Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Pidana di Indonesia merupakan salah satu pedoman yang utama

dalam mewujudkan suatu keadilan. Suatu perbuatan yang dibentuk menjadi

kejahatan dan dirumuskan dalam undang-undang jika perbuatan tersebut dinilai

oleh pembentuk undang-undang sebagai perbuatan yang membahayakan suatu

kepentingan hukum. Dengan adanya penetapan larangan untuk melakukan suatu

perbuatan dengan disertai ancaman/sanksi pidana bagi barang siapa yang

melanggarnya, berarti undang-undang telah memberikan perlindungan hukum

atas kepentingan-kepentingan hukum tersebut.

Salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi di sekitar kita yakni

kejahatan dalam bentuk kekerasan seperti penganiyaan. Maraknya tindakan

penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber menjadi pertanda bahwa hal

tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang terkontrol baik itu yang

dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan pergaulan

yang kurang baik. Perselisihan baik secara personal ataupun kelompok dapat

menjadi suatu faktor yang dapat mengundang terjadinya tindak kekerasan yang

berujung pada penganiayaan.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat

mengedepankan hukum. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan secara tegas di

dalam Undang-undang Dasar 1945. Negara Indonesia memiliki aturan hukum

positif yang berlaku untuk membangun kehidupan yang aman, tentram dan

damai. Salah satu bidang hukum yang digunakan dalam upaya menjaga

ketertiban dan keamanan warga Negara Indonesia dalam hidup bermasyarakat

1
yaitu hukum pidana. Dengan tercapainya ketertiban masyarakat yang berdasarkan

penegakan hukum, masyarakat dapat merasa aman dan tentram.

Indonesia menganut supremasi hukum sebagai garda terdepan untuk

menuju welfarstate (negara kesejahteraan) sebagaimana telah tertuang dalam

Pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-4 yang mengamanatkan untuk melindungi

segenap bangsa Indonesia, dimana melindungi pula dari segi penegakan

hukumnya. Dalam hal mewujudkan cita-cita tersebut, dalam bernegara perlulah

diatur norma-norma atau kaidah-kaidah yang bersifat publik dan berlaku secara

nasional sebagai mekanisme kontrol terhadap warga negaranya. Salah satu aturan

yang bersifat publik tadi adalah aturan yang memuat tentang hukum pidana.

Dalam hukum pidana, secara umum yang dipakai untuk menentukan

perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan

disertai ancaman atau sanksi bagi yang melanggarnya. Sebagai aturan yang

memuat sanksi, hukum pidana tentunya memiliki tujuan dari ditetapkannya

sanksi tersebut bagi yang melanggarnya. Sanksi dalam hukum pidana disebut

juga dengan sanksi pidana. Tujuan dari sanksi pidana menurut Bemmelen adalah

untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi

untuk menakutkan, memperbaiki, dan untuk kejahatan tertentu membinasakan.1

Terdapat berbagai tindak kejahatan yang dipandang sebagai suatu

perbuatan pidana. Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di sekitar kita

yakni kejahatan dalam bentuk kekerasan seperti penganiayaan. Kejahatan

terhadap tubuh dan kejahatan terhadap nyawa biasa di kenal dengan

penganiayaan atau pembunuhan. Ketentuan pidana terhadap tindak pidana

penganiayaan termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yakni pada

1
J.M van Bemmelen, Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum),
Terjemahan Hasnan, , (Bandung: Bina Cipta, 1987), hal. 128.

2
Pasal 351 s/d Pasal 358 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menegaskan

bahwa:2

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya dua tahun


delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.4.500;
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal. 90)
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-
lamanya tujuh tahun (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal .338)
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.

Selain Pasal 351 s/d Pasal 358 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

mengatur tentang penganiayaan, ketentuan tindakan kekerasan juga termuat

dalam Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dalam Pasal ini

menegaskan bahwa :3

(1) Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan


terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun
enam bulan.
(2) Tersalah dihukum:
1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja
merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu
menyebabkan sesuatu luka;
2. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu
menyebabkan luka berat pada tubuh;
3. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan itu
menyebabkan matinya orang.
(3) Pasal 89 tidak berlaku.

Maraknya tindakan penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber

baik melalui media elektronik maupun media cetak menandakan bahwa

penganiayaan tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang

terkontrol baik dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh

lingkungan yang kurang baik. Penganiayaan yang sering terjadi seperti

pemukulan dan kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan terjadinya luka pada

bagian tubuh atau anggota tubuh korban penganiayaan. Selain menimbulkan luka,
2
R.Soesilo, 1988, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia.Bogor,
Sukabumi, hal. 145.
3
Ibid, hal.146.

3
penganiayaan juga menimbulkan efek atau dampak psikis bagi korban seperti

trauma, ketakutan, ancaman bahkan gangguan mental dan jiwa.

Tindakan penganiayaan menjadi salah satu fenomena yang sulit hilang di

dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai tindakan penganiayaan yang sering

terjadi seperti pemukulan dan kekerasan fisik seringkali mengakibatkan luka pada

bagian tubuh atau anggota tubuh korban, bahkan tidak jarang membuat korban

menjadi cacat fisik seumur hidup, atau bahkan sampai berakibat kepada

kematian. Selain itu, tindakan penganiayaan juga tidak jarang menimbulkan efek

atau dampak psikis pada si korban seperti trauma, ketakutan, ancaman, bahkan

terkadang ada korban penganiayaan yang mengalami gangguan jiwa dan mental.

Fenomena tindakan penganiayaan bukanlah hal yang baru dalam aksi-aksi

kekerasan fisik dan psikis, dan dapat dijumpai di mana-mana seperti di

lingkungan rumah tangga atau keluarga, di tempat umum, maupun di tempat-

tempat lainnya, serta dapat menimpa siapa saja bila menghadapi suatu masalah

dengan orang lain. Mencermati fenomena tindakan penganiayaan yang terjadi,

tampaknya bukanlah hal yang terjadi begitu saja melainkan diduga berkaitan

dengan berbagai faktor seperti pengaruh pergaulan dan kenakalan, premanisme,

kecemburuan sosial, tekanan dan kesenjangan ekonomi, ketidakharmonisan

dalam hubungan rumah tangga atau dengan orang lain, persaingan, konflik

kepentingan dan lainnya.4

Dapat dikatakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai sumber

hukum materiil yang masih bersifat umum / general. Setiap tindak pidana

diancam dengan hukuman atau sanksi pidana, sanksi pidana tersebut dapat

dijatuhkan terhadap seseorang yang dapat dikenai pertanggung jawaban secara

4
Fikri, “Analisis Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan Berencana”, Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion, I, 2 ( 2013 ), hal. 1.

4
pidana. Kesalahan merupakan salah satu faktor yang sangat essensial didalam

menentukan seseorang tersebut dapat dikenai pertanggung jawaban pidana atau

kah tidak. Berkaitan dengan adanya asas “Geen Straff Zonder Schuld” terdapat

adanya 2 (dua) hal yang dimaksud dalam pengertiannya tersebut antara lain;

1. Jika sesuatu perbuatan yang dilarang atau pengabaian sesuatu yang

diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan atau

pengabaian tersebut harus tercantum dalam Undang-undang Pidana.

2. Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan satu

perkecualian yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).5

Banyaknya gangguan yang melanda kehidupan masyarakat. Berbagai

ragam kejahatan yang dapat terjadi dan ditemui di masyarakat pada setiap saat

maupun pada semua tempat. Para pelaku kejahatan selalu berusaha

memanfaatkan waktu yang luang dan tempat yang memungkinkan untuk

menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin mereka capai hanya satu yaitu

memperoleh benda atau uang yang diinginkan dengan kejahatannya. Suatu

tindakan kriminalitas atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan

karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup

yang relative sulit dipenuhi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang tinggi memberi peluang

tindak kejahatan makin tinggi, volumenya dan meningkat kualitasnya termasuk

pelanggaran pidana yang makin bervariasi. Untuk menanggulangi kejahatan dan

tindak pidana demikian itu dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang

menyeluruh. Berbagai kejahatan yang ada di masyarakat memang dapat

5
Ibid, hal. 29-30

5
dikategorikan sebagai tindak pidana khusus dan kejahatan umum. Walaupun

dalam prakteknya, tidak jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan-

ketentuan yang mengaturnya.

Cita negara merupakan bentuk kristalisasi dari cita-cita seluruh rakyat,

sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang mencita-citakan suatu pencapaian

tertinggi yang mencerminkan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan. Seluruh

rakyat tidak ingin dibeda-bedakan dalam pemenuhan haknya, itulah keadilan.

Seluruh rakyat tidak ingin hidup dalam dunia dengan pelanggaran kejahatan,

itulah ketertiban. Seluruh rakyat ingin terpenuhinya kebutuhan raga dan

kebutuhan jiwa, itulah kesejahteraan6

Sebagai falsafah hidup, Pancasila yang dianggap sebagai kenyataan, nilai-

nilai dasar dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar,

adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai dengan Bangsa Indonesia

sebagaimana tertuang dalam kelima silanya. Kemajuan disuatu negara akan

terukur dari situasi dan kondisi keamanannya sebagai salah satu syarat utama,

baik negara maju, negara berkembang tidak terkecuali negara miskin.7

Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh

suasana yang harmonis dan damai, hidup rukun berarti tidak mempunyai konflik,

melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertindak demi

mewujudkan kesejahteraan bersama. Di dalam kerukunan semua orang bisa

hidup bersama tanpa ada kecurigaan, dimana tumbuh sikap saling menghormati

dan kesediaan berkerja sama demi kepentingan bersama. Kerukunan atau hidup

rukun adalah suatu sikap yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam

6
Tim Ario Husein Jayadiningrat, Social Science In National Law Competition 2015,
(Jakarta: Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal, 2015), hal. 110.
7
Aburaera, Filsafat Hukum Dari Rekonstruksi Sabda Manusia Dan Pengetahuan Hingga
Keadilan Dan Kebenaran, (Makassar : Pustaka Refleksi, 2010), hal. 45.

6
terpancar dari kemauan untuk berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa

tekanan dari pihak manapun.8

Kehidupan masyarakat saat ini masih belum menerapkan nilai-nilai

kerukunan sehingga menyebabkan tindak kejahatan yang timbul dalam

kehidupan bermasyarakat. Kejahatan yang menonjol adalah kejahatan terhadap

“orang”. Kejahatan terhadap “orang” dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana mencakup hal-hal sebagai berikut; kehormatan (penghinaan), membuka

rahasia, kebebasan atau kemerdekaan pribadi, nyawa, badan atau tubuh, harta

benda atau kekayaan.9

Selain itu tindakan penganiayaan juga tidak jarang menimbulkan efek

atau dampak psikis pada si korban seperti trauma, ketakutan, ancaman, bahkan

terkadang ada korban penganiayaan yang mengalami gangguan jiwa dan mental.

Dalam beberapa kasus, sebagian orang atau sekelompok orang sengaja

melakukan penganiayaan kepada orang lain disebabkan beberapa faktor seperti

dendam, pencemaran nama baik, perasaan dikhianati atau dirugikan, merasa

harga diri dan martabatnya direndahkan atau dilecehkan dan motif-motif lainnya.

Selain itu, tidak sedikit orang juga terlibat perselisihan paham, perkelahian atau

pertengkaran yang mendorong dirinya melakukan penganiayaan secara tidak

sengaja. Seperti halnya kejadian tindak pidana penganiayaan yang terjadi pada

bapak SURYADI.

Berawal pada hari Jumat tanggal 07 Oktober 2022 sekitar jam 11.48 WIB

saat korban SURYADI S yang merupakan teman kerja Terdakwa DJUFRI Als.

UPING Bin (Alm) IMRAN DUNGGIO sebagai sesama pembantu dirumah

8
Faisal Ismail. Dinamika kerukunan Antar Umat Beragama, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014), hal. 1.
9
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh , (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), hal. 2.

7
ABDUL AZIZ RIAMBO, merasa tidak senang dengan kebiasaan Terdakwa yang

sehabis mandi selalu tidak membuang sisa air di ember dan tidak

membersihkannya, lalu saksi korban menegur Terdakwa, namun Terdakwa yang

tidak terima ditegur saksi korban langsung emosi sehingga terjadi cekcok atau

adu mulut antara Terdakwa dan saksi korban, sehingga korban mengalah dengan

pergi kelur rumah. Namun saat saksi korban balik kedalam rumah terlihat

Terdakwa sudah memegang sebilah pisau melihat keadaan tersebut saksi korban

pun mengambil sebilah golok untuk berjaga-jaga yang diselipkan dipinggang

saksi korban, tidak lama berselang Terdakwa tiba-tiba mendekati saksi korban

dan langsung menyerang saksi korban dengan cara menusukan pisau yang

dibawanya kearah saksi korban namun berhasil ditahan oleh kedua tangan saksi

korban, namun disaat bersamaan Terdakwa mengambil sebliah golok yang

tersimpang dipinggang saksi korban lalu menebaskan golok tersebut beberapa

kali kearah tubuh saksi korban hingga mengenai dan melukai jempol tangan kiri,

pelipis kiri, perut kanan dan kiri, serta punggung saksi korban, melihat keadaan

saksi korban yang sudah mengalami luka berat lalu Terdakwa kabur lari menuju

pekarangan rumah.

Bahwa berdasarkan hasil Visum et Repertum yang dibuat dan ditanda-

tangani dr. Michael C.C dokter umum pada Rumah Sakit Medika Permata Hijau

pada tanggal 8 oktober 2022 telah dilakukan pemeriksaan atas korban dengan rek

medis no. 34-31-88 atas nama SURYADI, laki-laki umur 51 tahun dengan

Kesimpulan : Ditemukan luka sobek pada dahi kiri 2 cm, luka lecet region perut

10cm, luka lecet perut sisi kiri tengah 10cm. luka lecet dan sobek region

punggung19cm, Ibu jari kiri luka terbuka disertai patah tulang terbuka hingga

bagian telapak tangan kiri.

8
Berdasarkan Latar Belakang dan kronologis singkat yang telah di jelaskan

di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian skrispi dengan judul

Analisis Yuridis Tindak Pidana Penganiayaan Berat Yang Mengakibatkan

Luka Berat Di Tinjau Dari Pasal 351 Ayat (2) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana. (Studi Kasus 1226/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt.)

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek jera terhadap pelaku

tindak pidana dalam kasus penganiayaan berat dan dasar pertimbangan hukum

hakim dalam memutus perkara pidana penganiayaan berat, berdasarkan latar

belakang masalah, penulis dapat mengidentifikasi permasalahan dalam skripsi ini

sebagai berikut;

1. Efek jera terhadap tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka

berat dalam putusan Nomor: 1226/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt, yang terjadi di

kota Jakarta barat.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana

penganiayaan dalam Putusan Nomor: 1226/Pid.B/2022/PN Jakarta Barat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah maka dapat dirumuskan

masalah dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut;

1. Apakah dalam putusan Nomor: 1226/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt dapat

memberikan Efek jera terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang

mengakibatkan luka berat ?

2. Apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana

penganiayaan berat berdasarkan putusan Nomor 1226/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt?

9
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah;

1. Untuk mengetahui apakah dalam putusan Nomor 1226/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt

dapat memberikan efek jera terhadap tindak pidana penganiayaan yang

mengakibatkan luka berat.

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak

pidana penganiayaan berat berdasarkan putusan Nomor 1226/Pid.B/2022/PN

Jkt.Brt.

E. Kegunaan Penelitian

Terjawabnya permasalahan dan tercapainya tujuan dalam skripsi ini,

diharapkan membawa sejumlah kegunaan dalam tataran teoritis maupun tataran

praktis yaitu;

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu

hukum, khususnya pada bidang hukum pidana dalam kaitannya dengan tindak

pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Hasil penelitian ini

diharapkan mampu memberikan masukan bagi penelitian-penelitian untuk

tahap berikutnya dan memberikan sumbangan penelitian tidak hanya pada

teori tetapi juga dalam prakteknya.

2. Manfaat Praktis

Bagi Penulis : Untuk memperbanyak wawasan penulis dalam memperoleh

ilmu pengetahuan dan memahami bagaimana peran aparat kepolisian dalam

penanganan terhadap pelaku penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

Bagi Masyarakat : Masyarakat akan mengetahui bagaimana peran kepolisian

dalam menangani pelaku penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan

10
bagaimana pelaku yang terlibat mendapatkan hukuman yang sesuai dengan

peraturan yang ada.

F. Kerangka Pemikiran

Di lihat dari aspek judul dan permasalahan yang telah disebutkan di atas,

maka dalam hal ini perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai hal tertentu sebagai

berikut;

1. Teori Pemidanaan

Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah menjatuhkan

pidana terhadap anak yang telah melakukan suatu tindak pidana. Dan pidana itu

sendiri pada dasarnya adalah merupakan suatu penderitaan atau nestapa yang

sengaja dijatuhkan Negara kepada mereka atau seseorang yang melakukan tindak

pidana. Sehubungan dengan hal tersebut timbulah suatu pernyataan apakah dasar

pembenaran penjatuhan pidana itu diadakan justru untuk melindungi kepentingan

hukumnya.10

Pemidanaan secara dapat diartikan sebagai pemghukuman, tentu

penghukuman yang dimaksud adalah penjatuhan pidana dan alasan-alasan

pembenaran (Justification) dijatuhkannya pidana terhadap seseorang yang dengan

putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (Incracht van gewijsde),

dinyatakan sah dan terbukti melakukan tindak pidana. Pada hakikatnya pidana

merupakan perlindungan yang diberikan kepada masyarakat dan perbuatan

melanggar hukum yaitu bahwa pidana diharapkan sebagai sesuatu yang akan

membawa kesejehteraan dan pidana adalah suatu proses pendidikan untuk

menjadikan orang dapat diterima kembali didalam masyarakat. Maka tujuan dari

hukum pidana itu adalah memberikan keadilan.11


10
Andi Marlina, Buku Ajar Hukum Pidana, (Cet. I; Cv. Pena Persada, 2019), hal. 105.
11
A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu
Syariah (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 259 .

11
Pandangan moderat dikemukakan oleh Marc Ancel yang menjelaskan

bahwa setiap masyarakat mengisyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat

peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan

bersama tetapi sesuai dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya oleh

karena itu, peranan dari hukum pidana adalah kebutuhan yang tidak dapat

dikesampingkan dalam suatu sistem hukum.12

2. Teori Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum

adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap

akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup.13

Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana secara konkrit

oleh aparat penegak hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum pidana

merupakan pelaksaan dari peraturan-peraturan pidana. Dengan demikian,

penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara

nilai dengan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut

kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang

dianggap pantas atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.

Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah

hukum pidana yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan unsure-unsur

dan aturan-aturan, yaitu;


12
Ibid, hal. 45.
13
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
UI Pres, 1983), hal. 35.

12
a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di

sertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-

larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah

diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan

tersebut.14

G. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan mahasiswa fakultas hukum

disesuaikan dengan rumusan dan sifat masalah penelitian masing-masing.

Masalah penelitian yang bersifat normatif dalam penerapannya ditempuh

langkah-langkah sebagai berikut;

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini digunakan dalam bentuk penelitian Normatif Yuridis,

yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah yang mengemukakan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya adapun Penelitian

Hukum Yuridis yaitu membahas putusan pengadilan atau membahas putusan

yang diputus oleh Hakim berdasarkan Hati Nurani atau juga disebut

pertimbangan hakim.15

2. Cara Penelitian

14
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, (Surabaya: Putra Harsa, 1993), hal. 23.
15
I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta:
Preneda Media Group), hal. 84.

13
Penelitian hukum apabila dilihat dari sudut tujuan penelitian hukum

adalah penelitian hukum pendekatan yaitu pendekatan yang digunakan dalam

penelitian antara lain;

a. Pendekatan Perundang-Undangan

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang diangkat.16

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan perundang-

undangan yaitu antara lain, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana.

b. Pendekatan Kasus

Pendekatan kasus mengkaji Hasil Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Barat, Alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai

kepada putusannya, yaitu kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan

berkuatan hukum tetap.17

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan

sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang

diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan yang diharapkan. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan untuk mengkaji, meneliti, dan menelusuri data-data

sekunder mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan


16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), hal. 93.
17
Ibid, hal. 158.

14
hukum primer, dan bahan hukum primer yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.18

4. Analisis Data

Data yang telah diperoleh baik data primer dan data sekunder akan diolah dan

dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan sehingga

diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data yang digunakan

adalah analisis data yang berupaya memberikan gambaran secara jelas dan

konkrit terhadap objek yang dibahas.

Menurut Bernard Arief Sidharta, pengolahan bahan-bahan hukum dalam

rangka aktifitas dogmatika hukum meliputi berbagai macam aktifitas intelektual

(aktifitas akal budi) yang secara garis besar akan diuraikan berikut ini. Menurut

Meuwissen, dogmatika hukum atau ilmu hukum dalam arti sempit bertugas

untuk:19

a. Memaparkan hukum yang berlaku;

b. Menginterprestasi hukum yang berlaku;

c. Menganalisis hukum yang berlaku;

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian dalam skripsi ini terdiri dari lima bab,

yang dilengkapi dengan daftar pustaka yang ditempatkan setelah bab terakhir

atau penutup, yaitu sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

18
Ibid, hal. 52
19
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar
Maju, 1999), hal. 133-134.

15
Bab ini berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian,

serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini berisi mengenai hukum pidana, jenis-jenis pidana, tindak

pidana, pengertian umum tentang penganiayaan yang mengakibatkan

luka berat.

BAB III: HASIL OBJEK PENELITIAN

Bab ini berisi tentang kasus posisi, pertimbangan hakim serta putusan

hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana

BAB IV: PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai analisis putusan efek jera terhadap pelaku

tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat serta dasar

pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana

penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

BAB V: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian, dan

rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan

yang terdapat di dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminalitas. Bandung, C. V. Remaja Karya

A.F. Sifuddin, 1986. Konflik dan Integritas.Rajawali, Jakarta.

Agoes, Dariyo 2004. Psikologi Perkembangan Remaja, Ghalia Indonesia, Jakarta.

16
Andi, Hamzah. 1993. Hukum Acara Pidana, C.V. Sapta Artha Jaya Indonesia,
Jakarta.
Anton Tabah, 1996. Polisi Budaya dan Politik, C.V. Sahabat. Klaten.

Arif Gosita. 2004. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta, Buana Ilmu

A.S.Alam .2010. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi

David Bayley. H, 1998. Polisi Masa Depan, Cipta Manunggal, Jakarta.

Faturrochman, 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Pustaka, Yogyakarta.

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hak-Hak Anak Pelaku Kejahatan Dalam


Proses Peradilan Pidana

Muhammad Mustofa. 2013. Metodologi Penelitian Kriminologi, Kencana


Prenada Media, Jakarta.

Mulyana W. Kusuma, 1981. Aneka Permaslahan Dalam Ruang Lingkup


Krimonologi. Bandung, Alumi.

Soedjono, 1985. Sosiologi Pengantar untuk Masyarakat Indonesia. Bandung,


alumi

Sudarajat M. Bassar, 1983, Hukum Pidana (Pelengkap KUHP), Armco, Bandung.

Sudarsono, 2012, Kenakalan Remaja (Prevensi, Rehabilitas dan Resosialisasi),


Rineka Cipta, Jakarta.

Topo Santoso dan Eva Achyani Zulfa, 2001. Kriminologi.. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, 1986. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia. Eresco,


Bandung

17
18

Anda mungkin juga menyukai