Terdapat hubungan yang erat antara ilmu kedokteran dengan ilmu hukum.
Hubungan ini bahkan telah ada sejak 1700 tahun SM, yang ditulis oleh Raja
Hammurabi, Kerajaan Babylonia. Pada Konstitusi Criminales Carolina dari Charles
V pada tahun 1532, terdapat hak-hak yang diberikan dalam melakukan penyidikan
terhadap kasus luka-luka. Pada tahun 1720, Bohn merupakan orang yang pertama kali
membedakan luka antemortem dengan postmortem. Kini, penelitian dan penulisan
medikolegal dari luka semakin dikenal di sentra-sentra pendidikan kedokteran
maupun hukun, sesuai perkembangan ilmu kedokteran kehakiman itu sendiri.(1)
Sekitar 50-70% kasus yang datang ke rumah sakit, terutama di instalasi gawat
darurat, adalah kasus perlukaan atau trauma. Luka-luka ini dapat terjadi akibat dari
kecelakaan, penganiayaan, bunuh diri, bencana, maupun terorisme. Seorang dokter,
dalam tugas sehari-harinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik serta
memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, juga mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum, baik untuk
korban hidup, maupun korban mati, antara lain adalah dengan pembuatan Visum et
Repertum (VeR).(1)
Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci
luka dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa
penyebab terjadinya luka dan memperkirakan derajat keparahan luka (severity of
injury). Dengan demikian, pada pemeriksaan suatu luka bisa saja ada beberapa hal
yang dianggap penting dari segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan
pengobatan, seperti misalnya lokasi luka, tepi luka, dan sebagainya. Berdasarkan
uraian di atas, sama-sama disadari bahwa pembuatan VeR memiliki aspek
medikolegal yang harus diperhatikan, terutama penilaian klinis untuk menentukan
derajat luka.(1)
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu barang bukti sah menurut
KUHAP yang sering diminta oleh pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut
kejahatan terhadap tubuh manusia. (1)
Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang
tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi
hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan. Menurut penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta pada tahun 2004, data yang
diperoleh menunjukkan bahwa jumlah kasus perlukaan dan keracunan yang
memerlukan VeR pada unit gawat darurat mencapai 50-70%. Dibandingkan dengan
kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka
merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan oleh karenanya penyidik perlu
meminta VeR kepada dokter sebagai alat bukti di depan pengadilan.(2)
Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan
medis untuk kepentingan diagnostik dan pengobatan penyakit saja, tetapi dokter juga
harus siap mengenali tanda-tanda adanya tindak pidana terhadap tubuh manusia.
Seorang pasien yang datang ke instalasi gawat darurat tujuan utama yang
bersangkutan umumnya adalah untuk mendapatkan pertolongan medis agar
penyakitnya sembuh. Namun bila dokter mendapati adanya tanda-tanda tindak
pidana, maka dokter harus memeriksa pasien secara detail dengan memberikan
penanganan awal.Karena kasus yang dialami pasien merupakan suatu tindak pidana,
dokter menjelaskan kepada pasien ataupun keluarga untuk melaporkepada pihak
kepolisian agar keluarga mengajukan permintaan untuk dibuatkan VeR.(2)
Menurut pasal 165 KUHP ayat (1) Barang siapa mengetahui ada niat untuk
melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108,
110-113, dan 115-129 dan 131 atau niat untuk lari dan tentara dalam masa perang,
untuk desersi, untuk membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa
atau mengetahui adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebutdalam bab VII
dalam kitab undang-undang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa
orang atau untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 224-228,
250 atau salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang
mengenai surat kredit yang diperuntukkan bagi peredaran, sedang masih ada waktu
2
untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal
itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh
kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. (1)
Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana
yang terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang cukup. Namun, kenyataan
di lapangan, nilai kualitas bagian pemberitaan yang seharusnya merupakan bagian
yang terpenting justru seringkali menjadi nilai yang terendah dari ketiga bagian VeR.
Unsur yang tidak dicantumkan oleh hampir semua dokter adalah anamnesis, tanda
vital, dan pengobatan perawatan. Hal tersebut mungkin disebabkan masih adanya
anggapan bahwa anamnesis, tanda vital dan pengobatan tidak penting dituliskan
dalam VeR, atau juga dapat disebabkan karena dokter pembuat VeR tidak
mengetahui bahwa unsur tersebut perlu dicantumkan dalam pembuatan VeR.Pada
kesimpulan setiap visum et repertum untuk orang hidup harus dilengkapi dengan
kualifikasi lukamenurut rumusan pasal 351, 352, dan 90 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).(1)
Rumusan ketiga pasal tersebut secara implisit membedakan derajat perlukaan
yang dialami korban menjadi luka ringan, luka sedang, dan luka berat. Secara hukum,
ketiga keadaan luka tersebut menimbulkan konsekuensi pemidanaan yang berbeda
bagi pelakunya. Dengan demikian kekeliruan penyimpulan kualifikasi luka dapat
menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun pelaku tindak pidana. Hal tersebut
dapat mengakibatkan fungsi VeR sebagai alat bukti sah dalam suatu proses peradilan
menjadi berkurang. Berdasarkan tujuannya, paradigma yang digunakan dalam
pemeriksaan medikolegal sangat berbeda dibandingkandengan pemeriksaan klinis
untuk kepentingan pengobatan. Tujuan pemeriksaan medikolegal pada seorang
korban adalah untuk mencari adanya tanda-tanda tindak pidana terhadap tubuh
manusia untuk kepentingan penegakkan hukum. (1)
Tumpul
Tajam
Bentuk Luka
Tidak Teratur
Teratur
Tepi Luka
Tidak Rata
Rata
Jembatan Jaringan
Ada
Tidak ada
Rambut
Ikut terpotong
Dasar Luka
Tidak teratur
Sekitar Luka
1. Klasifikasi Perlukaan
Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma
diklasifikasikan menjadi:
a. Trauma mekanik
1. Luka akibat benda tajam (2,3)
Luka akibat benda tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka
benda tajam adalah sebagai berikut :
1) Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan salah satu sudutnya
runcing
2) Bila ditautkan akan menjadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis.
3) Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
4) Daerah di sekitar garis batas luka biasanya tidak ada memar
Trauma tajam dibagi menjadi tiga bentuk lagi yaitu luka iris atau
luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok
(vulnus caesum). (3)
6
Luka sayat
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka
oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan
kemudian digeserkan sepanjang kulit. Ciri-ciri luka sayat yaitu pinggir
luka rata, sudut luka tajam, rambut ikut terpotong, jembatan jaringan
tidak ada, biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai
tulang, dan panjang luka umumnya lebih besar daripada dalam luka. (4,5)
kulit.
Luka bacok
Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang
cukup besar. Ciri luka bacok yaitu luka biasanya besar, pinggir luka rata,
sudut luka tajam, hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat
memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan, kadang-kadang pada tepi
luka terdapat memar, abrasi. Contoh alat yang biasa digunakan adalah pedang,
clurit, kapak, baling-baling kapal dan Machete. (6)
2.
(kontusio,
hematom),
luka
lecet
(ekskoriasi,abrasi)
dan
luka
darah yang tersayat sehingga dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih,
sedangkan pada hematom penampang sayatan tetap berwarna kehitaman. Tetapi
harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat
megacaukan pemeriksaan ini. (3)
b.
Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka
c.
Petunjuk dari arah kekerasan, yang diketahui dari tempat dimana kulit
ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka (pada luka lecet
geser).
11
12
3.
13
Di sekitar luka tembak keluar mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada
tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat pinggang atau
korban sedang bersandar pada dinding.
Luka tembak keluar mungkin lebih kecil dari luka tembak amsuk bila terjadi
pada luka tembak temple atau kontak, atau pada anak peluru yang telah
kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Bentuk luka
tembak keluar tidak khas dan sering tidak beraturan.
Luka tembak masuk jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru,
sedangkan luka tembak masuk jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru
dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. Luka tembak masuk jarak dekat
dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas atau api.
Luka tembak masuk tempel atau kontak dibentuk oleh seluruh komponen
tersebut diatas (yang akan masuk ke dalam saluran luka) dan jejas laras. Saluran
luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak
masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat tekanan
berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran luka tembak masuk jarak jauh dapat juga ditemukan pada korban
yang tertembak pada jarak dekat atau sangat dekat, apabila diatas permukaan
kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm dan
sebagainya sehingga komponen-komponen buir mesiu yang tidak habis terbakar,
jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.
Jarak
penembakan
yang
tepat
hanya
dapat
diperkirakan
dengan
membandingkan luka tembak masuk yang ditemukan dengan luka tembak amsuk
yang diperoleh dari uji coba tembakan yang menggunakan senjata dan peluru
yang sejenis.
14
Trauma Fisik
1.
Temperatur kulit yang tinggi dan rendahnya pelepasan panas dapat menimbulkan
kolaps pada seseorang karena ketidakseimbangan antara darah sirkulasi dengan
lumen pembuluh darah. Hal ini sering terjadi pada pemaparan terhadap panas,
kerja jasmani berlebihan dan pakaian yang terlalu tebal. Dapat pula terjadi heat
exhaustion sekunder akibat kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (dehidrasi).
Heat stroke adalah kegagalan kerja pusat pengatur suhu akibat terlalu tingginya
temperatur pusat tubuh.
15
Sun stroke dapat terjadi akibat panas sinar matahari yang menyebabkan
hipertermi. Sedangkan heat cramps terjadi akibat menghilangnya NaCl darah
dengan cepat akibat suhu tinggi. Luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan
benda bersuhu tinggi. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu
dan lama kontak.
Luka bakar pada kasus bukan kecelakaan/disengajakan biasanya
didapatkan pada anak-anak umur dibawah 3 tahun. Selain dari luka-luka lain,
patogenesis terjadinya luka dan letak luka bisa menimbulkan keraguan
kesahihannya. Tidak hanya pada anak-anak, malah orang dewasa juga. Antara
letak luka pada luka bakar bukan karena kecelakaan adalah,
Tanda pada cedera luka bakar yang sengaja dilakukan.
a. Terlihat tanda dari bekas rokok , korek api , besi
b. Luka bakar telapak kaki, telapak tangan, alat kelamin , bokong, perineum
c. Luka bakar simetris dan kedalaman yang sama
d. Tidak ada tanda percikan di cedera melepuh.
e. Apakah ada bagian yang tidak cedera pada daerah fleksi
f. " tanda donat , " area kulit terhindar dikelilingi oleh melepuh . Jika
g. Anak secara paksa ditekan dalam bak air panas , bagian dalam kontak
dengan bagian bawah bak mandi tidak akan terbakar , tapi jaringan di sekitar
akan terbakar.
h. Tanda-tanda lain dari kekerasan fisikusia memar yang bervariasi.
i. Kurangnya kepatuhan terhadap perawatan kesehatan
16
2.
(amper), tahanan kulit (ohm), luas dan lama kontak. Tegangan rendah (<65 V)
biasanya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000 V) dapat
mematikan. Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang
penting diperhatikan adalah luas permukaan kontak. Satu permukaan kontak
seluas 50 cm persegi (kurang lebih selebar telapak tangan) dapat mematikan tanpa
menimbulkan jejas listrik karena pada kuat arus letal (100 mA), kepadatan arus
pada daerah selebar telapak tangan tersebut hanya 2 mA/cm persegi, yang tidak
cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik. Kematian dapat terjadi karena
fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan dan kelumpuhan pusat
pernapasan.
17
makroskopis. Jejas listrik bukanlah tanda intravital karena juga ditimbulkan pada
kulit mayat/pasca mati (namum tanpa daerah hiperemi).
Luka bakar akibat listrik bisa terjadi apabila seseorang menempelkan
elektroda pada badan seseorang dan mengalirkan arus listrik. Luka bakar yang
timbul biasanya berupa lesi berbentuk bulat dan kecil yang meninggalkan
jaringan parut yang jelas, akan tetapi kebanyakan luka tergantung jenis arus listrik
yang digunakan. Salah satu contoh kasus penyiksaan dengan menggunakan listrik
adalah seperti kasus di Peru dan beberapa daerah di Afrika Selatan yaitu picana
menggunakan tongkat yang mengalirkan arus bervoltan tinggi tetapi aliran listrik
yang rendah, yang meninggalkan beberapa kumpulan lesi yang ditutupi oleh
krusta berwarna kecoklatan dan kadang-kadang dikelilingi cincin eritem yang
kecil. Pada kasus luka bakar akibat listrik, kerusakan pada kulit menunjukkan
adanya deposit garam kalsium pada struktur sel yang mendapatkan arus elektrik
berdasarkan pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan histologi.
(6)
18
Dokter harus bisa mengenali ciri khas dari setiap perlukaan tersebut, sehingga dapat
menentukan apakah adanya unsur tindak pidana.
19
2.
Kualifikasi Luka
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang hidup harus dilengkapi
dengan kualifikasi luka. Kualifikasi luka ini dapat berdasarkan pada:(10)
1. KUHP pasal 351
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah,
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. KUHP
pasal 351 ayat 1
20
3.
i.
ii.
21
Contoh : Pada orang tersebut ditemukan luka tusuk di bahu kiri akibat
persentuhan dengan benda tajam yang mengakibatkan korban menderita
penyakit tetanus selama satu bulan.
Hukuman bagi pelakunya sesuai dengan KUHP pasal 351 ayat 1, yaitu :
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.(1)
iii.
Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 2 adalah selama 5
tahun.
22
23
5.
24
25
6.
berikut:
1. Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR
tidak perlu bermeterai.
2. Pendahuluan
Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis kelamin,
umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan
tempat dilakukan pemeriksaan.
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang
diamati, terutama di lihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas kebawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu
mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara
luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan
titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apayang
dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yangmenyangkut tentang
penyakit yang diderita korbansebagai hasil dari kekerasan/tindak
pidana/diduga kekerasan.
26
27
6. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau
dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum
melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat
VeR.
28
kasus yang diduga terkait dengan suatu kejahatan, maka dalam perkara
pidana diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan
dalam perkara lain, diancam dengan pidana paling lama enam bulan (Pasal
224 KUHP).
Pada kasus yang terkait dengan pelanggaran, maka dokter atau tenaga
kesehatan dapat didenda sesuai kepantasan menurut persidangan (Pasal
522 KUHP). Pada pasal 170 KUHAP dinyatakan bahwa dokter karena
pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya dapat menggunakan hak undur
diri untuk diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan
sebagai saksi, mengenai rahasia kedokteran yang dipercayakan kepadanya
dengan memberikan alasan pada hakim. Hakim akan menentukan sah atau
tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. Namun, pada pasal 179
KUHAP dinyatakan bahwa permintaan bantuan pengadilan pada dokter
sebagai ahli sesuai prosedur hukum, wajib dipenuhi. Sehingga permintaan
memberikan
keterangan
ahli
atau
permintaan
keterangan
dalam
oleh pihak yang berwenang. Akan tetapi supaya dapat diperoleh suatu
bantuan yang maksimal, permintaan bantuan itu perlu diajukan pada
dokter yang memiliki keahlian yang sesuai dengan objek yang akan
diperiksa, misalnya:
31
PENUTUP
Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
33
34
DAFTAR ISI
35