NIM : 1911110439
Kel : 1 A 2019 2
LO
1. Definisi Gerontik
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan
pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif terdiri dari bio-
psikososio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38
tahun 2014). Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier, 1987).
b. Definisi Hipertensi
Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi yaitu keadaan
seseorang apabila mempunyai tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥
80 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu. Penyakit hipertensi berdasarkan
penyebabnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi essensial atau primer
dan hipertensi sekunder. Penyebab dari hipertensi essensial sampai saat ini masih
belum dapat diketahui. Prevalensi hipertensi diseluruh dunia diperkirakan antara 15-
20 %.
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan bahwa orang yang merokok setiap hari
mencakup 24,3% penduduk usia di atas 10 tahun. Dalam Riskesdas ini, diperkirakan
bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%. PPOK merupakan penyebab
kematian tertinggi ketiga di dunia. WHO melaporkan bahwa PPOK menyebabkan
3,23 juta kematian pada tahun 2019. Hampir 90% kematian PPOK terjadi pada
kelompok usia di bawah 70 tahun. Tingkat kematian yang lebih tinggi dilaporkan
pada negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Indonesia. Selain
kematian, PPOK juga akan mengganggu kualitas hidup pasien. PPOK menyebabkan
gejala pernapasan yang persisten dan progresif, termasuk kesulitan bernapas, batuk,
dan produksi dahak. Pasien PPOK sering mengalami eksaserbasi dan akan mengalami
penurunan produktivitas bermakna dalam hidupnya.
b. Epidemiologi Hipertensi
Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan
pengukuran. Melalui wawancara responden akan ditanyakan apakah pernah
didiagnosis menderita hipertensi. Selain itu, juga ditanyakan mengenai kepatuhan
meminum obat hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 menghasilkan tiga angka
prevalensi, yaitu berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat
(D/O), dan pengukuran (U). Metode pengukuran secara umum menghasilkan angka
prevalensi yang lebih lebih besar karena berhasil menjaring responden yang
merupakan penderita hipertensi namun tidak menyadari jika mereka memiliki tekanan
darah yang tinggi. Sedangkan angka prevalensi berdasarkan diagnosis atau minum
obat sangat bergantung pada kemampuan mengingat responden, dan tidak mampu
menjaring responden yang memiliki tekanan darah tinggi namun tidak menyadarinya.
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan angka prevalensi hipertensi pada penduduk > 18
tahun berdasarkan pengukuran secara nasional sebesar 34,11%.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak
yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan
(isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya
oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan.
b. Penyebab Hipertensi
Hipertensi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tekanan darah , dimana
sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada umumnya
hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (Ramdhani, 2014). Hipertensi
merupakan penyakit dengan multifaktor. Secara umum penyebab kejadian hipertensi
adalah umur, jenis kelamin, perilaku , aktifitas fisik, tingginya kadar kolesterol darah
dan diabetes melitus. Faktor risiko hipertensi yang lain adalah konsumsi alkohol , dan
riwayat merokok (Rahmat et al., 2014). Penyakit hipertensi telah menjadi masalah
utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara
yang ada di dunia (Ramdhani, 2014).
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2009). Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat 7 pengempisan (recoil)
paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap
di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang
memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi
saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok
menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan
elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran
gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada
arteriol (Chojnowski, 2003).
b. Patofisiologi Hipertensi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk
mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya
darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran,
banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal
mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,
ginjal akan mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah
menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan
darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu
atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014).
pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekwensinya
, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya), mengakibatkan penurunan
curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer (Prima,2015).
7. Penatalaksanaan farmaka dan non farmaka PPOK dan Hipertensi pada lansia
a. Penatalaksanaan farmaka dan non farmaka PPOK
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah : Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi,
polusi udara. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta
laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada
pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv
secara perlahan.
1. Gagal nafas
Gagal nafas kronik: hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan
pH normal, penatalaksanaan:
Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
2. Infeksi berulang. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah.
3. Kor pulmonal: ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan
b. Komplikasi Hipertensi
c. Menurut (Triyanto,2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan sebaga berikut :
1). Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi
lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena
struke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang binggung atau bertingkah
laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas)
serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2). Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infrak. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
resiko pembentukan bekuan.
3). Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan
mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering di jumpai pada hipertensi kronik.
4). Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung
dengan cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu, kaki dan jaringan lain
sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan
cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema.
Ensefolopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).
Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma.
Sedangkan menurut Menurut (Ahmad,2011) Hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipeertensi, apabila tidak ditangani
dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardovaskular seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung,
dan gagal ginjal, target kerusakan akibat hipertensi antara lain :
a. Otak : Menyebabkan stroke
b. Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
c. Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung)
d. Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu : hipertensi sistolik dan
hipertensi diastolik. Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu
kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah
tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. Kedua yaitu hipertensi
diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal,
sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan
tekanan dalam arteri apabila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua
denyutan (Martalena dalam Hardinsyah 2014)
Beberapa klasifikasi hipertensi, diantaranya yaitu: klasifikasi hipertensi menurut JNC
(Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure).
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan
primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang peyebab spesifiknya dapat
diketahui. Faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain: ras, umur,
obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Askep Hipertensi
Diagnosa :
Potensial perubahan perfusi jaringan serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.
a. Tujuan (NOC) :
1) Sirkulasi tubuh tidak terganggu
b. Kriteria hasil :
1) Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing,
nilai-nilai laboratorium dalam batas normal
2) Haluaran urin 30 ml/ menit
3) Tanda-tanda vital stabil
c. Intervensi (NIC) :
- Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
- Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia
- Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
- Amati adanya hipotensi mendadak
- Ukur masukan dan pengeluaran
- Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
- Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
Daftar Pustaka
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC
NOC. Yogyakarta : Media Action.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2.
Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
The Eight Joint National Commitee. Evidence based guideline for the management of high blood
pressure in adults-Report from the panel members appointed to the eight joint national commitee.
2014.
ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial Hypertension.
Journal Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357.
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition page 1653. The McGraw – Hill
Companies. 2005
Mohammad Yogiantoro. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial. Perhipunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.