Anda di halaman 1dari 8

Nama :

NIM :
Semester :
Kelas :
Studi :
Fakultas :

JUDUL SKRIPSI BESERTA RUMUSAN MASALAH

1. Judul :

Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Pencurian Di Lembaga Pemasyarakatan Sebagai


Upaya Pencegahan Pengulangan (Residivisi) Tindak Pidana (Studi di Lembaga
Pemasyarakatan Lapas Kelas IIA Mataram)

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Negara

Indonesia adalah Negara Hukum” (Simamora, 2014). Selanjutnya dalam penjelasan Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum

(rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat), oleh karena itu negara tidak boleh

melaksanakan segala aktivitasnya berdasarkan atas kekuasaan belaka, namun harus berdasarkan

pada hukum yang berlaku” (Priyadi, 2013). Sebagai konsekuensi logis peraturan tersebut, maka

seluruh tata kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara di Indonesia harus berpedoman pada

norma-norma hukum.

Hukum sangat dibutuhkan masyarakat sebagai langkah antisipasi terhadap

penyimpang-penyimpangan yang terjadi. Secara umum, hukum bertujuan untuk memberikan


kepastian, kemanfaatan, dan keadilan dalam masyarakat. Adanya hukum yang berlaku dalam

kehidupan masyarakat pada dasarnya diharapkan mampu untuk mencegah segala bentuk tindak

pidana yang terjadi di dalam masyarakat. Akan tetapi, pada kenyataannya hukum masih belum

berlaku secara efektif, sehingga masih banyak terjadi tindak pidana dalam masyarakat. oleh

karena itu, dibutuhkan suatu produk hukum yang dapat menegakkan keadilan dan menjadi saran

pengayoman masyarakat. Untuk mencegah hal tersebut, Negara Indonesia berpedoman pada

hukum pidana (Maulidah dan Jaya, 2019).

Menurut Moeljatno bahwa hukum pidana merupakan seperangkat aturan yang

mengatur tentang 3 unsur yakni aturan tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan

proses verbal penegakan hukum jika terjadi tindak pidana. Ketiga unsur ini menunjukkan

keterkaitan antara hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hal ini bermakna bahwa

pelanggaran terhadap hukum pidana materil tidak ada artinya tanpa ditegakkannya hukum pidana

formil, namun sebaliknya, hukum pidana formil tidak dapat berfungsi tanpa ada norma hukum

pidana materil (Saputra, 2019).

Tujuan hukum untuk menciptakan suatu keadaan yang teratur, aman, dan tertib.

Sedangkan hukum pidana dibuat untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan

bermasyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum dan khusus sebagai

bagian dari hukum publik. Seseorang yang telah melanggar aturan dari hukum pidana akan

dikenakan sanksi dan dilakukan bentuk pemidanaan. Pemidanaan adalah upaya untuk

menyadarkan warga binaan agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga

masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan agama

sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai (Aji, 2022).
Proses pemidanaan yang dilakukan oleh pengadilan terdiri atas beberapa instrumen

utama yang bisa dijadikan sebagai pedoman kuat untuk menghukum terpidana yang terlibat

dalam suatu kasus dan telah diputus bersalah oleh pengadilan diantaranya adalah pidana penjara.

Pidana penjara merupakan suatu pembatasan kebebasan bergerak terhadap terpidana yang

dilakukan dengan cara menempatkan orang tersebut di Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya

disingkat Lapas) dengan mewajibkan orang tersebut mentaati semua peraturan-peraturan dan tata

tertib yang berlaku dan dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang melanggar

peraturan tersebut (Mulyani, 2021).

Lembaga Pemasyarakatan memiliki kedudukan yang penting dalam tatanan

Demokrasi di Indonesia. Dasar hukum keberadaan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia,

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (selanjutnya

disebut UU

Pemasyarakatan) dalam Pasal 1 ayat (18) yang berbunyi “Lembaga Pemasyarakatan yang

selanjutnya disebut LAPAS adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi Pembinaan

terhadap Narapidana”. Dalam dinamika perjalanan keberadaan Lembaga Pemasyarakatan,

memiliki aturan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan

secara terpadu yang dinamakan Sistem Pemasyarakatan yang tertuang dalam UU

Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (2) (Budianto dan Mahatta, 2022; Syamrun, 2022).

Sistem pembinaan narapidana yang dibuat dengan bertujuan untuk mencapai

kehidupan sosial warga binaan pemasyarakatan dalam kapasitasnya sebagai individu, anggota

masyarakat, maupun makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 5 menyebutkan asas-asas pembinaan narapidana yaitu

pengayoman, persamaan perlakuan pelayanan, pendidikan. pembimbingan, penghormatan harkat


dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan serta

terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu (Utami,

2017).

Asas-asas pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang dibentuk

diharapkan agar para pidana yang telah selesai menjalani hukuman pidana penjaranya tidak akan

melakukan atau mengulangi perbuatan jahat lagi, dikarenakan mereka yang telah bebas dan telah

kembali ke lingkungan kehidupan normalnya sebagai masyarakat, serta juga

diharapkan agar dapat benar-benar membawa efek jera (Eriyanti, 2020). Namun pada

kenyataannya masalah pengulangan tindak pidana (residivis) masih saja banyak terjadi dalam

masyarakat serta sudah menjadi permasalahan sosial yang senantiasa muncul dan berkembang di

dalam kehidupan. Khususnya bagi mereka-mereka yang ternyata telah lebih dari satu kali

tertangkap dan dijatuhi hukuman pidana penjara lebih dari satu kali serta dimasukkan ke dalam

Lembaga pemasyarakatan, akan tetapi para pelaku tersebut tidak juga jera terhadap perbuatan

yang

mereka lakukan, khususnya dalam kasus tindak pidana pencurian (Montolalu, 2021) .

Pencurian dengan pemberatan dan dengan kekerasan merupakan salah satu

penyakit masyarakat yang menunggal dengan kejahatan, yang dalam proses

sejarah dari generasi ke generasi ternyata kejahatan tersebut merupakan kejahatan

yang merugikan dan menyiksa orang lain. Oleh karena itu perlu diupayakan agar

masyarakat menghindari melakukan pencurian dengan pemberatan maupun

pencurian dengan kekerasan terhadap orang lain. Mengenai kejahatan pencurian diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang selanjutnya disingkat dengan (KUHP). Tindak

pidana pencurian selengkapnya dirumuskan dalam KUHP yaitu sebagai berikut : Pasal 362
menyebutkan bahwa barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena

pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh

rupiah.

Jenis-jenis tindak pidana pencurian tersebut yang dinamakan tindak pidana pencurian dalam

bentuk pokok adalah tindak pidana pencurian biasa (Pasal 362 KUHP). Sedangkan tindak pidana

pencurian yang lainnya merupakan pencurian biasa yang disertai dengan keadaan-keadaan

khusus. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan matinya orang diatur

dalam Pasal 365 ayat (1) dan ayat (3) KUHP (Munandar dan Safrijal, 2018; Usrina dan

Nurhafifah, 2021; Hendrawati dan Kurniaty, 2015).

Pasal 365 ayat (1) dan (3) KUHP merumuskan : (1) Diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan

atau

ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau

peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya (2) Jika perbuatan

mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Hendrawati

dan Kurniaty, 2015).

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 363\2 KUHP dan Pasal 365 KUHP juga

merupakan suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan

unsur-unsur memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP

sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan

pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, dari kejahatan pencurian dengan
kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang. Maka sudah jelas bahwa pada hakekatnya,

pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral,

kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan pencurian dengan

kekerasan merupakan perilaku yang negatif dan merugikan terhadap moral masyarakat

(Yuserlina, 2020).

Tingkat kejahatan dalam pencurian di daerah Mataram mengalami peningkatan setiap

tahunnya, hal ini dapat diketahui dari banyaknya perkara pidana di Pengadilan Negeri

Lumajang, yang sebagai pelaku atau terdakwa masih orang yang sama. Apalagi perkara pidana

pencurian sering mendengar bahwa terdakwa sudah pernah dihukum juga karena mencuri dan

bahkan sudah sering keluar masuk penjara juga karena masalah mencuri, atau dengan kata lain

terdakwa telah sering melakukan kejahatan pencurian yang dikenal dengan istilah hukumnya

sebagai seorang residivis

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Pencurian Di Lembaga

Pemasyarakatan Sebagai Upaya Pencegahan Pengulangan (Residivisi) Tindak Pidana

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Lapas Kelas IIA Mataram)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yang

akan diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan IIA Mataram

dalam upaya pencegahan pengulangan tindak pidana pencurian dalam pemberatan?


2. Apa faktor penyebab terjadinya kejahatan pengulangan tindak pidana pencurian dalam

pemberatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui sistem pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan IIA

Mataram dalam upaya pencegahan pengulangan tindak pidana pencurian dalam

pemberatan.

2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan pengulangan tindak pidana

pencurian dalam pemberatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, G. R. (2022). Model Pembinaan Narapidana Sebagai Upaya Pencegahan Residivis di


Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Magelang. Amnesti Jurnal Hukum, 4(1), 1-10.
Budianto, A., & Mahatta, A. (2022). Pembaharuan Hukum Terhadap Kebijakan Pengelolaan
Lembaga Pemasyarakatan. Law Review, 21(3), 389-407.
Eriyanti, G. L. (2020). Pelaksanaan Hukuman Terpidana Korupsi Di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas Iia Samarinda. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum), 5(2), 737-753.
Hendrawati, H., & Kurniaty, Y. (2015). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian Dengan
Kekerasan. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional.
Maulidah, K., & Jaya, N. S. P. (2019). Kebijakan formulasi asas permaafan hakim dalam upaya
pembaharuan hukum pidana nasional. Jurnal pembangunan hukum Indonesia, 1(3), 281-
293.
Montolalu, P. P. (2021). Kajian Yuridis Tentang Pemberatan Pidana Pada Recidive. Lex
Privatum, 9(11).
Mulyani, S. (2021). Implementasi Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika Sebagai
Upaya Pencegahan Pengulangan Tindak Pidana (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Watampone). Skripsi-S1 thesis, Universitas Hasanuddin
Munandar, D. A., & Safrijal, A. (2018). Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Roda Dua Yang
Dilakukan Secara Bersama-Sama. Jurnal Hukum dan Keadilan" MEDIASI", 5(1), 32-48.
Priyadi, A. (2013). Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman (Tinjauan Tentang Kemandirian
Kekuasaan Kehakiman Setelah Dikeluarkannya UU No. 48 Tahun 2009). Cakrawala
Hukum, 15(41), 23192.
Saputra, R. P. (2019). Perkembangan tindak pidana pencurian di Indonesia. Jurnal Pahlawan,
2(2), 1-8.
Simamora, J. (2014). Tafsir Makna Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3), 547-561.
Syamrun, Aldhipa Syafaat (2022) Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Khusus
Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1a Makassar Dan Narkotika Bolangi. Skripsi thesis,
Universitas Hasanuddin
Usrina, A., & Nurhafifah, N. (2021). Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang
Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Seseorang (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum
Pengadilan Negeri Bireuen). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana, 5(1), 121-
133.
Utami, P. N., & Indonesia, H. A. M. R. (2017). Keadilan Bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan. J. Penelit. Huk. e-ISSN, 2579, 8561.
Yuserlina, A. (2020). Peranan Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan
Kekerasan Di Wilayah Hukum Polres Payakumbuh. Ensiklopedia Social Review, 2(3),
314-324.

Anda mungkin juga menyukai