Anda di halaman 1dari 7

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PENYAKIT VARISES TUNGKAI

Dr. Niko Azhari Hidayat.SpBTKV. FIHA


Staf Bedah TKV RS Universitas Airlangga

A. Pendahuluan
Varises pada tungkai merupakan gangguan pada vena berupa pelebaran,
berkelok-kelok, dan sering berwarna biru keunguan. Keluhan utama berupa nyeri
(“kemeng/pegal”) terutama saat aktifitas berjalan, mudah lelah, sensasi berat pada
tungkai terutama setelah berdiri lama. Bentuk lain keluhan adalah rasa gatal,
kaki bengkak maupun perubahan warna kulit kaki menjadi gelap dan kering
bahkan timbulnya luka ulkus di atas mata kaki yang tak kunjung sembuh.
Namun, tidak semua penderita varises pada tungkai memiliki keluhan di atas.
(1,2,3)
Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 23% orang dewasa menderita varises
tungkai dan 6% menderita penyakit vena kronis yang telah lanjut berupa
perubahan kulit ataupun ulkus. (5) Wanita lebih sering mengalami varises
daripada pria. (2)
Permasalahan varises pada tungkai disebabkan oleh katub vena yang tidak
kompeten, tanpa memperhatikan apakah vena dilatasi dan berkelok-kelok, karena
katub vena yang tidak kompeten akan menyebabkan vena tersebut menjadi
dilatasi dan berkelok-kelok yang nantinya dan akan mempengaruhi vena-vena
cabang yang ada di sekitarnya.(4)
B. Etiologi
Terdapat tiga penyebab sering dari kegagalan katup pada varises yaitu faktor
keturunan, okupasional dan inflamasi. Pada faktor keturunan, tidak jarang
didapatkan riwayat varises pada keluarga penderita varises. Pada faktor
okupasional, diketahui bahwa posisi berdiri dalam jangka waktu lama ,dengan
atau tanpa bergerak, dapat memicu pertumbuhan varises lebih cepat pada
individu yang rentan
terhadap varises dibandingkan dengan individu yang tidak rentan terhadap
varises. Pada faktor inflamasi, inflamasi itu sendiri dapat menimbulkan
thrombophlebitis yang dapat merusak katup dan membuatnya menjadi
inkompeten. (4)
Penyebab varises tungkai dibagi menjadi tiga garis besar, yaitu primer, sekunder
dan kongenital.
Varises vena primer tumbuh sebagai akibat dari kelemahan dinding vena,
sedangakan varises sekunder muncul setelah adanya trauma atau DVT. Pada
varises kongenital, terdapat gangguan pertumbuhan pada sistem vena, biasanya
merupakan bagian dari gangguan malformasi ekstrimitas yang ada sejak lahir.
Selain memiliki varises, penderita juga memiliki ekstrimitas bawah yang panjang
dan lebar dan sering disertai tanda lahir (port-wine stains), seperti pada Sindroma
Klippel Trenaunay.(6)
C. Pendekatan Diagnosis
Anamnesis (5)
Pasien dengan varises tungkai dapat tidak menampakkan gejala sama sekali,
varises dianggap sebagai hal yang tidak terlalu dianggap mengkhawatirkan. Gejala
yang berhubungan dengan varises tungkai atau penyakit vena kronis yang lanjut
meliputi nyeri, sensasi terbakar, kram otot, bengkak, sensasi berat pada tungkai,
gatal, restless leg, dan kelelahan pada kaki. Meskipun gejala-gejala tersebut tidak
selalu merupakan hal yang patognomonis, gejala-gejala tersebut dapat
mengindikasikan adanya penyakit vena kronis terutama jika terpapar oleh suhu
yang panas dan aktivitas pada siang hari dan mereda setelah istirahat dan
meletakan kedua tungkai lebih tinggi atau menggunakan stoking ataupun perban
elastis.
Nyeri yang terjadi pada saat dan setelah beraktifitas dapat berkurang dengan
istirahat dan menaikkan posisi kaki agar lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan
oleh obstruksi aliran vena yang disebabkan oleh riwayat DVT yang lalu atau oleh
menyempitnya atau buntunya vena iliaka komunis (May-Turner syndrome).
Nyeri yang menyeluruh pada tungkai lebih sering berhubungan dengan aliran
vena axial yang mengalami refluks, sedangkan aliran vena yang buruk
menyebabkan penggelembungan vena yang menimbulkan nyeri lokal, dalam
waktu yang lama akan memicu inflamasi dan terbentuknya trombus.
Riwayat medis pasien merupakan hal yang penting untuk evaluasi dan diagnosis
pada varises. Riwayat DVT, thrombophlebitis, thrombophilia, penggunaan
kontrasepsi hormonal, merokok, kehamilan, dan riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan varises atau kelainan trombotik.
1
Pemeriksaan Fisik (5)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan posisi berdiri pada ruangan hangat, dengan
pencahayaan yang cukup. Inspeksi, palpasi dan auskultasi perlu dicatat ukuran,
lokasi dan distribusi dari vena yang mengalami varises. Deteksi apakah terdapat
dilatasi vena, aneurisma, kekakuan, thrill, bruit, spidervein atau teleangiektasis,
edema pitting atau nonpitting, indurasi, pigmentasi, lipodermatosklerosis, atrophie
blanche (white atrophy), eksema, dermatitis, tanda-tanda inflamasi, dan ulkus.

Gambar 1. Klinis pasien varises.


(Sumber : Klinik Varises RS Universitas Airlangga Surabaya)
Pemeriksaan neurologis dan mobilitas sendi ekstrimitas bawah juga perlu
dilakukan untuk mengevaluasi komplikasi ataupun menyingkirkan
kemungkinan diagnosis yang lain.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonography
Penggunaan ultrasonography sangat mempermudah penegakkan diagnosis
dengan menentukkan bagaimana letak, ukuran, aliran, adanya trombus dan
refluks pada vena yang mengalami gangguan.
Selain itu, ultrasonography digunakan sebagai alat pemandu (guide) pada
terapi pembedahan invasive minimal seperti EVLA/EVRFA (EndoVenous Laser
Ablation/EndoVenousRadioFrequencyAblation).(3,5)

2
Gambar 1. Pemeriksaan vena ekstremitas inferior dengan USG pada pasien
varises
(Sumber : Klinik Varises RS Universitas Airlangga Surabaya )
Kriteria diagnosis(5)
Dalam manajemen penyakit vaskular kronis dalam hal ini penyakit varises
tungkai,diperlukan klasifikasi yang tepat dan akurat pada vena yang
bermasalah sehingga dapat diarahkan ke terapi yang tepat. Klasifikasi CEAP,
dibentuk oleh American Venous Forum, didasarkan pada tanda-tanda klinis
pada vena (C), etiologi (E), Anatomy (A) dan Patophysiology (P). Berikut ini
adalah tabel dari klasifikasi CEAP:

3
Gambar 2. Gambaran klinis varises tungkai berdasarkan klasifikasi klinisnya
(Sumber: chronicvonousdisease.bsnmedical.com)
D. Penatalaksanaan
Tatalaksana terhadap penyakit varises tungkai terbagi menjadi dua, yaitu terapi
bedah dan non bedah.
Terapi Non-Bedah :
 Terapi Kompresi
Terapi pertama pada insufisiensi vena dan ulkus vena berupa kompresi yang
bertujuan untuk membantu aliran darah vena menuju jantung dan
mengurangi beban refluks. Selain itu, dengan adanya kompresi akan
mempermudah proses penyembuhan ulkus vena. Hal ini juga dapat membantu
pasien dalam mengurangi keluhan nyeri dan bengkak. Pada penggunaan
kompresi berupa stoking dapat membantu pasien dalam mengatasi secara awal
masalah dilatasi & refluxnya sehingga dapat disimpulkan penggunaan stoking
dapat meningkatkan kualitas hiduppenderita. Namun, terapi ini hanya bersifat
sementara dan perlu tindakan definitif berupa pembedahan mengingat
kepatuhan pasien dalam terapi kompresi cukup rendah. (3)
 Injeksi Skleroterapi
Prosedur ini menggunakan bahan sklerosan yang diinjeksikan ke dalam
pembuluh darah vena yang bertujuan untuk merusak produksi endotel yang
diikuti dengan pembentukan fibrotic dan akan diikuti reabsorpsi oleh lapisan
vascular sekitarnya. Terdengar sederhana, namun tidak sembarang dokter
dapat melakukan tindakan ini karena dibutuhkannya pemahaman mengenai
dosis, konsentrasi, posisi vena yang diterapi, posisi pasien, dan berbagai
pertimbangan lainnya.
Jika salah penggunaan, terapi ini dapat berisiko menimbulkan masalah baru
seperti misalnya deep vein thrombosis atau sumbatan vena letak dalam. Teknik
inipun masih berevolusi, dari yang awalnya menyuntikkan secara telanjang
mata menjadi penyuntikkan dengan dibantu USG sebagai ‘teropong vena’. (8)
 Obat - Obatan Venoaktif

4
Obat-obatan venoaktif yang juga disebut dengan phlebotonik digunakan untuk
menangani penyakit vena kronis.Obat-obatan venoaktif yang digunakan
diantaranya alpha-benzopyrones (cou- marin), gamma-benzopyrones
(flavonoids), saponins, plant extracts and synthetic products (calcium
dobesilate, benzaron and na􀁸azon). Pada penelitian RCT dan meta-analisis
yang telah dilakukan, International Consensus Symposium of Siena 2005
menyimpulkan bahwa obatobatan venoaktif dianjurkan untuk dikonsumsi
sebagai terapi adjuvant pada penyakit vena kronis C0 hingga C6., terkecuali
untuk beberapa kondisi tertentu seperti cuaca panas. (9)
 Pemberian Flavonoid
Flavonoid dideskripsikan sebagai ‘ vitamin P’ (P untuk Permeabilitas) karena
kondisi defisiensi zat tersebut dapat menyebabkan kerapuhan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah (9)
Dalam sebuah penelitian multinasional yang dilakukan Kirenko (2016) pada
pasien yang menderita penyakit vena kronis, pemberian flavonoid terpurifikasi
mikro atau lebih dikenal MPFF (Micronized Purified Fractionate Flavonoid)
dengan dosis 1000 mg sekali sehari selama 8 minggu terbukti aman dan sama
efektifnya dengan pemberian tablet MPFF 500 mg dua kali sehari. Penelitian
terbaru yang dilakukan oleh Kirenko, 2016, menunjukkan bahwa pemberian
MPFF 1000 mg dosis tunggal menunjukkan efikasi sedikit lebih baik untuk
mengatasi keluhan nyeri pada kaki bila dibandingkan dengan pemberian MPFF
500 mg. Dosis terbaru ini diharap dapat meningkatan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan untuk keberhasilan terapi (7).

Tabel 1. Produk Flavonoid yang digunakan dalam penanganan penyakit vena kronis,
zat aktif beserta keuntungan klinisnya. ( 9)
Terapi Bedah :
Bedah Terbuka
Tindakan bedah terbuka merupakan cara lama yang dikerjakan dengan mengikat
dan mengeluarkan vena yang bermasalah untuk menghilangkan gejala sekaligus
menghindari kekambuhan(8). Salah satunya yaitu stripping varises dan ligasi
tinggi, dilakukan pada varises trunkal pada vena saphena magna dengan atau
tanpa varises perforantes. Seluruh vena diangkat melalui stripper intraluminer dari
lipat paha hingga ankle.
Flebektomi Ambulatori
Flebektomi ambulatori merupakan salah satu metode untuk menghilangkan
varises.Pada prosedur ini dilakukan pembuangan vena-vena yang sudah
inkompeten dengan membuat insisi kecil kemudian dengan hook dilakukan
pengangkatan. Prosedur ini dilakukan dengan anestesi lokal. Luka insisi ini sangat
kecil sehingga tidak diperlukan jahitan. Sebelum tindakan, semua vena pada
ekstremitas inferior ditandai terlebih dahulu dengan posisi pasien berdiri.
Waktu untuk melakukan flebektomi bergantung pada tipe prosedur vena yang
dilakukan. Ketika flebektomi dikombinasi dengan intervensi lain terhadap GSV
(Great Saphenous Vein) atau SSV (Small Saphenous Vein) baik dengan metode
ablasi termal endovena atau ligasi dan stripping, flebektomi di bawah lutut harus
dilakukan lebih dulu. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan tekanan endolumen
pada vena kaudal selama penanganan vena savena, yang dapat menyebabkan
perdarahan bila flebektomi dilakukan setelahnya (10).
Endovenous Ablation Therapy
Endovenous Ablation Therapy merupakan terapi terbaru yang popular, yaitu
dengan menggunakan mesin laser atau radiofrequency yang digunakan untuk

5
memberikan suhu panas yang akan memanaskan vena saphena intralumen yang
akan menimbulkan efek ablasipada vena dan akan melekatkan permukaan
intralumen vena. Terapi tersebut disebut endovenous laser therapy (EVLA) atau
EndoVenous RadioFrequency Ablation(EVRFA). Pada prosedur EVLA/EVRFA,
sebuah wire akan dimasukkan pada vena saphena magna, misalnya, setinggi
daerah lutut melalui needle puncture dengan bantuan ultrasonography. Kemudian,
wire akan di arahkan ke arah proksimal hingga menuju sapheno-femoral junction.
Lalu penderita akan diberi anestesi tumesen di sepanjang area vena yang akan
dilakukan ablasi yang akan memberikan rasa nyaman dan sebagai insulator di
sekitar jaringan lemak dan kulit agar tidak terbakar. Proses ini akan menimbulkan
scar pada sepanjang vena dan menghalangi aliran darah pada vena tersebut.
Keuntungan dari tindakan ini berupa sedikitnya jaringan kulit yang terpotong,
pasien dapat dipulangkan setelah tindakan dan tidak memerlukan general anestesi
dan proses penyembuhan cepat. (3,5)

Gambar 3.
A. Alat laser yang digunakan sebagai modalitas Endovenous Ablation Therapy
B.Tindakan EVLA (Endovenous Laser Ablation Therapy) sebagai salah satu
penanganan varises (sumber : varisesindonesia.co.id)
Referensi
1. https://kce.fgov.be/sites/default/files/atoms/files/kce_164c_varicose_veins.pdf
(https://kce.fgov.be/sites/default/files/atoms/files/kce_164c_varicose_veins.pdf)
2. https://medlineplus.gov/ency/article/001109.htm
(https://medlineplus.gov/ency/article/001109.htm)
3. http://www.veinforum.org/uploadDocs/1/The-Layman-Handbook-of-Venous-
Disorders.pdf (http://www.veinforum.org/uploadDocs/1/The-Layman-Handbook-
of-Venous-Disorders.pdf)
4. http://circ.ahajournals.org/content/10/3/442.full.pdf?download=true
(http://circ.ahajournals.org/content/10/3/442.full.pdf?download=true)
5. http://www.jvascsurg.org/article/S0741-5214(11)00327-2/pdf
(http://www.jvascsurg.org/article/S0741-5214(11)00327-2/pdf)
6. http://washingtonphysicians.org/files/penn/VDFVari...
(http://washingtonphysicians.org/files/penn/VDFVaricoseVeins-web.pdf)7.
Kirienko A., Radak D. Clinical acceptability study of once-daily versus twice-daily
6
micronized purified flavonoid fraction in patients with symptomatic chronic venous
disease : a randomized controlled trial. Internasional Angiology 2016;35(4):399405
7. http://varisesindonesia.id/main/service/detail/4/penanganan-dan-pengobatan-
varises (http://varisesindonesia.id/main/service/detail/4/penanganan-dan-
pengobatan-varises)
8. Rabe E
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Rabe%20E%5BAuthor%5D&cauth
or=true&cauthor_uid=23395842), Guex JJ
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Guex%20JJ%5BAuthor%5D&caut
hor=true&cauthor_uid=23395842), Morrison N
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Morrison%20N%5BAuthor%5D&c
author=true&cauthor_uid=23395842), Ramelet AA
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Ramelet%20AA%5BAuthor%5D&c
author=true&cauthor_uid=23395842), Schuller-Petrovic S
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=SchullerPetrovic%20S%5BAuthor
%5D&cauthor=true&cauthor_uid=23395842), Scuderi A
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Scuderi%20A%5BAuthor%5D&ca
uthor=true&cauthor_uid=23395842), Staelens I
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
9. d/?term=Staelens%20I%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=23395842),
Pannier F
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Pannier%20F%5BAuthor%5D&ca
uthor=true&cauthor_uid=23395842).Treatment of chronic venous disease with
flavonoids: Recommendations for treatment and further studies. Phlebology.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23395842) 2013 Sep;28(6):308-19.
10. Ombrellino, Michael., Kabnick, Lowell S. Ambulatory Phlebectomy. Semin Intervent
Radiol (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3036274/). 2005 Sep;
22(3): 218–224.

Anda mungkin juga menyukai