CI LAHAN CI INSTITUSI
[ ] [ ]
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I KONSEP MEDIS..........................................................................................................................3
A. Definisi............................................................................................................................................3
B. Etiologi............................................................................................................................................4
C. Manifestasi Klinik..........................................................................................................................4
D. Komplikasi.....................................................................................................................................5
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................6
F. Penatalaksanaan............................................................................................................................7
BAB II KONSEP KEPERAWATAN.......................................................................................................10
A. Pengkajian Keperawatan............................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan..............................................................................................11
BAB III WEB OF CAUSATION (WOC)...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................19
2
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Trombosis vena dalam dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT) adalah sumbatan
pada vena dalam ekstremitas akibat sumbatan thrombus. Thrombosis vena dalam (Deep
Venous Thrombosis, DVT) masuk didalam golongan penyakit tromboemboli vena. Trombus
pada sistem vena dalam sebenarnya tidak berbahaya, dapat menjadi berbahaya bahkan dapat
menimbulkan kematian jika sebagian trombus terlepas, kemudian mengikuti aliran darah dan
menyumbat arteri di dalam paru (emboli paru). DVT merupakan kelainan kardiovaskuler
ketiga tersering setelah penyakit koroner arteri dan stroke. Angka kejadian DVT mendekati 1
per 1000 populasi setiap tahun. Faktor risiko DVT antara lain usia tua, imobilitas lama,
kortikosteroid).
B. Etiologi
Berdasarkan “Virchow’s Triad”, terdapat 3 faktor stimuli terbentuknya tromboemboli,
yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah, dan perubahan daya beku
3
darah. Selain faktor stimuli, terdapat faktor protektif yaitu inhibitor faktor koagulasi yang
telah aktif (contoh: antitrombin yang berikatan dengan heparan sulfat pada pembuluh darah
dan protein C yang teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi aktif, dan kompleks polimer fibrin
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis DVT tidak selalu jelas dan sama pada setiap orang. Keluhan utama
pasien DVT adalah tungkai bengkak dan nyeri. Trombosis dapat menjadi berbahaya apabila
meluas atau menyebar ke proksimal. DVT umumnya timbul karena faktor risiko tertentu,
tetapi dapat juga timbul tanpa etiologi yang jelas (idiopathic DVT). Keluhan dan gejala
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial
dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri
atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat. Nyeri akan berkurang
2. Pembengkakan
Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena proksimal dan peradangan
jaringan perivaskuler. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan, maka lokasi bengkak adalah di
bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
Pembengkakan bertambah jika berjalan dan akan berkurang jika istirahat dengan posisi
4
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis
vena dalam dibandingkan trombosis arteri, ditemukan hanya pada 17% - 20% kasus.
Kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu. Perubahan warna menjadi
pucat dan dingin pada perabaan merupakan tanda sumbatan vena besar bersamaan
D. Komplikasi
1. Pulmonary Embolism (PE)
bekuan darah yang berasal dari tempat lain. Tanda dan gejalanya tidak khas, seringkali
pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada saat menarik napas, batuk sampai hemoptoe,
kesadaran, hipotensi bahkan kematian. Standar baku penegakan diagnosis adalah dengan
2. Post-thrombotic syndrome
Post-thrombotic syndrome terjadi akibat inkompetensi katup vena yang terjadi pada
saat rekanalisasi lumen vena yang mengalami trombosis, atau karena sisa trombus dalam
lumen vena. Sindrom ini ditandai oleh bengkak dan nyeri berulang dan progresif, dapat
terjadi dalam 1 sampai 2 tahun setelah kejadian trombosis vena dalam, pada 50% pasien.
Pada beberapa pasien dapat terjadi ulserasi (venous ulcer), biasanya di daerah
perimaleolar tungkai. Ulserasi dapat diberi pelembap dan perawatan luka. Setelah ulkus
5
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
antitrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin. Pemeriksaan Ddimer dapat
dilakukan dengan ELISA atau latex agglutination assay. D-dimer <0,5 mg/mL dapat
menyingkirkan diagnosis DVT. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik, sehingga
hasil negatif sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai positif tidak spesifik
untuk DVT, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT.
2. Radiologis
1. Venografi
sistem vena, akan terlihat gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke
tingkat keparahan bekuan darah serta menilai kondisi vena dalam. Venografi
menjadi gold standard diagnosis DVT. Namun, jarang digunakan karena invasif,
2. Flestimografi Impedans
6
Prinsip pemeriksaan ini adalah memantau perubahan volume darah tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk trombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan
Saat ini USG sering dipakai untuk mendiagnosis DVT karena non-invasif. USG
memiliki tingkat sensitivitas 97% dan spesifisitas 96% pada pasien yang dicurigai
daerah dan aliran darah vena lancar dengan yang tersumbat bekuan darah.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi, namun belum luas
deteksi langsung bekuan darah dalam vena. Pemeriksaan ini tidak menggunakan
F. Penatalaksanaan
Hanya dilakukan pada kasus yang diagnosisnya sudah jelas ditegakkan mengingat obat-
obatan dapat menimbulkan efek samping serius. Tujuan tatalaksana DVT fase akut adalah:
3. Melisis dan membuang bekuan darah serta mencegah disfungsi vena atau terjadinya
sindrom pasca-trombosis
Beberapa penanganan yang dapat dilakukan pada pasien DVT meliputi penanganan non
farmakologis dan farmakologis. Penanganan tersebut adalah sebagai berikut:
7
1. Non Farmakologis
Penatalaksanaan non-farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi morbiditas
pada serangan akut serta mengurangi insidens post trombosis syndrome yang biasanya
ditandai dengan nyeri, kaku, edema, parestesi, eritema, dan edema. Untuk mengurangi
keluhan dan gejala trombosis vena pasien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur
(bedrest), meninggikan posisi kaki, dan dipasang compression stocking dengan tekanan
kira-kira 40 mmHg. Meskipun stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti
pada bedrest, tujuan bedrest pada pasien DVT adalah untuk mencegah terjadinya emboli
dapat membuat bekuan (clot) terlepas dan “berjalan” ke paru. Penggunaan compression
stocking selama kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosis DVT
sebaiknya digunakan pada pasien dengan gejala berat dan orang-orang yang memiliki
2. Farmakologis
secara langsung dengan peningkatan produk plasmin melalui aktivasi plasminogen. Obat-
bekuan darah yang baru terbentuk dan mengembalikan patensi vena lebih cepat daripada
antikoagulan. Trombolitik dapat diberikan secara sistemik atau lokal dengan catheter-
Terapi trombolitik pada episode akut DVT dapat menurunkan risiko rekurensi dan
8
secara cepat tapi risiko perdarahan juga tinggi. Risiko perdarahan pada penggunaan
trombolitik lebih besar disbanding penggunaan heparin. Indikasi trombolisis antara lain
trombosis luas dengan risiko tinggi emboli paru, DVT proksimal, threatened limb
viability, ada predisposisi kelainan anatomi, kondisi fisiologis baik (usia 18-75 tahun),
harapan hidup lebih dari 6 bulan, onset gejala <14 hari, tidak ada kontraindikasi.
gastrointestinal, pembedahan, trauma), gagal hati atau gagal ginjal, keganasan (metastasis
otak), kehamilan, stroke iskemi dalam 2 bulan, hipertensi berat tidak terkontrol
3. Trombektomi
trombolitik atau trombolitik ataupun mechanical thrombectomy gagal, lesi tidak dapat
diakses oleh kateter, trombus sukar dipecah dan kontraindikasi antikoagulan.3 Setelah
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
b. Riwayat Penyakit Sekarang.
9
1) Deskripsi gejala dan lamanya.
2) Dampak gejala terhadap aktifitas harian.
3) Respon terhadap pengobatan sebelumnya.
4) Riwayat trauma.
c. Data fokus terkait perubahan pola fungsi dan pemeriksaan fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fsik merupakan hal yang sangat penting dalam
pendekatanpasien dengan kecurigaan mengalami DVT. Keluhan utama DVT biasanya
adalah kakibengkak dan nyeri. Pada pemeriksaan fsik tanda-tanda klasik seperti edema
kakiunilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfsial teraba, dan Homans
signpositif tidak selalu ditemukan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
D-dimer dan penurunan Antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer merupakan
indikator adanya trombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak
terlalu bermaknauntuk mendiagnosis adanya DVT, tetapi membantu menentukan
faktor resiko.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Nyeri akut/ kronik berhubungan dengan iskemia
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Nyeri akut
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nyeri
diharapkan : 1) Melakukan pengkajian komprehensif yang meliputi
a. Kontrol nyeri karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
1. Mengenali kapan nyeri terjadi faktor pencetus
2. Menggambarkan kapan terjadi nyeri 2) Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai nyeri
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa 3) Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
analgesic nyeri
4. Melaporkan gejalah nyeri yang tidak terkontrol pada 4) Membantu klien mengenali penyebab nyeri
professional kesehatan 5) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol nyeri
6. Mengenali apa yang terkait dengan gejalah nyeri 6) Kolaborasi pemberian analgesik
b. Tingkat nyeri 7) Bantu klien mendapatkan posisi nyaman
1. Tidak ada nyeri yang di laporkan 8) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyei yang
2. Panjang episode nyeri dipakain selama pengkajian nyeri dilakukan
3. Ekspresi wajah baik Pengaturan posisi
4. Tidak mengerang dan menangis 1) Imobilisasi atau topang bagian tubuh yang terganggu dengan
5. Tidak ada keringat yang berlebihan tepat
6. Tidak ada mual 2) Jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang terganggu
7. Tidak kehilangan nafsu makan 3) Pertahankan posisi yang tepat saat mengatur posisi pasien
8. TTV dalam batas normal 4) Pertahankan kesejajaran tubuh yang tepat
5) Minimalkan pergerakan secara tiba-tiba untuk mencegah
timbulnya nyeri. Lakukan perubahan posisi secara perlahan
dan evaluasi respon pasien ketikan melakukan pengaturan
posisi.
11
Diagnosa : Kerusakan integritas kulit
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Pengecekan Kulit
hambatan mobilitas fisik pasien berkurang dengan kriteria 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
hasil: kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase.
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
Integritas jaringan: Kulit dan Membran Mukosa:
dan ulserasi pada ekstremitas.
1. suhu kulit tidak terganggu
3. Periksa kondisi luka operasi, dengan tepat.
2. sensasi tidak terganggu
4. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang
3. elastisitas tidak terganggu
berisiko mengalami kerusakan kulit (misalnya, skala
4. hidrasi tidak terganggu
braden)
5. keringat tidak terganggu
5. Monitor warna dan suhu kulit.
6. tekstur tidak terganggu
6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan
7. ketebalan tidak terganggu
warna, memar, dan pecah.
8. perfusi jaringan tidak terganggu
7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet.
9. pertumbuhan rambut pada kulit tidak terganggu
8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
10. integritas kulit tidak terganggu
kelembaban.
11. pigmentasi upnormal tidak terganggu
9. Monitor sumber tekanan dan gesekan.
12. lesi pada kulit tidak terganggu
10. Monitor infeksi, terutama di daerah edema.
13. lesi mukosa membrane tidak terganggu
11. Periksa pakaian yang terlalu ketat.
14. jaringan parut tidak terganggu
12. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa.
15. eritema tidak terganggu
13. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih
16. nekrosis tidak terganggu
lanjut (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
17. pengelupasan kulit tidak terganggu
14. Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-
tanda kerusakan kulit, dengan tepat.
12
6. Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan.
7. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur pasien.
8. Gunakan alat di tempat tidur yang melindungi pasien.
9. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya footdrop.
10. Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara yang tepat.
11. Letakkan alat untuk memposisikan tempat tidur dalam
jangkauan yang mudah.
12. Letakkan lampu panggilan berada dalam jangkauan pasien.
13. Letakkan meja di samping tempat tidur berada dalam
jangkauan pasien.
14. Tempelkan trapeze [segi tiga] di tempat tidur, dengan cara
yang tepat.
15. Balikkan pasien, sesuai kondisi kulit.
16. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak
setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik.
17. Monitor kondisi kulit pasien.
18. Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang tepat.
19. Fasilitasi penggiliran kecil dari berat badan.
20. Bantu menjaga kebersihan (misalnya, dengan menggunakan
deodorant atau parfum)
21. Aplikasikan aktifitas sehari-hari.
22. Berikan stoking antiemboli
23. Monitor komplikasi dari tirah baring (misalnya, kehilangan
tonus otot, nyeri punggung, konstipasi, peningkatan stress,
depresi, kebingungan, perubahan siklus tidur, infeksi saluran
kemih, kesulitan dalam berkemih, pneumonia).
13
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea Monitor vital sign
3. Terbebas dari distensi vena jugularis Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, edema, distensi vena leher, asites)
output jantung dan vital sign DBN Kaji lokasi dan luas edema
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung Monitor masukan makanan / cairan
Monitor status nutrisi
Berikan diuretik sesuai interuksi
Kolaborasi pemberian obat
Monitor berat badan
Monitor elektrolit
Monitor tanda dan gejala dari edema
14
1. Kaji tingkat kemampuan pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri (kebersihan)
2. Ajarkan kepada keluarga langkah memandikan klien di
tempat tidur dengan baik dan benar
3. Berikan kesempatan bagi pasien dan keluarga untuk
bertanya
15
k. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk menggunakan
teknik farmakologi jika memungkinkan
l. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri selama
pengkajian nyeri dilakukan
m. Mulai modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan
respon klien
n. Informasikan dengan tim kesehatan lain dan keluarga tentang
strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan untuk
mendorong preventif terkait dengan manajemen nyeri
Manajemen lingkungan
a. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
c. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
d. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan seperti
balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang tertekan,
sprei kusut, maupun lingkungan yang mengganggu
e. Sesuaikan suhu lingkungan yang dapat meningkatkan
kenyamanan bagi individu
f. Sesuaikan pencahayaan sesuai kebutuhan klien
g. Berikan klien posisi yang nyaman
Diagnosa : Konstipasi
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diperoleh Manajemen konstipasi
kriteria hasil : a. monitor tanda dan gejala konstipasi
b. monitor bising usus
Eliminasi Usus c. konsultasikan dengan dokter mengenai peningkatan atau
a. Klien melaporkan pola eliminasi tidak terganggu penurunan bising usus
16
b. Klien melaporkan warna feses tidak terganggu d. identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan konstipasi
c. Klien melaporkan lemak dalam feses tidak ada e. dukung peningkatan asupan cairan jika tidak ada kontra
d. Klien melaporkan darah dan mukus dalam feses tidak ada indikasi
f. instruksikan pasien atau keluarga memonitor warna, volume,
Perawatan ostomi sendiri frekuensi, dan konsistensi dari feses
a. klien mampu menjaga perawatan kulit disekitar ostomi g. instruksikan pada pasien dan keluarga untuk diet tinggi serat
b. klien mampu mengosongkan kantong stoma dengan cara yang tepat
c. klien mampu menganti kantung stoma
d. klien memonitor komplikasi yang berhubungan dengan Manajemen saluran cerna
stoma a. catat tanggal BAB terakhir
e. klien mampu memonitor jumlah dan konsistensi feses b. catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin,
dan penggunaan laksatif
c. ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung keteraturan aktivitas usus
d. anjurkan pasien dan keluarga untuk memonitor jumlah,
warna, dan konsistensi dari feses
17
normal koelsterol, albumin, dan lain-lain
k. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi
seperti ketersediaan dan kemudahan memperoleh makanan
l. tentukan rekomendasi pemberian nutrisi berdasaran
karakteristik klien
18
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Moll, S., & Waldron, B. (2014). Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism. Www.
Clotconnect.Org.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Prichayudh, S., Tumkosit, M., Sriussadaporn, S., Samorn, P., Pak-art, RattapleeSriussadaporn, S.,
& Kritayakirana, K. (2015). Incidence and Associated Factors of Deep Vein Thrombosis in
Thai Surgical ICU Patients without Chemoprophylaxis : One Year Study. Bangkok: J Med
Assoc Thai.
Vascular Disease Foundation. (2012). Deep Vein Thrombosis ( DVT ) What is Deep Vein
Thrombosis ( DVT )? Common Signs and Symptoms of PE Most common Signs and
Symptoms of DVT. Vascular Disease Foundation. Retrieved from www.vasculardisease.org
Jayanegara, Andi Putra. (2016). Diagnosa dan Tatalaksana Deep Vein Thrombosis. Journal CDK-
244/vol.43 no.9.
19
20