Anda di halaman 1dari 20

Pemeriksaan Jenazah pada Korban diduga Asfiksia

Kelompok D1

Hendricus Novaldo Widodo 102013262

Charlos Rohy 102017052

Hansel Sanchia 102017211

Mury Teresa Tahun 102016229

Febiyola 102017043

Magdalena 102017104

Dwi Anggraini 102017151

Natalia Margaretha Simalango 102017224

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.7, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Seorang dokter tidak hanya bertugas dalam hal kesehatan, namun seorang dokter juga
dapat berperan sebagai saksi ahli dalam suatu penegakan keadilan. Ilmu kedoktran forensik
merupakan cabang ilmu kedokteran yang berperan untuk penegakan keadilan. Sesuai dengan
peraturan perundang undangan Undang-Undang  Nomor 35 Tahun  2014. Dalam tugasnya
nanti, seorang dokter yang diminta untuk membuat Visum et Repertum wajib untuk
menyanggupinya. Seorang dokter yang diminta, tidak punya hak untuk melakukan penolakan
jika memang diminta oleh penyidik.

Kata kunci : kedokteran forensik, KUHP, medikolegal.

Abtsrac

A doctor is not only in charge of health, but a doctor can also act as an expert witness in
enforcing justice. The science of forensic education is a branch of medical science that has a
role in upholding justice. In accordance with the laws and regulations of Law No. 35 of
2014. In his later assignments, a doctor is asked to make Visum et Repertum obligatory to do
so. A doctor who is asked does not have the right to refuse if indeed requested by the
investigator

1
Keywords: forensic medicine, KUHP, medicolegal
Pendahuluan

Sesuai dengan peraturan perundang undangan Undang-Undang  Nomor 35 Tahun  2014


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak yang diperbaharui pada undang-undang nomor 23 tahun 2014. Secara umum, tindak
pidana pembunuhan yang diatur dalam KUHP yaitu: tindak pidana pembunuhan terhadap
bayi atau anak, diatur dalam pasal 341, 342, dan 343 KUHP.1

Seorang dokter tidak hanya bertugas dalam hal kesehatan, namun seorang dokter juga
dapat berperan sebagai saksi ahli dalam suatu penegakan keadilan. Ilmu kedoktran forensik,
merupakan cabang ilmu kedokteran yang berperan untuk penegakan keadilan. Terkadang
seorang dokter akan dimintai keterangannya sebagai saksi ahli oleh penyidik jika diperlukan.
Hal ini jelas disebutkan pada pasal 133 KUHAP ayat (1) yang berbunyi “Dalam hal peyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”. Pasal 133
KUHAP tersebut yang kemudian diperjelas oleh KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun
1983 pasal 2 ayat (1) mengenai penyidik yang berhak untuk meminta visum. Pada pasal
tersebut disebutkan bahwa “Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. Penyidik
pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua.” Masih dalam PP yang sama,
diikatakan juga “bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya
adalah serendah-rendahnya golongan II/b untuk penyidik, dan II/a untuk penyidik
pembantu”.1,2

Dari penjelasan pasal tesebut, jelas sudah pengertian penyidik yang berwenang untuk
meminta Surat Permintaan Visum (SPV). Namun, jika terjadi keadaan khusus, dimana tidak
terdapat penyidik yang dimaksud untuk meminta SPV, maka penyidik lainpun memiliki
wewenang untuk meminta dilakukannya visum. Penyidik lai tersebut dijelaskan pada PP 27
tahun 1983 pasal 2 ayat (2) yang berbunyi “Bila di suatu Kepolisian Sektor tidak ada pejabat
penyidik seperti diatas, maka Kepala Kepolisian Sektor yang berpangkat bintara dibawah
Pembantu Letnan Dua dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya.”1

Dalam tugasnya nanti, seorang dokter yang diminta untuk membuat Visum et Repertum
wajib untuk menyanggupinya. Seorang dokter yang diminta, tidak punya hak untuk

2
melakukan penolakan jika memang diminta oleh penyidik. Hal ini jelas tertulis pada pasal179
KUHAP ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan”. Keterangan ahli yang diberikan oleh dokter, harus dibuat secara tertulis. Hal ini
jelas dijelaskan dalam pasal 184 KUHAP. Keterangan ahli yang dibuat secara tertulis inilah
yang kemudian dapat berperan sebagai alat bukti yang seperti yang dijelaskan di pasal 133
KUHAP ayat (2), “permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat”.1,2

Aspek hukum dan prosedur medikolegal

Dasar hukum1

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


2. Undang-Undang  Nomor 35 Tahun  2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Sesuai dengan peraturan perundang undangan Undang-Undang  Nomor 35 Tahun  2014


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak yang diperbaharui pada undang-undang nomor 23 tahun 2014. Secara umum, tindak
pidana pembunuhan yang diatur dalam KUHP dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok,
yaitu:1

1. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja.


Tindak pidana ini meliputi beberapa tindak pidana pembunuhan, yaitu:
a) Tindak pidana pembunuhan pada umumnya, yang meliputi tindak pidana yang
diatur dalam pasal 338, 340, 344, dan 345 KUHP.
b) Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi pada saat dilahirkan atau tidak lama
setelah dilahirkan, yang diatur dalam pasal 341, 342, dan 343 KUHP.
2. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan tanpa adanya kesengajaan, yang diatur
dalampasal 359 KUHP.

3
Berdasarkan pengelompokkan tersebut diatas tersimpul, bahwa tindak pidana
pembunuhan dapat terjadi baik karena unsur "kesengajaan" maupun karena unsur
"ketidaksengajaan". Apabila kelompok tindak pidana pembunuhan di atas diurutkan sesuai
dengan sistematika dalam KUHP, maka urutannya adalah sebagai berikut:1

1. Tindak pidana pembunuhan biasa, diatur dalam pasal 338 KUHP


2. Tindak pidana pembunuhan yang dikualifikasi/pemberatan, diatur dalam pasal 339
KUHP
3. Tindak pidana pembunuhan berencana, diatur dalam pasal 340 KUHP
4. Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi atau anak, diatur dalam pasal 341, 342, dan
343 KUHP
5. Tindak pidana pembunuhan atas permintaan korban, diatur dalam pasa] 344 KUHP
6. Tindak pidana pembunuhan terhadap diri sendiri, diatur dalam pasal 345 KUHP

Untuk lebih memperjelas pemahaman terhadap jenis tindak pidana diatas, berikut akan
dikupas masing-masing tindak pidana pembunuhan tersebut lebih terperinci.
Aturan yang dilanggar
1. Kitab Undang-Undang Hukum pidana pasal 351 Ayat (3) tentang penganiayaan
berbunyi, penganiayaan hingga mengakibatkan kematian, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.1,3
2. Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas  Undang-Undang No 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak, Pasal 76C berbunyi Setiap Orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan
KEKERASAN terhadap Anak. pasal 80 ayat (3) berbunyi, dalam hal anak sebagaimana
dimaksud ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000.00 (tiga Miliar Rupiah). dan
pasal 80 ayat (4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.1,3
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Pasal 44 ayat (3) berbunyi, Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta
rupiah).1,3

4
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 53 ayat (1)
berbunyi, Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
dan meningkatkan taraf kehidupannya.1,3
Pasal 58 (2) berbunyi, Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala
bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan bentuk, dan pelecehan
seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya
dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.3

Persiapan autopsi

Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian: a) apakah surat
surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah lengkap. Dalam hal autopsi
klinik, perhatikan apakah surat izin autopsi klinik telah ditanda tangani oleh keluarga terdekat
diri yang bersangkutan. Perhatikan juga jenis autopsi yang diizinkan oleh pihak keluarga
tersebut. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah surat permintaan
pemeriksa/pembuatan visum et repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang. Untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi
pembukaan seluruh organ.b) apakah mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat
yang dimasudkan dalam surat yang bersangkutan.2

Dalam hal autopsi forensik, maka perhatikanlah apakah terhadap mayat akan
diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang, berupa penyegelan dengan
label polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini untuk menmenuhi ketentuan
mengenai penyegelan bareang bukti. Label dari polisi ini memuat antara lain nama, alamat,
tanggal, kematian, tempat kematian dan sebagainnya yang harus diteliti apakah sesuai dengan
data-data yang tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan. c) Kumpulkan keterangan
berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkinpada kasus-kasus autopsi
forensik, informasi mengenai kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada tempat
kejadian perkara (TKP) dapat memberi petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu
menentukan jenis pemeriksaan khusus yang mungkin diperlukan.kurang atau tidak
terdapatnya keterangan-keterangan tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau
hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal
korban kemudian ternyata adalah seseorang pecandu narkotika.d) periksalah apakah alat-alat
yang diperlukan alat alat “mewah”, namun tersediannya beberapa alat tambahan kiranya

5
perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia botol-botol terisi larutan
formalin yang diperlukan untukpengawetan jaringan bagi pemeriksaan histopatologi. Adakah
botol-botol atau tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan
untuk pemeriksaan histopatologi.2

Hal pokok pada autopsi forensik

Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui : a) autopsi
harus dilakukan sedini mungkin, perubahan post mortem dapat mengubah keadaan suatu luka
maupun suatu proses patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasikan salah.
Petechie asfiksia misalnya, akan menghilang dengan lewatnya waktu. Rongga pleura yang
semulanya kosong dapat berisi cairan merah kehitaman akibat pembusukan. b) autopsi harus
dilakukan lengkap, agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi haruslah lengkap,
meliputi pemeriksaan luar, pembedahaan yang meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada,
perut dan panggul. c) autopsi harus dilakukan sendiri oleh dokter, tidak boleh diwakilkan
kepada perawat ataupun mantri. Dokter harus melakukan sendiri interpretasi atas
pemeriksaan yang dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang, untuk
memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut dilakukannya pemeriksaan yang
sejujur-jujurnya, menggunakan pengetahuan yang sebaik baiknya. d) pemeriksaan dan
pencatatan yang seteliti mungkin. Semua kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah
harus dicatatat sebaik-baiknya. di samping, perlu juga dicatat “penemuan negatif” pada kasus
tertentu, yang menunjukan bahwa dokter pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dan
mencari kelainan tertentu, tetapi tidak menemukannya.2

Teknik autopsi

Hampir setiap bagian ilmu kedokteran forensik atau bagian patologik anatomi
mempunyai teknik autopsi sendiri-sendiri, namun pada umumnya teknik autopsi masing
masing hanya berbeda sedikit atau merupakan modifikasi dari 4 metode otopsi dasar.
Perbedaan terutama dalam hal pengangkatan keluar organ dalam, baik dalah hal urutan
pengangkatan maupu jumlah atau kelompok organ yang dikeluarkan pada saaat serta bidang
pengirisan pada organ yang diperiksa. Empat metode dasar teknik autopsi : a) teknik
virchow , teknik ini mungkin merupakan autopsi tertua. Setelah dilakukan pembukaan rongga
tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Dengan demikian
kelainan-kelaianan yang terdapatpada masing-masing organ dapat segera dilihat,

6
namunhubungan anatomik antar beberapa organ dapat segera dilihat, namun hubungan
anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem hilang.2

Dengan demikian teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi
forensik,terutama pada dengan kasus penembakan sejata api dan penusukan senjata tajam,
yang diperlukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi. b) teknik
rokitansky, setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ,baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en block ) teknik ini jarang dipakai, karena tidak menunjukkan
keunggulan nyata atas teknik lainnya teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi
forensik.c) teknik letulle, setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, diafragma dan
perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakan diatas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aortal diperiksa. Aorta
dibuka sampai arcus aortae dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.aorta
diputus diatas muara a.renalis. rectum dipisahkan dari sigmoid, organ urogenital dipisahkan
dari organ lain. Bagian proksimasl jejenum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus
ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esophagus dilepaskan dari trakhea, tetapi
hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus diatas
diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dilepas dari organ perut.4

Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ
tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah
sukar dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penangan karena “panjang”nya
kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus. d) Teknik Ghon, setelah rongga tubuh
dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ urogenital
diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ (block).4

Peralatan untuk autopsi

Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, sebenarnya tidak diperlukan alat yang
mewah, cukup dengan alat yang sederhana saja. Berikut ini adalah alat yang diperlukan
tersebut : a) kamar autopsi, guna kamar autopsi adalah agar dokter yang melakuakn
pemeriksaan jenazah dapat melakukan tugasnya dengan tenang, tidak terganggu oleh orang
yang tidak berkepentingan atau hanya ingin sekedar menonton saja. Untuk keperluan ini tidak
diperlukan suatu kamar khusus bila keadaan setempat tidak memungkinkan. Cukup
digunakan salah satu kamar jenazah misalnya, asal terdapat penerangan yang cukup. Bahkan

7
“bedeng darurat” yang didirikan di lapangan dekat dengan tempat penggalian kubur pun
dapat digunakan. b) meja autopsi, untuk meja autopsi pun, bila keadaan tidak memungkinkan,
tidak perlu mengggunkaan meja khusus yang stainless steel.5

Bila perlu dapat menggunakan kreta dorong mayat atau meja darurat dari beberapa
helaipapan saja.c)peralatan autopsi yang diperlukan adalah pisau yang dapat digunakan untuk
memotong kulit serta organ dalam dan otak, gunting serta pinset bergigi untuk melaksanakan
pemeriksaan alat-dalam tubuh. Disamping itu, diperlukan juga sebuag gergaji yang dapat
digunakan untuk mengergaji tulang tengkorak.selain itu dibutuhkan sebuah jarum jahit dan
benang kasar untuk perawatan pasca autopsi pada jenazah. Dan peralatan tambahan yang
diperlukan berupa gelas ukur untuk mengukur volume cairan atau darah yang ditemukan pada
autopsi serta semprit berikut jarum untuk pengambilan darah. d) peralatan untuk pemeriksaan
tambahan, perlu pula disediakan beberapa buah botol kecil yang terisi formalin 10 % atau
alkohol 70-80 % untutk keperluan pengambilan jaringan guna pemeriksaan histopatologik,
serta beberapa botol yang lebih besar untuk pengambilan bahan guna pemeriksaan
toksikologik, yang berisi bahan pengawet yang sesuai. e) peralatan tulis menulis dan
fotografi, sediakan kertas atau formulir-formulir isian yang dipergunakan untuk mencatat
segala hasil pemeriksaan. Bila mungkin, disediakan beberapa peralatan pemotretan untuk
keperluan identifikasi dan dokumentasi.5

Prosedur medikolegal

Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun
teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, periasan, sepatu dan lain-lain,
juga tehadap tubuh mayat itu sendiri.5

Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat mungkin, pemeriksaan harus


mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan. Bagian ilmu kedokteran forensik fakultas
kedokteran universitas indonesia, sitematika pemeriksaan adalah : 1) label mayat, mayat yang
dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi label dari pihak
kepolisian. Biasanya berupa sehelai karton yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat serta
dilakukan penyegelan pada tali pengikat label tersebut, untuk menjamin keaslian dari benda
bukti.label mayat ini harus digunting pada tali pengikatnya, serta disimpan bersama

8
pemeriksaan. perlu dicatat warna dan bahan label tersebut. Dicatat juga apakah terdapat
materai ataupun segel pada pada label ini, yang biasanya terbuat dari lak berwarna merah
dengan cap dari kantor kepolisian yang mengirim mayat.6

Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Adalah kebiasaan baik, bila dokter
pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari mayat untuk sekali lagi melakukan
pengenalan atau pemastian identitas. 2) tutup mayat, mayat sering kali dikirimkan pada
pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu. Catatlah jenis atau bahan, warna serta corak
dari penutup ini. bila terdapat pengotoran serta jenis atau bahan pengotoran tersebut.3)
bungkus mayat, mayat kadang-kadang dikirmkan pada pemeriksaan dalam keadaaan
terbungkus. Bungkus mayat ini harus dicatat jenis atau bahannya, warna dan corak serta
adanya bahanyang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis atau
bahan tali tersebut, maupun cara pengikat serta letak ikatan tersebut. 4) pakaian, pakaian
mayat dicatat dengan teliti, mulai dan pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh sebelah atas
sampai tubuh sebelah bawah dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang terdalam.
Pencatatan meliputi : bahan, warna dasar, warna dan corak atau motif dari tekstil, bentuk atau
model pakaian, ukuran, merk, atau penjahitan, cap binatu, monogram atau inisial serta
tambalan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini
juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan
koordinat serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan. Pakaian dari
korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenak, sebaiknya disimpan untuk
barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini harus diperiksa dan dicatat
isinya dengan teliti pula.5) perhiasan, perhiasan yang dipakau oleh mayat harus dicatat pula
dengan teliti. Penbcatatan meliputi jenis perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran
nama atau inisial pada benda perhiasan tersebut. 6) benda disamping mayat, bersama dengan
pengirim mayat, kadangkala disertakan pula pengirim benda disamping mayat, misalnya
bungkusan atau tas. Terhadap benda disamping mayat inipun dilakukan pencatatan yang teliti
dan lengkap.7) tanda kematian, disamping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan
untuk pemeriksaan benar-benar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk
penentuan saat kematian. Agar pencatatan terhadap tanda kematian ini bermanfaat, jangan
lupa mencatat waktu atau saat dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematianini. Tanda
kematian berupa, lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh, pembusukan. 8) identifikasi umum,
melakukan pencatatan tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti :jenis
kelamin, bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae

9
albicantes pada dinding perut, 9) mencatat identifikasi khusus seperti tato, jaringan perut
terdapat bekas luka atau tidak, kapalan, kelaiana pada kulit, seperti kutil, angioma, bercak
hiper atau hipo pigmentasi dan eksema dan kelianan lainnya seringkali dapat membantu
dalam penentuan identitas.10) pemeriksaan rambut, rambut dapat membantu
mengidentifikasi, pencatatan dilakukan terhadap distribusi warna, keadaan tumbuh, serta sifat
dari rambut tersebut baik dalam hal halus kasarnya atau lurus ikalnya. 11) pemeriksaan mata,
kelopak mata terbuka atau tertutup, perhatikan tanda tanda kekerasan, ada lendir atau tidak,
adkah bintik perdarahan atau tidak. 12) pemeriksaan daun telinga dan hidung, pemeriksaan
meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung serta perhatikan jika
terdapat tanda kekerasan. 13) pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut, seperti bibir
lidah dan rongga mulut seperti gigi geligi. Catat kelainan atau tanda kekerasan yang
ditemukan. Periksa denga teliti keadaan rongga mulut akan kemungkinan terdapatnya benda
asing (pada kasus penyumbatan misalnya).14) pemeriksaan alat kelamin dan lubang
pelepasan,kelaian atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat
selengkapnya.15) lain-laian, seperti terdapat tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-
biruan, pada kuku atau ujung-ujung jari dan adanya edema, bekas luka, bercak lumpur dll.
16) pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan atau luka : letak luka, jenis luka, bentuk
luka, arah luka, tepi luka, sudut luka, dasar luka, sekitar luka dan ukuran luka, saluran luka
dan lainnya.17) pemerik saan terhadap patah tulang.6

Pemeriksaan medis untuk menilai saat kematian

Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanos yang berhubungan dengan kematian dan logos
adalah ilmu. Thanatologi artinya ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.2

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea menghilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu kemudian timbul pasca mati yang jelas
mungkin diagnosis yang lebih pasti. Tanda tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti

10
kematain atau disebut lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat (rigor
mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera.2

Tanda tanda kematian tidak pasti

Tanda kematrian tidak pasti dapat berupa pernafasan berhenti, dinilai selama lebih
dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi). Kemudian terhentinya sirkulasi dinilai selama 15
menit, nadi karotis tidak teraba. Lalu kulit tampak pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang
dapat dipercaya, karena mungkin dapatr terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak
kebiruan. Selain itu tampak tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot
wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang kadang tampak mebuat orang lebih
muda. Kelemasaan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
mengakibatkan pendataran daerah daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong
pada mayat yang terlentang. Selain itu, pembuluh retina mengalami segmentasi beberapa
menit setelah kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian
menetap. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih
dapat dihilangkan dengan meneteskan air.2,4

Tanda pasti kematian

Lebam mayat (livor mortis), setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati
bagian rebawah oleh karena gaya gravitas bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak
berwarna merah dan ungu (livide) pada bagian ter bawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh
yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal
dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak pada menit ke 20-30
pasca kematian, makin lama intensitasnya makin bertambah dan menjadi lengkap dan
menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada
penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam mayat akan
lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh dilakukan
dalam waktu 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih
tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat
di tempat terendah yang baru. Kadang kadang dapat ditemui bercak bercak berwarna biru
kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh
bertimbunnya sel-sel darah dalam sejumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi.
Selain itu kekakuan otot otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan
tersebut.2

11
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya karena lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal, mengetahui perubahaan posisi mayat
yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat
kematian.Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat di dada dan perut.4

Gambar 1. Lebam mayat

sumber : https://www.google.com/search

Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan
saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat
darah terdapat didalam pembuluh darah, maka keadaan ini dapat digunakl=an untuk
membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bilapada daerah
tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan
hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.4

Kaku mayat

Kaku mayat atau rigor mortis, merupakan kelenturan otot setelah kematian masih
dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan
cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah
ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur.

12
Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktindan miosin
menggumpal dan otot menjadi kaku.2

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
setelah 2 jam mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat pada umumnya tidak disertai dengan
pemendekan serabut otot, tetapi jika belu terjadi kau mayat otot berada dalam posisi teregang,
maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.4

Faktor- faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik
sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi bentuk tubuh yang kurus dengan otot otot yang kecil
dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian.4

Penurunan suhu tubuh

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahaan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Grafik
penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan
penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk
tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan
perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang
rendah, lingkungan berangindengan kelembaban yang rendah tubuh yang kurus posisi
terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis dan pada umumnya orang tua serta anak
kecil.2

Pembusukan

Pembusukan atau dikenal decomposition atau putrefaction. Pembusukan adalah


proses degradasijaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah
pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat
kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh
segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus yang terutama adalh clostridium welchii.

13
Pada proses pembusukan ini termasuk gas gasa alkana, H 2S dan HCN, serta asam amino dan
asam lemak. Pembusukan baru tampak kira kira 24 jam pasca mati berupa wana kehijauan
pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-
met-hemo-globin. Serta bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan
dada, dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dfan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau
membentuk gelembung berisi cairan yang berbau busuk.2

Pembentukan gas dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini kaan mengakibatkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi
ketegangan terbesar terdapat didaerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan
dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam
rongga sendi.2

Gambar 2. Pembusukan mayat

Sumber : www.google.com

Selanjutnya, rambut jadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem bibir

14
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2

Hewan pengerat akan merusak mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila
mayat dibiarkan tergeletak didaerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2

Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati,
di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan
menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dang mengukur
panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat diketahui usia larva
tersebut dapat memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya
meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang
hinggap).2

Alat dalam tubuh yang mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas atas menjadi kemerahan , endokardium dan intima
pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung
empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan dari jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati
menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengkerut. Prostatat dan uterus nongravid merupakan organ padat yang paling lama
bertahan terhadap perubahan pembusukan.2

Adiposera

Adiposera atau lilin mayat terbentuknya bahan berwarna keputihan lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena memiliki sifat antara
lemak dan lilin. 2,4,5

Mummifikasi

Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap gelap, berkeriput dan tidak

15
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi
terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik tubuh yang dehidrasi dan
waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang di jumpai pada cuaca yang normal.2,4

Autopsi kasus kematian akibat asfiksia

Asfiksi mekanik meliputi peristiwa pembekapan, penyumbatan, pencekikan,


penjeratan dan gantung serta penekanan pada dinding dada. Pada pemeriksaan mayat,
umumnya akan ditemukan tanda kematian akibat asfiksi berupa lebam mayat yang gelap dan
luas, perbendungan pada bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan saluran
pernafasan, perbendungan pada alat-alat dalam serta bintik perdarahan Tardieu. Tanda tanda
asfiksi tidak akan ditemukan bila kematian terjadi mekanisme non-asfiksi. Untuk menentukan
peristiwa mana yang terjadi pada korban, perlu diketahui ciri khas bagi masing-masing
peristiwa tersebut.2

Mati akibat pembekapan

Cari tanda disekitar lubang hidung dan mulut, terutama pada bagian muka yang
menonjol. Tanda kekerasan berupa luka memar atau luka lecet jenis tekan. Perhatikan pula
adanya tanda kekerasan pada permukaan belakang bibir yang timbul sebagai akibatnya
tertekan bibir kearah gigi pada saat pembekapan. Kadang-kadang dapat pula ditemukan tanda
tanda kekerasan pada daerah belakang kepala atau tengkuk sebagai akibat tertekannya kepala
kearah belakang. Pembekapan paling sering merupakan peristiwa pembunuhan dan sebagai
peristiwa bunuh diri atau kecelakaan. Korban pembunuhan dengan cara pembekapan
biasanya merupakan orang lemah atau dalam keadaan tidak berdaya.5

Interpretasi temuan

Berdasarkan keterangan hasil diskusi pada mayat anak laki-laki perkiraan usia 2
tahun ini ditemukan didalam sebuah rumah dalam keadaan meninggal, dengan banyak darah
yang tercecer di lantai. Didekat mayat anak, ditemukan ibunya dalam keadaaan kejang kejang
dan dari mulutnya keluar busa. Oleh warga, ibu dan anak tersebut dibawa kerumah sakit, dan
kejaidan ini dilaporkan ke polisi. Di IGD, si ibu berhasil diselamatkan oleh tim medis,
sedangkan anaknyadipastikan sudah meninggal sebelum tiba di rs dan dikirim ke instalasi
forensik untuk dilakukan otopsi. Hasil pemeriksaan jenazah pada anak, ditemukan lebam
mayat pada punggung, tidak hilang pada penekanan. Kaku mayuat pada seluruh tubuh. Kaku
jari-jari tangan dan kaki berwarna kebiruan. Pada pergelangan tangan kiri, terdapat luka

16
terbuka tepi rata dasar jaringan otot, dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong. Pada
seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat memar berwarna biru kehitaman . pada
dinding paru dan jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran pembuluh
darah pada organ-organ.

Pada hasil olah TKP ditemukan gelas berisi cairan pembasmi serangga satu buah
pisau berlumuran darah, tidak ada barang berharga yang hilang, tidak ada kerusakan pada
pintu dan jendela rumah. Berdasarkan keterangan saksi, tidak ada yang melihat orang lain
yang masuk atau keluar dari rumah. Beberapa hari terakhir si ibu dan ayahnya sering
bertengkar hebat. Saat kejadian ayahnya sedang bekerja di kantor.

Kesimpulan

Tentang sebab mati, mekanisme kematian dan kemungkinan cara mati korban

Pada pemeriksaan mayat balitalaki-laki, berusia 2 tahun. Pada pemeriksaan luar


ditemukan ditemukan lebam mayat pada punggung, tidak hilang pada penekanan. Kaku
mayuat pada seluruh tubuh. Kaku jari-jari tangan dan kaki berwarna kebiruan. Pada
pergelangan tangan kiri, terdapat luka terbuka tepi rata dasar jaringan otot, dengan tidak ada
pembuluh darah yang terpotong. Pada seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat
memar berwarna biru kehitaman . Pada pemeriksaan dalam ditemukan dinding paru dan
jantung ditemukan banyak bintik perdarahan serta pelebaran pembuluh darah pada organ-
organ. Sebab mati balita ini akibat kekerasan tumpul pada mulut yang mengakibatkan
tersumbatnya jalan napas sehingga menyebabkan mati lemas. Kemungkinan cara kematian
korban adalah dengan cara di tutup jalan napas area wajah, sehingga terdapat luka pada
permukaan bibir yang mengenai gigi balita sehingga balita sulit bernapas dan kekurangan
oksigen.

Pembuatan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan

Contoh visum et repertum7,8

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK

RUMAH SAKIT UKRIDA

JL. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat

17
Nomor :3435-SK.III/2345/2-95 Jakarta,05 Desember
2020

Lampiran :Suatu sampul tersegel-------------------------------------------------------

Perihal :Hasil Pemeriksaan Pembedahan-------------------------------------------

atas jenazah An.X

PRO JUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan dibawah ini, Budi, dokter ahli kedokteran forensik pada bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, menerangkan
bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Selatan
No.Pol.:B/789/VR/XII/95/ Serse tertanggal 18 Desember 2018, maka pada tanggal 19
Desember tahun Duaribu delapan belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit Waktu
Indonesia bagian Barat, bertempat diruang bedah Jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut
surat permintaan tersebut adalah:

Nama :X----------------------------------------------------

Jenis kelamin :laki-laki--------------------------------------------

Umur :2 tahun---------------------------------------------

Kebangsaan :-----------------------------------------------------

Agama :-----------------------------------------------------

Pekerjaan :-----------------------------------------------------

Alamat :-----------------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai
lak merah, terikat pad ibu jari kaki kanan.

Hasil Pemeriksaan

I. Pemeriksaan Luar

18
1. Mayat tidak dibungkus
2. Mayat berpakaian sebagai berikut
3. Kaku mayat ditemukan pada seluruh tubuh
Kaku jari-jari tangan dan kaki berwarna kebiruan
Lebam mayat ada pada punggung tidak hilang pda penekanan
4. Pada tubuh terdapat luka luka sebagai berikut :
a. Pada pergelangan tangan kiri terdapat luka terbuka tepi rata, dasar jaringan
otot dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong.
b. Pada seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat memar berwarna
biru kehitaman.
II. Pemeriksaan dalam (Bedah Jenazah)
Dinding paru dan jantung ditemukan ditemukan banyak bintik perdarahan, serta
pelebaran pembuluh darah dan organ-organ.

Kesimpulan

Pada mayat anak laki laki ini ditemukan luka pada pergelangan tangan kiri terdapat luka
terbuka tepi rata, dasar jaringan otot dengan tidak ada pembuluh darah yang terpotong akibat
kekerasan benda tajam dan pada seluruh permukaan bibir atas dan bawah terdapat memar
berwarna biru kehitaman akibat bekapan jalan napas.

Luka pada lengan kiri menunjukkan ciri-ciri yang sesuai dengan tusukan benda tajam
bermata satu.

Sebab mati anak ini adalah pembekapan jalan napas sehingga membuat seluruh
permukaan bibir atas dan bawah luka memar berwarna biru kehitaman.

Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan kedokteran saya


yang sebaik baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.

Dokter yang memeriksa,

Dr.Charlos

NIP 20009837294

19
Daftar Pustaka

1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran


Forensik FKUI; 1994. p.11-12,14
2. Budiyanto A, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 1997.p.3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.
3. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007

4. Widiatmaka W, Sudiono S, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Departemen


Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI ; 1997.
5. Sampurna B, Samsu Z. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum. Jakarta:
Pustaka Dwipar, 2003
6. Meilia PDI. Prinsip pemeriksaan dan penatalaksanaan korban kekerasan pada anak.
Cermin Dunia Kedokteran, 2010;39(8):579-583.
7. Dahlan S. Pembuatan visum et repertum. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2007.
8. Safitry Oktavinda. Mudah Membuat Visum et Repertum Kasus Luka. Jakarta :
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai