Anda di halaman 1dari 10

3 Kronologi Pembakaran Pelaku Begal Motor oleh Warga

Pondok Aren
Kronologi Kejadian
RMOL. Seorang yang diduga pelaku begal motor tewas dibakar
massa di Jalan Raya Ceger, Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang
Selatan dini hari tadi. Sebelum dibakar warga, “Pelakunya sempat dipukuli
dulu,” kata Kanit Reskrim Polsek Pondok Aren Iptu Agung kepada
detikcom, Selasa (24/2/2015). Begal juga ini sempat ditelanjangi warga
yang kesal akan aksi bandit ini.

Begal motor yang dibakar warga ini membawa pedang saat beraksi.
Berikut ini adalah kronologi pembakaran maling motor tersebut berdasarkan
data Humas Polda Metro Jaya:

· Pukul 01.00 WIB


Sehabis membeli makanan, korban pembegalan Wahyu (22) dan Sri
(20) menaiki motor Honda Beat B 6878 WHO untuk kembali ke rumahnya.
Dalam perjalanan pulang mereka diikuti empat orang yang menaiki dua
sepeda motor.

· Pukul 01.15 WIB


Keempat pelaku pembegalan lalu menghadang motor korban di
Jalan Masjid Baiturrahim RT 02/RW 03 Kelurahan Pondok Karya,
Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Mereka menghadang Wahyu
dan Sri dengan mengacungkan pedang sambil meminta korban untuk
berhenti.

· Pukul 01.30 WIB


Namun Wahyu dan Sri memberikan perlawanan. Pedang yang
digunakan salah seorang pelaku pembegalan ini dirampas Sri, akibatnya
salah satu pelaku yang memegang pedang terjatuh. Korban pun berteriak
hingga didengar warga sekitar yang kemudian mengepung pelaku.

Tiga orang pelaku pembegalan bisa kabur, namun satu orang begal
yang tertinggal jadi bulan-bulanan warga. Massa yang sudah geram, tanpa
di komando langsung memberikan bogem mentah ke tubuh pelaku. Tidak
hanya itu, pelaku juga ditelanjangi dan puncaknya pelaku yang bertubuh
kurus dengan usia sekitar 26 tahunan tersebut dibakar hidup-hidup.

Hingga saat ini polisi masih mendalami kasus tersebut. Korban


sendiri sudah diperbolehkan pulang setelah sejak semalam diperiksa di
Mapolsek Pondok Aren.

Pelanggaran Sila Ke-dua yang Dilakukan dalam Kasus Pembakaran


Pelaku Begal Motor
Kasus Pembakaran pelaku begal ini terkait dengan pelanggaran HAM
yang tidak sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila Sila ke-dua.
Pelanggaran yang pertama adalah menghilangkan hak untuk hidup bagi
seseorang. Dimana pelaku begal ditelanjangi kemudian dibakar hidup-hidup
oleh warga hingga tewas.

Pelanggaran yang selanjutnya adalah pelanggaran hak untuk tidak


mendapat perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan
martabat. Hal ini terjadi saat pelaku dipukuli oleh warga bahkan ditelanjangi
dan dibakar tanpa rasa ampun. Padahal, pelaku sudah meminta ampun
kepada warga.

Pelanggaran lainnya adalah hak untuk memperoleh keadilan. Dimana


pelaku tersebut mendapat perlakuan atas pembunuhan secara tidak wajar
diluar prosedur hukum. Seharusnya mereka hanya mendapat hukuman
kurungan, tetapi warga tersebut menghakimi sendiri terhadap pelaku begal.
Kegiatan menghakimi sendiri ini tentu melanggar hukum dan hak asasi
manusia.

“Setiap orang yang dituduh melanggar hukum berhak atas proses


hukum yang adil dan transparan dalam proses peradilan suatu negara.
Tindakan main hakim sendiri menghilangkan hak seseorang yang tertuduh
atas suatu pelanggaran hukum. Selain itu bab XA tentang Hak Asasi
Manusia pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (perhatikan
penamaan, ini adalah nama resmi UUD pasca amendemen), Pasal 28D
ayat (1) menekankan hal yang sama, persamaan kedudukan dan perlakuan
di hadapan hukum”.
"Proses peradilan singkat" yang dialami oleh setiap pelaku
kriminalitas ini justru yang melemahkan hukum di Indonesia, bukan
sebaliknya. Akibat yang didapat pun tidak hanya kerugian fisik semata,
tetapi sekaligus kerugian non fisik.

Tidak hanya menyulitkan pihak-pihak terkait untuk menelusuri


sindikat-sindikat terkait, tetapi disatu sisi juga melemahkan hukum yang
berlaku sebagaimana mestinya. Semakin banyak tindakan "main-hakim
sendiri" itu terjadi, maka semakin lemahlah penegakan hukum itu
dijalankan di Indonesia.

Maka bisa kita katakan, aksi main hakim sendiri inilah yang
melemahkan sistem hukum yang berlaku dan sekaligus mencoreng keadilan
yang dijunjung tinggi oleh lembaga-lembaga penegak hukum terkait.

Selain itu, pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran atas rasa


aman. Di mana dalam kasus ini menimbulkan rasa takut dan khawatir yang
dialami oleh warga.

Berdasar pelanggaran-pelanggaran tersebut selain tidak sesuai dengan


nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sila ke-dua perlakuan tersebut
juga telah melanggar undang-undang.

2.4 Pemecahan masalah dan Solusi


· Alasan warga melakukan pembakaran terhadap pelaku begal
Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat melakukan peradilan
massa dan melakukan pembakaran terhadap pelaku begal yang sudah sangat
meresahkan di negeri ini.

Kriminolog Universitas Indonesia, Kisnu Widagso mengatakan,


tindakan main hakim sendiri seperti membakar hidup-hidup pelaku
kejahatan bisa dipicu beberapa faktor.

"Ada yang akibat dendam karena pernah mengalami hal serupa, dan ada
juga yang ikut melakukan akibat rasa empati pada korban lain. Rasa empati
itu berubah menjadi kebencian. Sehingga, saat ada pelaku kejahatan
tertangkap, output-nya pun seperti itu. Tapi tetap tidak seperti itu caranya,"
katanya.

Rasa tidak percaya masyarakat kepada polisi, lanjut Kisnu, juga bisa
menjadi pemicu aksi vigilantisme tersebut. "Penanganan hukum yang tidak
sesuai koridor jelas bisa mengecewakan masyarakat, sehingga timbul rasa
tidak percaya pada aparat," katanya.

Terhadap Pelaku "Pembegalan Motor" Harus Bagaimana?


"Siapa yang harus bertanggung jawab?"
Kita, tanpa terkecuali. Dalam banyak kasus pembegalan motor, para
pelaku-pelaku yang terlibat justru kebanyakan adalah anak-anak muda. Dan
beberapa di antaranya adalah anak-anak di bawah umur. Bagaimana anak-
anak ini bisa terlibat dalam kasus kriminalitas seperti ini? Maka, tanyakan
kepada keluarga, lingkungan, sekolah yang ikut berperan di dalamnya.
Tentu kita tidak mau menjadi orang-orang "apatis hukum" bukan? lalu
kemudian "menghalalkan" segala macam cara untuk mendapatkan keadilan.

Apakah massa pembakar Pelaku Begal hingga tewas tersebut


bisa dihukum?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, maka terlebih dahulu harus
dipahami bahwa menghilangkan nyawa orang merupakan suatu kejahatan.
Salah satu contoh misalnya Pasal 338 KUHP yang menyatakan “Barang
siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.

Namun, pelaku penghilangan nyawa tersebut dapat lepas dari sanksi


hukum jika ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf. Misalnya, karena
terpaksa untuk membela diri. Namun, untuk bisa membuktikan adanya
alasan pemaaf atau alasan pembenar tersebut, maka harus melalui proses
peradilan.

Bagi pakar legisme, cara demikian harus ditempuh. Tidak ada vonis
diluar dari proses peradilan. Hal ini juga yang dilakukan oleh Budi
Gunawan. Ketika yang bersangkutan ditetapkan menjadi tersangka oleh
KPK, maka yang bersangkutan membela diri bahwa ia tidak bersalah.
Kemudian menempuh cara Praperadilan untuk menyatakan bahwa
penetapan tersangka tersebut tidak sah dan dikabulkan oleh hakim Sarpin.

Jadi, meskipun pelaku begal tersebut meresahkan masyarakat karena


kejahatannya tersebut seyogyanya masyarakat tidak main hakim sendiri.
Karena berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Indonesia ini Negara hukum.

Bagaimana solusinya agar kasus ini tidak terulang kembali?


Dengan melihat semua masalah tersebut, sebaiknya langkah pertama
yang dilakukan pemerintah adalah lebih memberikan penyuluhan rutin
tentang Pancasila kepada masyarakat. Terutama ditekankan kepada nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karena dewasa ini, nilai-nilai
Pancasila yang ada di masyarakat sudah mulai luntur mengingat Pancasila
merupakan dasar negara Indonesia. Selain dasar negara, Pancasila juga
perlu dianggap sebagai peninggalan kaum terdahulu dan harus dijaga baik
secara simbolik maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kita sudah maksimal untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung


dalam Pancasila, maka kasus pembakaran pelaku begal dapat dicegah
karena kita sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Langkah kedua terpusat kepada pihak yang berwenang, dimana mereka


harus lebih sigap dalam mengawasi kriminalitas yang ada. Misalnya,
mereka bisa berkoordinasi untuk melakukan patroli pada malam hari
terutama di titik-titik yang rawan terhadap kriminalitas.Supaya penegakan
hukum yang ada di Indonesia bisa lebih efisien dan efektif.

(Baca juga: Contoh Makalah Pendidikan Agama Islam)

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seperti yang telah kita ketahui bersama, Pancasila merupakan pandangan
hidup bangsa dan sebagai dasar negara yang telah dirumuskan oleh tokoh-tokoh
pendiri bangsa dimana nilai-nilainya bersumber dari nilai luhur bangsa. Meskipun
begitu, penerapan perilaku yang sesuai terhadap nilai-nilai tersebut masih sulit
untuk diwujudkan.

Terfokus pada sila ke-dua Pancasila yang mengandung makna warga


Negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah
manusia yang memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi serta harus
dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan manusia secara adil
dan beradab dimana manusia memiliki daya cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan
sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.

Sehingga melihat kasus pembakaran pelaku begal tersebut haruslah


berdasarkan kepada nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke-dua Pancasila.
Masyarakat harus lebih sadar bahwa negara kita adalah negara hukum, oleh sebab
itu kita tidak boleh main hakim sendiri. Semua permasalahan harus diselesaikan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

3.2 Saran
Kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia harus bisa mengamalkan
pancasila salah satunya yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab di dalam
kehidupan sehari-hari. Kami berharap sila kemanusiaan yang adil dan beradab kini
tidak hanya menjadi teori semata namun dapat meresapi dan melaksanakan nilai-
nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan secara nyata
baik keadilan di mata hukum, politik, ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Sebagai mahasiswa yang mengerti makna sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab kita harus memiliki sikap saling menghargai antar sesama manusia dan
memiliki sikap toleransi terhadap pemeluk agama lain, suku lain, ras maupun
budaya orang lain.

Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai luhur pancasila bukanlah


kesalahan satu puhak saja. Tetapi lembaga yang terkait dengan penanaman nilai-
nilai dasar pancasila juga turut bertanggung jawab. Sehingga sangat diperlukan
peranan dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menanamkan nilai-nilai
Pancasila kepada masyarakat, sehingga penyimpangan-penyimpangan terhadap
nilai Pancasila menjadi berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

 Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai


Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
 bona-bonbonz.blogspot.co.id
 sekolah-anaktanitepus.blogspot.co.id
 rmoljakarta.com
 news.detik.com
 www.kompasiana.com
 tribunnews.com
 https://bintang-kampus.blogspot.com/2016/09/contoh-makalah-pendidikan-
pancasila-studi-kasus-pelanggaran-sila-kedua.html

Pancasila merupakan suatu dasar falsafah Negara Indonesia, sebagaimana yang terncantum
dalam Pembukaan UUD 1945. Maka dari itu, setiap Warga Negara Indonesia haruslah
mencoba untuk bisa mempelajari, mendalami, menghayati dan mengamalkannya dalam
segala bidang kehidupan.

Pancasila sebagaimana yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan juga interpretasi, sesuai dengan
kepentingan rezim yang berkuasa.

Pancasila sudah digunakan sebagai salah satu alat untuk memaksa rakyat bisa bersikap setia
terhadap pemerintah yang memiliki kuasa, dengan cara menempatkan Pancasila sebagai satu-
satunya asas yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Pancasila yang sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi Dasar Negara
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus bisa dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara.

Sementara itu, yang perlu kita ketahui, landasan Pendidikan Pancasila itu sendiri ada
sebanyak 4 (empat) macam, mulai dari landasan historis, landasan kultural, landasan yuridis
dan yang terakhir adalah landasan filosofis.

Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Historis

Berdasarkan dari landasan historis, Pancasila dirumuskan serta memiliki suatu tujuan yang
digunakan sebagai Dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya tersebut juga diambil dari
nilai-nilai pandangan hidup masyarakat.

Setiap bangsa tentu memiliki ideologi dan pandangan hidupnya masing-masing, alias berbeda
(tidaklah sama) yang mana diambil dari nilai-nilai yang hidup serta berkembang di dalam
bangsa itu sendiri. Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang memang sudah tumbuh serta
berkembang semenjak lahirnya bangsa Indonesia.

Oleh para pendiri bangsa kita, dirumuskanlah dengan sederhana, namun memiliki arti yang
begitu mendalam yang mana mampu meliputi sebanyak 5 (lima) prinsip (sila) yang diberi
nama dengan Pancasila. Negara Indonesia merancang Dasar Negara yang justru bersumber
pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat
dan bangsa Indonesia.

Nama Pancasila itu sendiri diberikan oleh salah seorang penggagasnya, yakni Ir. Soekarno
yang ada pada pidatonya, tepat pada tanggal 1 Juni 1945, dalam persidangan Badan Penyidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang menjadi saran dan petunjuk
seorang temannya yang ahli bahasa.

Kesimpulan : Landasan historis memiliki arti Pancasila yang didasarkan pada sejarah bangsa
Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila yang berhasil didapat itu berasal dari bangsa
Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia tak akan pernah bisa dipisahkan dengan nilai-
nilai Pancasila.

2. Landasan Kultural

Pancasila menjadi salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga harus bisa diwariskan
kepada generasi penerus atau generasi selanjutnya. Secara kultural, unsur-unsur Pancasila itu
terdapat dalam adat istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian, agama, kepercayaan dan
kebudayaan dalam negara Indonesia secara umum.

Pandangan hidup dari suatu bangsa merupakan salah satu hal yang memang tak boleh
dipisahkan dengan kehidupan dari bangsa itu sendiri.
Suatu bangsa yang tak memiliki pandangan hidup merupakan bangsa yang memang tak
memiliki kepribadian serta jati diri, sehingga bangsa tersebut menjadi mudah terombang-
ambing dari berbagai macam pengaruh yang berkembang dari luar negerinya.

Pancasila di sini memiliki sifat yang terbuka, sehingga bisa mengadaptasikan dirinya dengan
dan terhadap perkembangan zaman, di samping mempunyai dinamika internal secara selektif
dalam proses adaptasi yang dilakukan.

Dengan inilah, generasi penerus bangsa mampu memperkaya nilai-nilai Pancasila, sesuai
dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih
suatu bentuk keunggulan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) tanpa harus kehilangan
jati dirinya.

Nilai-nilai kenegaraan dan nilai-nilai kemasyarakatan yang terkandung di dalam sila-sila


Pancasila bukan hanya menjadi suatu hasil konseptual seseorang saja, melainkan menjadi
suatu hasil karya yang besar milik bangsa Indonesia itu sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai
kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan melalui proses refleksi filosofis pada
pendiri negara seperti Ir. Soekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo, serta para tokoh pendiri
negara yang lainnya.

Maka dari itu, generasi penerus atau generasi selanjutnya, terutama dalam kalangan
intelektual kampus ini sudah seharusnya bisa mendalami serta mengkaji karya besar itu
dalam upaya guna melestarikan secara dinamis dalam artian untuk mengembangkannya
sesuai dengan tuntutan zaman.

Kesimpulan : Landasan kultural adalah Pancasila yang didasarkan pada nilai-nilai budaya
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Maka dari itu, di sinilah peran penting dari
generasi penerus bangsa, terutama pada kalangan intelektual kampus, beserta dengan seluruh
lapisan masyarakat yang memang sudah seharusnya bisa mendalami secara dinamis dalam
arti mengembangkannya lebih dalam lagi di era yang sudah kian modern ini.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis ini merupakan landasan yang berdasar atas aturan yang dibaut setelah
melalui perundingan dan permusyawarahan. Alinea ke-4 dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menjadi landasan yuridis konstitusional antara lain yang ada di dalamnya terdapat rumusan
dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar serta otentik, sebagai
berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 itu juga menjadi landasan yuridis konstitusional karena dasar negara
yang ada pada Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi lebih lanjut dan lebih terperinci
pada pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada di dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu.

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila yang ada di Perguruan Tinggi
sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 yang
menyatakan, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.

Kesimpulan : Landasan yuridis adalah penyelenggaraan Pendidikan Pancasila yang


didasarkan dalam Perguruan Tinggi yang didasarkan di ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia.

4. Landasan Filosofis

Landasan filosofis bersumber dari adanya pandangan-pandangan di dalam filsafat


pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakikat manusia, keyakinan mengenai adanya
sumber nilai, hakikat pengetahuan dan mengenai kehidupan yang lebih baik dijalankan.

Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan suatu negara merupakan bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, yang mana hal ini berdasar dari kenyataan objektif jika
manusia itu merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Syarat mutlak dari suatu negara ialah dengan adanya persatuan yang terwujud sebagai rakyat
(yang menjadi unsur pokok suatu negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan
berkerakyatan konsekuensinya rakyat menjadi dasar ontologism demokrasi, karena memang
rakyat ialah asal mula kekuasaan negara atas dasar pengertian filosofis itulah maka dalam
hidup bernegara, nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara.

Konsekuensi dalam berbagai macam aspek penyelenggaraan negara haruslah bersumber dari
nilai-nilai Pancasila, termasuk itu pada sistem peraturan perundang-undangan yang ada di
Indonesia.

Maka dari itu, realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi yang terjadi dewasa ini
menjadi suatu bentuk keharusan jika memang Pancasila menjadi salah satu sumber nilai
dalam pelaksanaan kenegaraan baik itu di dalam pembangunan nasional, ekonomi, sosial
budaya, politik, hukum, hingga pertahanan dan keamanan.

Kesimpulan : Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara, maka dalam aspek
penyelenggaraannya, negara harus bersumber terhadap nilai-nilai Pancasila termasuk juga
dalam sistem perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai