Nim : 1312200347
SISTEMISASI KUHP
Tindak pidana terhadap “Nyawa” dalam KUHP dimuat pada Bab XIX dengan judul “Kejahatan
Terhadap Nyawa Orang” yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Pengaturan
mengenai tindak pidana terhadap nyawa seperti demikian:
Dilihat dari segi “Kesengajaan” (dolus) maka tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri atas:
1. Yang dilakukan dengan sengaja.
2. Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat.
3. Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu.
4. Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh.
5. Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri.
Pada RUU – KUHP 1993, terhadap beberapa perubahan, antara lan sebagai berikut:
PEMBUNUHAN
Hal ini diatur oleh Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah
melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Perbuatan yang mana yang dapat merampas / menghilangkan jiwa orang lain, menimbulkan
beberapa pendapat yakni:
Teori Aequivalensi dari Von Buri yang disebut juga Teori Conditio Sine Qua Non yang
menyamaratakan semua factor yang turut serta menyebabkan suatu akibat.
Teori Adaequate dari Van Kries yang juga disebut dengan teori keseimbangan yakni
perbuatan yang seimbang dengan akibat.
Teori Individualis dan Teori Generalis dari Dr. T. Trager yang pada dasarnya mengutarakan
bahwa yang paling menentukan terjadinya akibat tersebut itulah yang menyebabkan, sedang
menurut Teori Generalisasi, berusaha memisahkan setiap aktor yang menyebabkan akibat
tersebut.
Pada teks RUU-KUHP 1993 masih menggunakan istilah “Merampas Nyawa Barang Lain”.
Rumusan tersebut, perlu mendapat perhatian, karena dengan kata “Membunuh” persepsi
masyarakat umum, telah jelas.
Kata “Murder” pada “The Lexicon Webster Dictionary”, dimuat artinya sebagai berikut:
“The act of unlawfully killing a human being being by another human with premeditated
malice”. “The act of unlawfully” (perbuatan melawan hukum) seyoginya dimuat dalam
rumusan “pembunuhan” sebab jika membunuh tersebut dilakukan dengan tanpa melawan
huku, misalnya, melaksanakan hukuman mati, maka hal tersebut bukan “Pembunuhan”.
Kata-kata “Menghilangkan nyawa orang lain” atau “merampas nyawa orang lain”, sudah
saatnya dipikirkan untuk diganti dengan istilah yang lebih realistis.
Hal ini diatur oleh Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang yang dilakukan
dengan maksud untuk memudahkan pembuatan itu, atau jika tertangkap tanga, untuk
melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang
didapatnya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
Perbedaaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau didahului
oleh kejahatan.”
Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksud untuk
mempersipakan dilakukannya kejahatan lain”.
Kata “disertai” dimaksudkan, disertai kejahatan lain: pembunuhan itu dimaksudkan untuk
mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu.
Teks Pasal 339 KUHP tersebut, diambil alih oleh RUU – KUHP 1993 dan tampaknya
perumusannya tidak berubah kecuali sanksinya yang memuat sanksi paling rendah yakni 5
(Lima) tahun. Ancaman hukuman (sanksi) bagi pembunuhan yang dilakukan dengan
pemberatan tersebut, perlu dikaji ulang secara sermata dengan mempedomani Pancasila,
khususnya dalam pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang wajib tidak
membenci sesama manusia sehingga penilaian terhadap “Jiwa” atau “Nyawa” manusi tidka
boleh lebih rendah nilainya dari harta atau kekayaan. Tampaknya akhir-akhir ini tendensi
pengutamaan materi atau harta kekayaan semakin kuat sehingga penilaian terhadap nyawa
atau jiwa manusia, mempelihatkan kecenderungan menurun. Hal yang demikan sudah
saatnya diwaspadai.
PEMBUNUHAN BERENCANA
Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu menghilangkan nyawa orang
lain dihukum karena salahnya pembunuhan berencana, dengan hukuman mati atau
hukuman seumur hidup atau penjara semenatra selama-lamanya dua puluh tahun”.
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama sesudah melahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan
anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun”.
Pasal ini oleh RUU-KUHP 1993, diambil alih pada Pasal 444 (19.02). Pada penjelasan resmi,
antara lain diutarakan:
“…………………….keadaan kejiwaan (psikologik) si wanita pada saat itu maka suatu ancaman
pidana yang lebih ringan adalah wajar. Tidaklah relevan disini untuk membedakan apakah
wanita itu sudah menikah (kawin) atau belum. Redaksi pasal ini mensyaratkan bahwa bayi
yang dilahirkan haruslah dalam keadaan hidup. Untuk menentukan hal itu, wajib dimintakan
visum dari yang berwenang. Apabila bayi itu dilahirkan dalam keadaan tidak bernyawa atau
sudah mati, maka Pasal 05.26 yang diterapkan”.
Pada penanganan kasus pembunuhan bayi oleh ibunya, agar diarahkan atau disubsidairkan
dengan Pasal 181 KUHP. Hal ini perlu, jika pada pemeriksaan persidangan ternyata bayi
tersebut telah meninggal dalam kandungan.
Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut
ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu
pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum karena membunuh
bayi secara berencana dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun”.
Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telah
direncanakan lebih dahulu artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan
telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat-alatnya.
Tetapi pembunhan bayi yang baru lahir, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat
rumit untuk membedakan dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena
keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat
dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya. Hal ini yang dapat
membuat dugaan bahwa RUU-KUHP 1993, tidak memuat Pasal 342 KUHP. Bahwa
kemungkinan terjadi pelanggaran Pasal 342 KUHP, masih tetap ada dan jika dapat dibuktikan
bahwa “pembunuhan bayi tersebut dilakukan secara berencana” maka wajar jika diancam
dengan hukuman yang lebih berat. Oleh karena itu, perlu dikaji ulang tentang penghapusan
Pasal 342 KUHP. Sebaiknya Pasal 341 dan Pasal 342 dirumuskan dalam satu pasal yang terdiri
dari ayat (1) dan ayat (2).
Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang
disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas
tahun”.
Pasal 344 KUHP, diambil alih RUU-KUHP 1993 pada Pasal 445 (19.02). Untuk jelasnya perlu
diamati penjelasan resmi Pasal 19.02 yang rumusannya sebagai berikut:
“Pasal ini hampir sama dengan Pasal 344 KUHP lama. Pasal ini menunjuk pada bentuk
euthanasia aktif. Tidak dirumuskan bentuk euthanasia pasif, oleh karena dunia kedokteran
dan masyarakat tidak menganggap hal itu sebagai perbuatan anti sosial. Meskipun ada kata-
kata “atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati”,
namun perbuatan itu tetap diancam dengan pidana. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
yang tidak dikehendaki. Misalnya, oleh si pembuat justru diciptakan suatu keadaan yang
demikian rupa sehingga timbul permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan.
Ancaman pidana disini tidak ditunjukan terhadap kehidupan seseorang, melainkan ditujukan
terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun dalam kondisi pasal
ini, orang tersebut sangatlah menderita, baik secara fisik, maupun secara rohani”.
PENGANJURAN AGAR BUNUH DIRI
Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang suapya membunuh diri, atau menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri”.
Pada RUU-KUHP 1993, pasal ini diambil alih pada Pasal 446 (19.04) yang penjelasan
resminya berbunyi sebagai berikut:
“Pasal ini hampir sama dengan Pasal 345 KUHP lama. Diadakannya pasal ini berdasarkan
pertimbangan terhadap penghormatan kehidupan manusia. Apabila orang yang didorong
atau yang ditolong untuk bunuh diri itu, tidak mati, maka yang mendorong atau menolong,
tidak kena ancaman pidana pasal ini. Dalam hubungan ini, perhatikan kata-kata pada akhir
redaksi pasal ini “……………kalau orang itu jadi bunuh diri”. Hal tidak dikenal ancaman pidana
dalam pasal ini kalau orang itu tidak jadi bunuh diri, didasarkan atas pertimbangan bahwa
bunuh diri bukanlah suatu tindak pidana. Oleh sebab itu, percobaan yang bertalian dengan
kualifikasi pasal ini, tidak diancam dengan pidana”.
PENGGUGURAN KANDUNGAN
Kata “pengguguran kandungan” adalah terjemahan dari kata “abortus provocatur” yang
dalam Kamus Kedokteran diterjemahkan dengan : “membuat keguguran”. Pengguguran
kandungan diatur dalam KUHP pleh Pasal-pasal 346, 347, 348, dan 349. jika diamati pasal-
pasal tersebut maka akan dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) unsur atau faktor pada kasus
pengguguran kandungan yakni:
1. Janin
2. Ibu yang mengandung
3. Orang ketiga yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.
Tujuan pasal-pasal tersebut adalah untuk melindungi janin. Berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia dimuat arti “janin” sebagai berikut: “1. Bakal bayi (masih di kandungan) 2.
Embrio setelah melebihi umur 2 bulan.”
Pengaturan KUHP mengenai “pengguguran kandungan” adalah sebagai berikut:
b. Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan yang Mengandung
Hal ini diatur Pasal 347 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan
tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
belas tahun.
Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun.