Anda di halaman 1dari 21

1.

Trombosis

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah,


yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombus atau bekuan darah
ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan apabila
lepas dapat menyebabkan emboli. Tromboemboli vena (TEV) terdiri dari
deep venous thrombosis (DVT) dan emboli paru (EP). Tromboemboli vena
merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi, dan
dapat terjadi pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit.

Gambar : Trombosis

Penelitian dari Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, dan Argentina


menghasilkan data yang konsisten dengan angka kejadian TEV per tahun
berkisar antara 0,75-2,69 per 1000 individu. Angka kejadian meningkat
antara 2-7 per
1.000 individu pada usia > 70 tahun. Angka kejadian TEV pada orang Eropa
diperkirakan 104-183 per 100.000 orang per tahun. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 900.000 insiden DVT dan emboli paru per tahun dengan angka
kematian 300.000. White et al (2009) pada analisis dta California Discharge
mendapat bahwa kejadian TEV lebih banyak pada ras Afrika Amerika (138
per 100.000) dibandingkan Hispanik (61 per 100.000) dan Asia Pasifik (29
per 100.000).
Pada tahun 2007 dilaporkan bahwa lebih dari satu juta kejadian TEV
per tahun di Uni Eropa dan sepertiganya bermanifestasi sebagai emboli paru.
Tromboemboli vena yang didapat di rumah sakit merupakan penyebab
kematian yang sering terjadi. Pada awalnya TEV dianggap sebagai
komplikasi dari tindakan bedah, namun ternyata 80% kejadian TEV terjadi
pada pasien rawat inap yang tidak mengalami operasi. Pasien rawat inap
memiliki risiko 100 kali lebih tinggi untuk mengalami TEV dibandingkan
komunitas umum.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian TEV di RS di


antaranya penyakit kritis, inflammatory bowel disease, kanker aktif, riwayat
TEV, imobilisasi, kondisi trombofilia, trauma atau tindakan operasi, usia
lanjut, gagal nafas, gagal jantung, stroke iskemik, infark miokard akut,
infeksi akut, penyakit reumatologi, obesitas, dan terapi hormon. Faktor risiko
kunci terjadinya TEV adalah imobilisasi dan stasis vena. Gibbs (1957)
menemukan 15% pasien dengan tirah baring kurang dari 1 minggu sebelum
meninggal mempunyai trombosis vena pada otopsi, dan insidennya
meningkat 80% pada pasien yang terbaring dalam periode lama. Adanya
stasis aliran vena berkaitan langsung dengan kondisi imobilisasi, dimana
imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat
perubahan fungsi fisiologis.
Faktor-faktor tersebut merupakan suatu kondisi inflamasi yang akan
menginduksi aktivasi koagulasi akibat terbentuknya sitokin proinflamasi
(tumor necrosis factor a (TNF-a), interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-
6)). Selama inflamasi terjadi, induksi tissue factor (TF) diekspresikan
predominan oleh monosit dan makrofag. Komplek tissue factor – faktor VIIa
dapat mengaktivasi faktor IX dan faktor X. Faktor X kemudian akan
teraktivasi menjadi faktor Xa yang mengaktivasi prothrombin menjadi
trombin.
Berbagai mediator hemostasis protrombik dapat meningkat pada
TEV, di antaranya prothrombin fragment 1+2 (F1+2), kompleks thrombin
antithrombin (TAT) dan fibrinopeptida A (FPA), serta dapat digunakan
dalam menilai efikasi\pemberian antikoagulan. Konversi protrombin menjadi
trombin merupakan kunci pada koagulasi, dan F1+2 merupakan peptida yang
teraktivasi dan dihasilkan selama pembentukan trombin. Saat sistem
koagulasi teraktivasi selama kondisi patologis, hanya sejumlah kecil
protrombin yang bersirkulasi diubah menjadi trombin (< 1%), dan langsung
berikatan dengan antitrombin membentuk kompleks TAT. Sehingga
pengukuran langsung kadar trombin tidak bisa menggambarkan proses
pembentukan trombin secara keseluruhan. Untuk itu pengukuran F1+2 dan
kompleks TAT dapat dijadikan indikasi peningkatan aktivitas koagulasi
berupa adanya pembentukan trombin. Sebagian trombin yang tersisa akan
mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin dan peningkatan aktivitas tersebut
dapat dilihat melalui peningkatan kadar FPA.
Penelitian oleh Sukorini S dkk (2016) menemukan peningkatan
F1+2, FPA dan kompleks TAT pada pasien TEV dibandingkan dengan
subjek kontrol. Wexel et al (2017) menemukan peningkatan F1+2 pada
pasien suspek TEV sesuai dengan pencitraan TEV.
Kadar F1+2 dan kompleks TAT yang meningkat dapat
menggambarkan
fase awal trombosis, tapi spesifisitas F1+2 untuk trombosis lebih tinggi
dibanding
kompleks TAT sehingga pemeriksaan F1+2 dianggap marker paling penting
untuk mendeteksi trombosis fase awal. Sedangkan FPA memiliki waktu
paruh yang singkat yaitu 3-5 menit, dan antibodi yang digunakan untuk
pemeriksaan FPA bereaksi terhadap N-terminal sequence pada rantai Aα
yang berikatan dengan molekul fibrinogen sehingga menyebabkan
peningkatan palsu kadar FPA, serta dapat ditemukan normal pada 15% kasus
trombosis. Hal ini menunjukkan keterbatasan FPA dalam mendeteksi adanya
trombosis.

Risiko TEV pada pasien rawat inap di rumah sakit masih kurang
mendapat perhatian. Penelitian yang dilakukan oleh Djumhana dkk pada 401
pasien yang dirawat di tiga RS di Jakarta pada Desember 2009 sampai
November 2011 menunjukkan hanya 188 pasien (46,9%) yang mendapatkan
antikoagulan profilaksis. Oleh karena itu identifikasi pasien dengan risiko
TEV penting untuk tindakan profilaksis dengan tujuan menurunkan angka
kejadian TEV. Tanpa profilaksis, risiko pasien dengan acute medical illness
akan menjadi TEV adalah 10-20%.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50-67% kasus TEV pada
pasien- pasien dengan acute medical illness dapat dicegah dengan profilaksis
yang tepat. Streiff dan Lau (tahun 2012) dalam penelitian meta analisis
sembilan randomized control trial (RCT) yang menggunakan profilaksis
unfractionated heparin (UFH), low molecular weight heparin (LMWH) atau
fondaparinux pada 8.617 pasien yang dirawat di rumah sakit, didapatkan
penurunan risiko DVT 51%, emboli paru 49% dan emboli paru fatal 54%
meskipun ada kecenderungan untuk mengalami perdarahan yang lebih besar.
Tromboemboli vena juga menyebabkan peningkatan beban finansial
pada anggaran kesehatan. Penelitian di Italia membuktikan bahwa biaya
penatalaksanaan TEV empat kali lebih besar dibandingkan dengan biaya
profilaksis TEV. Karena itu National Health and Medical Research Council
(NHMRC) merekomendasikan penilaian formal risiko TEV pada seluruh
pasien yang masuk RS bersamaan dengan keputusan pemberian profilaksis,
pertimbangan relevansi kontraindikasi profilaksis farmakologis dan mekanik.
Panduan American College of Chest Physicians (ACCP) dan
International Union of Angiology merekomendasikan agar pasien acute
medical illness yang dirawat dengan gagal jantung kongestif dan gagal nafas
berat atau terbatas di tempat tidur dan memiliki lebih dari satu faktor risiko
tambahan harus mendapat profilaksis TEV. Panduan ACCP 2012 juga
merekomendasikan pemberian antikoagulan tromboprofilaksis dengan
LMWH, UFH dosis rendah 2 atau 3 kali per hari atau fondaparinux untuk
pasien acute medical illness yang dirawat dengan risiko tinggi TEV dan
mempertimbangkan risiko perdarahan.
Panduan American Society of Hematology (ASH) 2018
merekomendasikan pemberian antikoagulan parenteral profilaksis (LMWH,
UFH atau fondaparinux) pada pasien dengan acute medical illness dan
menyarankan penggunaan LMWH dibandingkan UFH.23 Perhimpunan dokter
intensive care Indonesia dalam konsensus penatalaksanaan TEV pada
penyakit kritis tahun 2019 menyarankan pemberian sedini mungkin
tromboprofilaksis antikoagulan pada pasien penyakit kritis dengan risiko
tinggi TEV bila tidak didapatkan kontraindikasi sampai pasien mobilisasi
atau melewati masa kritis.
Penelitian Zenahlikova et al (2010) menemukan peningkatan kadar
F1+2 pada pasien rawatan ICU dengan sepsis berat dan menurun kadarnya
dengan pemberian LMWH. Peternel et al (2002) melakukan pemeriksaan
serial kadar F1+2 terhadap pasien TEV yang diberikan antikoagulan, dan
didapatkan penurunan kadar F1+2 yang bermakna pada hari ketiga. Studi
oleh Traby et al (2010) mengemukakan pemberian LMWH (enoxaparin)
dapat menurunkan kadar F1+2 pada pasien kanker. Studi MEDENOX (2001)
menunjukkan bahwa pemberian enoxaparin 40 mg satu kali sehari selama 6
sampai 14 hari pada pasien
risiko tinggi TEV dapat menurunkan risiko TEV sebanyak 63% tanpa
peningkatan efek samping.
Secara umum, panduan klinik merekomendasikan LMWH sebagai
tromboprofilaksis pada pasien acute medical illness yang dirawat di rumah
sakit. Namun LMWH memiliki keterbatasan yaitu ketidaknyamanan pasien
karena cara pemberian obat melalui subkutan dan biaya yang relatif mahal.
Saat ini telah dikembangkan obat direct oral anticoagulant (DOAC)
sebagai alternatif untuk antikoagulan tradisional. Direct oral anticoagulant
terdiri dari direct thrombin inhibitor (dabigatran) dan factor Xa inhibitor
(rivaroxaban, apixaban, dan edoxaban). Direct oral anticoagulant memiliki
onset aktivasi dalam hitungan jam, namun hanya rivaroxaban dan apixaban
yang telah dibuktikan dalam penelitian yang berefek tanpa didahului
antikoagulan parenteral. Rivaroxaban merupakan obat oral direct inhibitor
faktor Xa yang efektif mencegah tromboemboli vena pada pasien rawatan
dengan acute medical illness.
Berdasarkan panduan nasional tromboemboli vena tahun 2018,
DOAC dapat diberikan pada pasien acute medical illness risiko tinggi TEV
yang tidak menghendaki pemberian antikoagulan parenteral. Studi
MAGELLAN tahun 2013 menunjukkan bahwa terapi profilaksis rivaroxaban
memiliki efektivitas yang sama dengan enoxaparin dengan risiko perdarahan
yang sedikit lebih tinggi pada pasien rawatan acute medical illness dengan
imobilisasi. Pemberian DOAC sebagai terapi profilaksis dapat dijadikan
pilihan untuk pasien yang tidak nyaman diinjeksi, akan tetapi DOAC
memiliki risiko perdarahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan LMWH.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pencegahan TEV ini
masih menjadi suatu tantangan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan potensi low molecular
weight heparin dengan direct oral anticoagulant terhadap penurunan kadar
prothrombin fragment 1+2 pada pasien risiko tinggi tromboemboli vena.
2. Embolus (Emboli)
Emboli adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam
sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah, dan berasal dari suatu
tempat lain daripada susunan sirkulasi darah. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh
trombus (bekuan), tetapi penyebab lainya bisa termasuk sel kanker, lemak, cairan
amnion, gas, bakteri, dan parasit. Embolus (95 %) berasal dari trombus. Proses
terbentuknya embolus disebut embolisme.

Untuk berfungsi dengan baik, jaringan tubuh dan organ membutuhkan oksigen,
yang diangkut ke seluruh tubuh dalam aliran darah. Namun, jika emboli sebuah
menghalangi suplai darah ke organ utama, seperti otak, jantung atau paru-paru, organ
tersebut akan gagal (kehilangan sebagian atau seluruh kemampuannya untuk fungsi).
Dua kondisi yang paling serius yang dapat disebabkan oleh emboli sebuah adalah:
1.      Stroke - pasokan darah ke otak terganggu atau terputus
2.      Emboli paru - suplai darah ke paru-paru terputus

Embolisme adalah masalah kesehatan umum dan penyebab utama kecacatan


dan kematian di Inggris dan di seluruh dunia. Misalnya, di Inggris setiap tahun
diperkirakan bahwa:

a.  120.000 stroke disebabkan oleh embolisme, mengakibatkan sekitar 34.700


kematian.
b.  37.000 paru embolisms mengakibatkan sekitar 3.000 kematian .
Faktor risiko untuk mengembangkan sebuah emboli meliputi:
a.       Kelebihan berat badan atau obesitas (memiliki indeks massa tubuh 30 atau
lebih).
b.      Hamil.
c.       Menjadi 65 tahun atau lebih.
d.      Makan diet tinggi lemak
e.       Merokok  
f.       Memiliki penyakit jantung , tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetes tipe
2 yang bergerak untuk jangka waktu yang lama

 Benda Asing

Sebuah benda asing adalah setiap objek atau zat yang tidak seharusnya ada dalam
darah. Berikut adalah beberapa contoh benda asing yang bisa menyebabkan
embolisme.

 Pembekuan darah

Darah mengandung agen pembekuan alami yang membantu mencegah pendarahan


yang berlebihan ketika Anda memotong diri sendiri. Setelah luka pendarahan
berhenti, agen pembekuan darah melarutkan bekuan.
Kondisi kesehatan tertentu, seperti tekanan darah tinggi atau penyakit jantung,
dapat menyebabkan penggumpalan darah (trombosis) untuk membentuk bahkan di
mana tidak ada perdarahan.
Sebagai contoh, kondisi jantung yang disebut fibrilasi atrium , yang mana jantung
berdetak tidak teratur dan tidak normal cepat, dapat menyebabkan gumpalan darah
terbentuk dalam hati. Jika bekuan darah terlepas itu dapat melakukan perjalanan
dalam aliran darah (dikenal sebagai embolus) sebelum disimpan dalam organ atau
anggota tubuh.

 Lemak

Fraktur pada tulang panjang, seperti tulang paha, dapat menyebabkan partikel
lemak dalam tulang yang dilepaskan ke aliran darah. Ini dikenal sebagai embolisms
lemak. Mereka dapat pula suatu berkembang mengikuti luka bakar atau sebagai
komplikasi dari pembedahan tulang.

 Udara

Embolisms juga dapat terjadi jika gelembung udara atau gas lainnya memasuki
aliran darah.
Embolisms udara menjadi perhatian khusus bagi para penyelam scuba. Jika seorang
penyelam berenang ke permukaan terlalu cepat, perubahan tekanan dapat
menyebabkan gelembung nitrogen untuk mengembangkan dalam aliran darah
mereka. Hal ini dapat menyebabkan penyakit dekompresi yang sering disebut
sebagai 'tikungan' (lihat kotak, kiri).

 Kolesterol

Pada orang yang memiliki aterosklerosis yang luas (arteri menyempit karena
penumpukan kolesterol), potongan-potongan kecil kolesterol kadang-kadang dapat
melepaskan diri dari sisi pembuluh darah, mengakibatkan emboli sebuah.

 Jenis Embolus
a.      Berupa benda padat berasal dari trombus, kelompok sel tumor, kelompok
bakteri, jaringan.
b.      Embolus bersifat cairan dapat berupa zat lemak, cairan amnion.
c.       Embolus bersifat gas dapat berupa udara, gas nitrogen, carbon dioksida.
d.      Embolus sering ditemukan pada vena, arteri, pembuluh limfe dan jantung
Akibat – Akibat yang ditimbulkan oleh embolus:
a.       Menimbulkan kematian mendadak.
b.      Kematian jaringan atau infark.
c.       Embolus septik sarang – sarang infeksi baru dan abses-abses baru.
d.      Metastasis tumor ganas.

1. Embolus Vena
Berasal dari vena, tungkai bawah kemudian dari vena dalam pelvis
Embolus —> mengikuti pengaliran vena —> vena yang lebih besar —> vena
cava —> jantung kanan -–> tersangkut dalam sirkulasi paru —> sumbatan
oklusi a. pulmonalis shg tdp blokade sirkulasi pulmonal —> insufisiensi a.
coronaria dan infark miokard, anoksemia, anoksia umum —> kematian
mendadak
Adanya refleks vagal pulmo coronary —> menimbulkan spasme pada
pembuluh paru dan koroner -–>kematian mendadak Embolus paru-paru yang
besar jarang menimbulkan infark krn pasien sudah meninggal terlebih dahulu.
Embolus paru-paru sering disertai infark terutama pada lobus kanan bawah
2. Embolus Arteri
Berasal dari trombus mural dalam jantung, trombus yang melekat pada
empang-empang jantung dan aorta
Embolus arteri sering mengenai otak, ginjal, limpa, dan anggota tubuh bawah.
Embolus dalam a. mesenterica —>  infark usus
Embolus dalam a. coronaria —> kematian mendadak

3. Embolus Lemak
Lemak ini masuk kedalam sirkulasi darah dan menyumbat arteri atau kapiler
shg menjadi suatu embolus –> menyebabkan kematian
Embolus lemak paling sering terjadi karena trauma tulang atau jaringan lemak
yaitu patah tulang panjang terutama femur dan tibia yang disertai kerusakan
sum-sum tulang juga terjadi pada masa nifas. Selain itu juga terjadi pada :
akibat luka bakar pada kulit ; pada radang yg mengenai tulang atau jaringan
lemak ; pada perlemakan hati akibat gizi buruk atau alkoholisme

4. Embolus cairan amnion


Keadaan ini jarang ditemukan, gejala-gejalanya adalah:
a.      Sesak nafas
b.      Shock
c.      Kematian mendadak yg tidak disangka-sangka pada wanita yang sudah
melahirkan atau dalam masa nifas
Embolus dalam a. pulmonalis mengandung carik-carik jaringan epitel kulit
bayi, verniks caseosa, lendir dan lanugo
5. Embolus Gas
Gelembung-gelembung gas masuk kedalam susuna sirkulasi sehingga
menyumbat dan dapat menimbulkan kematian misalnya pada tindakan vaginal
douche. Dapat juga disebabkan oleh pembedahan thoraks akibat vena besar
terpotong atau sobek. Dapat juga disebabkan oleh transfusi darah atau infus
cairan intravena.
Emboli berasal dari :
1)      Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus
dan dinamakan tromboemboli.
2)      Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh
darah, biasanya dapatterjadi pada trauma.
3)      Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, cara penyebaran penyakit yang
sangat tidak diharapkan.
4)      Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular.
5)      Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai
keadaan atau yang masuk ke dalam sirkulasi melaui suntikan dapat menjadi
emboli.
6)      Gelembung gas juga dapat menjadi emboli.Emboli dalam tubuh terutama
berasal dari trombus vena, paling sering pada vena profunda ditungkai
atau di panggul. Karena keadaan anatomis, emboli yang berasal dari trombus
vena biasanya berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis.

 Akibat dari emboli


1) Jika fragmen trombus yang sangat besar menjadi emboli maka sebagian besar
suplai arteri pulmonalis dapat tersumbat dengan mendadak. Hal ini dapat
menimbulkan kematian mendadak.
2) Sebaliknya, emboli arteri pulmonalis yang lebih kecil dapat tanpa gejala,
mengakibatkan perdarahan paru-paru sekunder karena kerusakan vaskular atau
dapat mengakibatkan nekrosissebagian dari paru-paru.

 Cara Mengobati embolisme


Emboli  diperlakukan akan tergantung pada:
a.       jenis emboli itu
b.       ukuran emboli yang di mana dalam tubuh emboli terletak
Penghalang serius, seperti embolisms paru  memerlukan perawatan darurat medis.
Embolectomy adalah prosedur bedah untuk menghapus sebuah emboli. Selama
operasi, ahli bedah akan membuat luka pada arteri yang terkena dampak dan emboli
akan tersedot keluar. Proses ini dikenal sebagai aspirasi.
Obat dapat digunakan untuk melarutkan embolisms lebih serius yang disebabkan
oleh gumpalan darah. Obat antikoagulan seperti warfarin dan aspirin dosis rendah ,
dapat membantu untuk mengencerkan darah dan menghentikan pembekuan lebih
lanjut membentuk. Jika Anda memiliki kondisi jantung, Anda mungkin juga akan
diresepkan antikoagulan untuk membantu mencegah penggumpalan terbentuk.
Embolisme yang disebabkan oleh gelembung udara biasanya dirawat dalam ruang
hiperbarik. Dalam ruangan, tekanan udara lebih tinggi dari tekanan luar udara
normal, yang membantu mengurangi ukuran gelembung udara di dalam tubuh
penyelam.
Sebagai gelembung udara terutama terdiri dari nitrogen, jika Anda memiliki
tikungan Anda juga dapat diberikan oksigen murni untuk bernapas untuk memaksa
nitrogen keluar dari tubuh Anda.
 Pencegahan

Ini tidak mungkin untuk mencegah semua kasus emboli, tetapi Anda dapat
mengambil langkah-langkah secara signifikan untuk mengurangi risiko Anda.
Langkah-langkah ini meliputi:

a. Makan rendah lemak, tinggi serat diet yang mencakup biji-bijian dan
banyak buah segar dan sayuran (setidaknya lima porsi sehari).
b. Membatasi jumlah garam dalam diet Anda tidak lebih dari 6g (0.2oz atau 1
sendok teh) per hari.
c. Menurunkan berat badan jika Anda kelebihan berat badan atau obesitas,
menggunakan kombinasi olahraga teratur dan diet kalori terkontrol.
d. Berhenti merokok bila Anda merokok.
e. Berolahraga selama minimal 30 menit sehari, lima kali seminggu
3. Nekrosis
Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan
cedera pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan
adanya pembengkakan da ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai
mitokondria dan jelasnya stimulasi respons peradangan. (Elizabeth J.Corwin, 2009).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan tertentu
baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Secara makroskopik jaringan
nekrotik akan tampak keruh, tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan
secara mikroskopik, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak
mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat. (Pringgoutomo, 2002).
 Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel
sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat,
batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan
meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar didalam sel.
Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang
(kariolisis).

 Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada
jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan
nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan
mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini
disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai
darah.Contohnya gangren.

Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim
dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya
terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan
rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa
dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur.Jenis nekrosis
ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.
 Penyebab Nekrosis
1. Iskhemi

Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan


untuk suatu alat tubuh terputus.Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian
jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi
akibat pembentukan trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia.
Nekrosis terutama terjadi apabila daerah yang terkena tidak mendapat
pertolongan sirkulasi kolateral.Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-
jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia.Jaringan yang sangat rentan
terhadap anoxia ialah otak.
2. Agens biologic
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah
dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen,
baik endo maupun eksotoksin.Bila toksin kurang keras, biasanya hanya
mengakibatkan radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai
enzim dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
jaringan, sehingga timbul nekrosis.

3. Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga
merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan
glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis
akibat gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam
konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel,
sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya
tinggi.
4. Agens fisik Trauma
suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik, cahaya
matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul
kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul
kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.
5. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-
obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia
makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-
pembuluh darah.Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi
Arthus.

 Mekanisme Nekrosis
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel
akibat cedera (jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami
gangguan, maka sel akan berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi,
hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan
tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi sel tersebut akan
mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan
normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut
berlangsung secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible
(tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
     Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007):
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti
mempertahankan osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan
jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan
segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang
bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium
ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan
kalsium sitosol akan menginaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan
membran), protease (katabolisator protein membran dan
struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease
(pemecah materi genetik).
4. Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus,
komponen komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun
kimiawi.Perubahan permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh
hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan
lipid menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna
dengan kemampuan konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini
memungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria sehingga
mencegah pembentukan ATP.
 Macam-macam Nekrosis
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh
hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga
dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis
minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan,
terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.Daerah
yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang
hemoragik.Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik.Sesudah beberapa
hari sisa-sisa inti menghilang,
sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua.Sampai beberapa minggu
rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan
keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai
beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)


Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan.Pencairan jaringan terjadi
akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark
otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi,
2003).

3. Nekrosis kaseosa (sentral)


Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang
makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut
nekrosis perkejuan.Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan
nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003).
Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik
sentral.Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris
granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi
granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup)
(Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatic
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak
mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang
mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding
rongga abdomen.Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang
rusak (Sarjadi, 2003).Aktivasi enzim pankreatik mencairkan membran
sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang terkandung
didalamnya.Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium
yang menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun.Hal ini ditandai dengan
adanya pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri yang
tampak kotor dan eosinofilik pada pada mikroskop cahaya.Nekrosis ini
terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat
penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke
dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana.Pada pewarnaan
hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003).
a. Jenis kelainan tergantung waktu
-   24 - 48 jam : daerah pucat, reaksi radang, serabut (-)
-   Beberapa minggu : jaringan mati dibuang à jaringan lemah
(rupture pada jantung 10 hari post infark) à diganti jaringan ikat.
-   s/d bulan : fibrosis.

b. Bentuk tergantung sistem pembuluh darah


- Infark putih, pada organ solid, tanpa anastomosei.
- Infark merah, ada anastomose atau dua pasokan pembuluh darah atau
pada infark
vena. Jadi abses bila ada kontaminasi kuman.
 Pengobatan Nekrosis
Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda. Biasanya,
penyebab nekrosis harus diobati sebelum jaringan mati sendiri dapat
ditangani. Sebagai contoh, seorang korban gigitan ular atau laba-laba akan
menerima anti racun untuk menghentikan penyebaran racun, sedangkan
pasien yang terinfeksi akan menerima antibiotik. Bahkan setelah penyebab
awal nekrosis telah dihentikan, jaringan nekrotik akan tetap dalam tubuh.
Respon kekebalan tubuh terhadap apoptosis, pemecahan otomatis turun dan
daur ulang bahan sel, tidak dipicu oleh kematian sel nekrotik.
Terapi standar nekrosis (luka,luka baring, lukabakar, dll) adalah bedah
pengangkatan jaringan nekrotik. Tergantung pada beratnya nekrosis, ini bisa
berkisar dari penghapusan patch kecil dari kulit, untuk menyelesaikan
amputasi anggota badan yang terkena atau organ. Kimia penghapusan, melalui
enzimatik agen debriding, adalah pilihan lain. Dalam kasus pilih, khusus
belatung terapi telah digunakan dengan hasil yang baik.

Anda mungkin juga menyukai