Anda di halaman 1dari 17

Sanksi Eigenrichting di Muka Umum Secara Bersama- sama Menurut Pasal 170

KUHP dan Hukum Pidana Islam

Proposal

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri


Walisongo Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum

Disusun Oleh:

JAYANTO
NIM : 1702026051
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan dalam masyarakat. Tindak kekerasan
ada yang dilakukan individu ada yang secara bersama- sama- atau oleh massa. Tindak
kekerasan oleh massa dalam bentuk main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan,
pada saat ini telah menjadi fenomena baru dalam masyarakat. 1

Pada pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Amandemen III) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum, hal ini dapat diartikan bahwa negara yang berhak untuk memberikan
sanksi jika terjadi pelanggaran, karena itu negara tidak pernah memberikan hak dan
kewenangan kepada warga sipil sekalipun mereka berkerumun untuk mengeroyok
orang lain yang diduga tersangka kejahatan apalagi hingga meninggal. Pembalasan
langsung oleh masyarakat tanpa mengindahkan aturan hukum yang ada ini dikenal
dengan istilah main hakim sendiri (Eigenrichting).2

Main hakim sendiri merupakan terjemahan dari istilah belanda “Eigenrichting”


yang berarti cara main hakim sendiri, mengambil hak tanpa mengindahkan hukum
tanpa pengetahuan pemerintah dan tanpa penggunaan alat kekuasaan

1 Fitriani, "Perbuatan Main Hakim Sendiri Dalam Kajian Kriminologis dan Sosiologis", MMH, Jilid 41 No. 2
April 2012, 161

2 Amin Waliyudin, "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Massa Yang Melakukan Tindakan Main
Hakim Sendiri (Eifenrichting) Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian", Skripsi Sarjana Universitas Lampung
(Bandar Lampung, 2016), 1
pemerintah.3Selain itu hakim sendiri adalah istilah dari tindakan untuk menghukum
suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai dengan hukum. Main hakim sendiri
merupakan jenis konflik kekerasan yang cukup dominan di Indonesia, bentuknya
biasanya penganiayaan, perusakan dan sebagainya. Dan yang menjadi tersangka
didalam tindakan main hakim sendiri biasanya ialah sekelompok orang (massa).

Main hakim sendiri terhadap pelaku tindak pidana bukanlah merupakan cara yang
tepat, melainkan merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia dan telah
memberikan kontribusi negatif terhadap proses penegakan hukum. Masyarakat lupa
dan atau tidak tahu bahwa tidak hanya mereka yang memiliki hak asasi, para pelaku
tindak pidana juga memiliki hak asasi yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum di muka pengadilan, tidak boleh dilupakan penderitaan yang dialami para
pelaku tindak pidana karena walau bagaimana, mereka merupakan bagian dari umat
manusia.4

Jika mengacu pada perbuatan yang terkandung dalam main hakim sendiri
(eigenrichting), maka akan ditemukan unsur pidana yang terkandung didalamnya
adalah perbuatan penganiayaan yang berpeluang mengakibatkan luka hingga
perbuatan pembunuhan. Jika rasa keadilan itu belum juga ditemukan, masyarakat
masih bisa mencoba menyelesaikannya melalui hukum yang ada. Pelaku tindak
pidana juga mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan. 5

Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan
akibat adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi baik
masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi Pidana
merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan
terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat
menggangu atau membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana pada dasarnya

3 Andi Hamzah, “Kamus Hukum”, GhaliaJakarta (Jakarta,1986), 167.

4 Eli Supianto, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) yang Dilakukan
Oleh Massa Terhadap Pelaku Tindak Pidana”, Skripsi Universitas Hasanuddin Makasar (Makassar,2014), 2-3

5 Katon Sigit, "Analisis Tentang Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pencurian dalam Kasus Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) (Studi Kasus Di Desa Sambongsari Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal)”Skripsi Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang (Semarang,2018), 4
merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan
tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman
dari kebebasan manusia itu sendiri. 6

Main hakim sendiri yang dilakukan secara bersama-sama termasuk dalam jenis
kejahatan terhadap ketertiban umum, sebagaimana yang diatur dalam buku
KUHPidana, yakni Pasal 170 . Adapun bunyi Pasal 170 KUHPidana adalah sebagai
berikut:7

(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap
orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.

(2) Tersalah dihukum:

1. dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja


merusakkan barang atau kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu
luka.

2. dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu


menyebabkan luka berat pada tubuh

3. dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan itu


menyebabkan matinya orang.

Main hakim sendiri terhadap orang yang diduga tersangka kejahatan bukan lagi
suatu persoalan yang hanya terjadi sekali saja, tapi perbuatan ini sudah sering terjadi
dalam dunia hukum Indonesia . Di Indonesia sendiri kematian akibat dari perbuatan
ini luar biasa jumlahnya. International Crisis Group mencatat sekitar 2000 kematian
yang terjadi setiap tahun akibat aksi pengeroyokan. Angka ini jauh lebih tinggi dari
kematian yang diakibatkan konflik bersenjata di Aceh yang “hanya” sekitar 1137 jiwa
pertahun.8

6 Tri Andrisman, "Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia", Unila,

(BandarLampung, 2009), 8

7 Soesilo, 1996, “Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)”, Politeia, Bogor, hlm 98.

8
www.aceh.tribunnews.com/colomns/view/18/salam-serambi . 10 Mei 2010. “Hakimi Siapapun

yang main hakim Sendiri”, diakses tanggal 16 Agustus 2020, jam 9.46
Hal ini tentunya menjadi perhatian serius karena pelaku tindak pidana juga
manusia dan pelaku tindak pidana juga seharusnya wajib di anggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap menyatakan
bahwa pelaku yang dihakimi massa tersebut benar- benar bersalah. Kondisi yang
demikian ini harus dapat dicegah oleh aparat penegak hukum.

Main hakim sendiri dalam bahasa arab ialah ِ ‫ م َك َحت ِ ْسفَّاالىت‬yang artinya
mengadili sendiri.9 Main hakim sendiri terkandung perbuatan penganiayaan yang
dilakukan bersama-sama atau disebut turut serta melakukan jarimah yang berpeluang
menyebabkan luka hingga meninggalnya korban maupun perbuatan pembunuhan
dalam Islam menyebut jarimah atas selain jiwa. 10

Adapun sanksi pidana dalam hukum Islam disebut dengan al-‘Uqubah yang
berasal dari kata ‫ عقب‬, yaitu sesuatu yang datang setelah yang lainnya, maksudnya
adalah bahwa hukuman dapat dikenakan setelah adanya pelanggaran atas ketentuan
hukum. ‘Uqubah dapat dikenakan pada setiap orang yang melakukan kejahatan yang
dapat merugikan orang lain baik dilakukan oleh orang muslim atau yang lainnya.
Hukuman merupakan suatu cara pembebanan pertanggungjawaban pidana guna
memelihara ketertiban dan ketentraman masyarakat. Dengan kata lain hukuman
dijadikan sebagai alat penegak untuk kepentingan masyarakat. 11

Dengan demikian hukuman yang baik adalah harus mampu mencegah dari
perbuatan maksiat, baik mencegah sebelum terjadinya perbuatan pidana maupun
untuk menjerakan pelaku setelah terjadinya jarimah tersebut. Dan besar kecilnya
hukuman sangat tergantung pada kebutuhan kemaslahatan masyarakat, jika
kemaslahatan masyarakat menghendaki diperberat maka hukuman dapat diperberat
begitu pula sebaliknya.12

9 Abdul Qadir Audah, “Ensiklopedia Hukum Pidana Islam”, cetakan pertama, (PT kharisma Ilmu,

Jakarta 2007), 88.

10 Jurnal UIN Suska Riau, 46

11 A. Hanafi, “Asas-Asas Hukum Pidana”.cet,ke 2 (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 55.

12 Ahmad Jazuli, “Fiqh Jinayat, Upaya Menaggulangi Kejahatan dalam Hukum Islam” (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1997), 26-27.


Hukuman tindak pidana atas selain jiwa main hakim sendiri (penganiayan)
disengaja adalah kisas. Menurut Imam malik hukumannya kisas dan diat. Jika qisash
terhalang karena ada berbagai sebab, ada dua hukuman pengganti yang akan
menempati posisinya diat dan ta’zir. Yang perlu diperhatikan disini adalah perbedaan
antara hukuman-hukuman tindak pidana disengaja terhadap jiwa (pembunuhan) dan
tindak pidana disengaja terhadap selain jiwa (penganiayaan). 13

Di dalam tindak pidana atas jiwa, hukumannya adalah kafarat sebagai hukuman
pokok, puasa sebagai hukuman pengganti. Adapun pada tindak pidana main hakim
sendiri (penganiayaan), pelaku tidak dihukum dengan hukuman tersebut karena
hukuman tersebut terbatas untuk tindak pidana pembunuhan dan berkaitan dengannya.
Berikut ini akan dijelaskan macam-macam hukuman bagi tindak pidana main hakim
sendiri menurut hukum pidana Islam. 14

1. Hukuman Qisash

Qisas dalam arti bahasa adalah menyelusuri jejak. Selain itu kisas dapat diartikan
keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut istilah syarak qisash adalah
memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai dengan perbuatannya. Karena
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain
(membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.

Qisash adalah hukuman pokok untuk tindak pidana main hakim sendiri
(penganiayaan) yang disengaja. Adapun diat dan ta’zir adalah dua hukuman pengganti
yang menempati posisi qisash. Dengan menganggap qisash sebagai hukuman pokok
dan diat serta ta’zir sebagi penggantinya, karena mengumpulkan antara pengganti
dengan yang diganti akan menafikkan sistem pergantian. Akibat aturan tersebut
hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman pengganti kecuali jika hukuman pokok
tidak bisa dilakukan.

Dasar hukum kisas terdapat dalam surat Al Baqarah Ayat 178 :

ُ‫ش َو ْال َعثِذ‬


ِّ ِ ‫ش تِ ْال ُح‬
ُّ ‫اص فِي ْالقَتِلََ ْال ُح‬
ُ ‫ص‬َ ‫علَ ِيكُ ُم ْال ِق‬
َ َ‫ََ ا أَيُّ َها الَّ ِزيهَ آ َمىُىا كُتِة‬

13 Abdul Qadir Audah, “Ensiklopedi Hukum Pidana Islam”, 25.


ِ ُ‫شي ِ ٌء فَاتِِّثَاعٌ تِ ْال َم ِعش‬
‫وف‬ َ ‫ي لَهُ ِم ِه أ َ ِخي ِه‬ َ ‫ثََ تِ ْاْل ُ ِو‬
َ ‫ثََ فَ َم ِه عُ ِف‬ َ ‫تِ ْال َعثِ ِذ َو ْاْل ُ ِو‬
َ‫س ِح َمةٌ فَ َم ِه ا ِعتَذَي ت َ ِعذ‬
َ ‫ستِِّكُ ِم َو‬
َ ‫يف ِم ِه‬
ٌ ‫ان َرلِكَ ت َِخ ِف‬
ٍ ‫س‬َ ‫َوأَدَا ٌء ِإلَ ِي ِه تِإِ ِح‬
‫عزَ ابٌ أ َ ِليم‬
َ ُ‫َرلِكَ فَلَه‬
Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih”Q.S. Albaqarah Aya) .t 178).

2. Hukuman Diyat

Pengertian Diat yang sebagaimana dikutip dari Allah adalah harta benda yang
wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada korban kajahatan
atau walinya. Diat merupakan harta benda yang wajib ditunaikan karena tindakan
kejahatan yang diberikan kepada korban. dengan definisi ini berarti diat dikhususkan
sebagai pengganti jiwa atau yang semakna dengannya; artinya pembayaran diat itu
terjadi karena berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa/ nyawa seseorang.

Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan Imam Ahmad Ibn
Hanbal, jenis diyat ada 6 macam, yaitu:

a) Unta

b) Emas

c) Perak

d) Sapi

e) Kambing, atau

f) Pakaian.
3. Hukuman Ta’zir

Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh
Al-Quran dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan
hak hamba yang berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya untuk
tidak mengulangi kejahatan yang sama. Hukuman ta’zir boleh dan harus diterapkan
sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Para ulama membagi jarimah ta’zir yakni yang
berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba.

Sehingga dapat dibedakan bahwa untuk ta’zir yang berkaitan dengan hak hamba
disamping harus ada gugatan, sanksi dijumlahkan sesuai dengan banyak kejahatan,
Ulil Amri tidak dapat memaafkan, sedangkan ta’zir yang berkaitan dengan hak Allah
SWT, tidak harus ada gugatan dan ada kemungkinan Ulil Amri memberi pemaafan
bila hal itu membawa kemaslahatan sehingga semua orang wajib mencegahnya 15.
Adapun jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian 16:

a) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Al-Quran dan Hadits, namun tidak


ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaaan, saksi palsu, tidak melaksanakan
amanah, dan menghina agama.

b) Jarimah hudud dan qisash/ diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat,
namun sudah merupkan maksiat. Misalnya, percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.

c) Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum.


Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan
umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara rinci diuraikan dalam bidang studi
ushul fiqh. Misalnya, pelanggaran atas peraturan lalu-lintas.17

Berdasarkan latar belakang di atas diharapkan dengan adanya pemberian sanksi


yang tegas dan tepat dapat meminimalisir terjadinya perbuatan eigenrichting kepada

15 Sayyid Sabiq, “Fiqih Sunah”, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari ”Fiqhus Sunah ”, 454.

16 H.A. Djazuli, “Fiqih Jinayah”, 13.

17 Sudarsono, “Pokok-Pokok Hukum Islam”, 21.


pelaku tindak pidana oleh masyarakat agar memberikan efek jera dan kesadaran
hukum yang baik untuk masyarakat secara umum. Oleh karena itulah penulis
memutuskan untuk mengangkat Judul “Sanksi Eigenrichting di Muka Umum
Secara Bersama- sama Menurut Pasal 170 KUHP dan Hukum Pidana Islam”.

B. Rumusan Masalah

Agar lebih praktis, maka permasalahan yang hendak dikaji diformulasikan


dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana sanksi Eigenrichting di muka umum secara bersama-sama


menurut pasal 170 KUHP ?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap sanksi Eigenrichting di


muka umum secara bersama-sama menurut pasal 170 KUHP?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui bagaimana sanksi Eigenrichting di muka umum secara


bersama-sama menurut pasal 170 KUHP.

2. Mengetahui pendapat Hukum Pidana Islam terhadap sanksi Eigenrichting di


muka umum secara bersama-sama menurut pasal 170 KUHP.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak penulis capai adalah:

1. Manfaat secara praktis, agar dapat menjadi sumbangsih bagi aparat penegak
hukum dalam hal sanksi Eigenrichting di muka umum secara bersama-sama.

2. Manfaat secara teori, dalam hal ini penulis berharap agar hasil penelitian ini
kelak bisa menjadi buah pikiran untuk pembaharuan hukum, khususnya
terhadap sanksi Eigenrichting di muka umum secara bersama-sama agar
timbul efek jera.
3. Manfaat secara akademis, semoga kelak hasil penelitian ini dapat menjadi
rujukan bagi seluruh civitas akademika serta para praktisi hukum.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mencari berbagai sumber referensi untuk
dijadikan bahan pertimbangan agar penulis dapat menempatkan posisi objek
penelitian antar berbagai penelitian yang hampir serupa agar dapat menemukan
perbedaan fokus penelitian yang akan diteliti dengan penelitian yang dilakukan
terdahulu dan dapat membuktikan keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Pertama, Jurnal yang ditulis oleh Fitri Wahyuni dengan judul "Telaah Main
Hakim Sendiri (Eigenrichting) Dalam Aspek Hukum Pidana di Indonesia dan
Kaitanya Dengan Hak Asasi Manusia" dalam penulisan tersebut menjelaskan
bahwaPerbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan perbuatan yang
melawan hukum dan bertentantangan dengan norma-norma yang hidup dalam
masyarakat, selain itu main hakim sendiri(eigenrichting) juga merupakan perbuatan
yang tidak sejalan dengan norma yang diatur adalam peratuturan perundang-undangan
seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak asasi
Manusia, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan dan perlindungan
hukum meskipun seseorang tersebut diduga melakukan tindak pidana, maka prosedur
penegakan hukumnya harus diserahkan kepada aparat penegak hukum dan bukan
dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum seperti perbuatan main hakim
sendiri (eigenrichting.)

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh I Gusti Agung Kiddy Krsna Zulkarnain dan Ida
Bagus Surya Dharma Jaya dengan judul "Kriminalisasi Perbuatan Main Hakim
Sendiri (Eigenrichting) Dalam Hukum Pidana di Indonesia" berdasarkan analisa
penulis dapat di ambil kesimpulan bahwa perbuatan main hakim sendiri
(eigenrichting) di dalam Hukum Pidana Indonesia belum diatur secara khusus di
dalam KUHP, namun pelaku perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) dapat
dihukum sesuai dengan perbuatannya dan dijerat dengan pasal-pasal yang terdapat di
dalam KUHP yaitu Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang
Kekerasan secara bersama-sama, Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan, Pasal
338 KUHP tentang merampas nyawa orang lain dengan sengaja dan Pasal 354 KUHP
tentang penganiayaan berat.

Ketiga, Jurnal yang ditulis oleh Soterio E. M. Maudoma dengan judul


"Penggunaan Kekerasan Secara Bersama Dalam Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP"
dalam penulisan tersebut menjelaskan bahwa substansi Pasal 170 KUHPidana adalah
sebagai kejahatan terhadap kepentingan masyarakat, yang terutama ditujukan
menghadapi unjuk rasa (demonstrasi) yang menggunakan kekerasan secara bersama
terhadap orang atau barang.

Substansi Pasal 358 KUHPidana adalah sebagai kejahatan terhadap kepentingan


perseorangan, di mana dilakukan cara penyerangan atau perkelahian oleh beberapa
orang. Perbedaan dengan Pasal 170 KUHPidana, yaitu Pasal 170 KUHPidana dapat
mencakup jumlah massa yang lebih besar yang tidak saling kenal mengenal satu
dengan yang lain, sehingga masing-masing orang hanya bertanggungjawab atas
perbuatannya sendiri, sedangkan dalam Pasal 358 KUHPidana, selain
bertanggungjawab atas perbuatan sendiri juga turut bertanggungjawab atas akibat
perbuatan orang lain.

Keempat Skripsi yang ditulis oleh Masykur Al-Farhiy dengan judul "Perbuatan
Main Hakim Sendiri (Eigenrechting) Pada Masyarakat Kecamatan Parigi Desa
Manimbahoi Dusun Pattiro Kabupaten Gowa (Perspektif Hukum Islam)"dari skripsi
tersebut penulis menyimpulkan bahwa para penegak hukum dalam
mengantisipasi/mencegah terjadi tindakan main hakim sendiri adalah para penegak
hukum harus memberikan pamahaman mengenai hukum kepada masyarakat,
memperbaiki sistem hukum pada saat ini dalam penerapannya, lembaga hukum dalam
menjalankan tugasnya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan harus memperbaiki sistem kinerjanya.

Kelima Skripsi yang ditulis oleh Katon Sigit dengan judul “Analisis Tentang
Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pencurian Dalam Kasus Main Hakim Sendiri
(Eigenrichting) (Studi Kasus di Desa Sambongsari Kecamatan Weleri Kabupaten
Kendal)” dalam penulisan tersebut menjelaskan bahwa masyarakat hendaknya patuh
hukum dan tidak melakukan main hakim sendiri, tertulis dalam KUHP pasal 170 ayat
(2) angka 1 yang diancam dengan hukuman penjara tujuh tahun jika kekerasan
mengakibatkan luka-luka hingga penjara paling lama dua belas tahun jika perbuatan
tersebut mengakibatkan maut. Sedangkan, dalam hukum pidana Islam main hakim
sendiri termasuk dalam kategori perbuatan jarimah penganiayaan sesuai dengan QS
al-Maidah: 45 dapat dijatuhi hukuman qishash- diyat.

Dengan berbagai hasil penelitian tersebut, penulis meletakkan posisi fokus objek
penelitianya pada sanksi Eigenrichting di muka umum secara bersama-sama sebagai
subjeknya, serta Menurut Pasal 170 KUHP dan Hukum Pidana Islam.

Dengan berbagai hasil penelitian tersebut, penulis meletakkan posisi fokus objek
penelitianya pada sanksi Eigenrichting di muka umum secara bersama-sama sebagai
subjeknya, serta Menurut Pasal 170 KUHP dan Hukum Pidana Islam.

F. Kerangka Teori

Sanksi adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat
adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi baik masuk
penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib.

Eigenrichting menghakimi orang lain tanpa mempedulikan hukum yang ada


(biasanya dilakukan dengan pemukulan, penyiksaan, pembakaran dan bahkan
pembunuhan), atau berbuat sewenang- wenang terhadap orang yang dianggap
bersalah.

di Muka Umum adalah di hadapan orang banyak atau orang lain, termasuk tempat
yang dapat didatangi dan/atau dilihat setiap orang.

Secara Bersama- sama artinya pelaku-pelaku bersekongkol untuk melakukan


kekerasan.

Pasal 170 KUHP adalah pasal KUHP yang berada dalam Buku II tentang
Kejahatan dan di BabV tentang Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum.

Sanksi Eigenrichting Menurut Hukum Pidana Islam ialah ِ ‫ م َك َحت ِ ْسفَّاالىت‬yang


artinya mengadili sendiri. Main hakim sendiri adalah perbuatan yang melawan hukum
atau tindak pidana (delik, jarimah), dalam hukum pidana Islam main hakim sendiri
diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam Allah
SWT dengan hukuman hudud atau ta’zir.
G. Metode Penelitian

Menurut Peter R. Senn metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang memiliki langkah-langkah sistematis. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikatakan bahwa metode mengadung arti cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu yang dikehendaki. Sedangkan
menurut bahasa Yunani Latin kata methodos berarti upaya mencari pengetahuan,
memeriksa secara rasional, cara melakukan kegiatan penelitian, logika penelitian
ilmiah, suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian, atau jalan yang harus
ditempuh untuk sampai kepada kebenaran.

Suatu kegiatan dalam melaksanakan penelitian harus ditentukan dengan jelas


pendekatan penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian
tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi
penelitian, di samping pemahaman hasil penelitian yang akan lebih proporsional
apabila peneliti mengetahui pendekatan yang diterapkan.18

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis – Normatif, yaitu jenis


penelitian menggunakan sumber data primer Undang-undang dan penelitian
menggunakan sumber data kepustakaan untuk dikaji dalam bentuk doctrinal research.

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian Hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan


tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang
sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),

18 Suteki & Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik) (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2018), 148
pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conseptual approach).19

3. Sumber dan Bahan Data

Penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif sehingga wujud data penelitian
bukan berupa angka- angka unutk keperluan analisis kuantitatif, melainkan data
tersebut adalah informasi yang berupa kata-kata atau disebut data kualitatif. Jenis data
dalam penulisan ini menggunakan sumber data sekunder. Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan hukum berupa literatur, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Data skunder tetsebur
dapat meliputi bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum
tersier.20

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer (primary resource) dalam hal ini mempunyai kekuatan
yang mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer dalam penelitian ini yakni Pasal
170 KUHP.

b. Bahan Hukum Sekunder

Adapun bahan hukum sekunder (secondary resource) merupakan bahan-bahan


yang serta kaitannya dengan bahan hukum primer serta berfungsi menjelaskan
mengenai bahan hukum primer.21 Dalam penelitian ini digunakan bahan hukum
sekunder berupa literatur, buku-buku yang membahas secara khusus tentang tindak
pidana dan hukum pidana Islam, serta jurnal atau karya ilmiah yang berkaitan dengan
penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa komplementer yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap


bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya kamus hukum, ensiklopedia dan lain-
lain.

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),
133.

20 Suteki dan Galang Taufan, op. cit., hlm. 266-277


21 Rahman Amin, Pengantar Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), hlm. 62
4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data digunakan dengan cara mencatat dan


mempelajari buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas melalui
penelitian kepustakaan (library reasearch). Dalam penelitian kepustakaan dilakukan
dengan dengan metode dokumentasi yaitu melakukan pencarian informasi atau
keterangan yang benar dan nyata, serta didapatkan dari hasil pengumpulan data
berupa buku, notulen, transkrip, catatan, dan sebaginya yang berkaitan dengan
penelitian ini. Pengumpulan data dalam studi pustaka/dokumen dilakukan dengan
menelusuri, memeriksa, serta mengkaji data-data sekunder yang berkaitan dengan
masalah yang dimenjadi fokus dalam penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data ,
mengorganisasikan data dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja
yang disarankan oleh data.22 Adapun dalam penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif, analisis ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan
deduktif dan induktif serta pada analisis analisis terdapat hubungan antara gejala yang
diteliti dengan logika ilmiah.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menjelaskan ke dalam lima bab, yaitu:

Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang menjelaskan tentang
gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini, yaitu meliputi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metode penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
analisis data, dan sistematika penulisan.

Bab II, bab ini membahas tentang Sanksi Eigenrichting di Muka Umum Secara
Bersama- sama Menurut Hukum Pidana Islam.

22 Albi Anggito dan Johan Setiawan , Metode Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: CV Jejak, 2018), hlm. 183
Bab III, pada bagian ini penulis membahas Sanksi Eigenrichting di Muka Umum
Secara Bersama- sama Menurut Pasal 170 KUHP.

Bab IV, penulis membahas tentang Analisis Hukum Pidana Islam tentang Sanksi
Eigenrichting di Muka Umum Secara Bersama- sama Menurut Pasal 170 KUHP.

Bab V, bagian ini memuat kesimpulan dan saran yang merupakan uraian jawaban
pada permasalahan dari penelitian.

Daftar Pustaka

Qadir Audah, Abdul . Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT


kharisma Ilmu, 2007.

Anggito, Albi. & Setiawan, Johan. Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi:


CV Jejak, 2018.

Amin, Rahman. Pengantar Hukum Indonesia. Yogyakarta: Deepublish,


2019.

Djazuli, A. Fiqih Jinayah.

Suteki & Taufani, Galang. Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik). Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2018.

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2005.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunah. Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari


Fiqhus Sunah.

Soesilo. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia,


1996.

Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam.

Andrisman, Tri. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia.


BandarLampung: Unila, 2009.

Jurnal UIN Suska Riau, 46.


Fitriani, "Perbuatan Main Hakim Sendiri Dalam Kajian Kriminologis dan
Sosiologis", MMH, Jilid 41 No. 2 April 2012.

Amin Waliyudin, "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Massa


Yang Melakukan Tindakan Main Hakim Sendiri (Eifenrichting) Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian", Skripsi Sarjana Universitas Lampung. Bandar Lampung:
2016.

Eli Supianto, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindakan Main Hakim


Sendiri (Eigenrichting) yang Dilakukan Oleh Massa Terhadap Pelaku Tindak
Pidana”, Skripsi Universitas Hasanuddin Makasar. Makassar: 2014.

Katon Sigit, "Analisis Tentang Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pencurian


dalam Kasus Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) (Studi Kasus Di Desa Sambongsari
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal)”Skripsi Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang. Semarang: 2018.

“Hakimi Siapapun yang main hakim Sendiri”,


www.aceh.tribunnews.com/colomns/view/18/salam-serambi, 16 Agustus 2020.

Anda mungkin juga menyukai