EFUSI PLEURA
KETERANGAN UMUM
Nama
: Ny. E
Umur
: 55 tahun
Alamat
: Kp Tinggaraja
Agama
: Islam
Pekerjaan
Status
: Menikah
Tanggal pemeriksaan
: 29 Disember 2014
Tanggal masuk RS
: 22 Disember 2014
ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas
Anamnesis khusus :
Sejak satu bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh sesak nafas yang berat
dan terus-menerus. Sesak nafas tidak berkurang dengan perubahan posisi tubuh. Sesak
nafas dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh
nyeri dada yang terasa saat batuk dan menarik nafas panjang.
Pada awalnya pasien masih dapat makan, minum, dan beraktivitas namun satu
bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai tidak bisa melakukan aktivitas.
Karena keluhan tersebut, pasien dibawa ke praktek dokter dan didiagnosis sebagai
mah. Pasien telah diberi 3 macam obat pil (kuning, merah dan hijau) dan satu botol
cairan (putih).
Satu minggu kemudian, pasien ke Puskesmas karena keluhan pasien tidak
membaik. Di Puskesmas, pasien diberitahu bahawa pasien tidak mempunyai mah
malah pasien mempunyai benjolan pada rahim dan dirujuk ke RS Al Ihsan.
Di RS Al Ihsan, pasien telah dirawat inap selama 2 hari dan dilakukan
pemeriksaan USG dan rontgen thoraks. Dari hasil pemeriksaan, pasien didapatkan
menderita tumor pada rahim serta ada pengumpulan cairan di paru-paru sehingga
pasien dirujuk ke Poli Kandungan RSHS karena tidak ada alat untuk operasi di RS Al
Ihsan.
Di Poli Kandungan RSHS, pasien telah kontrol selama 3 hari dan pasien di
USG ulang. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan bahawa pasien mempunyai suspek
tumor ganas ovarium (tumor padat ovarium) dan didiagnosa banding dengan
keganasan korpus uteri.
Pasien juga telah dikonsul ke Poli Bedah Thoraks. Oleh karena keluhan sesak
masih menetap, pasien telah dibawa ke IGD bedah dan telah dilakukan pemasangan
Chest Tube Thoracostomy (CTT) dan telah dimasukkan ke ruangan di lantai 3
Kemuning.
Riwayat penurunan nafsu makan dan berat badan diakui (60-55kg). Pasien
pertama kali mengalami haid ketika berumur 16 tahun dan menikah umur 19 tahun.
Siklus haid teratur. Menopause 8 tahun yang lalu. Pasien melahirkan anak pertama
umur 20 tahun.
Pasien baru merasakan sesak seperti ini pertama kali. Riwayat batuk lama/
berdarah, disangkal. Riwayat keringat malam, disangkal. Riwayat minum obat dalam
jangka waktu lama atau yang membuat kencing menjadi merah, disangkal. Riwayat
kontak dengan penderita batuk- batuk lama, disangkal. Riwayat sering bersin di pagi
hari, disangkal. Riwayat alergi pada pasien dan keluarganya, disangkal. Riwayat
mengi disangkal. Riwayat panas badan lama, disangkal. Riwayat penyakit jantung
disangkal. Riwayat bengkak pada kelopak mata dan tungkai, disangkal. Riwayat
keluarga dengan keluhan serupa disangkal. Riwayat keganasan pada keluarga pasien
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
: TD = 110/70mmHg
N = 68x/menit
Kepala
: konjunctiva anemis
Sklera tidak ikterik
Leher
R = 20x/menit
S = afebris
Toraks
:Hemithoraks dekstra :
terpasang WSD;
keluar cairan berwarna kuning, bentuk & gerak simetris,
mulai ICS II ke bawah VF menurun, dull,
VBS menurun
Rhonki (-/-), weezing (-/-)
Hemithorax sinistra dalam batas normal.
Cor
Abdomen
Ekstremitas
Status lokalis :
a/r thoraks dextra : bentuk & gerak simetris,
mulai ICS II ke bawah VF menurun, dull,
VBS menurun
Rhonki (-/-), weezing (-/-)
A) Usul pemeriksaan / terapi
-
Foto thoraks PA
Pleurodesis
Konsul OBGYN
B) Diagnosa Banding
- Post insersi CTT dextra a.i efusi pleura dextra e.c suspect malignancy e.c STGO
- Post insersi CTT dextra a.i efusi pleura dextra e.c suspect malignancy e.c keganasan
kavum uteri
C) Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks PA
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (tgl. 16 Disember 2014)
Hb
10,4 g/dL
Leukosit
9,800/mm3
Ht
33%
Trombosit
584,000/mm3
Erithrosit
4,3 juta/uL
Leukosit
9,800/mm3
MCV
76,4fL
MCH
24pg
MCHC
31,4%
IMMUNOSEROLOGI
Ca 125
>5000U/Ml
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 33U/L
ALT (SGPT) 17U/L
Ureum
26mg/Dl
Kreatinin
0,61mg/dL
Natrium
141mEq/L
Kalium
5,0mEq/L
5,08mg/dL
Magnesium
2,19mg/dL
Hasil Pemeriksaan
Uterus: tampak uterus dengan densitas gema homogen
Ukuran 4.82cm x 4.16cm x 2.36cm
Endometrial line positif
Adnexa: Tampak massa padat dengan bagian kistik, terdapat di posterior uterus
mendesak uterus ke anterior
Ukuran: >12.21cm x 9.08cm x 9.02cm
Septum negtif, papil positif
Neovascularisasi RI: 1.00, asites positif
Organ lain: Hepar tampak massa hiperekoik ukuran 2.05cm x 1.56cm di lobus kanan
Ginjal kanan: ukuran 9.03 cm x 4.33cm dengan densitas gema homogen,
system pelvokalises dalam batas normal
Ginjal kiri: ukuran 9.59 cm x 4.83cm dengan densitas gema homogen,
system pelvokalises dalam batas normal
Kesan : suspek tumor ganas ovarium
DIAGNOSIS KERJA
Post insersi CTT dextra a.i efusi pleura dextra e.c suspect malignancy e.c STGO
PENATALAKSANAAN
Obserasi TNRS
Khusus
Insersi CTT
Monitor WSD
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
pucat, lemah badan, penurunan berat badan, dan dari hasil laboratorium tanggal 29
Disember 2014, jumlah Hb pasien menunjukan 10,4g/dl sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer. Kriteria anemia menurut WHO adalah:
NO
1.
2.
3.
KELOMPOK
Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil
KRITERIA ANEMIA
< 13 g/dl
< 12 g/dl
< 11 g/dl
dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura parietalis. Selang
dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik. Pancaran
cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks. Setelah posisi benar, selang
dijepit dengan klem dan luka kulit ' dijahit serta dibebat dengan kasa dan plester.
Selanjutnya selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
sebaiknya diletakkan di bawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura. WSD perlu diawasi setiap hari dan
jika sudah tidak terlihat undsulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan
jaringan paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan
pembuatan foto toraks. Selang toraks dapat dicabut jika produksi cairan harian kurang
dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, yang ditandai oleh terdengarnya
kembali suara nafas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut
pada waktu ekspirasi maksimum.
Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan
pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam
rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. . Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5
fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak banyaknya, obat sitostatika (misalnya, tiotepa 45 mg) diberikan dengan
selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD.
Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan
rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan di dalam rongga
tersebut. Obat lain yang murah dan mudah diperoleh adalah tetrasiklin. Pada
pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan
mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan ke dalam 30 50 ml larutan garam faal,
kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah
dengan larutan garam faal 1030 ml untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2%
untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgesik narkotik yang
diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa
nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan posisi penderita diubahubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila
dalam waktu 24 48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut.
Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan karena
efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu
keganasan dan pembedahan menimbulkan risiko yang besar. Bentuk operasi yang lain
adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini
terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain
pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, di mana cairan pleura tetap terbentuk
setelah dilakukan pleurodesis.
EFUSI PLEURA
PENDAHULUAN
Di dalam rongga pleura, terdapat 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid, dan daya
tarik elastic. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
visceralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
FISIOLOGI
Lubrikasi pleura berasal dari lapisan cairan yang sangat tipis, adanya ultrafiltrasi
dari plasma juga peran dari surfaktan. Normalnya, terdapat pergerakan konstan cairan
dari kapiler pleura parietalis ke dalam rongga pleura dengan kecepatan 0,01 ml / kg
berat badan / jam. Turnover cairan rongga pleura dapat mencapai 1 liter perhari tetapi
volume cairan yang dapat ditolerir hanya 20-30 ml dalam satu waktu.
Faktor-faktor yang mencegah akumulasi cairan di rongga pleura
1. Fungsi pleura itu sendiri sebagai membran semipermeabel.
Fluks cairan ke rongga pleura adalah berdasarkan pertukaran transkapiler
Hukum
Starling.
Gradien
hidrostatik
dari
kapiler
pleura
parietalis
2. Sistem limfatik
Cairan di rongga pleura dapat disalurkan kembali ke sirkulasi melalui saluran
limfe pleura parietalis. Saluran limfe mempunyai kapasitas mengabsorb 20
kali lebih banyak dari produksi normalnya.
MEKANISME PATOFISIOLOGI
Efusi pleura terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengganggu
keseimbangan fisiologis antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura yaitu :
Ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik
Jenis cairan biasanya adalah transudat. Permeabilitas kapiler tidak terganggu
tetapi terdapat peningkatan tekanan hidrostatik misalnya karena gagal jantung
atau penurunan tekanan onkotik plasma pada kapiler karena defisiensi protein
(hipoproteinemia) misalnya pada sirosis hepatik dan sindroma nefrotik
Perubahan permeabilitas dari kapiler-kapiler pleura misalnya pada infeksi yang
menyebabkan kerusakan pada membran kapiler.
Gangguan aliran dari pembuluh limfe.
Aliran masuk yang abnormal ke rongga pleura seperti dari rongga peritoneal
melewati diafragma pada penderita asites.
DEFINISI
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura. Hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu, misalnya pada hiperemi akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena
(gagal jantung). Atas dasar terjadinya, efusi dapat dibedakan atas transudat dan
eksudat pleura. Transudat, misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan
vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan pada sirosis hepatis karena tekanan
osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan
dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya,
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
ETIOLOGI
RADANG
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium dan torakosentesis.
Cairan di rongga pleura dapat menyebabkan sesak nafas dan kemampuan fisik
yang menurun bergantung pada jumlah cairan serta kecepatan timbulnya cairan.
Makin banyak cairan, makin jelas sesaknya; makin cepat terbentuk cairan, makin
cepat dan jelas pula timbul keluhan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan perkusi
pekak, vocal fremitus menurun / menghilang, dan bunyi nafas juga akan menurun atau
menghilang. Pemeriksaan fisik ini sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang
tidak memperlihatkan sinus phrenicostalis dan memperlihatkan gambaran batas cairan
yang melengkung. Bila pada penderita yang diperiksa dalam sikap tegak ditemukan
cairan atau pada gambaran radiologi lengkung diafragma menghilang, biasanya cairan
berjumlah sekurang-kurangnya 300ml.
Cairan efusi perlu diperiksa untuk menentukan berat jenis, kadar protein,
kadar glukosa, dan gambaran sitologinya.
Pada infeksi, biakan cairan pleura biasanya positif dan umumnya menentukan
diagnosis. Demikian juga pemeriksaan sitologi biasanya positif pada kanker primer
atau sekunder. Cairan chylothorax dapat dikenal dari tampilannya, walaupun kadang
ada nanah empyema yang mirip kilus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis)
Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan
dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut: penderita
dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau dile-takkan di atas bantal;
jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur
terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau
didaerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea aksilaris media di bawah
batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan
penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomer 18. Kegagalan aspirasi
biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampau rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak
mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
Untuk tujuan diagnostik, cairan pleura diambil sebanyak 50-100 cc, sedangkan
untuk tujuan terapeutik dapat diambil jumlah yang lebih banyak yaitu 1500 cc.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopik (warna, kekeruhan, bau, biokimia,
Ph, protein, LDH, amilase, glukosa), dan sitologik (leukosit, limfosit, mesotel,
eritrosit, eosinofilik), dan bakteriologi (langsung: Gram, BTA dan kultur) pada cairan
yang diperoleh.
Tujuan pemeriksaan cairan yang diperoleh adalah untuk membedakan jenis
cairan pleura apakah transudat atau eksudat untuk mengetahui penyebabnya.
Efusi pleura transudatif
Terjadi perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
absorpsi cairan pleura. Kandungan konsentrasi protein rendah. Hitung jumlah
sel < 1000/mm3 yang terdiri dari campuran limfosit, PMN dan mesotelial.
Penyebabnya adalah :
Gagal jantung kongestif (pada 90% kasus)
Sirosis hepatis dengan asites
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneal
Atelektasis akut
Perikarditif konstriktiva
Obstruksi vena cava superior
Emboli pulmonal
Efusi pleura eksudatif
Terjadi perubahan faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan absorbsi
cairan pleura. Kandungan konsentrasi protein tinggi. Penyebabnya adalah :
Tuberkulosis
Pneumonia (efusi parapneumonia)
Keganasan
Infeksi virus, jamur, riketsia dan parasit
Syndrome Meigs
Penyakit pankreas
Uremia
Atelektasis kronis
Chylothotax
Reaksi obat
Sarcoidosis
Sindrom post-miokard infark
Efusi pleura transudatif dan eksudatif harus dibedakan dengan menilai kadar
laktat dehidrogenase (LDH) dan level protein pada cairan pleura.Efusi pleura
eksudatif sekurang-kurangnya memenuhi salah satu dari kriteria ini yaitu:
Rasio kadar protein cairan pleura/serum > 0,5
Rasio LDH cairan pleura/serum > 0,6
Kadar cairan LDH serum > 2/3 batas atas nilai normal serum
Efusi pleura transudatif tidak memenuhi semua kriteria di atas dan 25 % hasil
dari kriteria di atas salah mengidentifikasi transudat sebagai eksudat. Jika satu atau
lebih kriteria di atas terpenuhi sedangkan secara klinis penyebab dari efusi jelas
adalah transudat maka yang harus dilakukan adalah menghitung rasio albumin
serum/pleura. Jika rasio albumin serum/pleura > 12 g/L (1.2 g/dL), kriteria eksudat di
atas dapat diabaikan karena telah diyakini bahwa penderita mempunyai efusi pleura
transudatif.
Penderita dengan efusi pleura eksudatif, pemeriksaan selanjutnya pada cairan
pleura adalah deskripsi dari cairan, kadar glukosa, kadar amilase, pH, hitung jenis sel,
pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor
penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas
yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah
yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut
kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto
toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas
apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto posteroanterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral.
PENGOBATAN
Pengobatan efusi ditujukan kepada penyebabnya. Aspirasi sebaiknya sebanyak
mungkin dihindari karena tidak akan berhasil jika penyebabnya tidak ditiadakan.
Walaupun demikian, aspirasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis, demikian juga
jika penderita terganggu oleh efusi yang banyak. Kadang perlu dipertimbangkan
untuk melakukan pleurodesis yang antara lain dilakukan dengan pemberian talcum,
tetrasiklin, bleomycin, atau sediaan sklerotik lain.
Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5
fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak banyaknya, obat sitostatika (misalnya, tiotepa 45 mg) diberikan dengan
selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD.
Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan
rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan di dalam rongga
tersebut.
Obat lain yang murah dan mudah diperoleh adalah tetrasiklin. Pada pemberian
obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang.
Tetrasiklin 500 mg dilarutkan ke dalam 30 50 ml larutan garam faal, kemudian
dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan
11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri
tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah
agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam
waktu 24 48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut.