin besar kemungkinan adalah bahwa pasien memiliki gumpalan
darah di pembuluh darahnya. Jika nilai D-dimer kurang dari 0.5 g/mL, ianya dikatakan
negative. Namun, uji D-dimer tidak selalu dapat digunakan. Fragmen gumpalan darah dapat
meningkat setelah operasi atau cedera, atau jika ada peradangan dalam tubuh seperti ketika
sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap infeksi atau penyakit. Ini berarti bahwa tes tambahan,
seperti USG, perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi DVT. Jika tes D-dimer negatif, ia
menyingkirkan kemungkinan DVT dalam sampai 97% kasus.6,7
Hasil yang negatif dengan pretes klinis yang rendah menurut Wells score sudah cukup untuk
menyingkirkan DVT. Jika kenaikan D- dimer atau pasien memiliki tinggi atau menengah hasil
pretest probabilitas klinis, lakukan USG.

Jika ini negatif, scan ultrasound berulang dapat

dilakukan pada 1 minngu untuk mengenal pasti DVT yang menyebar.6,7

Gambar 2. Tabel Wells Score.8


4

Venografi
Venografi ialah ujian radiologi untuk vena dengan menggunakan X-ray selepas suntikan medium
kontras ke dalam vena melalui jarum atau kateter. Venografi boleh dikira sebagai satu prosedur
invasi untuk melihat saluran darah vena. Prosedur ini diperlukan apabila vena perlu
ditunjukkan secara jelas atau apabila kaedah-kaedah lain tidak berjaya dilaksanakan. Venografi
boleh dilaksanakan untuk menunjukkan vena pada anggota badan di bahagian bawah, atas, pada
kepala dan vena yang lebih besar dalam dada atau di dalam abdomen.9,10
Karena tes Venogram mahal, tidak nyaman, dan membawa beberapa resiko, maka sebagian besar
telah digantikan oleh tes pencitraan kurang invasif. Namun, venografi masih dapat dilakukan
dalam kasus-kasus sulit tertentu untuk bisa melihat lebih dekat pada pembuluh darah.
Pada wanita yang dicurigai dengan DVT ( Deep Vein Thrombosis ), venografi biasanya
dilakukan hanya setelah tes lain telah gagal menemukan bekuan. Sebagai contoh, USG mungkin
gagal untuk menemukan bekuan, tapi tes D-dimer positif dapat menunjukkan ada gumpalan di
suatu tempat. Dalam kasus ini, venografi dapat digunakan untuk mencoba untuk mencari bekuan.
Pada wanita diduga dengan emboli paru, CT venografi dapat ditambahkan ke angiogram CT
standar untuk mencobamenemukan sumber bekuan darah. Namun, ada kontroversi mengenai
apakah manfaat menemukan bekuan vena dalam wanita adalah sepadan dengan radiasi ekstra
exposure.Venografi masih merupakan tes pilihan untuk memvisualisasikan pembuluh darah pada
wanita dengan cacat bawaan dalam pembentukan pembuluh darah, dan untuk merencanakan
pengobatan untuk kondisi tersebut.9,10
Working Diagnosis
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien tersebut menderita
deep vein thrombosis yaitu pasien datang dengan keluhan betis kirinya sakit disertai bengkak dan
kemerahan sejak 4 jam yang lalu dan terdapat riwayat penyakit sebelumnya yaitu pasien telah
menjalani operasi penggantian sendi panggul kiri sebelumnya yang merupakan hal penting
karena dapat diketahui faktor resiko dan riwayat trombosis sebelumnya.
Deep vein thrombosis merupakan trombosis vena dalam yang terjadi akibat adanya aktivasi
proses koagulasi pada aliran vena yang stasis. 11-14 DVT bersama-sama dengan PE (Pulmonary
Emboli) merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas. Walaupun hubungan antara
5

trombosis dan kanker sudah dikenal sejak jaman dahulu kala. Akan tetapi mekanisme yang
mendasarinya secara pasti belum diketahui.
Trombosis vena dalam hanya menyebabkan peradangan yang sedikit. Jika kurang peradangan di
sekitar thrombus, kurang erat trombus melekat pada dinding vena dan semakin besar
kemungkinan ia akan membebaskan diri menjadi emboli, perjalanan mengikuti aliran darah dan
menghalangi aliran darah. Selain itu, tindakan dari pergerakan otot betis dapat mengalirkan
trombus dalam pembuluh darah, terutama ketika seseorang dalam masa penyembuhan yang lebih
aktif.10
Differential Diagnosis
Peripheral Arterial Occlusive Disease
Peripheral arterial disease (PAD) adalah penyakit di mana terbentuknya plak dalam arteri yang
membawa darah ke kepala, organ, dan anggota badan. Plak ini terdiri dari lemak, kolesterol,
kalsium, jaringan fibrosa, dan zat lain dalam darah. Ketika plak menumpuk di arteri tubuh,
kondisi ini disebut aterosklerosis. Seiring waktu, plak dapat mengeras dan mempersempit arteri.
Ini membatasi aliran darah yang kaya oksigen ke organ dan bagian lain dari tubuh. P.A.D.
biasanya mempengaruhi arteri di kaki, tetapi juga dapat mempengaruhi arteri yang membawa
darah dari jantung ke kepala, lengan, ginjal, dan perut.15

Gambar 3. Gambaran Plak pada Arteri.16


Aliran darah di kaki diblokir dan ini dapat menyebabkan rasa sakit dan mati rasa. Hal ini juga
dapat meningkatkan risiko terkena infeksi pada tungkai yang terkena. Jika cukup parah, aliran

darah yang tersumbat dapat menyebabkan gangren. Dalam kasus yang sangat serius, ini dapat
menyebabkan kaki diamputasi.15
Penyebab paling umum dari peripheral arterial disease ini adalah aterosklerosis. Aterosklerosis
adalah penyakit di mana plak terbentuk di arteri. Penyakit ini dapat bermula jika faktor-faktor
tertentu merusak lapisan dalam arteri seperti merokok, jumlah lemak dan kolesterol dalam darah
tinggi, tekanan darah tinggi, dan jumlah gula yang tinggi dalam darah. 15
Ketika terjadi kerusakan, tubuh akan memulai proses penyembuhan. Penyembuhan dapat
menyebabkan plak terbentuk di bagian arteri yang rusak. Akhirnya, bagian dari plak bisa pecah,
menyebabkan bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Penumpukan plak atau gumpalan
darah bisa menyempit atau memblokir arteri dan membatasi aliran darah yang kaya oksigen ke
tubuh. 15
Orang yang memiliki P.A.D. mungkin memiliki gejala saat berjalan atau naik tangga. Gejalagejala ini dapat termasuk rasa sakit, mati rasa atau berasa berat pada otot kaki. Gejala lain juga
mungkin termasuk kram pada kaki yang terkena dan di bokong, paha dan betis. Gejala dapat
meringan setelah beristirahat. Hal ini karena selama aktivitas fisik, otot-otot memerlukan aliran
aliran darah yang banyak. Jika pembuluh darah menyempit atau tersumbat, otot tidak akan
mendapatkan cukup darah dan ini yang akan menyebabkan gejala tersebut timbul karena
kekurangan oksigen. Ketika beristirahat, otot-otot membutuhkan aliran darah lebih sedikit,
sehingga gejala akan hilang. Tanda dan gejala lain meliputi pulsasi lemah atau tidak ada, luka
pada jari kaki yang lambat sembuh atau tidak sama sekali, warna kulit pucat atau kebiruan, suhu
kaki yang satu lebih rendah berbanding satu lagi, dan pertumbuhan kuku yang lambat pada jari
kaki dan penurunan pertumbuhan rambut pada kaki. 15
Superficial Thrombophlebitis
Tromboflebitis superfisial adalah kondisi peradangan pembuluh darah akibat bekuan darah tepat
di bawah permukaan kulit. Ini biasanya terjadi di kaki, tapi kadang-kadang dapat terjadi di
lengan dan leher. Siapapun dapat mengembangkan tromboflebitis superfisial, tetapi perempuan
yang terkena lebih dari laki-laki. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko
tromboflebitis superfisial adalah IV, kateter, atau suntikan ke pembuluh darah, duduk atau
berbaring yang terlalu lama seperti penerbanagan lama, varises vena, kehamilan, infeksi,

gangguan yang meningkatkan pembekuan darah, obesitas, merokok, kontrasepsi oral dan obat
hormon pengganti, usia lebih 60, dan iritasi kimia seperti dari pengobatan kanker.17
Tromboflebitis superfisial juga berhubungan dengan kondisi medis yang lebih serius, termasuk
deep vein thrombosis, kanker perut seperti kanker pankreas, faktor V Leiden (gangguan
pembekuan darah genetik), mutasi gen protrombin, dan obliterans thromboangiitis (penyumbatan
pembuluh darah di tangan dan kaki). Dua kondisi yang sangat jarang adalah antitrombin III (ATIII) dan protein C dan protein S kekurangan, juga dapat menyebabkan perkembangan
tromboflebitis superfisial.17
Gejala tromboflebitis superfisial meliputi kemerahan dan peradangan kulit sepanjang vena ,
kehangatan kulit dan jaringan di sekitar pembuluh darah, kelembutan dan rasa sakit yang
memburuk dengan tekanan tambahan, nyeri pada ekstremitas Tromboflebitis superfisialis
biasanya lebih nyeri daripada thrombosis vena profunda karena ujung-ujung saraf kulit
berdekatan dengan letak proses peradangannya, gelap dari kulit di atas pembuluh darah , dan
pengerasan pembuluh darah.17
Lympadema
Limfedema adalah kondisi medis yang ditandai dengan pembengkakan pada salah satu lengan
atau tungkai. Adakalanya, kedua anggota gerak dapat membengkak. Hal ini disebabkan karena
tersumbatnya sistem getah bening, bagian dari sistem kekebalan tubuh dan sistem peredaran
darah. Sistem getah bening terbentuk dari pembuluh-pembuluh getah bening dan kelenjarkelenjar getah bening. 18
Carian getah bening yang kaya akan protein dari aliran darah berpindah ke dalam sistem getah
bening dan mengangkut bakteri-bakteri, virus-virus dan produk-produk sisa ke kelenjar getah
bening, dimana patogen-parogen ini dihancurkan oleh sel-sel kekebalan tubuh. Cairan getah
bening yang telah disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah. Ketika sistem getah bening
terseumbat, cairan tidak dapat bergerak secara bebas dan tidak dapat diserap kembali ke dalam
aliran darah. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi cairan getah bening dan menyebabkan
pembengkakan. Penyebab obstruksi yang paling sering ditemukan adalah keganasan, reseksi
limfonodi regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis, thrombosis pasca-inflamasi dengan
pembentukan parut limfatik. 18
Terdapat dua tipe limfedema: Limfedema Diturunkan dan Limfedema Didapat. Limfedema
diturunkan disebabkan karena cacat kongenital dari sistem getah bening, seperti penyakit Milroy
8

(malformasi pada kelenjar getah bening) atau penyakit Meige (malformasi pada pembuluh getah
bening). Kelainan kongenital ini hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jarang pada lengan.
Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan. Limfedema Didapat biasanya disebabkan
oleh jejas pada sistem getah bening, seperti sewaktu operasi atau terapi radiasi dapat pula di
karenakan pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening,
sehingga terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada infeksi parasit tropis
filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu kumpulan cacing dewasa yang terjadi
pada infeksi itu juga menyebabkan penyumbatan pembuluh dan kelenjar limfe. Selain itu
lymphedema bisa juga akibat penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal ginjal,
yang menyebabkan kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang berlebihan.
18

Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian pemeriksaan mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang. Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul,
hal apa yang terjadi sebelum kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada pencarian
penyebab. Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak
disertai dengan pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan yang
disebabkan oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan apakah bagian yang
di tekan itu bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya kalau tahap awal bila ditekan masih
bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada
pengerasan jaringan di dalamnya. Selain itu dapat pula dilakulan pemeriksaan penunjang yaitu
limfangiografi, yakni dengan memasukan zat kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di
rontgen. Nantinya bisa dilihat pembuluh mana yang tersumbat. 18
Pengobatan untuk lymphedema tidak ada yang spesifik ini, dikarenakan lymphedema hanya
merupakan gejala dari suatu penyakit. Jadi yang hanya perlu kita lakukan adalah memberikan
pengobatan untuk sumber penyakitnya. Selain itu dapat dilakukan terapi lainnya seperti drainase
system limfe dan pemakaian stocking pneumatic untuk mengurangi pembengkakan pada limfa. 18

Etiologi
Tabel 1. Penyebab Trombosis.1
Gangguan pada Arteri

Gangguan pada Vena

Gangguan pada Trombosit

Aterosklerosis

Operasi (umum)

Sindrom anti fosfolipid

Merokok

Operasi ortopedi

Resistensi protein C (Faktor


V Leiden)

Hipertensi

Artroskopi

Sticky platelet syndrome

Diabetes melitus

Trauma

Gangguan protein C

Kolestrol LDL

Keganasan

Gangguan protein S

Hipertrigliserida

Imobilisasi

Gangguan antitrombin

Riwayat

trombosis

pada Sepsis

Gangguan heparin kofaktor II

keluarga
Gagal jantung kiri

Gagal jantung kongestif

Gangguan plasminogen

Kontrasepsi oral

Sindrom nefrotik

Gangguan

plasmnogen

activator inhibitor
Estrogen

Obesitas

Gangguan faktor XII

Lipoprotein

Varicose vein

Disdibrogenemia

Polisitemia

Sindrom pascaflebitis

Homosisteinemia

Sindrom hiperviskositas

Kontrasepsi oral

Sindrom leukostasis

Estrogen

Epidemiologi
Insidens trombosis vena di masyarakat sangat sukar diteliti, sehingga tidak ada dilaporkan secara
pasti. Banyak laporan hanya mengemukakan data-data penderita yang di rawat di rumah sakit
dengan berbagai diagnosis. Di Amerika Serikat, dilaporkan 2 juta kasus trombosis vena dalam
yang di rawat di rumah sakit dan di perkirakan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru dan
60.000 kasus meninggal karena proses penyumbatan pembuluh darah.
Prevalensi DVT pada pasien pasca operasi ginekologi di RSCM sesuai dengan hasil penelitianpenelitian sebelumnya yaitu 33,3%- Oleh karena itu diperlukan suatu standar pemberian
profilaksis pada pasien yang akan menjalani operasi khususnya operasi ginekologi di RSCM.
10

Penilaian skor wells dipadukan dengan pemeriksaan D dimer dapat meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas diagnosis DVT.10
Patogenesis
Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan
membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus yang dikenal sebagai
Triad Virchow. Triad ini terdiri dari 1) gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis, 2)
gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi
faktor pembekuan, dan 3) gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan
prokoagulan.1
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif
terganggu. Faktor trombogenik meliputi gangguan sel endotel, terpaparnya subendotel akibat
hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau von
Willebrand, aktivasi koagulasi, terganggunya fibrinolisis, dan stasis.1
Mekanisme proktetif terdiri dari faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh,
pemecahan factor pembekuan oleh protease, lisisnya thrombus oleh system fibrinolysis, dan
pengenceran factor pembekuan yang aktif dan trombosi yang beragregasi oleh aliran darah.1
Gejala Klinik
Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai
superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti v poplitea, v femoralis dan
viliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang di kenai.19,20
Trombosis v superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya ringan
dan bisa sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis v tungkai superfisialis ini menyebar ke vena
dalam dan dapat menimbulkan emboli paru yang tidak jarng menimbulkan kematian.21,22
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu
dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya thrombosis. Trombosis di daerah betis
mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang terbentuk umumnya kecil dan tidak
menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis di daerah betis adalah
11

asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke
lebih proksimal. Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila
menimbulkan bendungan aliran vena, peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler, dan
emboli pada sirkulasi pulmoner.
Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah
betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior
paha.Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan
vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan
ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri,
sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah
trombosis dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan
akan berkurang kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam
dibandingkan trombosis arteri.Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya
17% - 20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna
ungu.21
Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada perubahan lunah dan dingin, merupakan tandatanda adanya sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri, keadaan
ini di sebut flegmasia alba dolens.20
Sindroma Post-trombosis
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari
adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya
12

tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan
perforasi vena dalam.19
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke daerah
superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan,
pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang timbul
atau bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri berkurang waktu istirahat
dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga
bawah.19
Penatalaksanaan
Antikoagulan
Terapi untuk DVT proksimal adalah heparin intravena, mulanya diberikan sebagai bolus dengan
dosis 5000 IU dan dilanjutkan dengan infus kontinyu minimal 30.000 IU/hari selama 4-7 hari.
Dosis harus disesuaikan berdasarkan hasil tes laboratorium. Pasien yang mendapatkan heparin
dengan dosis antikoagulasi subterapeutik dalam 24 jam pertama mengalami 15 kalitingkat
rekurensi trombotik daripada pasien yang mendapatkan antikoagulan adekuat. Pemberian heparin
subkutan intermiten, 17.200 IU dua kali sehari, terutama dengan LMW, juga efektif dan
memungkinkan pasien keluar dari rumah sakit lebih cepat. Tiga meta-analisis data dari studi-stdi
yang membandingkan LMW dengan heparin tidak terfraksi konvensional mengimplikasikan
bahwa heparin LMW lebih efektif dalam mencegah rekurensi dan menyebabkan lebih sedikit
efek samping perdarahan. Sedikit penurunan jumlah platelet umum terjdi pada tahap awal terapi
heparin tidak terfraksi namun hanya 3% pasien mengalami trombositopenia imun yang dimediasi
oleh imunoglobulin G (IgG) yang berat dan harus diduga bila jumlah platelet dibawah
100.000/mm3 atau kurang dari 50% kadar terendah. Penggunaan heparin LMW menurunkan
kejadian komplkasi ini secara bermakna.23
Antikoagulasi oral dengan warfarin harus segera dimulai, ditujukan agar mendapatkan INR
sebesar 2,5 3,0. Durasi optimal terapi antikoagulan oral tidak jelas. Hasil dari tiga studi acak
merekomendasikan bahwa terapi diberikan minimal 3 bulan dan mungkin selama 6 bulan. Pasien
dengan episode berulang harus mendapat warfarin jangka panjang. Perempuan hamil yang
13

membutuhkan antikoagulan harus diterapi dengan heparin tidak terfraksi atau LMW, yang tidak
melewati plasenta dan aman untuk janin;warfarin dapat menyebabkan perdarahan janin dan
potensial teratogenik. Heparin yang digunakan lebih dari 4 minggu dapat menyebabkan
osteoporosis. 23
Terapi trombolitik, terapi ini bertujuan untuk melisiskan thrombus secra cepat dengan cara mengaktifkn
plasminogen menjadi plasmis. Terapi ini umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaannya
benar-benar harus dipertimbangkan secara baik karena mempunyai faktor risiko perdarahan 3 kali lipat
dibandingkan dengan terapi antikoagulan saja pada umunya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan
occlusi total terutama pada ileofemoral. 1
Trombektomi, trombektomi terutama dengan fistula arteriovena sementara, harus dipertimbangkan pada
thrombosis vena ileofemoral akut yang kurang dari7 hari dengan harapan hisup lebih dari 10 tahun. 1
Filter vena kava interior, filter ini digunakan pada thrombosis di atas lutut pada kasus dimana
antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli berulang. 1

Komplikasi
Embolisasi pulmonalis adalah proses dengan bekuan darah dalam system vena profunda,
terlaepas dari dinding pembuluh dan masuk ke sirkulasi pulmonalis. Sebagian besar emboli
berasal dari system profunfa atau vena pelvis dan mengganggu fungsi oksigenasi paru-paru atau
fungsi jantung, bila emboli menyumbat sebagian besar (lebih dari 60%) sirkulasi pulmonalis.
Emboli arteri dari daerah thrombosis pada arteria aterosklerotik dapat menimbulkan cedera
jaringan yang serius dan disfungsi organ, tergantung pada besar dan letak emboli. 1
Sindroma pasca phlebitis suatu komplikasi thrombosis vena profunda yang serius. Sindroma ini
merupakan akibat langsung kerusakan katup vena oleh thrombus. Ia menimbulkan peningkatan
tekanan hidrostatik pada vvvena perforantes betis, yang normalnya mengalirkan darah dari vena
superfisialis ke system vena profunda. Bila katup perforantes rusak, maka aliran darag terdorong
ke system superfisialis selama kontrasi otot betis bawah. Kenaikan aliran darah merangsang
timbulnya edema dan mengganggu fungsi jaringan subkutis. Sehingga menimbulkan perubahan
warna dan ulserasi kulit yang serius. 24

14

Prognosis
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya
insufisiensi vena kronik.Kira-kira 20% pasien dengan thrombus vena dalam yang tidak ditangani
dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.Dengan
antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.

Kesimpulan
Trombosis vena cukup sering ditemukan pada penderita yang di rawat di rumah sakit, terutama
terjadi pada immobilisasi yang lama dan post operatif ortopedi. Penyakit ini tidak menimbulkan
kematian, akan tetapi mempunyai resiko besar untuk timbulnya emboli paru yang dapat
menimbulkan kematian. Faktor resiko trombosis vena adalah operasi, kehamilan, immobilisasi,
kontrasepsi oral, penyakit jantung, proses keganan dan obesitas. Manifestasi kliniknya tidak
spesifik, sehingga memerlukan pemeriksaan obyektif lanjutan. Tujuan pengobatannya adalah
mencegah timbulnya embol paru, mengurangi morbiditas dan keluhan post flebitis dan mencegah
timbulnya hipertensi pulmonal. Dilakukan dengan pemberian heparin dan dilanjutkan dengan
anti koagulan oral.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (editor). Buku ajar
ilmu penyakit dalam thrombosis vena dalam dan pulmonary embolism. Jilid II. Edisi VI.
Jakarta : Penerbit InternaPublishing;2014.p.2818.
2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th
ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2009.p.20-33.
3. http://circ.ahajournals.org/content/109/12_suppl_1/I-9.full. Diagnosis of vena thrombosis.
Diunduh Tanggal 10 September 2015 pukul 20.22 WIB,
4. Deep vein thrombosis. Lawrence M.T, Stephen J.M, Maxine A.P. Current medical
diagnosis & treatment 2005.4th ed. USA:The McGraw Hill Companies Inc; 2005.p.453-4.
5. www.acep.org. Gambaran hasil ultrasonografi deep vein thrombosis. Diunduh tanggal 11
September 2015 pukul 19.49 WIB.
6. http://www.nhs.uk/Conditions/Deep-vein-thrombosis/Pages/Diagnosis.aspx. Diagnosing
deep vein thrombosis. Diunduh tanggal 10 September 2015 pukul 19.43 WIB,

15

7. Deep vein thrombosis. Murray L, Wilkinson I.B, Andrew B, Elizabeth W. Oxford


handbook of clinical medicine. 9th ed. USA: Oxford University Press Inc. ,New York;
2014.p.580.
8. www.erwin7kurniawan.blogspot.com. Tabel Wells score. Diunduh tanggal 11 September
2015 pukul 19.59 WIB.
9. http://www.medscape.com/viewarticle/410882_2. Diagnostic Tests for
Deep Vein Thrombosis.Diunduh tanggal 10 September 2015 pukul
21.34 WIB.
10. Deep vein thrombosis. The merck manual of medical information. 2 nd
ed. New York: Merck &Co Inc; 2004.p.209.
11. Donald S. Deep vein thrombosis and thrombophlebitis. Diunduh dari www.emedicine.com/forWebMD. Diunduh tanggal 11 September 2015 pukul 20.38 WIB.
12. Kelly J, Rudd A, Lewis RR, Hunt BJ. Plasma D-dimers in the diagnosis of venous
thromboembolism. Arch Intern Med;2012.p.747-56.
13. Qaseem A, Snow V, Barry P, Hombake ER, Rodnick JE, Tobolic T, et al. Current
diagnosis of venous thromboembolism in primary care : a clinical practice guideline from
the American Academy of Family Physician and the American College of Physicians.
Ann Fam Med 2007;5(1)57-62.
14. Scarvelis D, Wells O. Diagnosis and treatment of deep-vein thrombisis. CMAJ
2006;175(9):1087-1092.
15. http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/pad/. What is peripheral arterial
disease. Diunduh tanggal 11 September 2015 pukul 19.45 WIB.
16. www.drug.com. Gambar plak pada arteri. Diunduh tanggal 11 September 2015 pukul
20.53 WIB.
17. http://www.healthline.com/health/superficial-thrombophlebitis#Treatment5.

Superficial

Thrombophlebitis. Diunduh tanggal 11 September 2015 pukul 21.03 WIB.


18. Baughman DC, Hackley JC. Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;

2005. h. 184-8.
19. Hirsh J and Hoak J : Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism.
Circulation 93:2212-2245, 1996.
20. Karmel Tambunan : Thrombosis. KONAS PHTDI Semarang, September 2001.
21. Srandness D.E. et al : Long-term Sequelae Acute Venous Thrombosis. JAMA 250:12891292, 1983.
22. Warkentin E.E et al : Heparin Induced Thrompbocytopenia in patient with LMW Heprin
or Unfranctioned Heparin. N Eng J of Med 18:1330-1335, 1995.
16

23. Gray HH, Dawkins KD, Simpson A, Morgan JM. Lecture notes on cardiology. Jakarta :
PT Gelora Aksara Pratama;2005.p.254.
24. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jilid 1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005.p.114-

5.

17

Anda mungkin juga menyukai