Anda di halaman 1dari 5

A.

Fakta dan Kronologi Kasus


Kasus ini melibatkan seorang ibu yang membunuh ketiga anak kandungnya di
Brebes, Jawa Tengah. Dilaporkan, yang menjadi pelakunya adalah seorang wanita
berusia 35 tahun berinisial KU. Sementara korbannya adalah anak berjumlah tiga orang,
masing-masing berinisial KS (10), AR (7) ,dan EM (5). AR diketahui telah meninggal
dunia, sedangkan dua saudaranya dalam keadaan kritis. Menurut warga setempat, KU
berprofesi sebagai penata rias atau make up artist (MUA). Sedangkan, suaminya adalah
pekerja di Jakarta.
Kejadian ibu bunuh 3 anak ini berlangsung pada hari Minggu (20/3/2022) pagi
selepas shalat subuh. Tempat Kejadian Perkara (TKP) berada dalam rumah pelaku di
Dukuh Sokawera, Desa/Kecamatan Tonjong, Brebes. Pada pagi itu, tiba-tiba warga
sekitar mendengar teriakan dari rumah pelaku. Warga yang mendengar lantas
mendatangi rumah dan mencoba masuk, hingga melihat langsung para korban. Korban
anak kedua ARK (7) meninggal dunia karena mengalami luka yang parah di bagian
leher. Sedangkan anak pertama yang perempuan, yaitu KS, mengalami luka pada bagian
dada. Sedangkan anak ketiga atau bungsu laki-laki EM mengalami luka di bagian
lehernya. KS dan EM yang kritis langsung dilarikan ke Rumah Sakit Aminah Bumiayu
untuk mendapatkan perawatan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Brebes, AKP Syuaib
Abdullah mengatakan bahwa pelaku terindikasi mengalami gangguan kejiwaan.
Penyelidikan lebih lanjut, apakah ada gejala depresi ataupun gangguan kejiwaan
nantinya akan panggil ahli kejiwaan. Syuaib mengatakan bahwa polisi telah
mengamankan terduga pelaku. Pelaku menganiaya tiga anak kandungnya, hingga satu di
antaranya meninggal dunia karena luka di leher. Sedangkan dua lainnya, hingga saat ini
masih dirawat di rumah sakit. Sejumlah barang bukti juga telah diamankan untuk
selanjutnya dikirim ke Laboratorium Forensik.

B. Tindak Pidana Terhadap Nyawa (Pembunuhan)


Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP) yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai suatu pembunuhan.
Tindak pidana pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven)
adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Untuk menghilangkannya nyawa
orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan
yang berakibat dengan meninggalnya orang lain. Atas dasar objeknya (kepentingan
hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan
dalam 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umunya, dimuat dalam Pasal: 338, 339, 340,
344, 345.
2. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat
dalam Pasal: 341, 342, dan 343
3. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat
dalam Pasal: 346, 377, 348, dan 349.
Dilihat dari segi “kesengajaan (dolus/opzet)” maka tindak pidana terhadap nyawa ini
terdiri atas:
 Dilakukan dengan sengaja
 Dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat
 Dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu
 Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh
 Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri
Apabila kita melihat ke dalam KUHP, segera dapat diketahui bahwa pembentuk undang-
undang telah bermaksud mengatur ketentu an-ketentuan pidana tentang kejahatan-
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain dalam Buku ke-II Bab ke-XIX
KUHP yang terdiri dari tiga belas pasal, yakni dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi
kualifikasi sebagai pembunuhan yang terdiri dari:

1. Pembunuhan Biasa
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembunuhan) dalam
bentuk pokok, dimuat dalam Pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah:
“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”
Unsur-unsur pembunuhan adalah:
- Barangsiapa : ada orang tertentu yang melakukanya
- Dengan sengaja : dalam ilmu hukum pidana di kenal 3 jenis bentuk sengaja
(dolus) yaitu :
 Sengaja sebagai maksud
 Sengaja berinsyaf kepastian
 Sengaja berinsyaf kemungkinan
 Menghilangkan nyawa orang lain
Sebagian pakar mengemukakan istilah “merampas jiwa orang lain”. Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan/merampas jiwa
orang lain adalah pembunuhan.

2. Pembunuhan yang Diikuti, Disertai, atau Didahului oleh Tindak Pidana Lain
Pembunuhan yang dimaksud ini adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam
Pasal 339 KUHP, menentukan:
“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari
pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda
yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau sementara waktu paling lama 20 tahun”.
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Semua unsur pembunuhan (objektif dan subjektif) Pasal 338 KUHP.
b. Yang (1) diikuti, (2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana lain.
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain
2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain
3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan:
- Untuk menghindari (1) diri sendiri maupun (2) peserta lainnya dari
pidana, atau
- Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya sencara
melawan hukum (dari tindak pidana lain itu).
Kejahatan Pasal 339 KUHP, kejahatan pokoknya adalah pembunuhan, suatu
bentuk khusus pembunuhan yang diperberat. Dalam pembunuhan yang diperberat ini
terjadi dua macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa
dalam bentuk pokok (Pasal 338) dan yang lain adalah tindak pidana lain (selain
pembunuhan). Dalam hal tindak pidana lain yang harus telah terwujud dan harus ada
hubungan (subjektif) dengan pembuhunan, tidak selalu berupa kejahatan tetapi boleh
juga suatu pelanggaran. Oleh karena dalam rumusan Pasal 339 disebut istilah tindak
pidana (strafbaarfeit), yang menurut KUHP dibedakan antara kejahatan dan
pelanggaran.
Unsur-unsur objektif dalam perkataan diikuti, disertai dan didahului serta
ditempatkan antara unsur pembunuhan dengan tindak pidana lain. Unsur-unsur
subjektif menunjukkan ada hubungan yang bersifat subjektif (hubungan alam batin
petindak) antara pembunuhan dengan tindak pidana lain itu. Hubungan ini terdapat
dari unsur atau perkataan dengan maksud. Adanya hubungan objektif maupun
subjektif antara pembunuhan dengan tindak pidana lain, dapat dilihat dari perkataan
atau unsur-unsur diikuti, disertai atau didahului dengan maksud untuk mempersiapkan
dan seterusnya.

3. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan
berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia , diatur dalam Pasal 340 yang rumusannya
adalah:
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan
nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan berencana dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20
tahun”.
Rumusan tersebut di atas, terdiri dari unsur-unsur:
a. Unsur objektif
- perbuatan menghilangkan nyawa
- objeknya yaitu nyawa orang lain
b. Unsur subjektif
- dengan sengaja
- dan dengan rencana terlebih dahulu.
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 KUHP
ditambah dengan adanya unsur rencana terlebih dahulu. Pasal 340 KUHP dirumuskan
dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam Pasal 338, kemudian ditambah
dengan suatu unsur lagi yakni dengan rencana terlebih dahulu. Oleh karena dalam
Pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur-unsur Pasal 338, maka pembunuhan
berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri.
Unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau
unsur:
a. memutuskan kehendak dalam suasana tenang
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak.
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.
Adanya pendapat yang mengatakan bahwa unsur dengan rencana terlebih dahulu
adalah bukan bentuk kesengajaan tetapi berupa cara membentuk kesengajaan/opzet
yang mana mempunyai 3 syarat yaitu:
a. Opzet’nya itu dibentuk setelah direncanakan terlebih dahlu.
b. Dan setelah orang merencanakan (opzetnya) itu terlebih dahulu, maka yang
penting adalah cara “Opzet” itu dibentuk yaitu harus dalam keadaan yang tenang.
c. Dan pada umunya, merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka
waktu yang agak lama.
Memperhatikan pengertian dan syarat dari unsur yang direncanakan terlebih dahulu di
atas, tampak proses terbentuknya direncanakan terlebih dahulu (berencana) memang
lain dengan terbentuknya kesengajaan (kehendak).
C. Teori Kausalitas
Kausalitas (sebab-akibat) adalah sebuah hubungan atau proses antara dua atau lebih
kejadian atau keadaan dari peristiwa dimana satu faktor menimbulkan atau menyebabkan
faktor lainnya. Dalam delik formal, terjadinya akibat itu hanya merupakan accidentalia,
bukan suatu essentialia, sedangkan pada delik materill akibat itu merupakan essentialias
dari delik tersebut sebab jika disini tidak terjadi akibat yang dilarang dalam delik itu,
maka delik materiil itu tidak ada, paling banyak adalah percobaan.
Apabila kasus di atas di telaah dari sudut pandang teori Conditio Snie Qua non, yang
menyatakan bahwa semua syarat, semua faktor, yang turut serta dan bersama-sama
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat di hilangkan dari rangkaian faktor-faktor
yang bersangkutan, adalah causa (sebab), maka akibat yang terjadi dalam contoh kasus di
atas mempunyai causa yaitu korban tewas akibat tusukan dari sang ibu. Dari rangkaian
causa tersebut, semua causa mempunyai nilai yang sama atau dengan kata lain
mempunyai peranan dan andil yang sama. Apabila salah satu sebab tidak ada maka akan
menimbulkan akibat yang lain. Atau dengan kata lain matinya korban tidak akan terjadi
apabila salah satu sebab itu tidak ada. Namun teori Conditio Sine Qua non disini
mempunyi kelemahan yang mendasar yaitu bahwa hubungan kausal akan membentang
tanpa ahir, maka secara praktis teori ini tidak bisa di gunakan dalam hukum pidana.154
Hal ini di karena kedudukan sebab yang menimbulkan akibat tersebut mempunyai nilai
yang sama yang tidak boleh di hilangkan. Oleh karena itu jika di telusuri melalui teori
ini, maka contoh kasus di atas tidak akan mencapai titik ahir karena harus menyelusuri
semua sebab-sebab yang menjadi rangkaian.
Teori individualisir mengatakan bahwa teori yang dalam usahanya mencari faktor
penyebab dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor yang ada atau
terdapat setelah perbuatan dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai