Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN YURIDIS HUKUM PIDANA TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA

YANG DILAKUKAN BERSAMA-SAMA

(STUDI KASUS PEMBUNUHAN TERHADAP CALON PENDETA MELINDA ZEDINI


DI SUMATERA SELATAN)

Oleh :

Jilal Aqli (1614101049)

I. PENDAHULUAN

Pada hari Selasa tepatnya dini hari pukul 04.30 WIB Melinda Zidemi yang merupakan
calon Pedeta di Oki Sumatera Selatan ditemukan tewas dengan kondisi setengah telanjang di
semak belukar PT PSM, Sungai Baung. Tewasnya Melinda Zidemi disebabkan karena
dibunuh dan diperkosa oleh dua orang yakni Nang dan Henry. Adapun motif tersangka
melakukan tindakan tersebut dikarenakan masalah asmara.

Dilansir dari beberapa artikel kronologi terjadinya pembunuhan terhadap calon pendeta
tersebut yakni, Nang yang merupakan salah satu tersangka mengaku memendam rasa cinta
terhadap korban sejak delapan bulan bekerja di perkebunan sawit. Selama ia bekera, ia selalu
melihat korban keluar menuju pasar. Namun satu pekan sebelum kejadian terjadi, pelaku
merasa tersinggung oleh ucapan korban sehingga menimbulkan niat untuk membunuh
korban. Kemudian setelah merasa dicampakan, korban mengajak temannya yang bernama
Hendri untuk menghadang korban saat melintas di lokasi kejadian. Sebelum menghadang,
kedua pelaku mencari kain sarung untuk menutupi wajah agar tidak dikenali oleh korban.
Selain itu juga Nang menyiapkan ban dalam untuk mengiikat tangan dan kaki korban. Senin,
25 maret 2019 sekitar pukul 18.00 WIB kedua pelaku menyergap Melinda Zidemi dan
seorang bocah berinisial NP yang bersama dengannya di tengah jalan. NP yang merupakan
seorang bocah tersebut diikat terlebih dahulu oleh Hendri. Selanjutnya korban Melinda
Zidemi dibekap dan hendak diperkosa oleh para pelaku. Namun, korban ternyata sedang
datang bulan, kedua pelaku melecehkan korban kemudian mencekiknya hingga tewas.

Berdasarkan peristiwa tersebut terdapat tindak pidana yang terjadi yakni kejahatan
terhadap nyawa berupa pembunuhan berencana. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk
menganalisis kasus tersebut dengan teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Konsep Pembunuhan Berencana dalam KUHP?

2. Bagaimanakah analisis hukum terhadap kasus tersebut jika dihubungkan dengan konsep
pembunuhan berencana dalam KUHP?

II. PEMBAHASAN

2.1 Pembunuhan Berencana (Moord).

Pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari
seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, sebagaimana dalam Pasal 340 sebagai
berikut :

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa
orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”

Adapun unsur-unsur yang dapat dirumuskan dari pasal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Unsur Subjektif :

1) Dengan sengaja;
2) Dan dengan terencana terlebih dahulu;

b. Unsur Objektif :

1) Perbuatan Menghilangkan Nyawa;


2) Objeknya : Nyawa orang lain.

Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah
dengan adanya unsur dengan terencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada
pembunuhan berencana jika dibandingkan dengan Pembunuhan dalam Pasal 338 dan Pasal
339, diletakan pada adanya unsur terencana terlebih dahulu.

Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur dalam Pasal
338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan direncanakan terlebih
dahulu”. Oleh karena Pasal 340 mengulang lagi seluruh unsur Pasal 338, maka
pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een
zelfstanding misdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal
338).
Lain halnya dengan pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului tindak pidana
lain (Pasal 339), dimana unsur-unsur dalam Pasal 338 tidak disebutkan dalam rumusan
Pasal 339, cukup disebutkan dengan pembunuhan saja, yang artinya menunjuk pada
pengertian Pasal 338. Oleh sebab itu tidak dipersoalkan lagi mengenai hal itu.

Apalagi pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk AU sebagai


pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan dengan cara
demikian, melainkan dalam Pasal 340 cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak perlu
menyebut ulang seluruh unsur Pasal 338. Oleh karena di dalam pembunuhan berencana
mengandung pembunuhan biasa (Pasal 338), maka mengenai unsur-unsur pembunuhan
berencana yang menyangkut pembunuhan biasa dirasa tidak perlu dijelaskan lagi, karena
telah cukup dibicarakan di muka. Mengenai unsur dengan terencana terlebih dahulu, pada
dasarya mengandung 3 syarat/unsur yaitu :

a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;

b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaannya;

c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak
untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Suasana batin yang tenang
adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi
yang tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak membunuh itu, telah
dipikir dan dipertimbangkannya,telah dikaji untung dan ruginya.

Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak itu
waktu yang cukup ini adalah relatif, dala arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu,
melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian konkret yang berlaku. Dalam tenggang
waktu itu masih tampak adanya hubungan antara pengambilan putusan kehendak dengan
pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya
bahwa dalam waktu itu dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, bila
kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkannya misalnya bagaimana
cara dan dengan alat apa melaksanakannya, bagaimana cara menghilangkan jejak untuk
menghindari tanggung jawab, memiliki kesempatan untuk merekayasa. Mengenai adanya
cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang
untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya.

Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam
suasana (batin) tenang. Bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang
terpenting. Maksudnya suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain
sebagainya.

Tiga unsur/syarat dengan rencana lebih dulu sebagaimana yang diterangkan di atas,
bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab
bila sudah terpisah/terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.

Adanya pendapat yang menyatakan bahwa unsur “dengan direncanakan terlebih dahulu”
adalah bukan bentuk kesengajaan, akan tetapi berupa cara membentuk kesengajaan.
Sebagaimana diungkapkan Hermien HK (Adami Chazawi: 2007: 85) menyatakan bahwa
unsur ini bukan merupakan bentuk opzet, tapi cara membentuk opzet, yang mana mempunyai
3 syarat, yaitu:

a. “Opzet”nya itu dibentuk dengan direncanakan terlebih dahulu;

b. Dan setelah orang merencanakan (opzetnya) itu terlebih dahulu, maka yang penting ialah
caranya “opzet” itu dibentuk (de vorm waarin opzet wordt gevormd), yaitu harus dalam
keadaan yang tenang,

c. Dan pada umumnya, merencanakan pelaksanaan “opzet” itu memerlukan jangka waktu
yang agak lama.

Dengan memperhatikan pengertian dan syarat dari unsur direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana yang telah diterangkan di atas, tampaknya proses terbentuknya direncanakan
terlebih dahulu (berencana) memang lain dengan terbentuknya kesengajaan (kehendak).

Proses terbentuknya berencana memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu.


Sedangkan terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana syarat
yang diperlukan bagi terbentuknya unsur “dengan rencana terlebih dahulu”. Terbentuknya
kesengajaan, seperti kesengajaan pada Pasal 338 cukup terbentuk secara tiba-tiba.
Selain itu juga, dengan melihat pada proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih
dahulu, tampak bahwa kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat di dalam
unsur dengan rencana terlebih dahulu, dan tidak sebaliknya. Dengan demikian dapat diartikan
bahwa kesengajaan (kehendak) adalah bagian dari direncakan terlebih dahulu.

2.2 ANALISIS KASUS

Untuk membuktikan bahwa dalam kasus tersebut adanya tindak pidana pembunuhan
berencana yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 340
KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, maka unsur-unsur tentang tindak pidana tersebut
harus terpenuhi seluruhnya.

Adapun unsur-unsur tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara


bersama-sama atau Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP sebagai berikut :


a. Barangsiapa;
b. Dengan sengaja;
c. Direncanakan terlebih dahulu;
d. Menghilangkan nyawa orang lain;
e. Yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan.

Oleh sebab itu untuk membuktikannya mari kita kaji unsur-unsur tersebut :

a. Barang siapa

Barang siapa disini adalah subjek hukum yang memiliki kemampuan bertanggung
jawab adalah didasarkan kepada keadaan dan kemampuan jiwanya (geetelijke vermogens),
yang dalam doktrin hukum pidana ditafsirkan sebagai “dalam keadaan sadar”.

Berdasarkan fakta-fakta yang muncul dalam penyidikan terungkap bahwa tersangka I.


Nang dan terdakwa II. Hendri adalah subjek hukum yang dalam keadaan dan kemampuan
jiwanya menunjukkan kondisi yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar),
oleh karenanya mengenai unsur “barang siapa” ini telah terpenuhi.
b. Dengan sengaja

Bahwa mengenai unsur kedua yang dimaksud “ dengan sengaja ” atau “opzetilijk”,
undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas tentang maknanya, akan tetapi
dalam doktrin hukum pidana diketahui bahwa “dengan sengaja” atau “opzetilijk” haruslah
menunjukkan adanya hubungan sikap batin pelaku, baik dengan wujud perbuatannya
maupun dengan akibat dari perbuatannya.

Bahwa jika dihubungkan arti “dengan sengaja” diatas didapati kenyataan bahwa
pencekikan dan pelecehan yang berujung pada tujuan untuk membunuh yang dilakukan
oleh para tersangka adalah suatu perbuatan yang dikehendakinya, hal ini dapat dilihat dari
tindakan pencekikan dan pelecehan yang dilakukan oleh kedua tersangka atas motif balas
dendam karena salah satu tersangka yang mencintai korban merasa dilecehkan atas
perkataan korban.

Bahwa kehendak dan pengetahuan akan hubungan antara perbuatan dengan akibat
yang akan muncul sudah diketahui oleh kedua tersangka sebelum melakukan perbuatannya
itu atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan tersebut.

c. Direncanakan terlebih dahulu

Bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah antara timbulnya maksud untuk
membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan
tenang memikirkannya dengan cara bagaimana perbuatan itu dilakukan, kemudian tempo
ini tidak boleh terlalu sempit, dan juga sebaliknya yang terpenting masih ada kesempatan
baginya untuk mengurungkan niatnya membunuh.

Bahwa diatas telah terungkap bahwa tindakan pencekikan dan pelecehan yang
berujung pada kematian tersebut dilakukan atas dasar salah satu tersagka yakni Nang
merasa dilecehkan atas perkataan korban, karena hal inilah Nang mengajak Hendri
tersangka II merencanakan untuk membunuh korban, yang mana sebelum melaksanakan
rencana tersebut, kedua tersangka mencari kain penutup untuk menutupi wajahnya agar tak
dikenali korban dan Nang menyiapkan ban dalam untuk mengikat tangan dan kaki korban
untuk melancarkan aksinya, setelah mereka berhasil mempersiapkan alat-alatnya, mereka
menyergap korban di tengah jalan yang saat itu ditemani oleh anak kecil yang bersamanya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut telah jelas menunjukkan bahwa niat untuk
membunuh korban telah ada dan ia mempunyai waktu atau kesempatan untuk
melaksanakan perbuatannya.

d. Menghilangkan nyawa orang lain

Bahwa mengenai unsur “menghilangkan nyawa orang lain” dalam literatur hukum
pidana haruslah dipenuhi 3 (tiga) syarat, yakni pertama, adanya wujud perbuatan, kedua,
adanya suatu kematian, dan ketiga, adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara
wujud perbuatan dengan akibat kematian (hilangnya nyawa orang lain).

Bahwa mengenai wujud perbuatan, dapat dilihat dalam bentuk gerakan dari sebagian
anggota tubuh pada saat melakukan perbuatan tersebut. Hal tersebut dapat ditunjukan
dengan perbuatan kedua tersangka, Hendri sebagai tersangka kedua mengikat bocah
berinisial NP yang bersama korban, kemudian Selanjutnya korban Melinda Zidemi
dibekap dan hendak diperkosa oleh para pelaku. Namun, korban ternyata sedang datang
bulan, kedua pelaku melecehkan korban kemudian mencekiknya hingga tewas. Dengan
demikian nyatalah terungkap bahwa telah ada wujud dari perbuatan yang dimaksud.

Syarat yang kedua mengenai adanya suatu kematian hal ini ditunjukan dari sebab
tindakan yang dilakukan oleh kedua tersangka yakni berupa pencekikan dan pelecehan
tersebut megakibatkan korban tewas.

Bahwa mengenai hubungan causal verband antara wujud perbuatan dengan kematian
korban, dalam literatur hukum pidana dikenal adanya beberapa teori seperti: teori syarat
condition sine qua non atau teori khusus, dan lain-lain, akan tetapi untuk memberikan
pegangan kiranya dapat dijadikan landasan dalam menentukan mengenai hubungan causal
verband adalah arrest Hoog Militer Gerechtschof tanggal 8 Februari 1924 yang
menyatakan “sebab dari akibat dapat dilihat dari adanya hubungan langsung antara
perbuatan dengan akibat”.

Bahwa oleh karena perbuatan para terdakwa telah mengakibatkan hilangnya nyawa
korban Calon Pendeta Melinda Zidemi, sehingga dengan adanya hal tersebut telah
terpenuhi semua unsur.
e. Yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan.

Bahwa unsur ini merupakan bentuk dari penyertaan (deelneming), yang oleh Pompe
dikatakan bahwa “yang harus dipandang sebagai pelaku dalam suatu tindak pidana adalah
orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut melakukan.

Bahwa fakta yang terungkap dipersidangan adalah korban Melinda Zidemi meninggal
dunia akibat pencekikan dan pelecehan yang dilakukan oleh kedua tersangka. Bahwa fakta
telah menunjukkan adanya satu orang lebih melakukan perbuatan kepada korban Melinda
Zidemi.

Berdasarkan kronologi yang telah diuraikan di atas telah jelas bahwa Nang sebagai
Tersangka I merupakan orang yang melakukan tindak pidana tersebut, dalam hukum
pidana disebut sebagai dader (orang yang melakukan delik). sedangkan Hendri sebagai
tersangka II merupakan orang yang turut serta melakukan, hal ini dapat dilihat dari adanya
kerjasama dari kedua tersangka untuk melakukan pembunuhan terhadap korban, yang
dalam hal ini didahului oleh tindakan Nang tersangka I mengajak Hendri untuk melakukan
pembunuhan.
III. PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai