1. Pemeriksaan Luar
isi saku dirinci satu persatu.Selain itu juga dicatat apabila terdapat
robekan, robekan ini diukur dari tepi jahitan atas dan samping, tepi sobek
bagaimana. Kancing hilang atau adanya tanda tanda kerusakan pada
pakaian karena usaha perlawanan. Bercak pada pakaian berupa darah,
cairan sperma, minyak, racun, bekas muntah, faeces, dll harus disimpan
untuk dianalisa. Pakaian yang basah diletakkan ditempat terbuka agar
mengering. Pada kasus kasus yang diduga pembunuhan pakaian tidak
boleh disobek, tapi dilepas satu persatu, tetapi pada kasus kecelakaan
lalu lintas baju boleh disobek.
Contoh deskripsi pakaian :
Jenazah memakai kaos ketat lengan pendek merk Adidas, warna
merah jambu, motif bunga bunga mawar warna merah pada bagian
depan, dan celana jeans selutut warna biru pudar, tanpa merk bertuliskan
girls warna merah tua pada bagian depan, bersaku dua pada bagian
belakang, saku berisi hand phone merk NOKIA tipa 3200 warna merah,
pada baju jenazah terdapat bercak darah pada bagian bahu dan dada.
.5. Benda samping mayat :
Dijelaskan secar rinci benda apapun yang terdapat didekat mayat
pada waktu mayat ditemukan atau diantar oleh pihak yang berwajib.
Contoh deskripsi benda samping mayat :
Disamping mayat terdapat kantong plastik berwarna hitam berisi
pasir.
6. Kaku mayat dan Lebam mayat :
Kaku mayat ( rigor mortis )
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan
glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk
mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut
aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan dalam otot habis, maka
energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot
menjadi kaku.
Tingkat kaku mayat ( rigor mortis ) dinilai dengan memfleksikan
lengan dan kaki untuk mengetes tahanan. Kaku mayat mulai tampak kira
kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh ( otot otot
kecil )kearah dalam ( sentripetal ). Teori lama menyebutkan bahwa kaku
mayat ini menjalar kranio kaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selam 12 jam dan kemudian menghilang
dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat, otot
berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan
terjadi pemendekan otot.
Faktor faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah
aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus
dengan otot- otot kecil dan suhu lingkungan yang tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian. Terdapat beberapa
kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat;
Cadaveric Spasme ( Instantaneous rigor )
Adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap. Cadaveric Spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang
timbul dengan itensitas yang sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP
yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi
yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric Spasme ini jarang
dijumpai, tetapi sering terjadi pada masa perang.
Kepentingan mediko legalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya misalnya, tangan yang menggenggam erat banda yang
diraihnya pada kasus mati akibat tenggelam, tangan yang menggenggam
senjata pada kasus bunuh diri.
Heat Stiffening
Yaitu kekauan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot otot
berwarna merah muda, kaku tetapi rapuh ( mudah robek ). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban meti terbakar. Pada heat stiffening serabut
serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku,
paha, lutut, membentuk sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap
semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
Cold Stiffening
9. Rambut :
Dijelaskan secara rinci seluruh keadaan rambut. Yang dimaksud rambut
disini mencakup seluruh rambut yang terdapat pada bagian kepala, yakni
meliputi rambut kepala, alis mata, bulu mata, kumis, dan jenggot.
Rambut dijelaskan warnanya, jenisnya, tumbuhnya, panjangnya,
sukar dicabut atau tidak. Termasuk disini keadaan bagian yang tertutup
rambut, apakah tampak pengelupasan atau tidak, pada bayi dijelaskan
keadaan ubun ubun, apakah masih terbuka, terdapat luka atau
hematom, warnanya, dan konsistensinya lunak atau tidak.
10. Mata :
Mata harus diperiksa dengan cermat, terutama untuk mendeteksi
petekie pada sisi luar dari kelopak mata, konjungtiva dan sklera. Petekie
juga dicari dibelakang telinga dan pada kulit dari wajah, terutama
sekeliling mulut, dagu dan dahi. Disamping itu sangat penting untuk dilihat
ante mortem.
Pada tempat tempat dimana tidak tersedia pemeriksaan gigi
geligi yang canggih, pemeriksaan manual harus dipertajam, periksa gigi
geligi dengan meraba dan menhitung gigi satu persatu dengan tangan,
dilihat apakah gigi masih utuh atau sudah ada yang hilang, apabila sudah
ada yang hilang sebutkan bagian gigi mana yang hilang dan digambarkan
pada skema gigi geligi, juga dilihat apakah gigi yang hilang tersebut
secara alamiah atau akibat trauma, dan apabila memungkinkan dilihat
juga apakah gigi korban ada tambalan atau bentuk bentuk perawatan
lainnya.
13. Rongga rongga tubuh :
Muntahan, busa, atau darah mungkin terdapat pada mulut atau
lubang hidung, dan feses serta urin tidak terdapat lagi. Ini harus
dihubungkan dengan tingkat dekomposisi post mortem, yang sering
mengarah pada pembersihan cairan dari orifisium; kebanyakan ahli
patologi forensik mempinyai pengalaman sehingga dipanggil oleh polisi
untuk melihat perdarahan yang fatal, hanya untuk menemukan cairan
seperti darah untuk dibersihkan oleh gas dari mayat yang membusuk.
Sekret vagina atau perdarahan dicatat dan pemeriksaan telinga untuk
kebocoran darah atau cairan otak. Ejakulasi semen post mortem dari
meatus eksterna tidak ada artinya dan dapat dilihat pada tiap tipe
kematian serta tidak berhubungan dengan aktifitas seksual segera
sebelum mati dan terutama tidak dihubungkan dengan kematian akibat
asfiksia.
Genitalia eksterna memerlukan pemeriksaan yang cermat, seperti
pada anus. Patulous anus sering terlihat pada post mortem, mengarah
pada kelemahan sfingter. Mukosa dalam sering tampak melalui orifisium.
Ini juga pada kasus bayi dan anak anak, diagnosis dari kejahatan
seksual tidak harus diambil tanpa bukti jelas yang lain seperti sediaan
apus mukosa atau swab yang positif untuk semen. Pemeriksaan rutin
pada genitalia pria biasanya hanya menyampaikan inspeksi umum dari
penis, glans dan skrotum, dengan palpsi dari testis.
14. Luka luka :
Pengukuran jarak luka dengan titik titik anatomis dibuat secara proyeksi,
untuk kekerasan tumpul pada badan dan kepala dua ordinat. Satu dari
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
15. Fraktur :
Diperiksa secara teliti apakah terdapat fraktur pada mayat akibat
trauma. Fraktur disini bisa terbuka atau tertutup, pada fraktur tertutup
bagian tulang yang dicurigai fraktur harus diraba untuk menentukan
adanya krepitasi, termasuk disini juga diperiksa apakah juga terdapat
dislokasi.
REFERENSI
1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Forensik FKUI.
3. Sampurna B, Syamsu Z.Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam