Anda di halaman 1dari 6

‘’PERBANDINGAN PIDANA PEMBUNUHAN DALAM RUUKUHP DAN

FIQH JINAYAH’’

Rahmat Nurul Yakin

Email : rhihkydwiky@gmail.com
ABSTRAK

Dalam artikel ini memuat tujuan yang saya buat adalah untuk mencari perbandingan
dan kesamaan tindak pidana pembunuhan dalam RUU KUHP dan Fiqh Jinayah serta
keterkaitannya dengan RUU KUHP yang kontroversial saat ini agar kita dapat mengetahui
dan memahami semuanya suapaya tidak terjadi pikiran yang menyimpang tentang semua ini.

Berdasarkan kasus-kasus yang ada, penerapan hukuman di Indonesia ternyata belum


mampu memberikan efek jera kepada pelaku dan belum mampu menjadi sarana untuk
memberikan rasa takut kepada yang lainnya sebagaimana tujuan hukum itu sendiri. Hal
itudibuktikan dengan masih banyaknya kasus-kasus serupa yang terjadidalam waktu yang
berbeda. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini untuk dapat mengetahui
bagaimana sanksi pidana yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana membunuhan serta
perbandingannya antara hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Adapun metode yang saya gunakan
yaitu metode analisis terhadap buku jarimah qishas dan diyat, buku Delik Agama dalam
Hukum Pidana Indonesia, KUHP & KUHAP, serta buku-buku Hukum Pidana Islam. Yang
semuanya terkait dengan pembahasan artikel saya. . Adapun teknik yang saya pakai adalah
teknik data yaitu kepustakaan.

Kata Kunci: Pembunuhan, Qishas.

PENDAHULUAN

Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam masyarakat merupakan hal
yang sangat diperhatikan, sehingga mengundang pemerintah (negara) sebagai pelayan, pelindung
masyarakat untuk menanggulanggi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-
nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku di dalam suatu masyarakat sehingga
kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan tindak pidana.Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, telah ditegaskan bahwa Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal ini berarti bahwa Indonesia
menjunjung tinggi hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
memahami hukum sebagai teknik sosial spesifik tentang tata peraturan yang bersifat
memaksa, kita dapat membedakannya dengan tegas dari tata sosial lainnya yang mengejar tujuan-
tujuan yang sama dengan hukum, tetapi dengan cara yang berbeda. Hukum adalah suatu cara
yang spesifik dan bukan suatu tujuan. Hukum, moralita, dan agama, ketiga-tiganya melarang
pembunuhan. Namun demikian, hukum melarang ini dengan jalan menetapkan di dalam Undang-
Undang bahwa jika seseorang melakukan pembunuhan maka orang lain yang ditunjuk oleh
peraturan hukum akan menerapkan terhadap si pembunuh tersebut suatu tindakan paksaan
tertentu yang ditetapkan oleh peraturan hukum. Norma keagamaan mengancam si pembunuh
dengan hukuman Tuhan. Namun demikian sanksi yang ditetapkan oleh norma keagamaan
memiliki karakter transendental, sanksi tersebut tidak diorganisasikan oleh masyarakat, walaupun
ditetapkan oleh peraturan keagamaan. Sanksi keagamaan mungkin lebih efektif daripada sanksi
hukum. Namun demikian, efektifitasnya mensyaratkan keyakinan terhadap eksistensi dan
kekuasaan dari Tuhan.
Hukum positif Indonesia tindak pidana pembunuhan diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Buku Kedua Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa dari Pasal 338
sampai dengan Pasal 350 KUHP, adapun bunyi Pasal 338 KUHP adalah sebagai berikut: “
Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun”. Hukum Islam memberikan pengertian tentang jarimah
adalah suatu tindakan atau perbuatan-perbuatan yang dilarang dan meninggalkan perbuatan-
perbuatan yang di wajibkan oleh Allah diancam syara’ dengan hukuman hadd
atau hukuman ta’zir.
Hukum pidana Islam mengenai pembunuhan diatur dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa, ayat
33 yang artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuh)
nya, melainkan dengan suatu alasan yang benar”.

PEMBAHASAN

A. PERBANDINGAN PIDANA PEMBUNUHAN DALAM RUU KUHP DAN


FIQIH JINAYAH

Sebelum kita masuk kepada inti pembahsan kita seharusnya terlebih dahulu kita
mengetahui apa itu pembunuhan? Pembunuhan adalah perampasan atau penghilangan nyawa
seseorang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh fungsi vital
anggota badan karena berpisahnya roh dengan jasad korban. Pembunuhan merupakan
perbuatan keji dan biadab,serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar.
Pembunuhan bertentangan dengan hak asasi manusia.

Secara hukum bahwa macam-macam pembunuhan terdiri atas tiga macam, seperti
pembunuhan sengaja, semi sengaja, dan tersalah , untuk penjelasannya adalah sebagai
berikut:

1. Pembunuhan sengaja

Pembunuhan sengaja yaitu suatu jenis pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain sengaja menggunakan alat maupun tidak dengan unsur ada keinginan untuk
membunuhnya.

2.Pembunuhan semi(setengah) sengaja

Pembunuhan semi sengaja yaitu jenis tindak pembunuhan (perenggutan nyawa orang
lain) yang dilakukan secara tidak sengaja, padahal sadar seseorang melakukan perbuatan
jahat kepada orang lain, akan tetapi tidak ada unsur ingin membunuhnya hanya saja terjadi
secara tidak sengaja diketahui oleh pelaku bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
kematian.

3.Pembunuhan tidak sengaja(tersalah)

Pembunuhan tidak sengaja yaitu suatu tindak kejahatan yang memang benar-benar
tidak ada unsur untuk membunuh sama sekali, hanya saja terjadi akibat dari perbuatan yang
seseorang tersebut lakukan dapat membunuh orang lain.

Setelah mengetahui pengertian dan macam macam pembunuhan selanjutkan kita akan
membandingkan pidana pembunuhan menurut ruu kuhp dan fiqih jinayah yaitu sebagai
berikut:

1.Pidana Pembunuhan Dalam RUU KUHP


Dalam RUU KUHP, ketentuan ketentuan tentang kejahatan yang di tujukan terhadap
nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XXI bagian kesatu yaitu pembunuhan .Kemudian
jika dilihat dari pembagian jenis pembunuhan di KUHP terdapat macam-macam jenis
pembunuhan yang diatur dalam pasal 465, 466, 467, 468 dan 469 KUHP.
Untuk mengetahui pembunan masuk pada jenis yang mana harus mengetahui unsur-
unsurnya terlebih dahulu. Seperti halnya pasal 465 yang berbunyi :
(1) Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain dipidana karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap ibu, Ayah, istri, suami, atau anaknya, pidana dapat ditambah 1/3

(satu per tiga).

(3) Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu Tindak

Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau

mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri atau

peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau untuk

memastikan penguasaan Barang yang diperolehnya secara melawan

hukum dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun.

Pada jenis pembunhan biasa ini , pasal 465 ayat (1) menyatakan bahwa pemberian
sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana pinjara paling lama 15 tahun. Di sini
menyebutkan paling lama 15 tahun jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan
memberikan hukuman kurang dari 15 tahun. pada ayat 2 apabila pembunuhan di lakukan
terhadap keluarga maka hukumannya di tambah 1/3. Sedangkan pada ayat ke (3) masuk ke
dalam jenis pembunhhan dengan pemberatan yaitu pembunuhan di iikuiti, disertai, atau di
dahulukan dengan kejahatan guna untuk mempersiapakan dilakukannya kejahatan lain.

Sedangkan untuk jenis pembunuhan berencana diatur dalam pasal 466 yang
berbunyi :

“Setiap Orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain

dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun’.
Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan
yang ada pada pasal 465 bahkan merupakan pembunhan dengan ancaman paling berat , yaitu
pidana mati.selain itu pelakun tindak pidana pembunhan juga dapat di penjara seumur hidup
atauselama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Adapun jenis pidana pembunuhan yang dilakukan atas permintaan orang itu sendiri
dan membantu dalam hal bunuh diri di atur dalam pasal 468 dan 469 yang berbunyi:
“Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri
yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) tahun.”

Sedangkan pasal 469 berbunyi:


“Setiap Orang yang mendorong, membantu, atau memberi sarana kepada oranglain
untuk bunuh diri dan orang tersebut mati karena bunuh diri dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.


Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus yaitu atas permintaan tegas, sungguh-
sungguh dan tidak merupakan hanyalah persetujuan belaka.
2. Pidana Pembunuhan Menurut Fiqih Jinayah
Adapun dalam fiqih jinayah atau hukum pidana islam hukuman terhadap perkara tindak
pidana pembunuhan adalah Qishas dan Diyat. Qisas berasal dari bahasa Arab dari kata ُ‫صا ص‬
َ ِ‫ق‬
yang berarti mencari jejak seperti al-Qashâsh. Sedangkan dalam istilah hukum Islam berarti
pelaku kejahatandibalas seperti perbuatannya, apabila membunuh maka dibalasdengan
dibunuh dan bila memotong anggota tubuh maka dipotong juga anggota tubuhnya. Shâlih bin
Fauzân –hafizhahullâhmendefiniskannya dengan: perbuatan (pembalasan) korban atau
walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi . Sementara itu
dalam Al- Mu’jam Al- Wasit, kisas diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum kepada
pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa
dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh. Dapat disimpulkan Qishâsh adalah
melakukan pembalasan yang sama atau serupa, nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan
karena ia telah menghilangkan nyawa korban atau pelaku penganiyaan boleh dianiaya karena
ia telah menganiaya korban.

Jadi Qishash adalah balasan terhadap pelaku sesuai dengan perbuatannya. Perbuatan yang
dilakukan pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain (membunuh) dalam unsur
kesengajaan, maka hukuman yang setimpal bagi pelaku tersebut yaitu hukuman qishash
(mati).

Pembunuhan sengaja dalam syariat islam di ancam dengan beberapa macam hukuman,
yang merupakan hukuman pokok dan pengganti, dan juga sebagai hukuman tambahan.
Dalam hukuman pokoknya terdapat hukum qishash dan kifarat, sedangkan penggantinya
diyat dan takzir.

Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak
pidana (pembunuhan atau penganiyaan) dan diberikan kepada korban atau wali
(keluarganya).

Hadist yang membahas mengenai Diyat yaitu:

,‫ا‬NNNNNNNNNNNَ‫طنِه‬ْ َ‫ فَقَتَلَ ْتهَا َو َمافِيب‬,‫ دَاهُ َمااَأْل ُ ْخ َرىبِ َح َج ٍر‬NNNNNNNNNNNْ‫ فَ َر َم ْتإِح‬,‫ َذي ٍْل‬NNNNNNNNNNNُ‫ ( اِ ْقتَتَلَتِا ِ ْم َرأَتَانِ ِم ْنه‬:‫ياللهعنهقَا َل‬NNNNNNNNNNN‫َو َع ْنأَبِيهُ َر ْي َرةَرض‬
,ٌ‫ َدة‬NNNNNNNNNNNN‫ َّرةٌ; َع ْب ٌدأَوْ َولِي‬NNNNNNNNNNNN‫ ُغ‬N:‫لمأَنَّ ِديَةَ َجنِينِهَا‬NNNNNNNNNNNN‫ضى َر ُسواُل َللَّ ِهصلىاللهعليهوس‬ َ َ‫ىر ُسواِل َللَّ ِهصلىاللهعليهوسلمفَق‬ َ َ‫ص ُمواإِل‬ ْ َ‫ف‬
َ َ‫اخت‬
َ
,َ‫ق‬NN‫ َواَل نَط‬,‫ل‬NN َ
َ ‫ َواَل أ َك‬,‫ب‬ ْ ْ ‫هَّلل‬
َ ‫ ِر‬NN‫واَل َ ِ! َك ْيفَيَغ َر ُم َمناَل َش‬NN‫ار ُس‬ ْ َّ ُ ْ
َ َ‫ ي‬:‫َاو َمن َم َعهُ ْمفَقَالَ َح َمل ْبنُاَلنابِ َغ ِةاَلهُ َذلِ ُّي‬ َ ْ
َ ‫ىبِ ِديَ ِةاَل َمرْ أ ِة َعلَى َعاقِلَتِهَا َو َو َّرثَهَا َولَ َده‬NN‫ض‬
َ َ‫َوق‬
ٌ َّ َّ َ ْ ُ ْ ْ ْ َّ َّ ‫اُل‬ َ
‫ ) ُمتفَق َعلَ ْي ِه‬.‫ فَقَالَ َر ُسو َلل ِهصلىاللهعليهوسلمإِن َماهَ َذا ِمنإِخ َوانِاَلكهَّا ِن; ِمنأجْ لِ َسجْ ِع ِهاَل ِذي َس َج َع‬, ُّ‫ فَ ِمثل َذلِ َكيُطل‬,َّ‫َواَل اِ ْستَهَل‬ ُ ْ
Abu Hurairah berkata: Ada dua orang perempuan dari kabilah 'Udzail bertengkar. Salah
seorang melempar yang lain dengan batu hingga ia dan anak dalam kandungannya mati. Lalu
mereka mengajukan masalah itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Beliau
memutuskan bahwa denda janin dalam perut dibayar dengan memerdekakan budak laki-laki
atau perempuan dan denda perempuan yang dibunuh diberikan kepada 'ashobah (orang yang
mendapatkan bagian siapa dalam pembagian warisan) yang diwariskan kepada anak-anak dan
ahli waris mereka. Berkatalah Hamal Ibnu Nabighah al-Hudzaly; Wahai Rasulullah,
bagaimana janin yang tidak makan dan tidak minum, tidak bicara dan tidak bersuara, dibayar
dengan denda. Hal itu mestinya dibebaskan. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Orang ini adalah dari saudara tukang tenung." Kelihatan dari omongan yang ia
ucapkan. Muttafaq Alaihi. Abu Hanifah dan para pengikutnya serta seluruh ahli fikih di
Kufah menentukan bahwa al-ghurrah menyamai 500 dirham, lainnya mengatakan sama
degan 50 dinar, Dalam sebagian hadits diriwayatkan bahwa al-ghurrah adalah 100 kambing,
dan diriwayatkan pula dengan 5 unta yang merupakan ukuran standar dari diyat.

Adapun jenis diyat terhadap tindak pidana pembunuhan yaitu:

1. Diyat mughallazhah (denda berat) berupa seratus unta, tiga puluh ekor unta hiqqah
(usia empat tahun) , tiga puluh ekor unta jaz’ah (usia lima tahun), dan empat puluh ekor unta
khalifah (yang mengandung dalam perutnya).

2. Diyat mukhaffafah (denda ringan) berupa seratus unta, yang terdiri atas dua puluh
unta hiqqah, dua puluh unta jaz’ah, dua puluh unta bintu mahkhad. Inilah yang dimaksud
dengan diyat ringin yang terdiri atas lima macam unta yang berbeda-beda.

KESIMPULAN
Jadi berdasarkan pembahasan di atas tindak pidana pembunuhan menurut RUU
KUHP sama halnya dengan fiqih jinayah yaitu melarang adanya pembunuhan. Pidana
pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang menjatuhkan hak asasi manusia oleh
karena itu pembunuhan ini di atur dalam RUU KUHP sebagai suatu tindak pidana terhadap
nyawa manusia, begitu juga dalam fiqih jinayah, pengaturan tentang pembunuhan ini di atur
dalam al-qur’an dan di pertegas oleh hadis, keduanya tentang jenis pembunuhan.
Maka dapat kita bandingkan dan kita simpulkan bahwa tindak pidana dalam RUU
KUHP yang di atur dalam pasal 465, 466, 467, 468 dan 489,sedangkan dalam fiqih jinayah
itu sendiri di atur dalam Al qur’an surah Al baqararah ayat 178, surat Al isra’ ayat 31 dan 32.
Al maidah ayat 45, an nisa ayat 92 serta hadist nabi mengenai qishash dan diyat. Untuk
fungsi pidana dalam RUU KUHP dan fiqih jinayah tidak jauh berbeda yaitu fungsi pidan
dalam RUU KUHP yaitu sebagai pembalasan bertujuan agar si pelaku tidak mengulangi lagi
perbuatan tersebut, sedangkan dalam fiqih jinayah bertujuan di maksudkan dalam fungsi
pencegahan. Adapun pengajaran bbertujuan untuk memberi pengertian bahwa perbuatan
tersebut tidak di senangi Allah. Adapun persamaan fungsi pidana dalam RUU KUHP dan
fiqih jinayah yaitu bahwakeduanya sama sama setuju fungsi pidana ini bertujuan untuk
menjaga kemaslahatan manusia, yang dalam hukum islam menyangkut maqashid al- syaria’ah.

DAFTAR PUSTAKA

Haq, I. (2020). Prison in Review of Islamic Criminal Law: Between Human and
Deterrent Effects. SAMARAH: Jurnal Hukum Pidana Keluarga dan Hukum Islam,
4(1), 132-150.

Anda mungkin juga menyukai