Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DEEP VEIN THROMBOSIS


RUANG PERAWATAN PUSAT JANTUNG TERPADU
DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2018

Nama Mahasiswa : Ika Julianty. A


Nim : R014172016

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I KONSEP MEDIS..........................................................................................................................3
A. Definisi............................................................................................................................................3
B. Etiologi............................................................................................................................................4
C. Manifestasi Klinik..........................................................................................................................4
D. Komplikasi.....................................................................................................................................5
E. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................6
F. Penatalaksanaan............................................................................................................................7
BAB II KONSEP KEPERAWATAN.......................................................................................................10
A. Pengkajian Keperawatan............................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan..............................................................................................11
BAB III WEB OF CAUSATION (WOC)...............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................19

2
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Trombosis vena dalam dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT) adalah sumbatan

pada vena dalam ekstremitas akibat sumbatan thrombus. Thrombosis vena dalam (Deep

Venous Thrombosis, DVT) masuk didalam golongan penyakit tromboemboli vena. Trombus

pada sistem vena dalam sebenarnya tidak berbahaya, dapat menjadi berbahaya bahkan dapat

menimbulkan kematian jika sebagian trombus terlepas, kemudian mengikuti aliran darah dan

menyumbat arteri di dalam paru (emboli paru). DVT merupakan kelainan kardiovaskuler

ketiga tersering setelah penyakit koroner arteri dan stroke. Angka kejadian DVT mendekati 1

per 1000 populasi setiap tahun. Faktor risiko DVT antara lain usia tua, imobilitas lama,

trauma, hiperkoagulabilitas, obesitas, kehamilan, dan obat-obatan (kontrasepsi hormonal,

kortikosteroid).

B. Etiologi
Berdasarkan “Virchow’s Triad”, terdapat 3 faktor stimuli terbentuknya tromboemboli,

yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah, dan perubahan daya beku

3
darah. Selain faktor stimuli, terdapat faktor protektif yaitu inhibitor faktor koagulasi yang

telah aktif (contoh: antitrombin yang berikatan dengan heparan sulfat pada pembuluh darah

dan protein C yang teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi aktif, dan kompleks polimer fibrin

oleh fagosit mononuklear dan hepar, serta enzim fibrinolisis.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis DVT tidak selalu jelas dan sama pada setiap orang. Keluhan utama

pasien DVT adalah tungkai bengkak dan nyeri. Trombosis dapat menjadi berbahaya apabila

meluas atau menyebar ke proksimal. DVT umumnya timbul karena faktor risiko tertentu,

tetapi dapat juga timbul tanpa etiologi yang jelas (idiopathic DVT). Keluhan dan gejala

trombosis vena dalam dapat berupa:

1. Nyeri

Intensitas nyeri tidak tergantung besar dan luas trombosis. Trombosis vena di

daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial

dan anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri

atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang ringan sampai hebat. Nyeri akan berkurang

jika penderita berbaring, terutama jika posisi tungkai ditinggikan.

2. Pembengkakan

Timbulnya edema dapat disebabkan oleh sumbatan vena proksimal dan peradangan

jaringan perivaskuler. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan, maka lokasi bengkak adalah di

bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan

perivaskuler, bengkak timbul di daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri.

Pembengkakan bertambah jika berjalan dan akan berkurang jika istirahat dengan posisi

kaki agak ditinggikan.

3. Perubahan warna kulit

4
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis

vena dalam dibandingkan trombosis arteri, ditemukan hanya pada 17% - 20% kasus.

Kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu. Perubahan warna menjadi

pucat dan dingin pada perabaan merupakan tanda sumbatan vena besar bersamaan

dengan spasme arteri,disebut flegmasia alba dolens.

D. Komplikasi
1. Pulmonary Embolism (PE)

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis atau percabangannya akibat

bekuan darah yang berasal dari tempat lain. Tanda dan gejalanya tidak khas, seringkali

pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada saat menarik napas, batuk sampai hemoptoe,

palpitasi, penurunan saturasi oksigen. Kasus berat dapat mengalami penurunan

kesadaran, hipotensi bahkan kematian. Standar baku penegakan diagnosis adalah dengan

angiografi, namun invasif dan membutuhkan tenaga ahli. Dengan demikian,

dikembangkan metode diagnosis klinis, pemeriksaanD-Dimer dan CT angiografi.

2. Post-thrombotic syndrome

Post-thrombotic syndrome terjadi akibat inkompetensi katup vena yang terjadi pada

saat rekanalisasi lumen vena yang mengalami trombosis, atau karena sisa trombus dalam

lumen vena. Sindrom ini ditandai oleh bengkak dan nyeri berulang dan progresif, dapat

terjadi dalam 1 sampai 2 tahun setelah kejadian trombosis vena dalam, pada 50% pasien.

Pada beberapa pasien dapat terjadi ulserasi (venous ulcer), biasanya di daerah

perimaleolar tungkai. Ulserasi dapat diberi pelembap dan perawatan luka. Setelah ulkus

sembuh pasien harus menggunakan compressible stocking untuk mencegah berulangnya

post thrombotic syndrome. Penggunaan compressible stocking dapat dilanjutkan selama

pasien mendapatkan manfaat tetapi harus diperiksa berkala.

5
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendapatkan peningkatan kadar D-dimer dan penurunan

antitrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin. Pemeriksaan Ddimer dapat

dilakukan dengan ELISA atau latex agglutination assay. D-dimer <0,5 mg/mL dapat

menyingkirkan diagnosis DVT. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik, sehingga

hasil negatif sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai positif tidak spesifik

untuk DVT, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT.

2. Radiologis

Pemeriksaan radiologis penting untuk mendiagnosis DVT. Beberapa jenis pemeriksaan

radiologis yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis DVT, yaitu:

1. Venografi

Disebut juga sebagai plebografi, ascending contrast phlebography atau contrast

venography. Prinsip pemeriksaannya adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam

sistem vena, akan terlihat gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke

proksimal vena iliaca. Venografi dapat mengidentifikasi lokasi, penyebaran, dan

tingkat keparahan bekuan darah serta menilai kondisi vena dalam. Venografi

digunakan pada kecurigaan kasus DVT yang gagal diidentifikasi menggunakan

pemeriksaan non-invasif. Venografi adalah pemeriksaan paling akurat untuk

mendiagnosis DVT. Sensitivitas dan spesifisitasnya mendekati 100%, sehingga

menjadi gold standard diagnosis DVT. Namun, jarang digunakan karena invasif,

menyakitkan, mahal, paparan radiasi, dan risiko berbagai komplikasi.

2. Flestimografi Impedans

6
Prinsip pemeriksaan ini adalah memantau perubahan volume darah tungkai.

Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk trombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan

vena di daerah betis.

3. Ultrasonografi (USG) Doppler

Saat ini USG sering dipakai untuk mendiagnosis DVT karena non-invasif. USG

memiliki tingkat sensitivitas 97% dan spesifisitas 96% pada pasien yang dicurigai

menderita DVT simptomatis dan terletak di daerah proksimal.

4. Magnetic Resonance Venography

Prinsip pemeriksaan ini adalah membandingkan resonansi magnetik antara

daerah dan aliran darah vena lancar dengan yang tersumbat bekuan darah.

Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi, namun belum luas

digunakan. Saat ini sedang dikembangkan pemeriksaan resonansi magnetik untuk

deteksi langsung bekuan darah dalam vena. Pemeriksaan ini tidak menggunakan

kontras, hanya memanfaatkan kandungan methemoglobin bekuan darah.

F. Penatalaksanaan
Hanya dilakukan pada kasus yang diagnosisnya sudah jelas ditegakkan mengingat obat-

obatan dapat menimbulkan efek samping serius. Tujuan tatalaksana DVT fase akut adalah:

1. Menghentikan bertambahnya trombus

2. Membatasi bengkak tungkai yang progresif

3. Melisis dan membuang bekuan darah serta mencegah disfungsi vena atau terjadinya

sindrom pasca-trombosis

4. Mencegah terjadinya emboli

Beberapa penanganan yang dapat dilakukan pada pasien DVT meliputi penanganan non
farmakologis dan farmakologis. Penanganan tersebut adalah sebagai berikut:

7
1. Non Farmakologis
Penatalaksanaan non-farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi morbiditas

pada serangan akut serta mengurangi insidens post trombosis syndrome yang biasanya

ditandai dengan nyeri, kaku, edema, parestesi, eritema, dan edema. Untuk mengurangi

keluhan dan gejala trombosis vena pasien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur

(bedrest), meninggikan posisi kaki, dan dipasang compression stocking dengan tekanan

kira-kira 40 mmHg. Meskipun stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti

pada bedrest, tujuan bedrest pada pasien DVT adalah untuk mencegah terjadinya emboli

pulmonal. Prinsipnya sederhana, pergerakan berlebihan tungkai yang mengalami DVT

dapat membuat bekuan (clot) terlepas dan “berjalan” ke paru. Penggunaan compression

stocking selama kurang lebih 2 tahun dimulai 2-3 minggu ketika diagnosis DVT

ditegakkan dapat menurunkan risiko post trombosis syndrome. Compression stockings

sebaiknya digunakan pada pasien dengan gejala berat dan orang-orang yang memiliki

fungsi vena yang buruk.

2. Farmakologis

Tidak seperti antikoagulan, obat-obat trombolitik menyebabkan lisisnya trombus

secara langsung dengan peningkatan produk plasmin melalui aktivasi plasminogen. Obat-

obat trombolitik yang direkomendasikan FDA meliputi streptokinase, recombinant tissue

plasminogen activator (rt-PA), dan urokinase. Terapi trombolitik bertujuan memecah

bekuan darah yang baru terbentuk dan mengembalikan patensi vena lebih cepat daripada

antikoagulan. Trombolitik dapat diberikan secara sistemik atau lokal dengan catheter-

directed thrombolysis (CDT).

Terapi trombolitik pada episode akut DVT dapat menurunkan risiko rekurensi dan

postthrombotic syndrome (PTS). Trombolitik sistemik dapat menghancurkan bekuan

8
secara cepat tapi risiko perdarahan juga tinggi. Risiko perdarahan pada penggunaan

trombolitik lebih besar disbanding penggunaan heparin. Indikasi trombolisis antara lain

trombosis luas dengan risiko tinggi emboli paru, DVT proksimal, threatened limb

viability, ada predisposisi kelainan anatomi, kondisi fisiologis baik (usia 18-75 tahun),

harapan hidup lebih dari 6 bulan, onset gejala <14 hari, tidak ada kontraindikasi.

Kontraindikasi trombolisis antara lain bleeding diathesis/ trombositopeni, risiko

perdarahan spesifik organ (infark miokard akut, trauma serebrovaskuler, perdarahan

gastrointestinal, pembedahan, trauma), gagal hati atau gagal ginjal, keganasan (metastasis

otak), kehamilan, stroke iskemi dalam 2 bulan, hipertensi berat tidak terkontrol

(SBP>180 mmHg, DBP>110 mmHg).

3. Trombektomi

Terapi open surgical thrombectomy direkomendasikan untuk DVT yang memiliki

kriteria di antaranya adalah DVT iliofemoral akut, tetapi terdapat kontraindikasi

trombolitik atau trombolitik ataupun mechanical thrombectomy gagal, lesi tidak dapat

diakses oleh kateter, trombus sukar dipecah dan kontraindikasi antikoagulan.3 Setelah

tindakan pembedahan, heparin diberikan selama 5 hari, pemberian warfarin harus

dimulai 1 hari setelah operasi dan dilanjutkan selama 6 bulan sesudahnya.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
b. Riwayat Penyakit Sekarang.

9
1) Deskripsi gejala dan lamanya.
2) Dampak gejala terhadap aktifitas harian.
3) Respon terhadap pengobatan sebelumnya.
4) Riwayat trauma.
c. Data fokus terkait perubahan pola fungsi dan pemeriksaan fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fsik merupakan hal yang sangat penting dalam
pendekatanpasien dengan kecurigaan mengalami DVT. Keluhan utama DVT biasanya
adalah kakibengkak dan nyeri. Pada pemeriksaan fsik tanda-tanda klasik seperti edema
kakiunilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfsial teraba, dan Homans
signpositif tidak selalu ditemukan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
D-dimer dan penurunan Antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer merupakan
indikator adanya trombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak
terlalu bermaknauntuk mendiagnosis adanya DVT, tetapi membantu menentukan
faktor resiko.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman & Kamitsuru,
2015) adalah :
1. Nyeri akut/ kronik berhubungan dengan iskemia
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Nyeri akut
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen Nyeri
diharapkan : 1) Melakukan pengkajian komprehensif yang meliputi
a. Kontrol nyeri karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
1. Mengenali kapan nyeri terjadi faktor pencetus
2. Menggambarkan kapan terjadi nyeri 2) Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai nyeri
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa 3) Menggali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
analgesic nyeri
4. Melaporkan gejalah nyeri yang tidak terkontrol pada 4) Membantu klien mengenali penyebab nyeri
professional kesehatan 5) Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol nyeri
6. Mengenali apa yang terkait dengan gejalah nyeri 6) Kolaborasi pemberian analgesik
b. Tingkat nyeri 7) Bantu klien mendapatkan posisi nyaman
1. Tidak ada nyeri yang di laporkan 8) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyei yang
2. Panjang episode nyeri dipakain selama pengkajian nyeri dilakukan
3. Ekspresi wajah baik Pengaturan posisi
4. Tidak mengerang dan menangis 1) Imobilisasi atau topang bagian tubuh yang terganggu dengan
5. Tidak ada keringat yang berlebihan tepat
6. Tidak ada mual 2) Jangan berikan tekanan pada bagian tubuh yang terganggu
7. Tidak kehilangan nafsu makan 3) Pertahankan posisi yang tepat saat mengatur posisi pasien
8. TTV dalam batas normal 4) Pertahankan kesejajaran tubuh yang tepat
5) Minimalkan pergerakan secara tiba-tiba untuk mencegah
timbulnya nyeri. Lakukan perubahan posisi secara perlahan
dan evaluasi respon pasien ketikan melakukan pengaturan
posisi.

11
Diagnosa : Kerusakan integritas kulit
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam, Pengecekan Kulit
hambatan mobilitas fisik pasien berkurang dengan kriteria 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
hasil: kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase.
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
Integritas jaringan: Kulit dan Membran Mukosa:
dan ulserasi pada ekstremitas.
1. suhu kulit tidak terganggu
3. Periksa kondisi luka operasi, dengan tepat.
2. sensasi tidak terganggu
4. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang
3. elastisitas tidak terganggu
berisiko mengalami kerusakan kulit (misalnya, skala
4. hidrasi tidak terganggu
braden)
5. keringat tidak terganggu
5. Monitor warna dan suhu kulit.
6. tekstur tidak terganggu
6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan
7. ketebalan tidak terganggu
warna, memar, dan pecah.
8. perfusi jaringan tidak terganggu
7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet.
9. pertumbuhan rambut pada kulit tidak terganggu
8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
10. integritas kulit tidak terganggu
kelembaban.
11. pigmentasi upnormal tidak terganggu
9. Monitor sumber tekanan dan gesekan.
12. lesi pada kulit tidak terganggu
10. Monitor infeksi, terutama di daerah edema.
13. lesi mukosa membrane tidak terganggu
11. Periksa pakaian yang terlalu ketat.
14. jaringan parut tidak terganggu
12. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa.
15. eritema tidak terganggu
13. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih
16. nekrosis tidak terganggu
lanjut (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
17. pengelupasan kulit tidak terganggu
14. Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-
tanda kerusakan kulit, dengan tepat.

Perawatan Tirah Baring


1. Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
3. Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara yang
tepat.
4. posisikan sesuai body alignment yang tepat.
5. Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya
kasar.

12
6. Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan.
7. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur pasien.
8. Gunakan alat di tempat tidur yang melindungi pasien.
9. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya footdrop.
10. Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara yang tepat.
11. Letakkan alat untuk memposisikan tempat tidur dalam
jangkauan yang mudah.
12. Letakkan lampu panggilan berada dalam jangkauan pasien.
13. Letakkan meja di samping tempat tidur berada dalam
jangkauan pasien.
14. Tempelkan trapeze [segi tiga] di tempat tidur, dengan cara
yang tepat.
15. Balikkan pasien, sesuai kondisi kulit.
16. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak
setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik.
17. Monitor kondisi kulit pasien.
18. Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang tepat.
19. Fasilitasi penggiliran kecil dari berat badan.
20. Bantu menjaga kebersihan (misalnya, dengan menggunakan
deodorant atau parfum)
21. Aplikasikan aktifitas sehari-hari.
22. Berikan stoking antiemboli
23. Monitor komplikasi dari tirah baring (misalnya, kehilangan
tonus otot, nyeri punggung, konstipasi, peningkatan stress,
depresi, kebingungan, perubahan siklus tidur, infeksi saluran
kemih, kesulitan dalam berkemih, pneumonia).

Diagnosa : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi


NOC NIC
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam ansietas teratasi  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan kriteria hasil:  Pasang urin kateter jika diperlukan
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

13
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea  Monitor vital sign
3. Terbebas dari distensi vena jugularis  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, edema, distensi vena leher, asites)
output jantung dan vital sign DBN  Kaji lokasi dan luas edema
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung  Monitor masukan makanan / cairan
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Kolaborasi pemberian obat
 Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala dari edema

Dianosa : Defisit perawatan diri


NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam Memandikan Pasien
perawatan diri pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil: 1. Mandikan pasien di tempat tidur dengan cara yang tepat
dan sesuai
Perawatan diri: kebersihan meningkat yang ditandai dengan: 2. Bersihkan kulit pasien mulai dari ekstremitas atas ke
1. Mencuci tangan bawah, dari area proksimal ke distal dengan menggunakan
2. Mengeramas rambut waslap dan air bersih yang mempunyai suhu yang nyaman
3. Memperhatikan kuku jari tangan dan kuku 3. Bantu dalam hal mengeramas rambut sesuai dengan
jari kaki kebutuhan pasien
4. Mempertahankan kebersihan tubuh 4. Perhatikan dan jaga kebersihan kuku jari tangan dan jari
kaki
5. Monitor kondisi kulit saat memandikan pasien
6. Edukasi keluarga pasien tentang tujuan dan teknik
memandikan agar keluarga mampu melakukan perawatan
secara mandiri

Pengajaran: individu dan keluarga

14
1. Kaji tingkat kemampuan pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri (kebersihan)
2. Ajarkan kepada keluarga langkah memandikan klien di
tempat tidur dengan baik dan benar
3. Berikan kesempatan bagi pasien dan keluarga untuk
bertanya

Diagnosa: Gangguan pola tidur


NOC NIC
Setelah perawatan selama 2x24 jam, diagnosa dapat teratasi Manajemen Nyeri
dengan kriteria: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Observasi adanya petunjuk nonverbal terkait nyeri maupun
Tidur ketidaknyamanan terutama pada pasien yang tidak dapat
a. Klien melaporkan jam tidur tidak terganggu berbicara
b. Jam tidur yang diobservasi tidak terganggu c. Gunakan strategi komunkasi terapeutik untuk mengetahui
c. Klien melaporkan pola tidur tidak terganggu pengalaman klien terkait nyeri dan penerimaan klien terhadap
d. Klien melaporkan kualitas tidur baik nyeri
e. Klien melaporkan merasa segar setelah tidur d. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat memperberat
f. Klien melaporkan tidak kesulitan memulai tidur maupun mengurang nyeri
e. Evaluasi bersama klien efektifitas tindakan pengurangan nyeri
yang pernah dilakukan sebelumnya jika ada
f. Kendalikan faktor lingkunan yang dapat mempengaruhi nyeri
dan ketidaknyamanan
g. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam seperti
farmakologis dan non farmakolois untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
h. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi
penurunan nyeri sesuai dengan kebutuhan
i. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
j. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis seperti relaksasi
nafas dalam, aplikasi panas/dingin dan pijatan jika
memungkinkan.

15
k. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk menggunakan
teknik farmakologi jika memungkinkan
l. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri selama
pengkajian nyeri dilakukan
m. Mulai modifikasi tindakan pengontrolan nyeri berdasarkan
respon klien
n. Informasikan dengan tim kesehatan lain dan keluarga tentang
strategi nonfarmakologi yang sedang digunakan untuk
mendorong preventif terkait dengan manajemen nyeri

Manajemen lingkungan
a. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
c. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
d. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan seperti
balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang tertekan,
sprei kusut, maupun lingkungan yang mengganggu
e. Sesuaikan suhu lingkungan yang dapat meningkatkan
kenyamanan bagi individu
f. Sesuaikan pencahayaan sesuai kebutuhan klien
g. Berikan klien posisi yang nyaman

Diagnosa : Konstipasi
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diperoleh Manajemen konstipasi
kriteria hasil : a. monitor tanda dan gejala konstipasi
b. monitor bising usus
Eliminasi Usus c. konsultasikan dengan dokter mengenai peningkatan atau
a. Klien melaporkan pola eliminasi tidak terganggu penurunan bising usus

16
b. Klien melaporkan warna feses tidak terganggu d. identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan konstipasi
c. Klien melaporkan lemak dalam feses tidak ada e. dukung peningkatan asupan cairan jika tidak ada kontra
d. Klien melaporkan darah dan mukus dalam feses tidak ada indikasi
f. instruksikan pasien atau keluarga memonitor warna, volume,
Perawatan ostomi sendiri frekuensi, dan konsistensi dari feses
a. klien mampu menjaga perawatan kulit disekitar ostomi g. instruksikan pada pasien dan keluarga untuk diet tinggi serat
b. klien mampu mengosongkan kantong stoma dengan cara yang tepat
c. klien mampu menganti kantung stoma
d. klien memonitor komplikasi yang berhubungan dengan Manajemen saluran cerna
stoma a. catat tanggal BAB terakhir
e. klien mampu memonitor jumlah dan konsistensi feses b. catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin,
dan penggunaan laksatif
c. ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung keteraturan aktivitas usus
d. anjurkan pasien dan keluarga untuk memonitor jumlah,
warna, dan konsistensi dari feses

Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


NOC NIC
Setelah perawatan selama 3x24 jam, diagnosa dapat teratasi Monitor nutrisi
dengan kriteria: a. Timbang berat badan pasien
b. Lakukan pengukuran antropometrik pada komposisi tubuh
Status nutrisi (asupan makanan dan cairan) seperti IMT
a. Asupan makanan secara oral menjadi adekuat. c. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
b. Asupan cairan secara oral menjadi adekuat d. Monitor turgor kulit dan mobilitas
c. Asupan cairan intravena menjadi adekuat e. Monitor adanya mual muntah
d. Asupan cairan parenteral menjadi adekuat f. Identifikasi abnormalitas eliminasi bowel
g. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir
Status Nutrisi ini
a. Asupan makanan tidak menyimpan dari rentang normal h. Lakukan evaluasi kemampuan menelan
b. Asupan cairan tidak menyimpang dari rentang normal i. Identifikasi adanya ketidaknormalan dalam rongga mulut
c. Rasio berat badan tidak menyimpang dari rentang j. Lakukan pemeriksaan laboratorium dan monitor hasil

17
normal koelsterol, albumin, dan lain-lain
k. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi
seperti ketersediaan dan kemudahan memperoleh makanan
l. tentukan rekomendasi pemberian nutrisi berdasaran
karakteristik klien

Diagnosa: Risiko jatuh


NOC NIC
Selama dilakukan perawatan, diharapkan risiko jatuh tidak a. Mengkaji riwayat jatuh klien
terjadi ,dengan kriteria : b. Identifikasi perilaku dan faktor resiko yang dapat
menyebabkan klien jatuh
a. Klien tidak jatuh saat berjalan c. Bantu ambulasi klien
b. Klien tidak jatuh dari tempat tidur d. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi
c. Klien tidak jatuh saat duduk klien
d. Klien tidak jatuh saat dipindahkan e. Monitor kemampuan klien untuk berpindah
f. Intruksikan klien untuk meminta bantuan jika memiliki
kesulitan dalam berpindah
g. Berikan penanda resiko jatuh pada gelang dan tempat tidur
pasien
h. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien

18
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Moll, S., & Waldron, B. (2014). Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism. Www.
Clotconnect.Org.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Prichayudh, S., Tumkosit, M., Sriussadaporn, S., Samorn, P., Pak-art, RattapleeSriussadaporn, S.,
& Kritayakirana, K. (2015). Incidence and Associated Factors of Deep Vein Thrombosis in
Thai Surgical ICU Patients without Chemoprophylaxis : One Year Study. Bangkok: J Med
Assoc Thai.

Vascular Disease Foundation. (2012). Deep Vein Thrombosis ( DVT ) What is Deep Vein
Thrombosis ( DVT )? Common Signs and Symptoms of PE Most common Signs and
Symptoms of DVT. Vascular Disease Foundation. Retrieved from www.vasculardisease.org

Jayanegara, Andi Putra. (2016). Diagnosa dan Tatalaksana Deep Vein Thrombosis. Journal CDK-
244/vol.43 no.9.

19
20

Anda mungkin juga menyukai