TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah.
Trombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung ataupun
mikrosirkulasi.1
Deep venous thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi dimana bekuan darah
terbentuk di vena, paling sering di pembuluh darah darah vena dalam kaki atau
panggul. Trombus dapat lepas dan beredar dalam darah, terutama ke arteri
pulmonalis, hal ini dikenal sebagai emboli. Trombosis vena proksimal lebih
penting secara klinis, karena lebih sering dikaitkan dengan suatu penyakit kritis
dan penyakit kronis (misal kanker aktif, kegagalan kongestif, insufisisensi
pernafasan, usia > 75), sedangkan trombosis distal lebih sering dikaitkan dengan
faktor risiko sementara (riwayat operasi dalam waktu dekat, imobilisasi,
perjalanan). Sekitar > 90 % kasus lebih banyak berasal dari proksimal. Angka
kematian trombosis vena dalam proksimal lebih tinggi daripada distal. 2
1.2 EPIDEMIOLOGI
Deep venous thrombosis (DVT) merupakan penyebab penting morbiditas
dan mortalitas, terutama pada pasien rawat inap. Profilaksis primer dengan agen
farmakologis dan atau metode mekanis harus digunakan pada pasien dengan
risiko tinggi DVT.2 The Longitudinal Investigation of thromboembolism Etiology
(LITE), yang dikombinasikan informasi dari dua studi kohort prospektif,
Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) dan Cardiovascular Health Study
(CHS) meneliti kejadian DVT simptomatik pada 21.680 peserta usia > 45 tahun
yang diikuti selama 7,6 tahun. Pada penelitian tersebut dijumpai berdasarkan usia
kejadian pertama kali DVT adalah 1,92 per 1000 orang / tahun. Insidensi lebih
tinggi pada laki – laki dari pada perempuan, dan meningkat sesuai usia pada
kedua jenis kelamin. Dari 366 kejadian DVT, sebagian besar dari 191 kasus DVT
sekunder dikaitkan dengan lebih dari satu kondisi yang mendasarinya. Hal ini
1
termasuk rawat inap (52 %), kanker (48 %), operasi (42 %), dan trauma besar (6
%).3
Sebagian besar DVT adalah asimptomatis, akan tetapi menjadi serius
apabila trombus meluas atau menyebar kearah yang lebih proksimal. DVT akan
memiliki keluhan dan gejala apabila menimbulkan bendungan aliran vena,
peradangan dinding vena dan jaringan perivaskular, serta emboli pada sirkulasi
pulmoner. 2
1.4 DIAGNOSIS
Diagnosis DVT ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik serta ditemukannya faktor resiko4. Tanda dan
gejala DVT antara lain edema, nyeri dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba
dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue leg) 3. Skor dari Wells (tabel 1)
2
dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical probability) menjadi kelompok resiko
ringan, sedang atau tinggi 4,5.
3
kompresi, Venous Impedance Plethysmography (IPG), dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi doppler pada pasien
dengan DVT proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan dengan
venografi, sedangkan pada pasien dengan DVT pada betis dan asimtomatik,
ketepatannya rendah. Ultrasonografi kompresi (Real-Time B-mode compression
ultrasound) mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 97%pada DVT
proksimal yang simtomatik, sedangkan pada DVT di daerah betis, hasil negatif
palsu dapat mencapai 50%. Pemeriksaan dupplex scanning mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DVT proksimal.
Venografi atau flebografi merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis
DVT, baik pada betis, paha, maupun sistem ileofemoral. Kerugiannya adalah
pemsangan kateter vena dan risiko alergi terhadap bahan radiokontras atau
yodium. MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT pada perempuan
hamil atau pada DVT di daerah pelvis, iliaka dan vena kava di mana duplex
scanning pada ekstremitas bawah menunjukkan hasil negatif.7
4
1.5 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan dari DVT adalah mencegah meluasnya trombosis dan
timbulnya emboli paru, mengurangi morbiditas pada serangan akut, mengurangi
keluhan paska flebitis, dan mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena
proses tromboemboli. Intervensi farmakologis berupa antikoagulan sistemik
didindikasikan untuk pasien DVT. Pilihan antikoagulan diantaranya
unfractionated heparin (UFH), Low molecule weight heparin (LMWH),
Fondaparinux, Warfarin, Faktor Xa dan direct thrombin inhibitors.
5
Enoxaparin (Lovenox) adalah LMWH pertama yang disetujui oleh US
Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan DVT dalam dosis 1
mg/kgbb/dua kali sehari atau 1.5 mg/kgbb/sehari
3. Fondaparinux
4. Warfarin
Warfarin biasanya diberikan sebagai dosis oral awal 5 mg/hari selama dua
hari pertama, dengan dosis harian yang kemudian disesuaikan dengan INR.
Heparin dihentikan pada hari keempat atau kelima setelah memulai terapi
warfarin, asalkan INR telah dalam kisaran terapi yang direkomendasikan untuk
DVT (INR 2 – 3) selama dua hari berturut – turut. Pencapaian sebuah INR 2 – 3
atau yang setara pada pasien dengan trombosis vena dalam nyata mengurangi
risiko perdarahan dibandingkan yang lebih intens, tanpa kehilangan efektivitas. 3
6
Rivaroxaban (15 mg dua kali sehari selama 3 minggu, kemudian 20 mg
sekali sehari selama 3,6 atau 12 bulan) menghasilkan tingkat yang sama terhadap
rekurensi DVT dibandingkan dengan terapi konvensional.
Intervensi Mekanis
TUBERKULOSIS MILIER
Definisi
7
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ lainnya. 1
Tuberkulosis milier merupakan tuberkulosis yang terjadi akibat penyebaran
hematogen kuman Mycobacterium Tuberculosis dari kompleks primer.2 TB milier
merupakan bentuk dari TB diseminata yang fatal, yang memiliki ciri khas tuberkel
- tuberkel yang jelas dan banyak yang menyerupai benih milet (sejenis gandum)
berdiameter 1-2 mm. 3
Faktor Risiko
8
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
9
Gambar 2. Gejala dan tanda TB milier.
10
Diagnosis
3. Gambaran lesi retikulonodular yang difus pada kedua paru yang menjadi
background pola milier pada rontgen thorax dan High Resolution Computed
Tomography (HRCT)
Penatalaksanaan
Pengobatan TB milier perlu dilakukan rawat inap pada kasus yang berat.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diberikan sama dengan TB paru
secara umum, 2 HRZE/4 RH. Pemberian kortikosteroid tidak dilakukan secara
rutin, hanya diberikan pada keadaan tertentu yaitu apabila terdapat tanda / gejala
meningitis.7
Sindrom geriatri merupakan kumpulan gejala dan atau tanda klinis, dari
satu atau lebih penyakit yang sering dijumpai pada pasien geriatric. Tampilan
klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis.
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh.Sindrom geriatrik menampilkan banyak
fitur-fitur umum. Keadaan lansia sangat umum yaitu lemah. Efeknya pada kualitas
hidup dan cacat substansial. Sering gejala utama tidak berhubungan dengan
11
kondisi patologis tertentu yang mendasari perubahan status kesehatan. Sebagai
contoh, ketika infeksi yang melibatkan saluran kemih menyebabkan delirium, itu
adalah perubahan fungsi saraf dalam bentuk perubahan kognitif dan perilaku yang
memungkinkan diagnosis delirium dan menentukan hasil fungsional yang banyak.
Karena sindrom ini melibatkan banyak sistem organ, diperlukan perencanaan dan
pemberian perawatan klinis.
Imobilisasi
12
Etiologi Dan Faktor Resiko
.Imobilisasi
Pengkajian Imobilisasi
13
Penatalaksanaan
14
ILUSTRASI KASUS
15
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat DM tidak ada
Riwayat menderita penyakit tuberkulosis paru sebelumnya tidak ada
Riwayat menderita keganasan tidak ada
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat paru selama 6 bulan sebelumnya tidak ada
16
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : CMC
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 104 x/menit, reguler, pengisian cukup
Frekuensi Nafas : 26 x/menit
Suhu : 37,90C
Saturasi O2 : 92 %
Ikterus : (-)
Edema : (-)
Anemis : (-)
Sianosis : (-)
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 50 Kg
BMI : 19,53 cm/kg2 (normoweight)
VAS :5
Pemeriksaan Fisik :
Kulit : Kulit teraba hangat, turgor kulit baik
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB di supra klavikula, infra
klavikula, axilla, dan inguinal.
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-), reflek cahaya
(+/+), diameter pupil 3 mm/3mm
Telinga : Deformitas (-), tanda-tanda radang (-)
Hidung : Deviasi septum (-), tanda-tanda radang (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis
Gigi dan Mulut : Oral thrush (-), Caries (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis
angularis (-), hipertropi ginggiva (-)
17
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax : Normochest
Paru :
Paru depan
Inspeksi : statis : simetris kanan dan kiri,
dinamis : simetris kanan dan kiri
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor, batas pekak hepar setinggi RIC V kanan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesiculer, ronkhi +/+ basah halus
nyaring basal paru, wheezing -/-
Paru belakang
Inspeksi : statis : simetris kanan dan kiri,
dinamis: simetris kanan dan kiri.
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor, peranjakan paru 2 jari
Auskultasi : Suara nafas bronkovesiculer, ronkhi +/+ basah halus
nyaring basal paru, wheezing -/-
18
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1
jari, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung atas RIC II,
Batas kanan linea sternalis dekstra,
Batas kiri 1 jari medial RIC V, pinggang jantung (+).
Auskultasi : Bunyi jantung murni,irama teratur, bising (-), M1>M2,
P2<A2.
Abdomen:
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar teraba 1 jari bawah arcus costarum,permukaan
rata,pinggir tajam dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Punggung : Nyeri ketok CVA (-/-), nyeri tekan CVA (-/-),gibbus (-)
Alat kelamin : Dalam batas normal
Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, refleks patologis -/-,
Ekstremitas bawah sinistra : edema kaki (+), edema tungkai (+), kemerahan (-),
perabaan hangat, nyeri (+), homan sign (+), venectasi (-)
Ukuran:
Ekstremitas Inferior Kanan Kiri
Lingkar Betis 32 cm 40 cm
Pulsasi :
Kanan Kiri
A. dorsalis pedis + +
A. poplitea + +
A. tibialis posterior + +
A. radialis + +
A. brachialis + +
Sensibilitas :
Kanan Kiri
Extremitas atas
Kasar + +
19
Halus + +
Extremitas bawah
Kasar + +
Halus + +
Wells Score :
Karakteristik Score Ket.
Kanker aktif (sedang dalam pengobatan, atau riwayat 1 -
menjalani pengobatan dalam bulan terakhir atau sedang
dalam terapi paliatif )
Paresis, paralisis, atau imobilisasi ekstremitas bawah 1 +
Tirah baring > 3 hari atau baru menjalani bedah mayor 1 +
dalam 4 minggu terakhir
Nyeri lokal terbatas pada daerah yang sesuai dengan 1 +
sistem distribusi vena dalam
Pembengkakan seluruh bagian tungkai 1 +
Pembengkakan tungkai bawah dengan diameter 3 cm 1 +
lebih besar dari tungkai bawah kontralateral (diukur 10
cm di bawah tuberositas tibia)
Pitting edema terbatas pada tungkai yang simptomatik 1 +
Kolateral vena-vena superfisial (bukan varises) 1 -
Diagnosis alternatif yang mirip atau sama kuatnya -2 -
dengan trombosis vena dalam
Total score 6
Score 6 : high risk for DVT
Laboratorium
20
Gambaran darah tepi :
Eritrosit : Normositik normokrom
Leukosit : leukositosis dengan Neutrofilia shift to the right
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal
Kesan : Anemia ringan Normositik normokrom, leukositosis dengan
neutrofilia shift to the right, LED meningkat, limfopenia.
Urinalisa
Makroskopis :
Warna : kuning Silinder : negatif
Kekeruhan : negatif Kristal : negatif
Berat Jenis : 1.025 Epitel : gepeng (+)
pH : 5,0 Protein : negatif
Eritrosit : 0-1 /LPB Glukosa : negatif
Leukosit : 0-1 /LPB Bilirubin : negatif
Urobilinogen : positif
Kesan : dalam batas normal
Makroskopis Mikroskopis
Warna Coklat Leukosit 0-1/LPB
Konsistensi Lunak Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Telur Cacing Negatif
EKG
21
Irama Sinus rythm
Axis Normal
Gel P Normal
ST segmen Isoelektris
Gel T Normal
22
Comprehensive Geriatric Assessment
Activities of daily living (INDEKS ADL BARTHEL) :
Sebelum sakit : 20 (mandiri)
Setelah sakit : 8 (ketergantungan berat)
23
DIAGNOSIS KERJA
Primer : Hospital acquared pneumonia dengan hipoksemia
Sekunder :
Deep venous trombosis tungkai kiri
Tuberkulosis Paru
Immobilisasi dengan ketergantungan berat
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik.
Malnutrisi
Low back pain
DIAGNOSIS BANDING
Selulitis tungkai kiri
Anemia ringan Normositik normokrom ec defesiensi Fe
Anemia ringan Normositik normokrom ec perdarahan kronik.
Frakture kompresi
Terapi :
Istirahat/Makan Biasa Diet ML TKTP 2100 kkal (1260 kkal karbohidrat,
protein 420 kkal , 420 kkal lemak)/ O2 10 l/i via NRM
IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/kolf
Injeksi Cefepime 3x1 gram IV
Nebu N Acetil sistein 3x200 mg.
Paracetamol 3x1000 mg.
Pasang elastic bandage pada tungkai kiri, elevasi tungkai.
Mobilisasi dini : miring kiri dan kanan setiap 2 jam, latihan gerak sendi.
24
Pemeriksaan anjuran
Cek analisa gas darah
Cek Darah perifer lengkap
Cek Gula darah sewaktu
Cek faal ginjal (ureum, kreatinin)
Cek elektrolit (Natrium, Kalium, Klorida)
Cek Albumin, globulin
Cek PT/APTT, D-Dimer
Cek Benzidine test
Tes cepat molekuler
Kultur sputum
Chest X-Ray
Rongent thoracolumbal
Echo Doppler vascular
Konsul spesialis saraf
Konsul bedah urologi
S: bengkak tungkai kiri (+), nyeri (+), sesak (+) , batuk (+), demam (+)
O:
25
A/
Hospitalized Acquired Pneumonia dengan hipoksemia
DVT tungkai kiri
Tuberkulosis paru
Immobilisasi dengan ketergantungan berat
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik.
Malnutrisi
Low back pain
P/
Terapi lanjut
S: bengkak tungkai kiri (+), nyeri (+), sesak (+) , batuk (+), demam (+)
O:
26
Keluar Hasil Labor
27
Konsul konsultan Pulmonologi
Kesan :
Hospitalized Acquired Pneumonia dengan hipoksemia
TB milier
Advis
Inj cefepime 3x1 gram IV
INH 1x300 mg
Pirazinamid 1x1000 mg
Rifampicin 1x450 mg.
Ethambutol 1x750 mg
B6 1x10 mg.
Cek Leukosit dan hitung jenis per 3 hari
Rapid tes HIV
Kultur Sputum
Gene xpert
Konsul mata
AGD ulang
Kesan :
DVT tungkai kiri,
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik.
Advis :
Inj Heparin 2x5000unit SC
Echo doppler vaskular
Pasang elastic bandage, elevasi tungkai kiri
28
Konsul Konsultan Kardiovaskuler
Konsul neurologi
Kesan: susp spondilitis TB
Advis
Terapi sesuai penyakit dalam
Konsul bedah ortopedi
29
A/
Hospitalized Acquired Pneumonia dengan hipoksemia
DVT tungkai kiri
Tb milier
Immobilisasi dengan ketergantungan berat
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik.
Malnutrisi
Hiponatremia
BPH
Susp spondilitis TB
P/
IVFD NaCl 0,9 % 8jam/kolf
Inj cefepime 3x1 gram IV
Inj Heparin 2x5000 unit SC
INH 1x300 mg
Pirazinamid 1x1000 mg
Rifampicin 1x450 mg.
Ethambutol 1x750 mg
B6 1x10 mg.
Kapsul garam 3x1
Harnal ocas 1x0,4 mg
AGD ulang
Cek Leukosit dan hitung jenis per 3 hari
Rapid tes HIV
Kultur Sputum
Gene xpert
Pasang elastic bandage, elevasi tungkai kiri
Rontgen vertebrae thoracolumbal ap/lat
Echo doppler vaskular
30
Konsul mata
konsul rehabilitasi medik
Konsul gizi klinik
Konsul bedah urologi
Konsul bedah orthopedi
S: bengkak tungkai kiri (+), nyeri (+), sesak (+) berkurang,batuk (+)
berkurang, demam tidak ada.
O:
AGD 7,358/34/96,7/25/-3/97
Rapid HIV Negatif
31
Keluar hasil Echo Doppler
Kesan :
Cus (+) di vena iliaka, vena femoralis, vena poplitea tungkai kiri dengan
augmentasi (-), positif dengan uji squeezed distal
Cus (-) pada vena femoralis, vena poplitea tungkai kanan
Augmentasi (+) positif dengan uji squeezed distal pada vena femoralis, vena
popliteal, vena tibialis posterior tungkai kanan
CVI (-) pada kedua tungkai
Kesimpulan :
Ditemukan DVT total di vena iliaka, vena femoralis, vena poplitea tungkai
kiri
Fresh trombus di vena poplitea tungkai kanan
Normal flow arteri kedua tungkai
32
Konsul Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik
Kesan :DVT total di vena iliaka, vena femoralis, vena poplitea tungkai kiri
Advis :
Bolus heparin 5000 unit/kgBB, Drip heparin 10.000 unit/kgBB diencerkan
dalam 50 cc NaCl 0,9 % (syringe pump) mulai dengan kec 5 cc/jam
selama 5 hari
Jika APTT <35 : naikan kecepatan 2 cc
Jika APTT 35-45 : naikan kecepatan 1 cc
Jika APTT 46-75 : pertahankan
Jika APTT 76-90 : turunkan kecepatan 1 cc
Jika APTT > 90 : stop heparin selama 6 jam
Cek APTT/6 jam
Simarc 1x2 mg dihari ke 3 heparinisasi
Awasi perdarahan
33
Konsul bedah ortopedi
Kesan : susp Fracture kompresi L3-L4
Advice :
Terapi sesuai interne
kontrol poli orthopedi
Konsul mata
Kesan : tidak ditemukan khoroid tuberkel
A/
Hospitalized Acquired Pneumonia dengan hipoksemia (perbaikan)
DVT tungkai kiri
Tb milier
Immobilisasi dengan ketergantungan berat
Hiponatremia
Hipoalbumin ec Malnutrisi
BPH
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik
Susp fracture kompresi l3-l4
34
P/
O2 3-5 l/i
IVFD aminofluid : clinolec : 1:1 (20 jam : 4 jam)
Bolus heparin 5000 unit/kgBB, Drip heparin 10.000 unit/kgBB diencerkan
dalam 50 cc NaCl 0,9 % (syringe pump) mulai dengan kec 5 cc/jam
selama 5 hari
Jika APTT <35 : naikan kecepatan 2 cc
Jika APTT 35-45 : naikan kecepatan 1 cc
Jika APTT 46-75 : pertahankan
Jika APTT 76-90 : turunkan kecepatan 1 cc
Jika APTT > 90 : stop heparin selama 6 jam
Cek APTT/6 jam
Vit b comp 3x2 tab
35
Keluar hasil labor
Hemoglobin 9 gr/dl Na/k/cl 128/3,6/101
Leukosit 6470/mm3 Alb/glo 2,1/2,6
Hematokrit 25 % Hitung jenis 0/1/2/83/7/7
Trombosit 351.000/mm3
36
Keluar hasil Natrium urine dan osmolaritas urine :
Osmolaritas urine : 300
Natrium urine : 117 mmol/24jam
A/
DVT tungkai kiri
Hospitalized Acquired Pneumonia
Tb milier
Immobilisasi dengan ketergantungan berat
Hiponatremia
Hipoalbumin ec Malnutrisi
Anemia ringan Normositik normokrom ec penyakit kronik
BPH
Susp fracture kompresi l3-l4
P/
Simarc 1x2mg
Transfusi albumin 20%
37
Terapi lanjut
P/
Pasien rawat jalan
39
DAFTAR KONTROL PT/APTT DRIP HEPARINISASI
40
BAB 3
DISKUSI
41
tungkai yang progresif, melisis dan membuang bekuan darah serta mencegah
disfungsi vena atau terjadinya sindrom pasca-trombosis, mencegah terjadinya
emboli.6 Terapi non farmakologi dilakukan pemasangan balut elastis dengan
tekanan 40 mmHg dan elevasi tungkai 300. Terapi farmakologi diberikan terapi
Heparin intravena selama 14 hari. Pemeriksaan PT/APTT harus dilakukan secara
berkala setiap 6 jam/ hari, 8 jam/hari, 12 jam/hari dan 24 jam/hari dengan
mempertahankan nilai APTT 1,5-2,5 kontrol. Lama pemberian heparin selama 14
hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan oral.7 Pemberian anti
koagulan oral (warfarin) diberikan jika pasien siap untuk dimobilisasikan dengan
dosis 5 mg. Karena pasien ini adalah pasien usia tua maka diberikan dosis
warfarin 2 mg/hari. Oral antikoagulan diberikan dalam waktu jangka panjang.
Umumnya diberikan 3 – 6 bulan.
43
Pada pasien ini ditegakkan dengan immobilisasi dengan ketergantungan
berat dimana usia pasien yang sudah 61 (sudah tergolong geriatri) terajadi trauma
pada pasien sejak 8 bulan yang lalu, yang mana setelah itu terajadi kelain anatomis
berupa kecurigaan akan frakture kompresi l3-l4 yang juga menyebabkan nyeri. Hal
ini menggangg aktivitas pasien, dampak dari kejadian ini pasin sejak 2 bulan ini lebih
banyak terbari karena nyeri yang dirasakan pasien apabila pasien bergerak.Berbagai
faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada
pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri,
lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Penyakit
Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat‐obatan antipsikotik seperti haloperidol
juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang (osteoporosis,
osteomalasia, Paget’s disease, metastase kanker tulang, trauma), sendi
(osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) atau
masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
14. Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Sari W, Verdinawati T.
Prevalensi geriatric giant dan kualitas hidup pada pasien usia lanjut yang
dirawat di Indonesia: penelitian multisenter. In Rizka A (editor).
Comprehensive prevention & management for the elderly:
interprofessional geriatric care. Jakarta: Perhimpunan Gerontologi Medik
Indonesia; 2013:183.
46