Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Suryo Wijoyo Sp.KF MH
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 18 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Kp. Gudang hut Rt 003/003, Ds. Sindang Mulya kec. Cibarusah.
Waktu Pemeriksaan : Kamis, 14 Februari 2019, jam 04.43 WIB.
Keterangan : Korban datang ke Rumah Umum Daerah Kabupaten Bekasi dengan
aparat kepolisian membawa Surat Permintaan Visum (SPV) utuk meminta pembuatan
Visum et Repertum (VER) pada tanggal 14 Februari 2019, jam 04.43 WIB.
KRONOLOGIS
Seorang pasien laki-laki, umur delapan belas tahun datang ke IGD Rumah Umum Daerah
Kabupaten Bekasi, pukul 04.43 WIB pada hari kamis 14 februari 2019. Mengaku terlibat
adu komentar di facebook akibat teman nya memposting foto korban bersama guru nya
karena perbedaan pilihan calon presiden dan di sertakan omongan yang tidak enak, di
ancam ingin menyakiti korban, korban merasa tidak terima gurunya di hina seperti itu.
Pelaku menghampiri korban dan di siram bensin dan ingin di bakar, korban melawan lalu
korban di pukul oleh pelaku di bagian punggung dan ditendang di bagian dada. Korban
kabur lalu mencari pertolongan ke Polsek Cibarusah.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sadar penuh, keadaan umum baik, sikap kooperatif
Suhu : 36,5 derajat celcius
2
Tanda vital
o Tekanan darah : 106/50 mmHg
o Frekuensi nadi : 90 kali/menit
o Frekuensi napas : 20 kali/menit
Keadaan gizi : Baik
Status Generalis
Kepala/Leher : Anemis (-), ikteric (-)
Thoraks : dalam batas normal
Abd : hematom (-), nyeri tekan regio hipogastrium (-)
Ekst : dalam batas normal
Status Lokalis Luka
Terdapat memar pada punggung kanan, bentuk tidak teratur, batas terkiri tujuh
sentimeter dari garis tengah tubuh dan tiga sentimeter dari tulang belikat, dengan
panjang empat sentimeter, lebar dua sentimeter, batas tidak tegas, tepi tidak rata,
warna merah keunguan.
3
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Tindakan/Pengobatan
Tindakan perawatan luka
Pembuatan Visum et Repertum
Kesimpulan
Seorang laki-laki, umur 18 tahun, warna kulit sawo matang, kesan gizi cukup. Dari
pemeriksaan luar didapatkan tanda-tanda kekerasan tumpul berupa luka memar pada
punggung kanan. Hal tersebut menimbulkan hambatan melakukan pekerjaan sehari-hari
dan membutuhkan istirahat selama tiga hari.
Pembahasan Kasus
Prosedur medikolegal
Prosedur medikolegal pada kasus ini sudah terpenuhi dengan adanya surat
permintaan visum tertulis dari kepolisian sektor cibarusah yang berisi tentang
permohonan untuk dilakukan pemeriksaan luar terhadap korban seorang laki-laki
berumur 18 tahun yang telah mengalami penganiayaan pada tanggal 14 Februari 2019.
4
Pada kasus ini surat permintaan visum sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam KUHAP pasal 133 ayat 2 yaitu secara tertulis dengan komponen – komponen
sebagai berikut :
1. Institusi pengirim : Polsek Cibarusah
2. Nomor surat : B/02/KET/XII/2019/Sek.Cr
3. Tujuan surat : Rumah Umum Daerah Kabupaten Bekasi
4. Identitas : Angga Rizki Fauzi umur : 18 tahun
5. Permintaan Penyidik : pemeriksaan luar dan pembuatan Visum et Repertum
6. Jabatan pengirim : Tarmo, Pangkat AIPTU, NRP. 64090229
Pemeriksaan Korban
Pada tanggal 14 Februari 2019, jam 04.43 WIB. Korban datang ke IGD RSUD
Kab. Bekasi beserta dengan aparat kepolisian untuk dibuatkan surat VeR. Kemudian oleh
dokter jaga igd melakukan pemeriksaan luar.
Pada pemeriksaan luar ditemukan Terdapat memar pada punggung kanan, bentuk
tidak teratur, batas terkiri tujuh sentimeter dari garis tengah tubuh dan tiga
sentimeter dari tulang belikat, dengan panjang empat sentimeter, lebar dua
sentimeter, batas tidak tegas, tepi tidak rata, warna merah keunguan.
Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan
ringan, seperti yang tertuang dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi: (peraturan uu
kedokteran,1994)
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana
dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang
yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
bukti yang sah di pengadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP. Visum et
Repertum juga berguna dalam proses penyidikan. (peraturan uu kedokteran,1994)
Keterangan ahli yang berupa Visum et Repertum (VER) tersebut adalah keterangan
yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati, ataupun bagian atau diduga
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk
kepentingan peradilan. Seorang dokter juga berkewajiban memberikan keterangan ahli
seperti yang diminta penyidik yang berwenang tersebut, seperti yang diatur dalam Pasal
179 KUHAP yang berbunyi, “Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.” (peraturan uu kedokteran,1994)
Surat Permintaan Visum et Repertum (SPV) perlu diperiksa kelengkapannya sebelum
dokter atau ahli kedokteran kehakiman melakukan pemeriksaan dan membuat visum et
repertum. Seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983, bahwa
kelengkapan SPV harus memenuhi kop surat, pihak yang meminta visum, pihak yang
dituju, identitas korban, dugaan penyebab kematian, permintaan jenis pemeriksaan,
jabatan peminta visum, dan tanda tangan peminta visum. VER pun memiliki lima
komponen tetap yang terdiri dari Pro Justitia, bagian Pendahuluan, bagian Pemberitaan,
bagian Kesimpulan, dan bagian Penutup. (peraturan uu kedokteran,1994)
VER merupakan alat bukti yang sah dan memiliki nilai otentik karena dibuat atas
sumpah jabatan sebagai seorang dokter. Sesuai dengan Stb 350 tahun 1937 yang
menyatakan bahwa visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah
mengucapkan sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter. Pada kasus perlukaan,
korban yang dimintakan visum et repertumnya adalah kasus dengan dugaan adanya
tindak kekerasan yang diancam hukuman oleh KUHP. Seorang dokter untuk membantu
peradilan, wajib membuktikan adanya luka atau memar. Derajat luka sangat diperlukan
untuk menentukan hukuman yang akan diterima oleh korban, sehingga dokter harus
menentukan derajat luka dengan benar. Dokter harus menuliskan luka-luka, cedera, atau
penyakit yang ditemukan, jenis benda penyebab, serta derajat perlukaan, pada visum et
repertum. (peraturan uu kedokteran,1994)
2.2 Traumatologi
7
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa). Sementara luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Kekerasan dapat dibedakan
berdasarkan sifatnya, yaitu mekanik (kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda
tumpul, dan tembakan senjata api), fisika (suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan
udara, akustik, dan radiasi), dan kimia (asam atau basa kuat). (Dahlan,2007)
a. Trauma benda tajam
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh
oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda tajam adalh sebagai berikut :
(Dahlan,2007)
1) Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
2) Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan , tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus dari sedikit lengkung.
3) Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
4) Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok (vulnus caesum).
1) Luka sayat
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh
karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian
digeserkan sepanjang kulit.(De Jong,2005)
Ciri luka sayat :
a) Pinggir luka rata
b) Sudut luka tajam
c) Rambut ikut terpotong
d) Jembatan jaringan ( - )
e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang
2) Luka tusuk
8
Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau
tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada
permukaan tubuh. .(De Jong,2005)
Contoh:
-Belati, bayonet, keris
-Clurit
-Kikir
-Tanduk kerbau
10
o Tepi luka tidak rata
o Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
o Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mongering )
o Warna coklat kemerahan
o Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di
tutupi epitel dan reaksi jaringan (inflamasi)
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk dari
luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika benda
tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada kepala
maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi. (Dahlan,2007)
11
2.3 Penganiayaan
Penganiayaan ini diatur dalam KUHP pasal 351, yaitu sebagai berikut:
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Untuk mengetahui peyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakit pada
korban hidup maka diperlukan pemeriksaan kedokteran forensik. Hal ini dimaksudkan
utuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP. Oleh karena itu, catatan medic pada setiap
pasien harus lengkap hasil pemeriksaannya, terutama korban yang diduga tindak pidaa.
Hal ini diperlukan untuk pembuatan visum et repertum. (peraturan uu kedokteran,1994)
Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan
ringan, seperti yang tertuang dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi: (peraturan uu
kedokteran,1994)
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana
dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang
yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pada korban dengan luka sedang, dapat pula merupakan hasil dari tindak
penganiayaan, seperti yang disebutkan pada Pasal 351 KUHP ayat (1) yang berbunyi
12
“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah” dan Pasal 353 KUHP ayat (1) yaitu:
“Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana pejara palig
lama 4 tahun.”
Korban dengan luka berat seperti yang disebutkan pada pasal 90 KUHP adalah
sebagai berikut: (peraturan uu kedokteran,1994)
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan sembuh sama
sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
3) Kehilangan salah satu pancaindra;
4) Mendapat cacat berat;
5) Menderita sakit lumpuh;
6) Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Hasil dari tindak penganiayaan tersebut dengan akibat luka berat diatur dalam
pasal 351 ayat (2) yang berbunyi: “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat,
yang bersalah diancam dengan pidana pejara paling lama 5 tahun” atau Pasal 353 ayat
(2) yaitu “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikarenakan
pidana pejara palig lama tujuh tahun”. Sementara, jika korban dengan luka berat
merupakan akibat penganiayaan berat, undang-undang mengaturnya dalam Pasal 354
ayat (1) yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain,
diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun” atau Pasal 355 ayat (1) yaitu “Penganiayaan berat yang dilakukan
dengan rencaa lebih dahulu, diancam degan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.”
Sementara dalam KUHP, yang dimaksud penganiayaan ringan adalah
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
jabatan atau halangan pekerjaan, seperti bunyi Pasal 352 KUHP. Umumnya, korban
datang tanpa luka, atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak
13
berbahaya atau tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Luka-luka ini dimasukkan
ke kategori luka ringan atau luka derajat satu. (peraturan uu kedokteran,1994)
Hoge Road pada tanggal 25 Juni 1894 menjelaskan pengertian penganiayaan
yang tidak disebutkan di KUHP, bahwa menganiaya adalah dengan sengaja
menimbulkan sakit atau luka. Dalam hal ini, semua keadaan yang “lebih berat” dari luka
ringan dimasukkan ke dalam kategori luka sedang (luka derajat dua) dan luka berat
(luka derajat tiga). Luka sedang adalah keadaan yang terletak di antara luka ringan dan
luka berat. (peraturan uu kedokteran,1994)
Penentuan derajat luka ini penting utuk membuat visum et repertum, sehingga
dokter harus memeriksa dengan teliti korban yang datang. Uraian yang dibuat meliputi
keadaan umum sewaktu datang, letak, jenis dan sifat luka serta ukuran, pemeriksaan
khusus/penunjang, tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit, dan
keadaan akhir saat perawatan. Secara objektif, dapat dimasukkan gejala yang ditemukan
pada korban. (Dahlan, 2007)
14
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto A, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;
1997.
Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 67-91.
De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-8.
Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta:
EGC. 35-84.
Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
FKUI; 1994.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC. 56-75.
15