Anda di halaman 1dari 10

MODUL SKILL LAB

RUMPLE LEEDE TEST DAN APUSAN DARAH TEPI

Oleh :

Aminatul Fitri, S.Kep., M.KL

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2022
Kasus :

Seorang wanita usia 25 tahun datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu,
badan terasa lemah, pandangan buram, kepala pusing, mual dan muntah, tidak ada nafsu makan
dan nyeri sendi serta batuk kering. Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, tampak lemah
dan berdiri sempoyongan serta bibir kering. Tanda vital didapatkan TD: 90/60 mmHg , frekuensi
nadi: 108 x permenit, frekuensi nafas: 22 x permenit, suhu: 38,9 oC.

Pertanyaan :

Apakah pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang perlu dilakukan pada kasus tersebut di atas?

Rumple Leede Test (Uji Tourniquet)

A. Pendahuluan

Pemeriksaan penunjang sangat penting dalam menentukan diagnosa medis. Pada pasien
dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD) dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu
Rumple leede test atau uji tourniquet dan pemeriksaan darah lengkap (apusan darah tepi).
Rumple leede test atau terkadang disebut uji tourniquet adalah pemeriksaan klinis
sederhana yang direkomendasikan WHO dalam skrining awal pasien probable dengue.
Rumple leede test merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan
sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam
diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku (Depkes, 2006).
Petechiae mungkin terlihat pada pasien-pasien dengan jumlah platelet yang sangat
rendah. Petechiae terjadi kerena perdarahan keluar dan pembuluh–pembuluh darah  yang 
kecil  sekali  di  bawah  kulit  atau  selaput  lendir, petechiae umumnya  tidak  jelas  dan
menyakitkan. (Arifin, 2012)

B. Prinsif
Prinsip yang digunakan dalam uji torniquet adalah dimana terhadap kapiler
diciptakan suasana anoksia dengan jalan membendung aliran darah vena. Anoksia merupakan
ketiadaan penyediaan oksigen ke jaringan meskipun perfusi darah ke jaringan adekuat.
Suasana anoksia dan penambahan tekanan internal akan memperlihatkan kemampuan
ketahanan kapiler. Jika ketahan kapiler turun akan timbul petechiae di kulit.

C. Indikasi
Indikasi Rumpel Leede test adalah untuk membantu menegakkan diagnosis infeksi
dengue secara klinis, terutama di layanan kesehatan dengan keterbatasan sarana dan
prasarana, misalnya yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium darah.
Pasien dengan hasil tes yang positif sebaiknya segera dirujuk ke Rumah Sakit untuk
pemeriksaan lanjutan. Namun, hasil tes yang negatif tidak lantas menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi dengue.

D. Komplikasi
Tidak ada komplikasi dari pemeriksaan rumple leede test dan pemeriksaan aman, mudah
dilakukan. Terdapat laporan kasus hasil Rumple leede test positif pada pasien
dengan penyakit Hipertensi dan Diabettes Mellitus.
Pemeriksaan ini memiliki nilai prediksi positif yang tinggi dan nilai prediksi negatif yang
rendah untuk diagnosis Demam Dengue sehingga sebaiknya tetap dilanjutkan dengan
pemeriksaan serologi.

E. Alat dan Bahan


1. Tensimeter
Manset yang tidak bocor dengan ukuran yang sesuai dengan lengan pasien. Ukuran manset
harus dapat menutupi 2/3 lengan pasien.

2. Stetoskop

3. Jam

4. Penggaris dan spidol untuk memberi tanda daerah penghitungan petechiae yang timbul

D. Persiapan Pasien
Posisi pasien pada saat pemeriksaan harus tenang dan boleh berbaring atapun duduk. Pasien
anak sebaiknya dalam keadaan rileks, tidak banyak bergerak dan tidak rewel atau menangis.
E. Prosedur Tindakan
1. Pastikan identitas pasien
2. Jelaskan prosedur dilakukan tindakan kepada pasien atau keluarga pasien
Sampaikan pada pasien bahwa akan diberikan tekanan pada lengannya selama 5 menit.
Penekanan ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi akan menghilang setelah
pemeriksaan selesai. 
3. Dekatkan alat-alat yang diperlukan
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
5. Lakukan pengukuran tekanan darah pasien dan dicatat serta hitung nilai tekanan sistolik
dan diastolik ditambahkan dan di bagi dengan dua. Misalnya jika tekanan darah 100/70
mmHg, maka (100+70) ÷ 2=85 mmHg. Pada pasien yang tidak terdengar jelas, tekanan
dapat diberikan sebesar 80 mmHg.
6. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah dengan radius 3 cm dan titik pusat
terletak 2 cm di bawah garis lipatan siku.
7. Pasang kembali manset dan berikan tekanan sesuai jumlah yang didapat dari
penghitungan, menggunakan manset alat pengukur tekanan darah selama 5 menit. Bila
pengukuran dihentikan sebelum 5 menit, misalnya karena dianggap terlalu lama atau
dihentikan karena anak rewel akibat kesakitan, hasil tes tidak dapat dijadikan acuan
karena dianggap tidak akurat
8. Manset kemudian dikempeskan kembali dan tunggu hasil pemeriksaan selama 2 menit.
Kemudian perhatikan ada tidaknya petechiae dalam lingkaran yang telah dibuat. Bila
jumlah petechiae e sudah dihitung sebelum 2 menit dikhawatirkan hasil pengukuran tidak
akurat

F. Nilai rujukan

Pemeriksaan dinyatakan positif bila jumlah petechiae ditemukan dalam area yang
dilingkari > 10 Petechiae, < 10 normal, sedangkan dinyatakan normal jika Petechiae < 10.
Apabila di dalam lingkaran tidak terdapat petechiae, tetapi terdapat > 10 Petechiae pada
distal yang lebih jauh maka hasil dikatakan positif.
Sebagian orang mungkin menunjukkan hasil positif tergantung pada tekstur, ketipisan,
dan suhu kulit, sehingga uji Tourniquet ini bukan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis DBD. Untuk memastikannya perlu dilakukan

pemeriksaan laboratoriuman lanjutan, seperti Anti-Dengue IgG dan IgM, serta hematologi
rutin.

REFERENSI :
1. CDC. Tourniquet Test. Available from :
https://www.cdc.gov/dengue/training/cme/ccm/Tourniquet%20Test_F.pd
2. Grande, AJ. Et al. Tourniquet Test for Dengue Diagnosis: Systematic Review and
Meta-analysis of Diagnostic Test Accuracy. PLoS Negl Trop Dis.
2016;10(8):e0004888. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4972435/pdf/pntd.0004888.pdf
3. Depkes,https://id.search.yahoo.com/search?
fr=mcafee&type=E211ID885G0&p=DEPKES+2006+TENTANG+RUMPLE+LEED
+TEST
4. Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue Penyakit dan Cara Pencegahan.
Yogyakarta: Kanisius
5. Jeon, YS et al. Rumpel-Leede phenomenon associated with noninvasive blood
pressure monitoring -A case report-.Korean J Anesthesiol. 2010 Sep;59(3):203-5.
Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20877706?dopt=Abstract
6. Mayxay, M et al. Predictive diagnostic value of the tourniquet test for the diagnosis of
dengue infection in adults. Tropical Medicine and International Health volume 16 no
1 pp 127–133 january 2011. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3073123/pdf/tmi0016-0127.pdf/?
tool=EB
7. Sutaryo. Beberapa Aspek Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue. Berita
Kedokteran Masyarakat. IV:1. 1988. Available from :
http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=683
8. WHO. Dengue Virus Infection Chapter 2 : Clinical Diagnosis. Available from :
https://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/012-23.pdf
9. WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: early recognition, diagnosis and hospital
management. 2006. Available from :
https://www.who.int/csr/don/archive/disease/dengue_fever/dengue.pdf
APUSAN DARAH TEPI

A. Pendahuluan
Pasien dengan hasil Rumple leede test positif ataupun hasilnya negatif namun dicurigai
menderita penyakit DBD, harus melakukan pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan
laboratorium darah lengkap atau dapat juga dengan apusan darah tepi untuk mengetahui
jumlah trombosit.
Apusan darah tepi meliputi pemeriksaan sel darah, yaitu: sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (lekosit) dan trombosit. Apusan darah tepi merupakan pemeriksaan medis yang
bersifat invasive. Pengambilan darah dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium lainnya, yaitu di area antebrachial atau dapat
juga pengambilan darah dilakukan pada ujung jari, sebaiknya dipilih jari tengah atau jari
manis. Pada pasien bayi, penusukan bisa dilakukan di tumit.
Apusan darah tepi merupakan pemeriksaan laboratorium yang menganalisis sel-sel darah
dengan menggunakan mikroskop, semisal bentuk, jumlah, ukuran, dan warna sel darah. Saat
ini terdapat banyak pemeriksaan penunjang modern, tetapi pemeriksaan apus darah tepi
masih dilakukan karena pemeriksaan ini tergolong sederhana, murah, dan praktis.

B. Indikasi
Indikasi pemeriksaan pada penyakit darah, seperti kelainan jumlah dan morfologi eritrosit
pada anemia aplastik, anemia defisiensi zat besi, anemia megaloblastic dan anemia sel sabit,
serta kelainan leukosit dan trombosit, misalnya pada kondisi leukopenia, limfositosis,
trombositopenia (tombosit rendah), maupun trombositosis (trombosit tinggi).
Selain itu, apus darah tepi dapat membantu menegakkan diagnosis pada penyakit infeksi
bakteri atau parasit seperti malaria, hingga kasus keganasan sumsum tulang seperti
kasus leukemia.

C. Alat dan Bahan


Pengambilan darah tepi
1. Kapas alkohol
2. Lancet
3. Objek glass 2 buah
4. Stiker nama pasien

Pengambilan vena
1. Syiring 3 cc
2. Tabung EDTA
3. Kapas alkohol
4. Plester
5. Tourniquet
6. Stiker nama pasien
Membuat pewarnaan giemsa
1. Rak pencuci objek gelas
2. Air dalam botol
3. Giemsa 3% dalam larutan phosphat buffer saline
4. Larutan metanol – Pinset – Pipet
Pemeriksaan mikroskop
1. Mikroskop
2. Minyak emersi
3. Pembersih lensa mikroskop
4. Alat hitung
5. Pulpen dan kertas
D. Prosedur Pengambilan Sampel atau Sediaan
Pengambilan sediaan melalui darah tepi
1. Persiapkan semua alat dan bahan
2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan prosedur dilakukan tindakan kepada pasien atau keluarga pasien
Penjelasan secara lengkap ataupun informed consent terkait prosedur pemeriksaan.
Sebaiknya dijelaskan bahwa darah yang diambil berasal dari vena tepi, kegunaan dan
tujuan pemeriksaan, serta efek yang dapat timbul setelah pemeriksaan seperti nyeri akibat
pengambilan darah.
4. Dekatkan alat-alat yang diperlukan
5. Tulis identitas nama pasien dengan spidol pada objek glass
6. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
7. Bersihkan jari manis atau jari tengah dengan kapas alkohol, biarkan mengering.
8. Tusuk jari yang telah bersih tersebut dengan lancet steril.
9. Tekan jari tersebut dengan lembut sampai keluar darah
10. Pada objek gelas yang sudah diberi identitas, teteskan darah pertama seukuran 5 mm, kira
kira 1 cm dari identitas pasien. Teteskan lagi darah yang kedua kira kira 2 cm dari darah
pertama
11. Tekan jari yang luka menggunakan kapas alkohol, jika diperlukan tutup dengan plester
Pengambilan darah melalui vena
1. Persiapkan semua alat dan bahan
2. Pastikan identitas pasien
3. Jelaskan prosedur dilakukan tindakan kepada pasien atau keluarga pasien
Penjelasan secara lengkap ataupun informed consent terkait prosedur pemeriksaan.
Sebaiknya dijelaskan bahwa darah yang diambil berasal dari vena anthebracial, kegunaan
dan tujuan pemeriksaan, serta efek yang dapat timbul setelah pemeriksaan seperti nyeri
akibat pengambilan darah.
4. Dekatkan alat-alat yang diperlukan
5. Tulis identitas nama pasien pada tabung EDTA dengan menggunakan label
6. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
7. Pasang tourniquet 3 – 5 cm di atas lipatan siku
8. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol, biarkan mengering.
9. Lakukan penusukan dan setelah jarum tepat masuk ke vena longgarkan tourniquet
10. Ambil darah dengan menggunakan syring 3 ml sebanyak 2 - 3 ml setelah cukup cabut
jarum dan tekan area bekas penusukan menggunakan kapas alcohol, kemudian tutup
dengan plester
11. Pindahkan sampel darah yang di syring ke tabung EDTA secepatnya agar tidak terjadi
pembekuan
12. Antarkan sampel darah ke bagian laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
E. Membuat apusan darah tipis dan darah tebal pada sampel darah tepi
1. Letakkan objek gelas berisi darah dengan posisi mendatar diatas meja/permukaan yang
datar, tegak lurus terhadap badan pemeriksa
2. Letakkan ujung jari telunjuk kiri diatas tanda identitas pasien untuk memfiksasi objek
gelas diatas meja
3. Dengan tangan kanan, letakkan objek gelas pendorong diatas tetesan darah kedua, Buat
sudut 45 derajat antara objek gelas yang berisi tetesan darah dan objek gelas pendorong.
4. Biarkan darah menyebar keseluruh ujung gelas pendorong
5. Tarik gelas pendorong ke arah pemeriksa kira kira 5 mm, kemudian dorong kearah depan
dengan tetap mempertahankan sudut 45 derajat dan tidak pernah terlepas dari objek gelas
yang berisi tetesan darah
6. Apusan yang baik adalah apusan berbentuk lidah, rata dan makin mengecil diujung 7.
Biarkan apusan ini mengering dalam suhu kamar
7. Biarkan apusan ini mengering dalam suhu kam
8. Apusan darah tipis dapat digunakan untuk:
– Identifikasi plasmodium dan menentukan spesies
– Melihat sel dan morfologi sel yang terdapat dalam darah misalnya untuk melihat
anemia mikrositik hipokrom akibat infestasi cacing tambang.
– Menghitung jumlah trombosit pada pasien DBD
9. Untuk apusan darah tebal, gunakan salah satu ujung gelas pendorong untuk menyebarkan
darah
10. Ukuran apusan darah tebal kira kira 1.5-2 cm, dapat digunakan untuk:
– Identifikasi plasmodium
– Menghitung derajat parasitemia/ML darah
– Identifikasi cacing filaria
F. Membuat Pewarnaan Giemsa
1. Letakkan objek gelas berisi apusan darah yang sudah mengering diatas rak objek gelas
2. Celup apusan darah tipis kedalam larutan metanol untuk memfiksasi eritrosit, hati hati
jangan sampai apusan darah tebal ikut terfiksasi.
3. Teteskan air keatas apusan darah tebal untuk hemolisis eritrosit, biarkan selama 15 menit
4. Tetesi kedua objek gelas dengan larutan giemsa 3% dan biarkan selama 30 menit
5. Siram dengan air mengalir sampai bersih
6. Setelah bersih letakkan dalam keadaan miring dan biarkan mengeringujung gelas
pendorong untuk menyebarkan darah
G. Identifikasi parasit dengan mikroskop
1. Lihat kaca objek dengan lensa objektif 10 kali
2. Jika sudah fokus, tetes preparat dengan satu tetes minyak emersi
3. Ganti lensa dengan lensa objektif 100 kali dan putarlah mikrometer sampai fokus dimana
akan nampak tampak latar belakang yang bersih
4. Lakukan pemeriksaan pada 100 lapangan pandang dan catatlah apa yang ditemukan
5. Untuk mencegah pemeriksaan dilakukan pada 2x pada lapangan pandang yang sama,
lakukan pemeriksaa dengan metode zig zag.
6. Untuk menyatakan negatif, pemeriksaan apusan darah dilakukan sebanyak 3 dengan
rentang waktu minimal 6 jam

REFERENSI
1. Adewoyin, Ademola & Nwogoh, Benedict. (2014). Peripheral blood film - a review.
Annals of Ibadan postgraduate medicine. 12. 71-9.
2. Bain BJ. Blood cell Morphology in Health and Disease. In Dacie and Lewis practical
Haematology. 11 ed 2012, chapter5, Pg 69-100.
mated blood cell analysis in a large university hospital. Arch Pathol Lab Med.
2013;137:408-414
3. Ghifara. https://www.alomedika.com/tindakan-medis/hematologi-dan-onkologi/apus-
darah-tepi/teknik
4. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2015/04/CSL5_Apusan-darah-
tepi_SW-2015.pdf
5. Warsita, Nurul & Fikri, Zainal & Ariami, Pancawati. (2019). Pengaruh Lama Penundaan
Pengecatan Setelah Fiksasi Apusan Darah Tepi Terhadap Morfologi Eritrosit. Jurnal
Analis Medika Biosains (JAMBS). 6. 125. 10.32807/jambs.v6i2.145
6. WHO. Basic laboratory methods in medical parasitology.
http://whqlibdoc.who.int/publications/9241544104_%28part2%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai