PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
orang lain atau kepentingan umum. Tindak pidana (strafbaar feit) menurut
Moeljatno adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang
siapa yang melanggar aturan tersebut, dalam hal ini terdapat 3 (tiga) hal yang perlu
diperhatikan:
1. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana.
3. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, karena antara
kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu terdapat hubungan yang
erat. Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan
1
2
orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang
ditimbulkan olehnya.
yang lebih serius yang secara garis besar dapat dibandingkan dengan tindak pidana
dalam masyarakat yang terlihat damai sekalipun. Cicero, seorang filsuf Yunani
ribuan tahun yang lalu sudah menyatakan bahwa di mana ada masyarakat, maka di
situ ada hukum dan ada kejahatan (ubi societas, ibi ius, ibi crime). Kejahatan dapat
terjadi karena adanya konflik dalam masyarakat. Kelompok masyarakat yang satu
menurut Emile Durkheim akan selalu hadir dalam masyarakat. Emile Durkheim
1
Emile Durkheim, “Pidana Ganti Rugi : Alternarif Pemidanaan di Mada Depan dalam
Penanggulangan Kejahatan Tertentu”,<http://www.library.usu.ac.id.>, [02/04/ 2019].
3
sejak lahir atau warisan), juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku
perempuan, anak, dewasa atau lanjut usia. Tindak kejahatan dapat dilakukan
secara sadar, setengah sadar atau tidak sadar sama sekali. Tingkah laku manusia
yang jahat, immoril dan antisosial banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan
umum, oleh karena itu kejahatan harus diberantas demi terciptanya ketertiban,
2
Romli Atmasasmita, Dikutip dalam Muladi (Editor), Hak Asasi Manusia – Hakekat,
Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung : Refika
Aditama, 2007), Hlm. 143.
4
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan atau tindak
pidana adalah dengan memberikan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan. Salah satu
asas yang paling fundamental dalam Hukum Pidana dan menjadi salah satu unsur
pertanggungjawaban pidana dari subjek hukum adalah asas tiada pidana tanpa
kesalahan (keine strafe ohne schuld/ geen straf zonder schuld/nulla poena sine
culpa).
pemeriksaan tindak pidana di pengadilan yang merupakan salah satu tahap dalam
pengajuan dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Panuntut Umum (JPU) hingga
penjatuhan putusan oleh hakim di sidang pengadilan. Salah satu tahap dalam
ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang berbagai cara yang
alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh digunakan hakim untuk
5
membuktikan kesalahan terdakwa. Pengadilan dalam hal ini tidak boleh bertindak
pengadilan jika dikaji, baik dari dari segi Sistem Peradilan Pidana (Criminal
Justice System) maupun dari segi Hukum Acara Pidana (Formeel Strafrecht/straf
tujuan tersebut dapat tercapai, maka tindak pidana yang terjadi harus digali sampai
ke akar-akarnya yang didasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang diajukan
3
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta : Sinar Grafika,
2012), Hlm.273.
4
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,2014), Hlm.
241.
5
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Normatif, Teoretis, Praktik dan
Permasalahannya), (Bandung : Alumni, 2012), Hlm. 158.
6
Pembuktian tindak pidana telah diatur dalam Bab XVI Bagian Keempat
Pasal 183-Pasal 189 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana atau lazimnya disebut dengan hukum acara pidana dalam Kitab Undang-
Pidana (KUHAP) merupakan Hukum Acara Pidana yang bersifat umum (lex
generalist) yang berlaku sebagai pedoman bagi penegak hukum pidana untuk
menangani tindak pidana umum. Hukum Acara Pidana yang bersifat khusus diatur
diluar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau yang sering
disebut undang-undang khusus (lex spesialis). Hukum Acara Pidana khusus juga
Acara Pidana (KUHAP). Pasal 183 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana
Acara Pidana (KUHAP), hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
7
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah Hakim
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia bagi
seseorang atau setiap Warga Negara Indonesia yang didakwakan telah melakukan
hukum. Hal itu karena dalam sistem pembuktian tersebut, terpadu kesatuan
Andi Hamzah menyimpulkan bahwa dari rumusan Pasal 183 Kitab Undang-
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah
dan disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. 6
6
Andi Hamzah, Loc. Cit., Hlm. 254 – 256.
8
(KUHAP) hampir sama dengan ketentuan dalam Pasal 341 ayat (4) Ned. Sv, yang
mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh
alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang dan keyakinan (nurani) hakim
sendiri, dengan demikian dalam sistem negatif terdapat 2 (dua) hal yang
bukti yang sah yang telah ditentukan undang-undang) dan negative (keyakinan
hakim).7
alat bukti dan keyakinannya. Keyakinan hakim harus dibangun dengan minimal 2
(dua) alat bukti, tanpa itu maka keyakinan hakim tidak akan terbangun.
hakim, sedangkan masalah subjektif seorang manusia sangat dipengaruhi oleh latar
digantungkan kepada ketentuan cara dan menurut alat-alat bukti yang sah tanpa
didukung keyakinan hakim, maka kebenaran dan keadilan yang diwujudkan dalam
upaya penegakkan hukum, kemungkinan agak jauh dari kebenaran sejati karena
kepada hakim karena menjatuhkan pidana kepada terdakwa yang diyakininya tidak
benar-benar bersalah.9
9
Ibid. Hlm. 281.
10
Alat bukti dalam tahap pembuktian merupakan unsur yang sangat penting.
Alat bukti adalah apa saja yang menurut undang-undang dapat dipakai untuk
Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat
bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa.
Acara Pidana, di mana saat ini dikenal adanya alat bukti lain yang tidak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu alat bukti
rekaman radio kaset, VCD (Video Compact Disk), DVD (Digital Versatile Disk),
foto, faximile, hasil rekaman CCTV (Clossed Circuit Television), SMS (Short
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak dapat dijadikan alat bukti jika tidak
(Clossed Circuit Television) tidak termasuk alat bukti yang sah dalam persidangan
jika pemasangan dan perekaman yang dilakukan oleh CCTV (Clossed Circuit
Padahal hampir setiap rumah di kota-kota besar, fasilitas publik, maupun tempat-
tempat umum lainnya telah dipasang CCTV (Clossed Circuit Television) agar
tujuan awalnya, yakni sebagai pemantau kondisi kemanan dan sebagai alat bukti
yang dapat diajukan dalam persidangan jika terjadi suatu tindak pidana.
Circuit Television) dan menimbulkan pro dan kontra antara lain adalah :
alat bukti dalam kasus Jesicca Kumala Wongso yang di duga telah
permintaan Penyidik.
12
SCBD pada tahun 2015. Alat bukti yang diakui hanya hasil otopsi, baju
Acara Pidana ( KUHAP), bukti elektronik tidak dapat dikategorikan ke dalam alat
bukti yang sah, namun Mahkamah Agung (MA) dalam suratnya kepada Menteri
bahwa microfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah
dalam perkara pidana di pengadilan menggantikan alat bukti surat, dengan catatan
microfilm tersebut telah dijamin autentikasinya yang dapat ditelusuri kembali dari
bukti eletronik berupa microfilm atau microfiche merupakan alat bukti yang sah
10
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Loc. Cit., Hlm. 63.
13
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik secara
umum terbagi ke dalam 2 (dua) bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan alat bukti yang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka alat bukti yang disebut dengan
11
Nur Laili Asma dan Arima Koyimatun, “Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Informasi
Elektronik pada Dokumen Elektronik serta Hasil Cetaknya dalam Pembuktian Tindak
Pidana”, Jurnal Penelitian Hukum Volume 1, Nomor 2, Juli 2014, Hlm. 110.
14
Informasi dan Transaksi Elektronik karena alat bukti tesebut merupakan perluasan
dari alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dapat
diketahui bahwa bukti elektronik merupakan alat bukti yang berdiri sendiri dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Hukum
Acara Pidana yang berlaku di Indonesia, oleh karena itu dapat digunakan sebagai
(cyber crime) serta mampu mengakomodasi alat bukti yang paling diperlukan
dalam kejahatan dunia maya (cyber crime), yaitu alat bukti elektronik berupa
review) yang diajukan oleh Setya Novanto melalui kuasa hukumnya terkait
penyadapan (intersepsi) dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 44 huruf b
“Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud Pasal
188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:
a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu; dan
b. Dokumen, yakni setiap rekaman dan atau informasi yang dapat dilihat,
dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang
berupa tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, huruf, tanda,
angka, atau perforasi yang memiliki makna.”
17
disimpan dalam micro film, Compact Disk Read Only Memory (CD-
ROM) atau Write Once Read Many (WORM). “Alat optik atau yang
serupa dengan itu” yang dimaksud dalam ayat ini tidak terbatas pada data
status bukti elektronik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bukti
petunjuk.
dari :
1) keterangan saksi;
2) surat;
3) keterangan terdakwa.
dari alat-alat bukti yang secara limitatif ditentukan Pasal 188 ayat (2)
“hanya”. Apabila ketentuan dalam Pasal 188 ayat (1) dan ayat (2) Kitab
dokumen.
13
M. Yahya Harahap, Loc. Cit, Hlm. 315. n
19
menyebutkan bahwa:
secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain
memahaminya.
“Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang
adalah :
dan/atau
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa
khusus dirumuskan secara tegas dan mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang
sah, namun terdapat perbedaan kebijakan mengenai status alat bukti elektronik,
merupakan alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana, berstatus sebagai
pengganti surat, alat bukti yang berdiri sendiri, dan perluasan dari bukti petunjuk.
Ketiga status bukti elektronik itu tidak terdapat di dalam Kitab Undang-Undang
14
Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidaan Siber, (Bandung: Refika Aditama, 2012), Hlm.
222.
21
Agung (MA). Bukti elektronik diakui dalam praktik peradilan pidana dan diatur
Sigid Suseno berpendapat bahwa alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik
harus dapat diterima oleh pengadilan. Dalam konteks kerja sama internasional
persyaratan dapat diterimanya suatu alat bukti digital (informasi dan dokumen
mengenai cara bagaimana alat bukti digital diperoleh dan dikumpulkan harus
dibentuk. Di Amerika Serikat misalnya, alat bukti dapat diterima oleh pengadilan
bila diperoleh secara sah, yaitu alat bukti harus diperoleh berdasarkan hukum yang
syarat yang dikumpulkan oleh penyidik (termasuk bukti elektronik) tidak boleh
15
Ibid, Hlm. 227
16
Edmon Makarim, “Keautentikan Dokumen Publik Elektronik dalam Administrasi
Pemerintahan dan Pemerintahan Publik,” Jurnal Hukum dan Pembangunan, no. 4 (2015).
Hlm. 518.
22
membuktikan kesalahan terdakwa. Terkait dengan hal tersebut, maka hakim harus
pembuktian (bewijs krachts) dari setiap alat bukti yang diatur dalam Pasal 184
inabsentia”. Disertasi ini membahas tentang hukum pembuktian, suatu alat bukti
dikatakan sebagai alat bukti yang sah adalah tidak hanya alat bukti tersebut diatur
serta dan kekuatan pembuktian (bewijskracht) atas masing-masing alat bukti yang
tindak pidana terorisme”. Disertasi ini membahas tentang alat bukti dalam
pemeriksaan perkara tindak pidana terorisme yang diatur dalam Pasal 27 Undang-
Pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan perkara pidana terorisme lebih luas
daripada alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Ketiga, Disertasi Efa Laila Fahkiyah dari Universitas Sebelas Maret, dengan
alat bukti dalam perkara perdata, di mana alat bukti yang diatur dalam undang-
pemeriksaan setempat, keterangan saksi ahli, dan secara khusus media elektronik
Perusahaan) seperti microfilm dan media penyimpan lainnya yaitu alat penyimpan
informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat
24
berbagai jenis yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti elektronik seperti
pembuktian yang dapat digunakan secara hukum harus juga meliputi informasi
Keempat adalah disertasi Sinta Dewi HTP dari Universitas Indonesia, yang
Amerika.
pembuktian alat bukti elektronik yang masih dikategorikan sebagai alat bukti biasa
dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi batas minimal pembuktian, oleh
karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti yang lain yaitu didukung
Brawijaya, dengan judul “Fungsi Bukti elektronik dalam Hukum Acara Pidana
XIV/2016 pada fungsi bukti elektronik dalam Hukum Acara Pidana. Fokus
Nasional, dengan judul “Kekuatan hukum penggunaan rekaman video sebagai alat
judul “Kebijakan hukum pidana dalam pemberian keterangan saksi melalui media
saksi jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi multimedia yang dikenal dengan
elektronik serta hasil cetaknya dalam pembuktian tindak pidana”. Penelitian ini
alat bukti informasi elektronik dan dokumen elektronik serta hasil cetaknya dalam
dengan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto Undang
27
Television (CCTV) sebagai alat bukti dalam perkara pidana berdasarkan Kitab
terhadap penggunaan kamera Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti
beberapa peralatan untuk menyajikan hal ini, film dan program televisi adalah
penyelenggaraan audio visual dalam pemeriksaan saksi tidak diatur dalam Kitab
17
N.N., “Audio Visual”, http://wikipedia, http://id.wikipedia.org [03/04/ 2019].
28
diantaranya dalam perkara tindak pidana korupsi, pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) berat pasca jajak pendapat di Timor Timur dan perkara tindak pidana
Perlindungan Saksi dan Korban memberikan pilihan bagi saksi dalam memberikan
kesaksiannya yang tidak harus hadir ke pengadilan tetapi dapat melalui sarana
elektronik.
walaupun berada di tempat yang berbeda, dengan demikian keterangan saksi yang
dengan keterangan saksi yang diatur dalam ketenuan Pasal 184 ayat (1) Kitab
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana konsep pembuktian audio visual dalam teori sebagai alat bukti
C. Tujuan Penelitian
Umum di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
pada umumnya dan bagi Hukum Pidana serta Hukum Acara Pidana pada
khususnya.
E. Kerangka Pemikiran
melahirkan berbagai teori yang berbeda, oleh karena itu dalam suatu penelitian,
maupun kerangka konseptual merupakan hal yang penting agar peneliti tidak
terjebak dalam polemik yang tidak terarah. Hal ini juga dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji yang berpendapat bahwa kerangka teoritis
metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga ditentukan oleh teori.19
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif - SuatuTinjauan
Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), Hlm. 7.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), Hlm. 6.
31
seperti mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan mengikatnya, apa yang
individu dan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah
keadilan itu dan bagaimana hukum yang adil.20 Penelitian dalam disertasi ini tidak
terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem
pemikiran ahli hukum itu sendiri. Seorang ilmuwan tidak hanya mempunyai
Ilmu hukum seperti ilmu sosial lainnya merupakan suatu ilmu yang
berkembang begitu cepat, kompleks dan rumit, namun apabila disusun strukturnya,
maka dalam ilmu hukum, selain paradigma dikenal pula struktur seperti rumpun
teori yang dapat dikelompokkan dalam Grand Theory, Middle Range Theory dan
Applied Theory. Grand Theory pada umumnya adalah teori-teori makro yang
mendasari berbagai teori di bawahnya. Disebut Grand Theory karena pada saat ini
Disebut makro karena teori-teori ini berada di level makro, berbicara mengenai
20
Radbruch, Dikutip dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 2000),
Hlm. 254.
21
Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 1999), hlm. 237.
32
Theory berada pada level mezzo, level menengah di mana fokus kajiannya makro
dan mikro, sedangkan Applied Theory disebut juga sebagai Application Theory
Karena teori ini berada di level mikro dan siap untuk diaplikasikan dalam
konseptualisasi.22
berurutan di awali dengan sifat teori yang memiliki tingkat keabstrakan yang lebih
tinggi hingga teori yang bersifat aplikatif. Peneliti dalam mengkaji berbagai
permasalahan dalam ranah Hukum Pidana pada umumnya dan ranah Hukum Pidana
Formil pada khususnya, mengacu pada pendapat Roeslan Saleh yang menyatakan bahwa
pemikiran Hukum Pidana tidak sempurna dan tidak utuh jika dilepaskan dari pandangan
falsafah yang seharusnya mendasarinya. Masalah pertanggung jawaban pidana tidak dapat
dilepaskan dari 2 (dua) aspek yang dilihat dari segi falsafah, yaitu aspek keadilan dan
aspek kelakuan.23 Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini sebagai pisau
analisis dan koridor bergeraknya hukum pidana. Peneliti menggunakan teori-teori sebagai
berikut :
1. Grand Theory
22
Syamsul, “Teorisasi dalam Penelitian Kualitatif”, <http://komunikasi-syamsul-
huda.blogspot.com> [03/04/ 2019].
23
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan PertanggungJawaban Pidana. Dua Pengertian Dasar
dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), Hlm. 7-8.
33
dalam penelitian ini. Kepastian dalam atau dari hukum akan tercapai jika
disebutkan, bahwa kepastian mempunyai arti bahwa dalam hal kongkrit kedua
kemasyarakatan.
hukum yaitu kepastian oleh karena hukum, dan kepastian dalam hukum.
Menjamin kepastian oleh karena hukum menjadi tugas dari hukum. Hukum
sesamanya karena beranggapan bahwa hukum itu tidak pasti dan tidak jelas.
Kepastian hukum itu sendiri juga menjadi dasar dari perwujudan asas legalitas.
24
E. Utrecht, Pengertian dalam Hukum Indonesia Cet. Ke-6, Balai Buku Ichtiar, Jakatra, 1959, hlm.26.
34
2. Dari sisi negara, yaitu tiap tindakan negara harus berdasarkan hukum.
suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiaban setiap warga negara.
Secara normatif suatu kepastian hukum adalah ketika suatu peraturan dibuat
dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam artian tidak menimbulkan keragu- raguan dan logis tidak menimbulkan
benturan dan kekaburan norma dalam sistem norma satu dengan yang lainnya.
Kepastian hukum juga menjadi ciri yang tidak dapat dipisahkan dari
hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian
akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai perilaku bagi
25
Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1973, hlm.9.
35
setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum.
- Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu
adalah perundang-undangan.
- Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada
kenyataan.
- Ketiga, bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga
dilaksanakan.
yang didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis serta
dipertimbangkan dengan hati nurani. Hakim selalu dituntut untuk selalu dapat
dasar untuk diterapkan. Penerapan hukum harus sesuai dengan kasus yang
terjadi, sehingga hakim dapat mengkonstruksi kasus yang diadili secara utuh,
dibidang hukum. Hal ini disebabkan putusan hakim yang sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap, bukan lagi pendapat dari hakim itu sendiri yang
yuridis.
orang di pengadilan.
hukum. salah satu adagium yang dikenal dalam hukum menyebutkan bahwa
summon ius, summa injuria, summa lex, summa crux yang artinya adalah
hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya,
hukum maka orang tidak akan tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga
terlalu ketat mentaati aturan akibatnya akan menjadi kaku dan menimbulkan
adalah pernyataan yang menekankan pada aspek seharusnya atau das sollen
pedoman bagi individu untuk bertingkah laku dalam masyarakat, baik dalam
26
Dosminikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari dan Memahami Hukum, (Yogyakarta :
Presindo, 2010), Hlm. 59.
38
dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas
dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas
dalam arti menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
hukum menunjuk pada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan
yang bersifat subjektif. Kepastian dan keadilan bukan sekedar tuntutan moral
28
melainkan secara faktual mencirikan hukum.
mengetahui perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kedua, berupa
dengan adanya aturan yang bersifat umum itu maka individu dapat mengetahui
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.29
27
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), Hlm. 58.
28
Christine Cst Kansil dan S.T. Kansil, Engelien R, Palandeng, Godlieb N. Mamahit,
Kamus Istilah Hukum, (Jakarta, 2009), Hlm. 385.
29
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
1999), Hlm. 23.
39
melihat hukum sebagai sesuatu yang bersifat otonom (mandiri). Hukum bagi
penganut aliran ini merupakan kumpulan berbagai aturan dan tujuan hukum
diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan
hukum yang bersifat umum, sifat umum dari aturan hukum membuktikan
30
Achamd Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta :
Gunung Agung, 2002), Hlm. 82.
31
Fance M. Wantu, Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam
Putusan Hakim di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum, Gorontalo, Volume 12
Nomor 3, September 2012.
40
adanya kepastian hukum maka masyakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
menimbulkan rasa tidak adil karena apapun yang terjadi peraturannya adalah
demikian dan harus ditaati.32 Undang-undang itu sering terasa kejam apabila
dilaksanakan dengan ketat, sebab berlakulah lex dura, sed tamen scripta,
tahu hak dan kewajibannya menurut hukum karena adanya kepastian hukum.
satu aspek dari kepastian hukum adalah perlindungan yang diberikan kepada
dipisahkan dari hukum, terutama untuk hukum tertulis. Hukum tanpa nilai
32
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum – Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty,
2005), Hlm. 160.
33
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan Oetarid Sadino, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 1993), Hlm. 14.
41
yaitu dapat ditentukannya hukum dalam hal yang konkret dan keamanan
hukum. Hal ini berarti bahwa pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui
apa yang menjadi hukum dalam hal tertentu sebelum memulai perkara dan
undang-undang yang tidak ditujukan kepada orang atau pihak tertentu tetapi
34
Herlin Boediono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia – Hukum
Perjanjian berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2006), Hlm. 208.
35
A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berasaskan keadilan dan Kepastian
Hukum, (Jakarta : Fikahati Aneska, 2009), Hlm.98.
36
Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, Cetakan Keenam,
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), Hlm. 31.
42
Pidana) bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu kebenaran sejati atau
Acara Perdata) bertujuan untuk mencari kebenaran formil, artinya Hakim tidak
boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara.
terdakwa di persidangan.
dan usaha untuk menyatakan kebenaran dalam suatu peristiwa sehingga dapat
Hukum Acara Pidana adalah dalam rangka mencari kebenaran materiil dan
37
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana – Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Rangkang
Education, 2013), Hlm. 241.
38
Ebta Setiawan, Arti atau Makna Pembuktian, http://KBBI.web.id., Diakses pada Hari
Sabtu, 12 Oktober 2019, Pukul 16.45 WIB.
43
fase atau prosedur dalam pelaksanaan Hukum Acara Pidana secara keseluruhan
(KUHAP).39
hal-hal yang berkaitan dengan suatu perkara yang bertujuan agar dapat
perkara tersebut.
mengatur berbagai macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang
dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara yang mengajukan bukti-
bukti tersebut serta kewenangan Hakim untuk menerima, menolak dan menilai
wetteljik bewijstheorie).
39
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, (Jakarta : Ghalia,
1983), Hlm. 12.
40
Hari Sasongko dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana untuk
Mahasiswa dan Praktisi, (Bandung : Mandar Maju, 2003), Hlm. 10.
44
(conviction intime).
bewijstheorie).
alat bukti yang ada, hakim dapat memakai alat bukti tersebut untuk
45
Raisonnee)
41
Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana (Perkembangan dan Pembaharuan di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2014), Hlm. 171.
42
Ibid.
46
Alat bukti yang sah sebagaimana diatur didalam pasal 184 ayat (1)
3. Applied Theory
ini. Menurut Dawn M. Turner, Autentikasi adalah suatu metode cara dan
proses untuk menyatakan bahwa informasi betul-betul asli, atau orang yang
salah satu dari banyak metode yang digunakan untuk membuktikan bahwa
dokumen tertentu yang diterima secara elektronik asli datang dari orang yang
pembuktian nantinya.45
menarik untuk dicermati bahwa secara teknis jika suatu dokumen telah
melalui proses autentikasi dan diterima sebagai suatu hal yang autentik, maka
dokumenter dan bukti fisik lainnya terbukti asli, dan bukan pemalsuan. Secara
umum, autentikasi dapat ditampilkan dalam salah satu dari dua cara. Pertama,
45
Edmon Makarim, Buku Seri Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hal. 75.
46
Ibid. hal. 77
48
bukti dapat diautentikasi dengan pendapat seorang saksi ahli yang memeriksa
pengadilan (yang tidak perlu banyak dan tidak perlu sangat kuat)
dokumen, pistol) adalah apa yang diklaim oleh pihak pemberi penawaran.
Persyaratan otentikasi ini telah diimpor terutama dalam uji coba juri. Jika
menolak bukti sebagai tidak persuasif atau tidak relevan. Jenis bukti lain dapat
diotentikasi sendiri dan tidak memerlukan apa pun untuk membuktikan bahwa
47
Legal information institute, Peraturan 902. Bukti yang Mengotentikasi Diri". LII / Lembaga Informasi
Hukum 2011
48
Op. cit. hal. 501
49
tersebut,
3. keabsahan atau validitas dari peralatan (atau secara lebih luas, sistem
49
Op. cit. hal. 503
50
dokumen yang benar dan sah, atau unik, yang memang dibuat pertama
kali untuk keperluan yang dituju tanpa ada pengubahan secara tanpa
hak/wewenang.
F. Metode Penelitian
cara meneliti berbagai bahan kepustakaan (data sekunder), yang meliputi asas-
pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepsikan sebagai norma atau kaidah
yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang.
mungkin mengenai fakta-fakta yang ada, baik berupa data sekunder bahan
bahan sekunder berupa pendapat para ahli, hasil-hasil penelitian, hasil karya
dari kalangan hukum serta bahan hukum tersier berupa data yang berkaitan
jelas dan menyeluruh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan autentikasi audio
visual sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana umum menurut
51
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan I, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2004, Hlm. 52.
52
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1988), Hlm. 35.
52
2. Pendekatan Penelitian
empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi
undangan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang
dalam suatu bidang studi yang kadangkala menunjuk pada hal-hal universal
53
Johni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Cetakan III, (Malang :
Bayumedia Publishing, 2007), Hlm. 300.
54
Ibid.
53
keputusan-keputusan hukum.
institution) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum yang kurang
lebih mendalam tentang suatu sistem atau lembaga atau suatu pengaturan
tertentu.
diberikan. Ciri khas filsafat ditambah dengan beberapa pendekatan yang tepat
hukum.
praktik hukum.
Indonesia
Indonesia.
Indonesia.
55
Pidana (KUHAP).
55
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), Hlm. 141.
56
penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain pendapat para ahli,
yang terkait dengan autentikasi audio visual sebagai alat bukti dalam
Indonesia.
dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan
data, tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan
56
Sugiyono, Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2011), Hlm.
224.
57
(kondisi yang alamiah) dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada
a. Observasi
penelitian.58
tetap selaras dengan judul, tipe judul dan tujuan judul penelitian. 59
57
Ibid.
58
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2006), Hlm. 104
59
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002),
Hlm. 67.
58
orang yang sedang diamati atau orang yang digunakan sebagai sumber
b. Wawancara
dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh orang yang
diwawancarai.
c. Dokumentasi
cara berfikir induktif yaitu metode dari suatu pengamatan terhadap persoalan
yang bersifat khusus kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat
umum. 62
analisa data kualitatif, yaitu menjelaskan hubungan antara fakta (gejala) dan
hukum tidak menggunakan angka angka atau statistik tetapi dengan cara :
penafsiran sistematik.
62
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), Hlm. 223.
BAB II
yang tertulis dan tidak tertulis yang pada umumnya bersifat memaksa, untuk
hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Hukum Pidana dapat
sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam
63
O. Notohamidjojo, Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, (Salatiga : Griya Media, 2011),
Hlm. 121.
61
tersebut. 64
tersebut. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa Hukum Pidana menempati
tempat tersendiri dalam sistematika hukum. Hal ini disebabkan karena Hukum
Hukum positif adalah hukum yang berlaku saat ini di suatu negara.
waktu, tempat dan bagian penduduk yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-
orang yang melanggar diancam dengan pidana, menentukan pula bilamana dan
pidana dan pelaksanaan pidana demi tegaknya hukum yang bertitik berat pada
keadilan.66 Hukum Pidana sebagai salah satu bagian independen dari Hukum
64
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Sinar Baru, 1984),
Hlm. 1.
65
M. Ali Zaidan, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015),
Hlm. 3.
66
Andi Hamzah, Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006),
Hlm. 27.
62
yang salah, atau memaksa mereka yang tidak berkedudukan dan tidak
itu hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang agar mentaati
tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa
dan kedamaian dalam masyarakat, oleh karena itu para ahli Hukum Pidana
(preventif).
67
Suharto dan Junaedi Efendi, Panduan Praktis bila Menghadapi Perkara Pidana, mulai
Proses Penyelidikan sanpai Persidangan, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2010), Hlm. 25
68
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2003), Hlm. 20.
63
(represif).
yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan Hukum Pidana dengan
Tujuan ini bersifat konseptual atau filsafat yang memberi dasar adanya
sanksi pidana. Tujuan ini pada umumnya tidak tertulis dalam pasal-
69
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), Hlm. 7.
64
Tujuan ini bersifat pragmatik dengan ukuran yang jelas dan konkret
yaitu:70
a. Fungsi Umum
Hukum Pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena
itu fungsi Hukum Pidana sama dengan fungsi hukum pada umumnya,
b. Fungsi Khusus
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai
dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapapun yang
berikut :71
(culpa).
71
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2001), Hlm. 74.
66
itu telah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau
Pengertian pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang atau
subjek hukum yanag berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum atau tidak
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana. Untuk dapat
72
Nikmah Rosidah, Asas-asas Hukum Pidana, (Semarang : Pustaka Magister, 2011), Hlm.
40.
73
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2002), Hlm. 35.
67
untuk bertanggung jawab adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal
yaitu menyesuaikan antara tingkah lakunya dengan keinsyafan yang mana yang
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam Hukum
Pidana Belanda, yaitu strafbaar feit, walaupun istilah tersebut terdapat dalam
dan berbagai litelatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit
a. Tindak pidana
b. Peristiwa pidana
c. Delik
74
M. Solly Lubis, Penegakkan Hukum Pidana, (Bandung : Mandar Maju, 1989), Hlm. 63,
75
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I – Stelsel Pidana, Tindak
Pidana,Teori-teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 2002), Hlm. 68.
68
d. Pelanggaran pidana
g. Perbuatan pidana.
tindak pidana merupakan istilah yang paling umum digunakan dalam berbagai
luas daripada perbuatan karena peristiwa tidak hanya menunjuk pada perbuatan
manusia tetapi juga pada seluruh kejadian yang disebabkan oleh manusia dan
juga alam.
Istilah delik secara harafiah pada dasarnya tidak ada kaitannya dengan
strafbaar feit, karena secara etimologis, delik berasal dari bahasa Latin, yaitu
feit. Pengertian delik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut :78
76
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Cet ke-2, (Jakarta : Storia
Grafika,2002), Hlm. 204.
77
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2003), Hlm. 79.
78
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke-2, (Jakarta : Balai Pustaka,
1989), Hlm. 219.
69
lebih tepat dari tindak pidana, dengan alasan sebagai berikut :80
pada orang.
perbuatan pidana.
yang konkret yang menunjuk pada suatu kejadian tertentu. Menurut Moeljatno,
istilah tindak pidana tidak tepat karena menunjuk pada hal yang abstrak.
79
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Pidato
diucapkan pada Peringatan Dies Natalis ke VI Universitas Gadjah Mada di Sitihinggil
Yogyakarta pada Tanggal 19 Desember 1955, Hlm. 17.
80
Moeljatno, sebagaimana Dikutip dalam C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-
pokok Hukum Pidana, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2004), Hlm. 54.
70
dicela)”.
pertanggungjawaban pidana.
sebagai berikut : 82
De korte definitie luidt : een strafbaar feit is een feit, dat door de wet is
strafbaar gesteld. Een langere en ook beteekenisvollere defenitie is : een
strafbaar feit is een feit met opzet of schuld in verband staande
onrechmatig (wederechteleijke) gedraging begaan door een
toerekenisvatbaar persoon (definisi singkat : perbuatan pidana adalah
suatu perbuatan yang menurut undang-undang dapat dijatuhi pidana.
Definisi luas : perbuatan pidana adalah suatu perbuatan dengan sengaja
atau alpa yang dilakukan dengan melawan hukum oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan)”.
81
Ch. J. Enschede, Beginselen van Strafrecht, (Kluwer : Deventer,2002), Hlm. 156.
82
J.E. Jonkers, Handboek van Het Nederlandansch – Indische Strafrecht, (Leiden : E.J.
Brill, 1946), Hlm. 83
71
a. Unsur Perbuatan.
Orang atau pelaku adalah subjek tindak pidana. Hubungan unsur orang
dapat dihukum.84 Pendapat Vos sejalan dengan pendapat Pompe, menurut Vos,
strafbaar feit adalah kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan
perundang-undangan.
83
Roeslan Saleh, Pebuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta : Aksara
Baru, 1999), Hlm. 52.
84
Pompe, sebagaimana dikutip dalam Adami Chazawi, Op. Cit., Hlm. 72.
72
pidana untuk strafbaar feit. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana adalah suatu
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu peristiwa pidana, yaitu sebagai
berikut :85
ketentuan hukum.
c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, orang tersebut
kejadian nyata, sedangkan pada syarat kedua, ketentuan hukum yang dimaksud
Berdasarkan syarat yang ketiga, orang yang terbukti telah melakukan suatu
tindak pidana tidak selalu dijatuhi pidana karena untuk mempidana seseorang
(dua), yaitu : 86
a. Unsur Objektif
b. Unsur Subjektif
Unsur subjektif yaitu unsur yang terdapat atau melekat pada diri si
menyebutkan, bahwa :
86
Teguh Prasetyo, Op. Cit, Hlm. 48-49
74
itu dan perbuatan itu tidak jadi sampai selesai hanyalah lantaran hal
menyebutkan, bahwa:
menyebutkan, bahwa:
Selain itu, unsur-unsur tindak pidana juga dapat dibedakan dari 2 (dua)
a. Sudut Teoritis
1) Perbuatan;
dipidana.
a. Kelakuan manusia;
perbuatannya.
rinci, yaitu :
e. Dipersalahkan/ kesalahan.
orangnya.
77
b. Sudut Undang-Undang
1) Tingkah Laku.
Tingkah laku dalam tindak pidana terdiri dari tingkah laku aktif
Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk
b) Melawan Hukum
materiil/materieel wederrechtelijk).
c) Kesalahan
oleh karena itu unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat
subyektif.
d) Akibat Konstitutif
tegas dalam rumusan tindak pidana dan akibat konsitutif yang tidak
ada dengan sendirinya atau terdapat dan melekat pada unsur tingkah
laku.
Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak pidana
aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut pidana jika
80
(korban atau wakilnya yang sah) dan diperlukan hanya pada tindak
laporan.
pelanggaran dalam WvS Belanda 1886 dan WvS Indonesia 1918 (Kitab
Kejahatan sering disebut sebagai delik hukum, artinya sebelum diatur dalam
87
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana (Edisi Revisi), (Jakarta :Rineka Cipta, 2008),
Hlm. 106.
82
(Culpose Delicten)
88
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung :Citra Aditya Bakti,
2011), Hlm. 212.
83
1) Kesengajaan
2) Kurang Hati-hati
(Delik Omisionis)
tersebut telah melanggar kewajiban hukum. Tindak pidana pasif disebut juga
89
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum Pidana,
(Yogyakarta : Bina Aksara, 2002), Hlm.1.
84
2) Tindak pidana pasif tidak murni, yaitu tindak pidana yang pada
mengabaikan.
terus. Tindak pidana ini disebut juga sebagai tindak pidana yang
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam
pidana materiil.
Tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar
psikotropika.
subyek hukumnya, yaitu tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua
orang (delicta communia) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan
(Klacht Delicten)
adanya pengaduan dari pihak yang berhak. Sebagian besar tindak pidana
Diperingan
rumusan.
delicten)
87
delicten)
Pada tindak pidana dalam bentuk yang diperberat atau yang diperingan
dibedakan dalam :
Umum.
Berangkai
dan dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan 1 (satu) kali perbuatan saja.
tindak pidana, oleh karena itu terdapat beberapa teori mengenai waktu dan tempat
tindak pidana. Teori-teori ini mempunyai peranan yang sangat penting karena
waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. Teori-teori terkait waktu dan
90
Adam Chazawi, Op. Cit., Hlm. 136.
89
a. Teori Perbuatan Jasmani atau Perbuatan Materiil (Leer van het Materiele
Feit)
Menurut teori ini, waktu dan tempat tindak pidana adalah waktu dan
tempat di mana perbuatan jasmani yang menjadi unsur tindak pidana itu
Berdasarkan teori ini, waktu dan tempat tindak pidana adalah waktu dan
tempat di mana alat digunakan dan bekerja efektif dalam hal terwujudnya
tindak pidana.
Menurut teori ini, waktu dan tempat tindak pidana adalah waktu dan
tentang keadaan bilamana seseorang tidak mampu bertanggung jawab. Hal ini
merupakan suatu hal mengenai jiwa seseorang yang diperlukan dalam hal untuk
menjatuhkan pidana, dan bukan hal untuk terjadinya tindak pidana. Untuk
selalu diikuti dengan penjatuhan pidana pada pelakunya, namun ketika untuk
jawab dan hal tersebut harus dibuktikan untuk tidak dipidananya pelaku.
Apabila telah terbukti terjadi suatu tindak pidana dan terbukti bahwa
pelaku tidak mampu bertanggung jawab pidana maka amar putusan hakim
terbukti telah diwujudkan namun adanya alasan pemaaf karena pelaku tidak
Hukum Pidana (KUHP), 2 (dua) keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggung
terganggu karena penyakit. Orang dalam keadaan jiwa yang demikian tidak
perbuatan.
ciri-ciri psikis yang dimiliki oleh orang yang mampu bertanggung jawab pada
umumnya adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh orang yang sehat rohaninya,
adalah:
91
J.E. Jonkers, sebagaimana Dikutip dalam Ibid, 144.
92
terkait dengan proses beracara atau secara umum dikenal dengan Hukum
Pidana (KUHAP). Istilah Hukum Acara Pidana dianggap sudah tepat jika
92
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), Hlm. 2.
93
Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung : Sumur
Bandung, 1977), Hlm. 13.
93
kebenaran materiil dan kesalahan materiil. Hal ini mengingat bahwa dalam
dihukum.
94
Lilil Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi dan Putusan Peradilan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), Hlm. 8.
94
pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi tindak
tata cara serta norma-norma yang berlaku, bahkan jika dilihat dari substansi,
hukum dalam arti yang luas. Hukum Pidana dalam arti yang luas meliput,
95
baik Hukum Pidana substantif (materiil) maupun Hukum Pidana Formal atau
adalah suatu hukum yang mengatur tata cara negara dengan alat-alat negara
hukuman.
Ruang lingkup Hukum Acara Pidana lebih sempit, hanya mulai pada
Hukum Acara Pidana merupakan bagian dari Hukum Publik (Public Law)
dari hal ini adalah bahwa Hukum Acara Pidana secara eksplisit bersifat
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sifat dari Hukum Acara Pidana adalah
oleh karena itu Hukum Acara Pidana bersifat memaksa. Negara dalam
(HAM).
innocence).
Menurut pendapat van Bemmelen, fungsi Hukum Acara Pidana adalah sebagai
berikut :96
c. Pelaksanaan keputusan.
Pidana yang terpenting karena setelah menemukan kebenaran melalui alat bukti
dan bahan bukti maka hakim akan sampai pada suatu keputusan yang adil dan
Konstitusi.
96
Van Bemmelen, sebagaimana Dikutip dalam Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana
Indonesia – Edisi Revisi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), Hlm. 8.
98
Tahun 1981).
Korupsi.
Indonesia.
a. Asas Legalitas
99
bahwa :
b. Asas Perlakuan yang Sama atas Diri Setiap Orang di Muka Hukum
bedakan orang”.
menyebutkan, bahwa :
97
Mohammad Taufik Makarao dan Suhansil, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan
Praktek, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), Hlm.4.
101
atau ditahan.
pemeriksaan.
Ketentuan dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) Kitab
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) akan
pada perkara perdata atau pidana tidak terletak pada dapat atau
98
Alvi Syahrin, Acara Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri,(Medan :
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997), Hlm. 31.
103
langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan saksi. Hal ini berbeda
bukan tertulis, antara Hakim dengan terdakwa. Hakim dalam hal ini
ringan”.
c. Asas Oportunitas
tidak boleh ada badan lain yang boleh melakukan penuntutan. Hal ini
atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi
menyatakan bahwa:
undang”.
Civil and Political Right Article 14 sub 3d, yang menyebutkan bahwa :
Asasi Manusia.
1. Pengertian Bukti
Dalam kosa kata bahasa Inggris, terdapat 2 (dua) istilah yang dalam
Pertama adalah kata evidence dan yang kedua adalah proof. Evidence diartikan
keyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu adalah benar.
Proof adalah kata dengan beberapa arti. Proof dalam bahasa Inggris mengacu
pada hasil asuatu proses evaluasi dan menarik kesimpulan terhadap evidence
atau dapat juga digunakan lebih luas untuk mengacu pada proses itu sendiri. 100
100
Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta : Erlangga, 2012), Hlm. 2.
107
kebenarannya, saksi, tanda, hal yang menjadi tanda perbuatan jahat. 101
2. Pembuktian
penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat
101
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2008), Hlm.133.
108
peristiwa dalam konteks hukum yang mempunyai sebab akibat, oleh karenanya
oleh hakim.104
1984) hal, yaitu apakah hal-hal tersebut sungguh terjadi dan apa sebabnya
102
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana dalam Praktek,(Jakarta : Djambatan, 1988), Hlm.
133
103
Martiman Prodjohamidjoho, Komentar atas KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, Cetakan III, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1990, Hlm. 11
104
Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Hukum Pidana Indonesia : Perspektif Pembaharuan
Hukum, Teori dan Praktik Peradilan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 43
109
peristiwa tersebut.
tindak pidana, sedangkan hal-hal yang tidak perlu dibuktikan adalah segala
tertentu bagi para pihak yang terlibat di dalamnya, antara lain adalah :
Terdakwa.
dalam hal ini harus mengajukan alat bukti yang menguntungkan atau
meringankan pihaknya.
maupun dari Terdakwa atau Penasihat Hukum maka dapat dibuat suatu
putusan.
110
105
Eddy O. S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta : Erlangga, 2012), Hlm. 15
111
dengan substansi.
yang boleh digunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara bagaimana Hakim
menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti harus
(enam) butir pokok yang menjadi alat ukur dalam teori pembuktian, yaitu
106
Bambang Purnomo, Pokok-pokok Tata Cara Peradilan Indonesia, (Yogyakarta : Liberty,
2004), Hlm. 39.
112
kebebasan hakim.
3. Alat Bukti
Pihak yang dapat mengajukan alat bukti yang sah di dalam persidangan
menurut undang-undang pada dasarnya adalah Penuntut Umum jika ada alat
jika ada alat bukti yang bersifat meringankan (acharge) atau bahkan dapat
107
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia,
(Bogor : Raih Asas Sukses, 2012), Hlm. 23.
113
a. Keterangan Saksi
Hal ini diatur dalam Pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum
1)Saksi Adercharge
terdakwa.
2) Saksi Acharge
108
Ibid, Hlm. 63.
114
6) Saksi De Auditu
menjadi saksi.
115
8) Saksi Bersuara
9) Saksi Diam
berikut :
lain.
lain.
1)Syarat Objektif
sendiri.
3) Syarat Formal
apa yang saksi lihat sendiri, apa yang saksi dengar sendiri dan apa
yang saksi alami sendiri dengan menyebut alasan mengapa saksi dapat
keterangan saksi jadi bukan merupakan alat bukti, tetapi hanya sebagai
Terkait dengan keterangan saksi sebagai alat bukti, terdapat asas unnus
testis, nullus testis, yang artinya adalah satu saksi bukan merupakan
saksi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 185 ayat (2) Kitab Undang-
satu saksi bukan saksi, tidak terletak pada jumlahnya tetapi jika hanya
b.Keterangan Ahli
khusus.
c.Surat
isi pikiran.
menyebutkan bahwa:
sumpah,adalah :
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
keterangannya itu.
Acara Pidana (KUHAP), dapat diketahui bahwa surat resmi dalam hal
ini hanyalah surat yang diatur dalam Pasal 187 huruf a, b dan c Kitab
1) Acte Ambtelijk
2) Acte Partij
mengesampingkan surat.
d.Petunjuk
diperoleh dari :
a) Keterangan saksi.
b) Surat.
c) Keterangan terdakwa
diperoleh dari alat bukti yang lain, baik dari keterangan terdakwa,
keterangan saksi maupun surat. Alat bukti petunjuk bukan alat bukti
bukti.
e.Keterangan Terdakwa
menyebutkan, bahwa :
antara barang bukti dan alat bukti. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-
sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa di
luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang
Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud
barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik
tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat
yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan
judicial notice. Dalam sistem Common Law ini, real evidence (barang bukti)
bukti ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita.
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; dan atas keterbuktian
hal ini, film dan program televisi adalah beberapa contoh dari penyajian audio
visual. Presentasi bisnis, sekolah, perkuliahan dan lain-lain saat ini seringkali
audio visual dalam pemeriksaan saksi tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang
berat pasca jajak pendapat di Timor Timur, dan perkara tindak pidana
terorisme.
109
Audio Visual, wikipedia, http://id.wikipedia.org. Diakses pada hari Rabu, tanggal 3 April
2019, pukul 1.12 WIB.
130
komunikasi langsung secara interaktif di mana pihak satu satu sama lain dapat
berbeda dan dapat bertatap muka meskipun melalui monitor (layar) dengan
persidangan pada dasarnya adalah sama dengan keterangan saksi yang diatur
dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
berlaku pada Hukum Acara Pidana, dengan demikian keterangan saksi melalui
audio visual dapat dijadikan alat bukti yang sah sebagai alat bukti keterangan
saksi sepanjang saksi tersebut telah memenuhi syarat-syarat sebagai saksi, harus
mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu (Pasal 160 ayat (3) juncto Pasal
dinyatakan secara lisan melalui alat komunikasi audio visual di muka sidang
pengadilan (merupakan perluasan dari Pasal 185 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana/ KUHAP), isi keterangan harus mengenai hal
yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri serta menyebutkan alasan dari
131
pengetahuannya itu dan keterangan saksi tersebut saling bersesuaian satu sama
lain (Pasal 185 ayat (6) Kitab Undang-Undag Hukum Acara Pidana (KUHAP)).
kendala teknis juga kendala karena belum ada kesamaan pandangan dalam
teleks, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum
dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang
alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka adanya alat bukti yang
dengan mudah untuk membuktikan tindak pidana yang diatur karena dalam alat
bukti tesebut merupakan perluasan dari alat bukti yang diatur dalam Pasal 184
KUHAP .
Pidana
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebenarnya telah tersebar dalam
sebagai alat bukti yang sah semakin diperkuat dengan diundangkannya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat
memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materiil yang diatur dalam Undang-
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat
termasuk tetapi tidak terbatas tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
informasi elektronik. Misalnya, file musik dalam MP3, maka semua musik yang
keluar dari MP3 adalah informasi elektronik sedangkan MP3 merupakan dokumen
elektronik.
Eksistensi alat bukti elektronik diatur secara tegas dalam Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
menyebutkan, bahwa :
sedangkan hasil cetak dari informasi elektronik dan dokumen elektronik akan
Maksud dari perluasan alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah : 1) Menambah alat bukti yang telah diatur
dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia; dan 2) Memperluas cakupan dari alat
Alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak
saja terbatas pada alat bukti yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana tetapi juga termasuk alat bukti yang disebutkan dalam ketentuan
dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
berlaku dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, yaitu diakuinya secara sah bukti
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur adanya syarat formil dan
137
materiil yang harus dipenuhi agar informasi elektronik dan dokumen elektronik
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang pada intinya menyatakan
maka dalam banyak hal dibutuhkan digital forensic. Dengan demikian maka
email, file rekaman atas chatting dan berbagai dokumen elektronik lainnya dapat
perluasan alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
lainnya”.
Korupsi
Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas telah
tindak pidana korupsi harus dilakukana dengan cara yang luar biasa.
Status bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti yang sah digunakan
perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk, dirumuskan bahwa
keterangan terdakwa juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak
dokumen, yakni setia rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka
Mengenai alat bukti, hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 26A Undang-
disimpan dalam mikrofilm, Compact Disk Read Only Memory (CD- “alat
optik atau yang serupa dengan itu” dalam ayat ini tidak terbatas pada data
Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara
peperangan oleh karena itu seringkali warga sipil menjadi korban. Salah
sebagai berikut :
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas dan telah banyak
mengatur tentang alat bukti dalam perkara tindak pidana narkoba, yaitu
sebagai berikut :
agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari
Aspek pembuktian elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam kasus
“Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang
adalah :
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
dan/atau
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,diterima
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa
optik dan dokumen”.
146
bahwa :
alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya.
sangat penting bagi seluruh makhluk hidup pada umumnya dan bagi
pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah bahwa Hak
pembuktian dan alat bukti tertentu. Pembuktian dan alat bukti terkait
tindak pidana di bidang Hak Cipta diatur dalam Pasal 111 Undang-
bahwa :
Alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana dengan merujuk pada Pasal
184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
stelsel negatief wettlijk, artinya hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-
undang yang dapat digunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa alat bukti di
luar ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. 110
Terkait dengan hal tersebut, Yahya Harahap berpendapat bahwa Pasal 184
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menentukan
110
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2003, Hlm. 19.
150
secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Oleh karena itu, di luar
bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) tersebut. Kekuatan pembuktian hanya terbatas pada alat-alat bukti
tersebut.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 44
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka
merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara
yang berlaku di Indonesia, yaitu perluasan dari Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-
Menambah alat bukti yang telah diatur dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia,
elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti elektronik menambah jenis
151
alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; dan 2)
Memperluas cakupan dari alat bukti yang telah diatur dalam Hukum Acara Pidana di
Hasil cetak dari informasi dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti surat
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 111
sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap
pembuktian dan yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan dengan
bahwa pada praktiknya di kalangan penegak hukum (Hakim dan Jaksa) terdapat 2
111
Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
(Jakarta : Tatanusa, 2012), Hlm 98.
152
(dua) pendapat yang berbeda mengenai alat bukti elektronik. Pendapat pertama
sedangkan pendapat kedua memposisikan alat bukti elektronik sebagai perluasan dari
alat bukti berdasarkan ketentuan dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Muhammad Nuh Al-Azhar, kedua pendapat tersebut tidak salah, yang terpenting
menyatakan bahwa ahli digital forensic akan menentukan keabsahan suatu alat bukti
elektronik di persidangan. Pendapat ini didasari oleh adanya prinsip bahwa every
evidence can talk. Ahli digital forensic dapat membuat alat bukti elektronik
penjelasan ahli digital forensic dan hal inilah yang akan membuat terang jalannya
sangat pesat maka eksistensi seorang ahli digital forensic akan sangat dibutuhkan.112
elektronik, terdapat 2 (dua) pendapat tentang alat bukti elektronik dan dokumen
112
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta : Sinar Graafika,
2010), Hlm. 79.
153
merupakan perluasan dari alat bukti surat sebagaimana yang diatur dalam
elektronik dalam hal ini merupakan bagian dari dokumen perusahaan dan
bukti elektronik merupakan perluasan dari alat bukti yang sah yang berupa
merupakan alat bukti yang berdiri sendiri di luar ketentuan dalam Pasal 184
perluasan alat bukti berdasarkan ketentuan dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang
mengenai alat bukti informasi elektronik dan dokumen elektronik serta hasil
154
cetakannya, apakah merupa kan perluasan alat bukti surat atau alat bukti petunjuk
atau bukan, karena pada dasarnya alat bukti informasi elektronik dan hasil cetaknya
merupakan penambahan alat bukti baru selain yang terdapat dalam Undang-Undang
ITE.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti dalam
pembuktian perkara pidana terdiri dari 5 (lima) alat bukti yang diatur dalam Pasal
184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan 1 (satu) alat bukti
1. Keterangan Saksi
Keterangan saksi merupakan alat bukti pertama yang disebut dalam Kitab
yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua perkara
Menurut Waluyadi, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
2. Keterangan Ahli
menyebutkan, bahwa :
113
Waluyadi, Pengetahuan Hukum, Dasar Hukum Acara Pidana (Sebuah Catatan Khusus),
(Bandung :Mandar Maju, 1999, Hlm 47.
155
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh orang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
menyebutkan, bahwa :
“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan”.
mengenai hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana dan
diajukan oleh pihak-pihak tertentu maka keterangan tersebut akan didengar untuk
kepentingan pemeriksaan.
Tim Pengkaji Kejakaan Republik Indonesia dalam artikel yang berjudul Peranan
Alat Bukti Keterangan Ahli dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi
segala hal yang dilihat, didengar atau dialami sendiri melainkan mengenai hal-hal
156
yang menjadi atau di bidang keahliannya yang berhubungan dengan perkara yang
sedang diperiksa.
dengan jelas definisi dari ahli, oleh karena itu dengan perkembangan teknologi,
terutama teknologi informasi yang semakin cepat maka akan semakin banyak
formal maupun non formal,oleh karena itu tidak perlu ditentukan adanya
pendidikan formal. Sepanjang sudah diakui keahliannya maka Hakim yang akan
3. Surat
memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau
pembuktian.
definisi yang jelas terkait dengan alat bukti surat, hanya memberi penjelasan
bahwa surat sebagai alat bukti harus dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah. Berdasarkan hal tersebut maka yang dapat dikategorikan sebagai
alat bukti surat hanya surat yang dibuat di atas sumpah jabatan atau yang
dikuatkan dengan sumpah. Di luar kedua syarat tersebut maka tidak dapat
4. Petunjuk
Acara Pidana, alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian dan/atau keadaan
yang karena kesesuaiannya menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat
Jika tidak ada hambatan maka alat bukti petunjuk akan diganti dengan alat
bukti pengamatan Hakim selama sidang yang sudah tercantum dalam draft revisi
Pidana (KUHAP).
Menurut Andi Hamzah, perubahan alat bukti penunjuk menjadi alat bukti
tidak ada. Selain itu, pengertian pengamatan Hakim lebih luas daripada
Amerika Serikat dan negara-negara Anglo Saxon. Di Belanda, alat bukti petunjuk
telah dihapus sejak 70 (tujuh puluh) tahun yang lalu dan diganti dengan
Saxon, indication bukan merupakan alat bukti, yang menjadi alat bukti adalah
judicial notice.
158
5. Keterangan Terdakwa
bersalah.
bernilai sebagai pengakuan atau penyangkalan dan hal tersebut dapat dijadikan
sebagai alat bukti, yang terpenting adalah bahwa keterangan tersebut dinyatakan
di sidang pengadilan.
bukti yang lain. Pengakuan bersalah dari terdakwa tidak melenyapkan kewajiban
pengakuan terdakwa dengan alat bukti yang lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal
189 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menyebutkan, bahwa :
159
“Keterangan terdakwa saja atau pengakuan terdakwa saja tidak cukup untuk
Kekuatan alat bukti dalam Hukum Acara Pidana pada dasarnya adalah sama,
tidak ada alat bukti yang mempunyai kekuatan lebih besar dari alat bukti yang
lain. Hukum Acara Pidana tidak mengenal hierarkhi dalam kekuatan alat bukti,
adanya keterkaitan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain. Oleh karena itu
Hukum Pembuktian modern saat ini pada dasarnya mengenal alat bukti
universal, antara lain adalah dokumen, termasuk dokumen eletronik beserta hasil
cetaknya. Berbeda dengan alat bukti konvensional, terhadap alat bukti dokumen
elektronik yang merupakan alat bukti modern harus dilakukan verifikasi lebih
lanjut. Terdapat 3 (tiga) hal yang terkait dengan dokumen (termasuk dokumen
elektronik) sebagai alat bukti, yaitu : 1) terkait dengan keaslian dokumen tersebut
(originalitas); 2) isi dokumen atau substansinya; dan 3) mencari alat bukti lain
yang memperkuat alat bukti dokumen elektronik. Alat bukti informasi elektronik
dan dokumen elektronik sangat rentan untuk dimanipulasi sehingga keaslian alat
pembuktian.
160
dibutuhkan dalam kehidupan manusia, oleh karena itu “you have to be married
with IT”. Hal ini menggambarkan bahwa betapa sangat pentingnya teknologi
sangat pesat tersebut membawa banyak perubahan yang terjadi di berbagai bidang
kehidupan manusia.114
industri di Eropa dengan ditemukannya telegram oleh Samuel Morse pada tahun
1844. Syarat utama untuk menjadi negara modern bagi suatu negara adalah adanya
masyarakat yang memiliki akses yang sangat luas ke berbagai bentuk dan sumber
pada dasarnya dimulai pada awal abad ke-20, yaitu ketika terjadi revolusi
114
Kyoto Ziunkey, Megatrend 2000, (Mastchussetts : Harvard University Press, 2002), Hlm.
212.
115
Michael Coonors,The Race to the Inteligent State, (Capstone Publishing Limited, 1997),
Hlm. 11.
116
Abu Bakar Munir, Cyberlaw Policy and Challenges, (Malaysia : Butterworths
Asia,1999), Hlm. 3.
161
barang dan jasa antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.
dunia dengan berbagai aspeknya, termasuk aspek sosial, budaya, hukum, ekonomi,
keuanga dan lain-lain. Dunia akan menjadi global village yang menyatu, saling
mengetahui satu sama lain, saling terbuka dan saling bergantung. 117
bidang, termasuk dalam bidang hukum. Saat ini, kembali teknologi memberikan
kemudahan dengan adanya audio visual, dengan teknologi audio visual maka
dalam berkomunikasi, manusia tidak hanya dapat mendengar suara orang lain
yang jauh keberadaannya melalui pesawat telepon, tetapi juga dapat melihat
saling berhadapan.
tahun 1990-an pada saat Soeharto menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Soeharato saat itu sering tampil dalam acara “Tele Wicara” yang disiarkan secara
langsung oleh TVRI secara rutin setiap bulan. Soeharto dalam acara tersebut
117
Didik J. Rachbini, Mitos dan Implikasi Globalisasi – Catatan untuk Bidang Ekonomi dan
Keuangan, Pengantar Edisi Indonesia dalam Hirst, Paul dan Grahame Thompson,
Globalisasi adalah Mitos, Jakarta : Yayasan Obor, 2001, Hlm 89.
162
menggunakan media televisi dan telepon (TVRI bekerja sama dengan Telkom)
untuk berbicara dengan rakyat yang berada di daerah lain, dengan demikian
presidennya.
satu sisi, penggunaan fasilitas ini merupakan terobosan baru dalam persidangan
SN dan perdebatan tentang alat bukti CCTV pada kasus JKW memunculkan
pendapat yang pro dan kontra mengenai alat bukti CCTV di pengadilan. Hal ini
Penyidik. Hal ini berarti bahwa apabila penyadapan tidak dilakukan oleh Penyidik
antara penyadapan telekomunikasi yang berjenis audio, visual dan audio visual.
163
pada awalnya hanya ditujukan pada saluran komunikasi telepon, namun dengan
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
undang juga dalam hal ini telah melakukan perluasan pengertian penyadapan,
164
Terkait dengan CCTV sebagai salah satu bentuk audio visual terdapat kata
kunci dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang berarti ada CCTV
tersendiri. Hal ini dikarenakan dalam kejahatan transnasional, para pihak yang
Warga Negara Amerika dan lain-lain. Apabila kedua negara mempunyai perjanjian
ekstradisi, kemungkinan saksi dapat dihadirkan, namun jika tidak maka tentu akan
teknologi audio visual, pemanfaatan dokumen elektronik dan tanda tangan digital
dalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan perkara yang melibatkan lebih dari
1 (satu) negara. Hal ini tentunya akan menghemat waktu dan biaya.
165
perkembangan di bidang teknologi dan informasi itu sendiri. Respon dari berbagai
dan Inggris misalnya, saat ini tengah membangun Infrastruktur Informasi Global
dapat memfasilitasi dan menawarkan berbagai potensi aplikasi yang akan sangat
terhadap saksi, baik saksi ahli maupun terdakwa. Seluruh infrastruktur teknologi
seluruh umat manusia akan dapat berhubungan dan berkomunikasi dalam sebuah
komunitas global.
118
Andrew C.L.Ong & Partner, et.al., Your Guide to E-Commerce Law in Singapore,
(Singapore:Drew & Napier Estd, 2000), Hlm. 96.
166
Sistem Hukum Singapura tidak dapat dipisahkan dari common law system
Application of English Law Act (AELA) mengatur bahwa common law Inggris
sudah menjadi bagian dari hukum Singapura dan akan terus menjadi bagian dari
Hukum Singapura, selama itu berlaku untuk situasi lokal dan penduduknya
of English Law Act (AELA) menyatakan sejauh mana hukum Inggris berlaku di
Singapura.
Singapura dipisahkan dari Malaysia tahun 1965 dan menjadi negara yang
tahun 1969 sehingga menciptakan Badan Peradilan Singapura yang terdiri dari
the Supreme Court dan the Subordinate Court. Kedua pengadilan tersebut
mengadili baik kasus perkara maupun kasus pidana. The Supreme Court terdiri
dari High Court dan Court of Appeal. Sedangkan the Subordinate Court
119
Common Law merupakan salah satu dari keluarga hukum atau tradisi hukum utama
dunia selain civil law dan socialist law .
120
Peter de Cruz, Comparative Law in a Changing World, (London –Sydney : Cavendish
Publish Limited, 1999), Hlm. 175 – 176.
167
meliputi Small Claim Tribunal, Coroner’s Court, Family and Juvenile Court,
mengenal beberapa istilah terkait dengan alat bukti, yaitu : a) primary evidence
yang tidak asli atau bukti terbaik yang tersedia); c) direct evidence (bukti yang
langsung diberikan oleh saksi atau keterangan saksi langsung tentang fakta
evidence (bukti yang diberikan secara lisan atau keterangan berkaitan dengan
suatu dokumen), biasanya hal ini digunakan pada bukti yang diberikan di
(bukti keterangan saksi yang tak langsung mengenai apa yang dirasakan atau
dialami yang diperoleh dari orang lain atau dokumen lain);f) oral evidence
(bukti atau keterangan yang secara lisan diberikan oleh saksi di pengadilan);
dan g) real evidence (bukti yang diambil dari, atau terdiri dari benda
material).121
Alat bukti elektronik telah dikenal Singapura sejak tahun 1960 dengan
121
Edwar Wilding, Computer Evidence : a Forensic Investigation Handboek, (London
:Sweet & Maxwell, 1997), Hlm. 74.
168
keterangan saksi. Pada Pasal 32 Criminal Act Tahun 1988, saksi yang berada di
atau sebagai bukti tertulis (documentary evidence) untuk dokumen atau data
elektronik. Hasil cetak komputer diakui sebagai alat bukti yang secara sah
Singapura sudah dilakukan secara elektronik (justice online system) dari mulai
.gugatan hukum yang diajukan oleh Las Vegas Hilton Corporation. Singapura
multi media dan rekaman bukti secara digital telah berhasil ditemukan dan
diperkenalkan. Electronic Files System yang diresmikan pada bulan Maret 1997
122
N.N., Supreme Court of Singapore, Hall of Justice, (Singapore: Typeset in Garamond
Colourscan Co. Ptd. Ltd, 2006), Hlm. 45.
170
this section, the Court shall have regard to all the circumstances of
the case including the following :
(a) The reasons for the witness being unable to give evidence in
Singapore;
(b) The administrative and technical facilities and arrangements
made at the place where the witness is to give his evidence; and
(c) Whether any party to the proceedings would be unfairly
prejudiced”.
bukti dalam pemeriksaan perkara pidana dan perdata telah diatur dalam The
diakui sebagai alat bukti yang sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan
pembuktian. Keluaran komputer yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) The
secara tegas telah diatur dalam Statuta Roma. Prosedur untuk video
Civil Procedure Rules, Rule 32 (3) provides that “The Court may allow the
171
witness to give evidence through a video link or by other means” and the
provide the mode how video conrefencing can be uilized to give evidence.”
yaitu :
“Clause (1) of this sub section states that “(1) A person other than the
accused may give evidence through a live television link in proceedings
before Service Courts if :
(a) The witness is outside the United Kingdom;or
(b) The witness is a child or is to be cross-examined following the
admission under Section 32S below of a video recording of testimony
from him, and the offence is one to which sub-section (2) below
applies, but evidence may no be so given without the leave of the
court”.
berdasarkan hukum Inggris tetapi dengan ijin Pengadilan yang wajib dipenuhi.
Alat bukti berdasarkan Pasal 339 Ned. Sv Belanda adalah sebagai berikut:
Alat bukti menurut Criminal Procedure Law yang disebut form evidence,
terdiri dari :
Pada bulan April 2000, di Pengadilan New Jersey telah dipasang salah
bekerja di rumah Thahir Hakim dan Rostina Sitorus yang memiliki 3 (tiga)
Elhamidi Dalimunthe (2 tahun) dan seorang bayi berumur 3 (tiga) bulan. Dede
Dalimunthe.
174
Usman Dalimunthe karena Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang lain, yaitu
Fawwazi Usman Dalimunthe dan memotret dirinya sendiri pada saat sedang
Kejadian tersebut langsung diketahui oleh Rostina Sitorus yang saat itu
sedang bekerja, melalui rekaman CCTV yang ada di rumah dengan cara
Sitorus sebagai orang tua dari Alkhalifi Fawwazi Usman Dalimunthe kemudian
persidangan telah sah disita secara sah menurut hukum oleh karena itu
terdakwa (Dede Rohayati) dan dihubungkan dengan barang bukti yang ada
maka Dede Rohayati terbukti melakukan tindak pidana, yaitu melanggar Pasal
perbuatan cabul”.
176
sebagai berikut :
a. Setiap Orang
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5
Miliar”.
definisi dari kata cabul. Menurut pendapat R. Soesilo, perbuatan cabul adalah
Hadi Ismail dan Nasrudin alias Udin telah melakukan tindak pidana pencurian
2018 sekitar jam 11.20 WIB di depan toko Raihan Dudun, jalan Jagakarsa
yang dicuri adalah 1 (satu) unit sepeda motor jenis Honda Beat milik
Muklisin.
2018 sekitar jam 10.30 WIB di depan toko sembako 17, jalan Kebagusan.
Barang yang dicuri yaitu 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat milik
Mar’atun Soleha.
2018 sekitar jam 12.20 WIB di parkiran Indomaret, jalan Pinang Raya,
dicuri adalah 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat milik Hayati Maulani.
2018 sekitar jam 16.00 WIB di depan Sekolah Dasar (SD) 01 Cilandak,
jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Barang yang dicuri adalah 1 (satu) unit
a. Keterangan saksi, yaitu para pihak yang motornya dicuri oleh pelaku,
penadah motor curian, joki sepeda motor hasil curian, angota Kepolisian
d. Barang bukti.
2) 1 (satu) lembar surat keterangan jaminan dari leasing dar PT Summit Oto
12) 1 (buah) flashdisk berisi rekaman CCTV pencurian sepeda motor pada
Berdasarkan barang bukti yang diajukan ke persidangan yang telah disita sah
keterangan saksi, keterangan terdakwa, maupun surat maka Hadi Ismail dan
Nasrudin alias Udin didakwa telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 363
ayat (1) ke-4 dan ke-5, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
a. Barang siapa.
d. Yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada
atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
Dalam Putusan Nomor 1185 K/Pid/2006. Polly Carpus Budihari Priyanto yang
minuman orange juice yang telah dicampur dengan racun arsen. Perbuatan
Singapura.
180
Polly Carpus Budihari Priyanto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan
(KUHP) juncto Pasal55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
oleh Polly Carpus Budihari Priyanto BHP yang ditujukan kepada Bapak VP
f. 1 (satu) bundel asli surat tanggal 8 September 2004 yang ditujukan kepada
PDZ-2270/04
g. 1 (satu) lembar asli Tax Invoice Novotel Apollo Singapore atas nama Polly
Carpus Budihari Priyanto F/O Garuda GA 826 Room No.1618 tiba tanggal
i. 1 (satu) buah ID Card asli atas nama Polly Carpus Budihari Priyanto No.
k. 1 (satu) lembar photo copy surat dari Chief Pilot A 330 yang ditandatangani
l. 1 (satu) lembar photocopy surat dari Chief Pilot A 330 yang ditandatangani
Budihari Priyanto.
n. Copy surat Verslag Betreffende een Niet Natuurlijke Dood yang dikeluarkan
Haarlem, 7 September2004.
2004.
November 2004.
w. 1 (satu) buah buku Memo Pad milik Polly Carpus Budihari Priyanto.
x. 1 (satu) buah handphone merk Nokia casing coklat hitam berikut nomor
Amsterdam.
184
bb. Note Book merk Acer Travel Mate seri 4000 model ZL berikut tasnya.
Wongso
Dalam Putusan Nomor 498 K/PID/2017. Jessica Kumala Wongso pada hari
Rabu tanggal 6 Januari 2016 di Restaurant Olivier, West Mall, Ground Floor,
Pusat, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
Juwita alias Hani dan Vera Rusli di kampus Billy Blue Collage of Design,
Australia. Hal ini membuat Jessica Kumala Wongso semakin merasa sakit
pada tanggal 5 Desember 2015 pada saat Jessica Kumala Wongso dalam
Kumala Wongso, Wayan Solihin, Boon Juwita alias Hani. Jessica Kumala
Mirna Salihin untuk kembali bertemu pada tanggal 6 Januari 2016 pukul
Pusat.
mentraktir Wayan Mirna Salihin, Hani dan Vera. Jessica Kumala Wongso
WIB dan langsung memesan tempat untuk 4 (empat) orang di area tidak
Bath and Body Works di Lantai 1, WestMall, Grand Indonesia. ketiga buah
WIB dan langsung meletakkan 3 (tiga) paper bag berisi sabun di atas meja,
memesan minuman VIC untuk Wayan Mirna Solihin dan 2 (dua) coctail
j. Minuman yang telah dipesan oleh Jessica Kumala Wongso diantarkan oleh
k. Jessica Kumala Wongso dalam rentang waktu antara pukul 16.30 – 16.45
l. Sekitar pukul 17.18 WIB, Wayan Mirna Salihin dan Hani datang ke
Restaurant Oliavier dan langsung meminum VIC yang telah dipesan dan
kepala tersandar ke arah belakang sofa dan dengan mulut yang berbuih,
Andr Yosua melihat kondisi Wayan Mirna Salihin seperti orang pingsan,
badan agak kaku tetapi masih hidup. Wayan Mirna Salihin selanjutnya di
Jakarta Pusat.
n. Wayan Mirna Salihin tiba di RS Abdi Waluyo sekitar pukul 18.30 WIB dan
diperiksa oleh dr Adiyanto selaku dokter jaga. Saat itu, kondisi Wayan
Mirna Solihin sudah tidak bernafat, tidak ada denyut jantung dan denyut
kepada Wayan Mirna Salihin berupa bantuan nafas dan resusitasi (pompa
jantung dan paru-paru) selama 15 (lima belas menit). Namun usaha tersebut
tidak berhasil dan Wayan Mirna Salihin dinyatakan meninggal dunia pada
pukul 18.30 WIB, sebagaimana Surat Rumah Sakit Abdi Waluyo Nomor
Wayan Mirna Salihin sesuai dengan Visum et Repertum (VeR) Nomor Pol.
Sp.F., DFM.
188
menyebutkan bahwa Sisa Minuman dan Organ Cairan Tubuh Nomor Lab :
Eti Susanti, A.Md. Farm., dan diketahui oleh Dr Nursamran Subandi, M.Si
(CN) = 7.400 mg/l. Setara dengan NaCN 14 g/l dengan ph= 13,0;
Berdasarkan hal tersebut maka dr. Arief Wahyono, Sp.F dan dr Slamet
yang jauh lebih besar dari Lethal Dosis (LDLo) sehingga menyebabkan erosi
1) 1 (satu) gelas yang berisi sisa cairan minuman Ice Vietnamese Coffee.
2) 1 (satu) botol yang berisi sisa cairan minuman Ice Vietnamese Coffee.
3) 1 (satu) buah tas perempuan merk Charles & Keith berwarna coklat.
12) 1 (satu) buah Iphone 5 warna putih berikut Sim Card Nomor
087780806012.
14) 3 (tiga) buah botol berisi cairan dibungkus kertas warna putih diikat pita
Bath & Bodyworks dan 3 (tiga) buah tas kertas belanja motif kotak-kotak
warna biru dan putih bertuliskan Bath & Bodyworks yang masing-masing
tas kertas belanja berisi 1 (satu) buah botol berisi cairang dibungkus
kertas warna putih diika piita warna merah berlabel kertas motif kotak-
Grand Indonesia.
warna hitam.
23) 1(satu) berkas laporan lengkap tentang Jessica Kumala Wongso yang
24) 7 (tujuh) lembar surat keterangan dari kantor NSW Ambulance Australia
25) 1 (satu) berkas print out percakapan Jessica Kumala Wongso yang
Barang bukti dari nomor19 sampai 29 tetap terlampir dalam berkas perkara.
30) 1 (satu) buah Iphone 6S warna rosegold berikut Sim Card Nomor
08161475360
Soemarko.
33) 1 (satu) unit teko lock and lock plastik untuk tempat susu.
36) 1 (satu) bungkus contoh kopi Robusta dalam kemasan plastik hitam.
37) 1 (satu) buah contoh gelas yang digunakan untuk penyajian Ice
Vietnamese Coffee.
38) 1 (satu) buah contoh saucer atau piring kecil atau lepek.
41) 1 (satu) unit DVR (Decoder Video Record) merk Telview model FD
diantara eksistensi alat bukti elektronik dalam bentuk rekaman audio visual dengan
eksistensi alat bukti elektronik yang tidak diakui dalam sistem hukum acara pidana
yang dicita-citakan (das sollen) dengan hukum dalam kenyataan (das sein). Hukum
bukti dalam tindak pidana umum pada faktanya harus dapat ditinjau berdasarkan
beragam aliran filsafat yang berkembang hingga saat ini. Filsafat hukum dianggap
penggunaan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum
filosofis.
dalam tindak pidana umum akan ditinjau berdasarkan beberapa aliran filsafat, seperti:
194
aliran filsafat hukum alam, aliran filsafat positifisme hukum dan aliran filsafat hukum
pragmatis legal realisme yang masing-masing analisis secara filosofis lebih lanjut
1. Aliran filsafat hukum alam dalam autentikasi rekaman audio visual sebagai alat
manusia. Setiap manusia merupakan mahkluk Tuhan yang Maha Esa yang
secara kodrati memiliki tanggungjawab untuk berbuat baik kepada setiap umat
Aliran filsafat hukum alam yang memandang setiap hukum yang ada dan
berlaku merupakan hukum dari Tuhan yang Maha Esa menghendaki bahwa,
setiap hukum harus dapat mencerminkan keadilan bagi setiap umat manusia.
Aliran filsafat hukum alam menghendaki keadilan sebagai nilai dasar hukum
bagi setiap hukum yang lebih lanjut dapat memberikan suatu kepastian hukum
hukum harus dapat mencerminkan nilai keadilan yang berasal dari Tuhan yang
Maha Esa; dan hal ini tidak dapat ditafsirkan terpisah dengan nilai kepastian
kongkret tanpa dipengaruhi dengan tata cara formal yang dibentuk oleh
195
masing-masing. Hal ini memiliki arti bahwa, setiap pelaku tindak pidana umum
tindak pidana umum harus mendapatkan kompensasi, rehabilitasi dan ganti rugi
dari pihak pelaku tindak pidana umum atas penderitaan dan kerugian yang telah
audio visual sebagai alat bukti dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana
korban, meskipun alat bukti yang menggambarkan suatu peristiwa pidana hanya
terdapat dalam rekaman audio visual yang secara formal tidak diakui dalam
sesuai dengan besarnya penderitaan dan kerugian yang telah dialami akibat
digambarkan dalam rekaman audio visual yang tidak diakui dalam Undang-
Meninjau autentikasi rekaman audio visual yang tidak diakui sebagai alat
dengan aliran filsafat hukum alam yang menekankan atas nilai filosofis hukum,
maka sebenarnya pembatasan atau tidak diakuinya rekaman audio fisual dalam
sangat mendasar. Hal ini didasarkan atas hirarki diantara nilai asas hukum
pidana dan nilai filosofis hukum yang diakui dalam ilmu hukum selama ini.
Adapun analisis terhadap hirarki diantara nilai asas hukum dan nilai
autentikasi dan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum dengan aliran filsafat hukum alam lebih lanjut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Permasalahan tidak diakuinya rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam
dalam hukum pidana, yaitu: asas nulum delictum, noela poena sine previa
yang berkembang dan digunakan oleh para aparat penegak hukum dalam
Nilai asas nulum delictum, noela poena sine previa lege poenali yang
menjadi dasar dalam hukum pidana dianggap sebagai asas sakral yang tidak
memiliki tingkat hirarki yang sama. Sebagian para penegak hukum hanya
197
terkurung atau dibatasi dengan nilai formalistik yang diciptakan oleh para
nilai yang lebih mendasar dari hanya mengikuti peraturan formalistik yang
secara nyata telah tidak memberikan kontribusi apapun bagi cita hukum itu
khusus yang secara lex specialis derogat legi generali telah diatur secara
demikian menjadikan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum masih sangat sulit untuk dilakukan akibat keberadaan Undang-
dengan kebutuhan hukum masyarakat saat ini. Hal ini salah satunya dapat
Pidana yang telah ada sejak puluhan tahun lalu; Dan hal ini akan sangat
Autentikasi rekaman audio visual untuk dijadikan sebagai alat bukti dalam
hukum pidana, yaitu: nulum delictum, noela poena sine previa lege poenali
diakuinya rekaman audio visual menjadi alat bukti secara nyata telah
proposional. Hal ini memiliki arti bahwa, rekaman audio visual harus dapat
diakui sebagai alat bukti yang sah selama rekaman audio visual yang
dijadikan sebagai alat bukti memiliki kebenaran yang hakiki (rekaman audio
deskriptif tentang fakta dari peristiwa tindak pidana umum yang dilakukan).
hukum itu sendiri secara filosofis, yaitu: menciptakan keadilan hukum demi
alat bukti dalam tindak pidana umum selama ini tidak disebabkan atas asas
legalitas yang terdapat dalam hukum pidana. Permasalahan yang terjadi lebih
disebabkan penerapan asas legalitas yang tidak tepat oleh para penegak hukum
dalam tataran praktik. Asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 Kitab
terhadap hukum acara pidana telah diartikan secara sempit, terbatas dan kaku
oleh para penegak hukum. Para penegak hukum terlalu memiliki paradigma
yang formalistik dari pada paradigma kongkret dalam memeriksa dan memutus
alat bukti dihubungkan dengan aliran filsafat hukum alam, maka secara nyata
penggunaan alat bukti rekaman audio visual dalam proses pemeriksaan dalam
serta pemberian kompensasi ganti rugi kepada setiap korban secara proposional.
hukum yang terjadi. Kepastian hukum dalam aliran positifisme hukum terwujud
rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum dapat
yang universal diartikan sebagai asas legalitas yang tercermin dalam Pasal 1
ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menjelaskan
ini secara universal juga dikenal dengan istilah “nulum delictum, noela poena
sine previa lege poenali” yang menjadi sumber permasalahan dalam proses
yang sangat mendasar dan penting untuk menjamin keadilan dan kepastian
hukum bagi pelaku dan korban. Asas legalitas dalam hukum pidana yang secara
bentuk cerminan dari aliran filsafat positifisme hukum harus dapat ditinjau
secara filosofis tentang makna kepastian hukum itu sendiri. Kepastian hukum
itu sendiri dalam tataran praktik dapat dibagi menjadi dua (2) sudut pandang,
yaitu: kepastian hukum dalam makna sempit dan kepastian hukum dalam
yang tertulis, sehingga setiap tindakan dan akibat hukum yang menyertainya
hanya dapat diakui selama tindakan dan akibat hukum tersebut telah diatur
suatu struktur dan substansi hukum yang jelas mengatur setiap bentuk tindak
pidana umum yang dilakukan oleh pelaku, sehingga korban tindak pidana
undangan telah mengatur secara tegas dan jelas tentang bentuk-bentuk tindak
secara kongkret.
bukti dalam tindak pidana umum tidak diakui di hadapan hukum, apabila
tentang alat bukti dalam bentuk rekaman audio visual. Rekaman audio visual
203
Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur secara tegas dan jelas tentang
tindak pidana umum yang hanya memiliki bukti rekaman audio visual,
hukum yang hanya memiliki sudut pandang “kepastian hukum dalam makna
memiliki sudut pandang “kepastian hukum dalam makna yang sempit” tidak
oleh para aparat penegak hukum hanya merupakan kepastian hukum yang
yang terjadi (dalam hal ini tindak pidana umum), meskipun secara yuridis
keberadaan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana
umum.
undangan yang berlaku, tetapi kepastian hukum dalam makna yang luas juga
dengan autentikasi rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana
umum, maka pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum yang hanya didasarkan atas perangkat dari para penegak hukum
secara filosofis hanya menghendaki hukum dapat ditegakan secara benar dan
Eksistensi rekaman audio visual sebagai alat bukti harus diartikan sebagai
setiap bentuk bukti yang menunjukan secara deskriptif tentang peristiwa tindak
visual yang dijadikan sebagai alat bukti berdasarkan hukum acara formal yang
206
secara factual hanya merupakan bentukan dari manusia dianggap tidak lagi
ke arah yang lebih baik. Filsafat hukum pragmatis legal realisme menghendaki
rekaman audio visual sebagai alat bukti, maka keadilan, kepastian hukum dan
sebagai alat bukti dapat diartikan sebagai keadilan bagi pelaku tindak pidana
1) Wujud keadilan bagi pelaku tindak pidana umum adalah pelaku tindak
visual sebagai alat bukti dapat diartikan sebagai kepastian bagi pelaku tindak
kehidupan sehari-hari.
208
visual sebagai alat bukti dapat diartikan sebagai kemanfaatan bagi pelaku
tindak pidana umum, korban tindak pidana umum dan masyarakat, yaitu:
dilakukannya;
Filsafat hukum dalam beragam aliran dan sudut pandang pada hakikatnya
yang harus diwujudkan hukum di masyarakat. Hukum yang secara factual tidak
209
Hukum yang tidak mengakui substansi rekaman audio visual sebagai alat
bukti atas dasar sumber perangkat yang dimiliki dalam tindak pidana umum
terjadi di masyarakat, baik perkara dalam tindak pidana umum maupun perkara
dalam tindak pidana khusus. Penegakan hukum memiliki peran penting dalam
filsafat hukum, teori hukum, asas hukum dan peraturan hukum yang ada selama
ini, sehingga bentuk penegakan hukum secara kongkret harus dapat dilakukan
Eksistensi rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam perkara tindak
pidana umum yang selama ini masih memiliki pertentangan dalam proses
di masyarakat.
210
menggunakan bukti audio visual yang dilaporkan oleh masyarakat atas suatu
tindak pidana umum yang terjadi, meskipun bukti audio visual yang dijadikan
sebagai bukti bukan berasal dari perangkat yang dipasang oleh aparat penegak
hukum. Di sisi yang lain, dalam proses pembuktian persidangan bukti audio
visual yang diajukan sebagai alat bukti selalu dipertanyakan tentang keabsahan
dan autentikasi alat bukti sehubungan tidak adanya hukum acara pidana yang
mengatur alat bukti audio visual, selain putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
20/PUU-XIV/2016 yang hanya mengakui alat bukti audio visual yang dipasang
oleh aparat penegak hukum. Hal ini mengakibatkan struktur hukum (khususnya
hukum pidana formal sebagaimana yang tercantum dalam hukum acara pidana
Alat bukti sah yang tercantum pada Pasal 184 Ayat 1 (satu) adalah untuk
aparat penegak hukum, akan lebih mudah membuktikan apabila saksi dapat
kejahatan tindak pidana tersebut. Tetapi sebaliknya, apabila saksi tidak dapat
kejatahatan tindak pidana tersebut, maka aparat penegak hukum akan lebih sulit
kasus mengenai pembuktian tentang alat bukti Closed Circuit Television (yang
pada kasus Jessica Wongso. Pada kasus tersebut CCTV digunakan oleh hakim
sebagai alat bukti petunjuk yang sah. Hakim berpendapat bahwa CCTV yang
perkara ini, akan tetapi secara umum sebelumnya telah terpasang ditempat
tersebut yang bisa memantau setiap kejadian yang terjadi di lingkungan Kafe
Olivier, sehingga CCTV tersebut tidak harus dibuat sendiri oleh Pejabat yang
berwenang.123
bukti yang dinyatakan sah sesuai dengan Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa. Di mana pada pembahasan kali ini Peneliti
lebih membahas terhadap alat bukti petunjuk. Pada Pasal 188 Ayat (1) Kitab
perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang
satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dan pada Pasal
petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan
terdakwa. Sehingga, alat bukti petunjuk yang dalam hal ini harus mempunyai
123
Indonesia, Putusan Pengadilan Negeri, Nomor:777/PID.B.2016/PN.JKT.PST, hal. 312.
212
selanjutnya baru dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk yang sah. Menurut
surat, dan keterangan terdakwa sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 188 Ayat
antara keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa dengan CCTV itu
sendiri, maka CCTV tersebut dapat menunjang sebagai petunjuk dari apa yang
bahwa CCTV tersebut adalah alat bukti perluasan yang dalam putusan-putusan
CCTV sebagai alat bukti petunjuk tersebut tidak semata-mata ditentukan begitu
saja oleh Hakim. Tetapi sesuai dengan tabel di atas, harus terdapat alat-alat
bukti lainnya yang terlebih dahulu ditemukan, yang pada kasus-kasus di atas
terdakwa, baru dikaitkan dengan apa yang terdapat dalam CCTV tersebut,
apakah CCTV tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh alat bukti
dipergunakan sebagai alat bukti petunjuk karena memperjelas dari apa yang
jika terhadap suatu kasus tertentu CCTV tidak mempunyai keterkaitan antara
Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka CCTV tidak
dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk karena, CCTV itu sendiri tidak
memperjelas dari apa yang dinyatakan oleh keterangan saksi, surat, dan
terdakwa barulah alat bukti petunjuk itu mempunyai kekuatan hukum sebagai
material dengan masalah penegakan hukum pidana formal lebih lanjut dapat
unsur-unsur tindak pidana umum yang dimiliki dalam suatu perkara pidana.
masyarakat.
pidana yang berlaku terhadap suatu perkara tindak pidana umum. Penegakan
hukum formal menghendaki bahwa, suatu perkara tindak pidana umum yang
terjadi harus diselesaikan dengan hukum acara formal yang berlaku, yaitu:
secara formal telah melahirkan suatu paradigma umum yang dikenal selama
masyarakat. Hal ini akan berlaku selama hukum formal yang berlaku dalam
kebutuhan hukum masyarakat. Di sisi yang lain, hukum acara pidana yang
hukum masyarakat, karena hukum acara pidana yang berlaku hingga saat ini
audio visual sebagai alat bukti yang sah di dalam persidangan, sedangkan
secara deskriptif tentang suatu peristiwa tindak pidana umum yang terjadi di
masyarakat.
status rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum
Budaya hukum dari para penegak hukum memiliki arti bahwa, para penegak
umum yang terjadi dengan keberadaan hukum acara pidana yang secara
audio visual yang dipasang oleh masyarakat. Budaya hukum dari para
rekaman audio visual sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan. Budaya
yang tidak mengakui audio visual sebagai alat bukti yang sah berusaha
yang terjadi;
substansi hukum dan budaya hukum merupakan unsur penting dalam proses
yang tidak diatur dalam hukum acara pidana sebagai alat bukti secara faktual
masyarakat.
perkara tindak pidana umum yang didasarkan atas bukti rekaman audio visual
perkara tindak pidana umum yang didasarkan atas bukti rekaman audio visual
perkara tindak pidana umum yang didasarkan atas rekaman audio visual;
Substansi hukum acara pidana harus memiliki sifat yang selalu adaptif,
219
seharusnya sebagai penyelaras dari hukum acara pidana material yang secara
perkara tindak pidana umum yang didasarkan atas bukti rekaman audio
XIV/2016.
atas bukti rekaman audio visual dapat dilakukan juga dengan cara melakukan
yang secara yuridis formal tidak memberikan kesempatan bagi setiap rekaman
audio visual yang diperoleh dari perangkat masyarakat. Bentuk penafsiran yang
a. Menafsirkan secara luas makna “petunjuk” sebagai alat bukti dalam Undang-
Rekaman audio visual dapat dianggap sebagai data yang dapat memberikan
petunjuk bagi para penegak hukum mengenai duduk perkara dari suatu
dan keyakinan dalam memutus suatu perkara tindak pidana umum yang
terjadi.
yang dilakukan autentikasi sebagai rekaman audio visual yang akurat dan
tindak pidana umum juga dapat dilakukan dengan mencari hubungan nilai
faktor yang dapat menentukan nilai kualitatif dari suatu tindak pidana umum
para penegak hukum. Hal ini dilakukan untuk membentuk suatu paradigma
baru bahwa, setiap perkara hukum harus dapat ditegakan dengan cara
sebagai alat bukti dihubungkan dengan tindak pidana umum yang terjadi,
dilakukan. Hal ini selaras dengan beragam aliran filsafat yang dikenal selama
ini, seperti: aliran filsafat alam, aliran filsafat positifisme hukum dan aliran
filsafat pragmatis legal realisme. Beragam aliran filsafat yang telah dilakukan
sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum selalu mendasarkan penegakan
dijadikan sebagai alat bukti tidak selaras dengan keberadaan hukum itu sendiri
secara filosofis.
melakukan tindak pidana (dalam hal ini tindak pidana umum), baik dalam
ditujukan untuk memberikan efek jera dan pembalasan kepada pelaku tindak
umum untuk tidak mengulang tindak pidana umum yang telah dilakukan.
ganti rugi kepada korban tindak pidana umum atas penderitaan yang telah
dialami, selain mencegah masyarakat menjadi korban tindak pidana umum yang
dilakukan sebagai bentuk perwujudan dari tujuan hukum pidana itu sendiri.
Oleh karena itu, tidak ada dasar argumentasi yang dapat dijadikan sebagai alas
pidana umum akibat dikotomi pengakuan rekaman audio visual sebagai alat
Dikotomi yang hanya mengakui rekaman audio visual yang berasal dari
perangkat para penegak hukum yang dapat dijadikan sebagai alat bukti dan
223
tidak mengakui rekaman audio visual yang berasal dari perangkat yang dimiliki
audio visual yang berasal dari perangkat yang dimiliki oleh para penegak
hukum dengan rekaman audio visual yang berasal dari perangkat yang dimiliki
yang dimiliki oleh para penegak hukum dengan rekaman audio visual dari
kebenaran dan keaslian dari substansi rekaman audio visual yang dijadikan
telah dialaminya”.
yang dilakukan selama konsep autentikasi rekaman audio visual dapat diterima
dan dilaksanakan oleh para struktur hukum. Struktur hukum memiliki peranan
autentikasi rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum
dapat ditegakan selama didukung dengan itikad dari para struktur hukum.
Struktur hukum dianggap sebagai pihak yang memiliki peranan penting dalam
dikotomi pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti tidak dapat
positif yang diberikan oleh substansi hukum, budaya hukum dan dampak
hukum.
225
audio visual sebagai alat bukti dianggap sebagai paradigma yang tidak selaras
tindak pidana umum yang dihubungkan dengan eksistensi audio visual sebagai
hukum yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan
B. Konsep Pembuktian Audio Visual Dalam Teori Sebagai Alat Bukti Menurut
hukum pidana memiliki tujuan untuk memastikan setiap anggota masyarakat dapat
sehingga sesuai dengan ketertiban dan kepastian hukum sebagai cita di dalam
hukum pidana.
dari setiap anggota masyarakat memiliki arti bahwa, setiap anggota masyarakat
kewajiban, seperti:
kompensasi atau ganti rugi kepada korban tindak pidana umum yang telah
hukum yang telah dibebankan berdasarkan hukum formal dan hukum material
3. Pelaku tindak pidana umum memiliki kewajiban untuk tidak mengulangi tindak
Hukum dapat memberikan sejumlah hak kepada pelaku tindak pidana umum
dalam beragam bentuk yang secara prinsip tidak bertentangan dengan kompensasi
kerugian yang telah diberikan kepada korban; selain tidak bertentangan dengan
substansi sanksi hukum yang telah diberikan kepada pelaku tindak pidana umum.
Hukum dapat memberikan hak kepada pelaku tindak pidana umum dalam beragam
bentuk, seperti:
1. Pelaku tindak pidana umum diberikan hak untuk mendapatkan kepastian atas
bentuk sanksi yang telah dibebankan kepada pelaku (pelaku tindak pidana
2. Pelaku tindak pidana umum diberikan hak untuk mendapatkan kepastian atas
Meninjau dari sudut pandang korban tindak pidana umum, maka korban
tindak pidana umum juga diberikan sejumlah kewajiban dan hak untuk
menciptakan suatu keseimbangan dengan kewajiban dan hak yang dimiliki oleh
pelaku tindak pidana umum. Kewajiban yang dimiliki oleh korban tindak pidana
menjelaskan duduk perkara secara benar, jujur, dan jelas kepada aparat penegak
hukum;
kepada pelaku sesuai dengan hukum formal dan hukum material yang berlaku;
menghindari potensi tindak pidana umum yang mungkin terjadi, baik oleh
pelaku itu sendiri maupun orang lain yang memiliki niat yang jahat akibat
umum selalu disertai dengan sejumlah hak yang diberikan kepada korban tindak
pidana umum. Hak yang diberikan hukum pidana kepada korban tindak pidana
229
dialami oleh korban atas tindak pidana umum yang telah dilakukan oleh pelaku.
Hak yang diberikan kepada korban tindak pidana umum juga dimaksudkan untuk
memulihkan setiap penderitaan dan kerugian yang telah dialaminya, baik hak yang
diberikan secara langsung kepada korban sebagai pihak yang mengalami secara
langsung atas tindak pidana umum yang dilakukan oleh pelaku maupun hak yang
diberikan secara tidak langsung kepada lingkungan atau keluarga korban yang
secara tidak langsung mengalami penderitaan dan kerugian atas tindak pidana
Hak yang diberikan kepada korban tindak pidana umum yang diberikan
secara langsung maupun hak yang diberikan secara tidak langsung dapat diberikan
1. Korban tindak pidana umum memiliki hak untuk menerima kompensasi yang
sesuai atas penderitaan tubuh, nyawa dan harta yang mengalami kerusakan,
kehilangan, dan kerugian akibat tindak pidana umum yang dilakukan oleh
2. Korban tindak pidana umum memiliki hak untuk mendapatkan kepastian atas
proses hukum yang berlaku (korban tindak pidana umum memiliki hak untuk
atas tubuh, nyawa, harta, dan keluarga selama proses pemeriksaan perkara dan
hidup yang layak, sehingga kompensasi yang diberikan harus dapat mengatasi
korban (dalam hal ini lingkungan dan keluarga korban yang menjadi factor
yang menyertai hidup korban juga harus mendapatkan kompensasi yang sesuai,
tidak diakui dalam tindak pidana umum selama perangkat audio visual yang
melakukan proses rekaman terhadap suatu peristiwa tindak pidana umum tidak
dipasang oleh aparat penegak hukum, maka tidak diakuinya rekaman audio visual
sebagai alat bukti secara nyata telah bertentangan dengan hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh pelaku tindak pidana umum maupun hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh korban tindak pidana umum. Rekaman audio visual pada zaman
teknologi seperti sekarang ini merupakan alat bukti yang sangat penting dalam
maupun pelanggaran terhadap hak dan kewajiban korban tindak pidana umum
akibat penolakan rekaman audio visual yang berisi tentang fakta peristiwa tindak
Penolakan terhadap setiap eksistensi rekaman audio visual sebagai alat bukti
terhadap kewajiban pelaku tindak pidana umum akibat tidak diakuinya rekaman
audio visual sebagai alat bukti setidaknya meliputi dua (2) bentuk kewajiban,
yaitu:
ganti rugi kepada korban tindak pidana umum yang telah mengalami
korban tindak pidana umum. Tidak diakuinya rekaman audio visual sebagai
alat bukti dalam tindak pidana umum lebih lanjut akan dapat membebaskan
pelaku tindak pidana umum dari sanksi hukum. Hal ini dapat diartikan juga
telah dialami akibat tindak pidana umum yang telah dilakukan oleh pelaku.
pelaku tindak pidana umum yang tidak sesuai dengan besarnya penderitaan
dan kerugian korban tindak pidana umum dapat diartikan sebagai bentuk
ketidak adilan hukum dan ketidak pastian hukum atas eksistensi tujuan
filosofis hukum itu sendiri. Penerapan pembatasan atas rekaman audio visual
sebagai alat bukti oleh aparat penegak hukum atas dasar tidak adanya hukum
yang telah dibebankan berdasarkan hukum formal dan hukum material yang
berlaku.
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
hukum formal, hukum material, tujuan hukum umum, dan tujuan hukum
bukti dalam tindak pidana umum telah memberikan suatu gambaran tentang
dan sanksi pidana yang telah diatur dalam hukum pidana material.
tercipta selama pelaku tindak pidana umum yang secara kongkret telah
tindak pidana umum hanya selaras dengan hukum acara atau hukum
formal yang mengatur tentang tindak pidana umum, tetapi secara factual
dengan ketiga (ke-3) aspek lainnya, yaitu: htujuan hukum material, tujuan
Penolakan pengakuan terhadap rekaman audio visual sebagai alat bukti secara
tidak langsung juga memberikan dampak terhadap sejumlah hak yang diberikan
kepada pelaku tindak pidana umum. Pelaku tindak pidana umum yang
yang seharusnya dapat dilakukan secara cepat dan sederhana akibat jelasnya
pembuktian yang rumit dan berlarut-larut akibat setiap tindakan pidana dan
lama dan proses yang rumit, selain hasil pemeriksaan, persidangan dan
alat bukti dalam pidana umum dihubungkan dengan pelanggaran terhadap hak
yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana umum lebih lanjut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
kepastian atas bentuk sanksi yang telah dibebankan kepada pelaku (pelaku
tindak pidana umum dibebankan sanksi sesuai dengan hukum material yang
berlaku).
dalam bentuk lainnya atas tindak pidana umum yang telah dilakukan. Oleh
karena itu, pelaku tindak pidana umum memiliki hak untuk mendapatkan
sesuai dengan seberapa besar dampak yang diakibatkan dari tindak pidana
umum yang telah dilakukan pelaku kepada korban tindak pidana umum
secara proposional.
236
diberikan kepada pelaku tindak pidana umum. Besar kecilnya batas toleransi
hakim dalam menilai besar kecilnya akibat tindak pidana umum yang
dilakukan oleh pelaku kepada korban. Pelaku tindak pidana umum akan
penderitaan atau kerugian terhadap korban tindak pidana umum. Hal ini
sanksi yang diberikan kepada pelaku (pelaku tindak pidana umum harus
berlaku).
secara objektif. Rekaman audio visual yang secara kongkret telah dapat
pidana umum yang terjadi ternyata tidak cukup memberikan alas hak bagi
aparat penegak hukum dalam menjatuhkan sanksi pidana. Hal ini juga secara
digunakan.
audio visual sebagai alat bukti secara factual telah memberikan peluang dan
memberikan keterangan dan kesaksian yang tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi. Hukum acara pidana formal yang telah memberikan distorsi terhadap
keterangan terdakwa dan kesaksian korban tindak pidana umum lebih lanjut
proposional.
238
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum secara nyata tidak hanya bertentangan dengan pelaksanan hak
dan kewajiban pelaku tindak pidana umum, tetapi secara nyata juga telah
bertentangan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh korban
khususnya penolakan terhadap hasil rekaman audio visual yang berasal dari
perangkat yang dimiliki oleh masyarakat secara nyata tidak didasarkan atas
pelaksanaan dan pemberian terhadap hak dan kewajiban bagi pelaku tindak
pidana umum maupun hak dan kewajiban bagi korban tindak pidana umum.
bertentangan dengan kewajiban yang dimiliki oleh korban tindak pidana umum
duduk perkara secara benar, jujur dan jelas kepada aparat penegak hukum.
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
Kesaksian korban tindak pidana umum akan mengalami distorsi dengan fakta
seharusnya dapat menjadi alat bukti dan pertimbangan bagi aparat penegak
hukum dalam menilai kebenaran atau distorsi kesaksian yang telah diberikan
oleh korban tindak pidana umum. Korban tindak pidana umum memiliki
kewajiban untuk memberikan kesaksian secara jujur, jelas, dan benar, tetapi
kejelasan dan kebenaran tentang kesaksian yang telah disampaikan oleh korban
tindak pidana umum yang secara sederhana merupakan sebagian kecil dari
potensi tindak pidana umum yang mungkin terjadi, baik oleh pelaku itu
sendiri maupun orang lain yang memiliki niat yang jahat akibat melihat
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum, khususnya rekaman audio visual yang berasal dari perangkat
yang buruk terhadap proses pencegahan tindak pidana umum oleh korban
secara pasif. Pencegahan aktif dan pencegahan pasif yang dapat dilakukan
oleh korban dan dilanggar oleh pembatasan pengakuan rekaman audio visual
menjadi alat bukti selanjutnya dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
lainnya.
yang secara aktif dipasang oleh anggota masyarakat secara langsung telah
tindak pidana umum sering membatalkan niat dan rencana jahatnya ketika
CCTV.
pencegahan aktif tindak pidana umum di masyarakat. Hal ini dapat dilihat
visual.
Rekaman audio visual yang berisi peristiwa tindak pidana umum selalu
peristiwa tindak pidana umum juga sering dijadikan sebagai bukti awal
juga dapat dilakukan oleh korban tindak pidana umum dengan beraktifitas
penggunaan perangkat keamanan audio visual, tetapi pada sisi yang lain
hasil rekaman audio visual yang berisi tentang suatu peristiwa tindak
Rekaman audio visual yang diakui sebagai alat bukti hanya rekaman
audio visual yang berasal dari perangkat yang dipasang oleh aparat
perangkat audio visual yang dipasang oleh aparat penegak hukum sebagai
alat pengamanan dan dapat menjadi alat bukti telah cukup mengimbangi
rekaman audio visual dari perangkat yang dipasang oleh aparat penegak
Pembatasan pengakuan audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana
korban. Korban tindak pidana umum memiliki hak yang harus diberikan oleh
hukum atas penderitaan dan kerugian yang telah dialami, baik penderitaan dan
kerugian terhadap tubuh, nyawa dan/atau harta benda akibat tindak pidana
umum yang terjadi. Korban tindak pidana umum harus mendapatkan hak dasar
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti secara kongkret
pidana umum. Hal ini secara tidak langsung bertentangan dengan tujuan hukum
umum secara filosofis dan tujuan hukum pidana itu sendiri. Pada prinsipnya
setiap orang harus diberikan beban tanggungjawab atas setiap tindak pidana
umum yang telah dilakukan dan setiap orang yang menjadi korban harus
kerugian yang dialami akibat tindak pidana umum yang dilakukan oleh pelaku,
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti yang secara
berikut:
sesuai atas penderitaan tubuh, nyawa, dan harta yang mengalami kerusakan,
kehilangan, dan kerugian akibat tindak pidana umum yang dilakukan oleh
Berdasarkan asas legalitas yang dikenal selama ini, yaitu: nulum delictum,
noela poena sine previa lege poenali menggambarkan bahwa, hukum pidana
berlaku. Setiap tindakan akan dianggap sebagai tindak pidana umum, apabila
unsur tindak pidana umum dan pelaku telah melakukan tindak pidana umum
yang diatur dalam hukum pidana material, maka setiap pelaku harus
yang lain, tindak pidana umum yang telah mengakibatkan korban, maka
bentuk kompensasi, rehabilitasi, dan ganti rugi atas penderitaan yang telah
dialami.
245
sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum yang secara kongkret telah
tindak pidana umum yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana umum harus
diberikan sanksi. Hal ini memiliki arti juga bahwa, hukum acara pidana yang
umum, maka pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti
dalam tindak pidana umum tidak memiliki dasar (alas hak) yang kuat untuk
proses hukum yang berlaku (korban tindak pidana umum memiliki hak
pidana umum bertanggungjawab atas tindakan yang telah dilakukan. Hal ini
dapat diartikan juga bahwa, setiap korban tindak pidana umum memiliki hak
terhadap tubuh, nyawa dan harta akibat tindak pidana umum yang dilakukan
oleh pelaku tindak pidana umum. Kehendak hukum pidana material ini juga
dapat diartikan, bahwa setiap orang yang menjadi korban tindak pidana
rugi atas penderitaan yang telah dialami terlepas dari tata cara dan bentuk
Pembatasan pengakuan rekaman audio visual sebagai alat bukti tidak boleh
kompensasi, rehabilitasi dan ganti rugi yang harus diterima oleh korban
tindak pidana umum merupakan bentuk perwujudan dari asas legalitas yang
yang berhubungan dengan alat bukti audio visual harus dapat diatasi dengan
hukum, baik bagi pelaku tindak pidana umum dan korban tindak pidana
yang secara substantif tidak memiliki alas hak atau dasar hukum yang kuat
secara filosofis.
atas tubuh, nyawa, harta, dan keluarga selama proses pemeriksaan perkara
dilakukannya.
visual sebagai alat bukti pada hakikatnya telah bertentangan dengan prinsip
rekaman audio visual sebagai alat bukti secara nyata mengancam keamanan
yang menjadi korban tindak pidana umum), baik perlindungan dalam arti
visual sebagai alat bukti dan menyebabkan pelaku tindak pidana umum
terbebas dari tanggungjawab pidana, maka secara faktual hukum tidak dapat
tindak pidana umum akibat pelaku tindak pidana umum tidak dibebankan
korban yang menjadi factor yang menyertai hidup korban juga harus
249
Korban tindak pidana umum yang diberikan sejumlah hak oleh hukum untuk
dapat memulihkan kondisi dan keadaan seperti sebelum tindak pidana umum
terjadi merupakan tujuan dasar dari sisi lain pemidanaan yang telah
korban tindak pidana umum sebagai pihak yang langsung terkena akibat dari
tindak pidana umum secara nyata telah mengalami penderitaan atas tindak
tindak pidana umum dapat terwujud dengan syarat proses penegakan hukum
pada unsur-unsur tindak pidana umum yang dilakukan oleh pelaku. Hukum
pidana umum harus ditegakan dengan cara apapun sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam hukum pidana material. Oleh karena itu,
dibebankan kepada pelaku tindak pidana umum dihubungkan dengan eksistensi dan
autentikasi rekaman audio visual sebagai alat bukti, maka hukum acara pidana umum
Hukum Pidana harus dapat dilakukan secara selaras dan harmonis untuk mewujudkan
tujuan hukum secara filosofis. Keberadaan hukum pidana material dan hukum pidana
formal harus dapat memberikan jalan keluar terhadap setiap perkara pidana umum
yang dilakukan. Hukum pidana, baik hukum pidana material maupun hukum pidana
formal harus selaras untuk memberikan kontribusi positif terhadap pemberian dan
251
pidana material dengan hukum pidana formal dalam menjawab permasalahan hukum
hukum pidana formal seharusnya tidak boleh terjadi dalam hukum pidana. Hal ini
didasarkan bahwa, asas nulum delictum, noela poena sine previa lege poenali sebagai
asas yang mendasar dalam hukum pidana tidak dapat diterapkan hanya akibat tidak
adanya keselarasan diantara hukum pidana material dengan hukum pidana formal.
Hukum pidana formal yang tidak selaras dengan hukum pidana material
menyebabkan unsur-unsur tindak pidana umum yang tercantum dalam hukum pidana
material tidak dapat diterapkan. Hal ini berakibat bahwa, hukum pidana yang berlaku
secara yuridis tidak dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat (khususnya
kepada pelaku dan korban), meskipun secara substantif peristiwa tindak pidana umum
Asas nulum delictum, noela poena sine previa lege poenali sebagai asas
mendasar dalam hukum pidana secara universal memiliki tujuan filosofis, yaitu:
memberikan kepastian hukum bagi pelaku dan korban, sehingga pelaku dan korban
masing-masing dapat menuntut hak dan tanggung jawab yang dimiliki sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana umum yang terjadi. Hukum acara pidana umum yang
tidak memberikan ruang terhadap rekaman audio visual sebagai alat bukti yang sah
252
dalam persidangan, kecuali rekaman audio visual yang berasal dari perangkat yang
dipasang oleh para penegak hukum telah mengakibatkan inkonsistensi asas nulum
delictum, noela poena sine previa lege poenali dalam penerapannya secara kongkret.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu konsep yang memiliki karakteristik futuristik yang
sehingga rekaman audio visual dalam segala bentuk dan katagori dapat mewujudkan
hukum secara filosofis, yaitu: keadilan hukum, kepastian hukum dan kemanfaatan
terhadap kebutuhan hukum masyarakat yang selama ini dibatasi dengan hukum acara
pidana yang tidak mengakui rekaman audio visual yang dimiliki oleh masyarakat
diartikan sebagai suatu cara, proses atau perbuatan membuktikan sesuatu secara
autentik;124
124
Lihat KBBI: Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa
Edisi Keempat Cetakan Kesembilan), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, Hlm. 101.
253
diartikan sebagai “bersifat dapat didengar dan dilihat, serta alat pandang
dengar”.125
audio visual dapat dijadikan sebagai alat bukti, jika setiap rekaman audio visual yang
telah dilakukan proses autentikasi tentang kebenaran dan keaslian yang terkandung
dalam rekaman audio visual. Proses autentikasi terhadap suatu rekaman audio visual
setiap gambar dan suara yang menggambarkan suatu peristiwa tindak pidana umum
autentikasi rekaman audio visual untuk dijadikan sebagai alat bukti. Proses
autentikasi terhadap rekaman audio visual diantaranya dapat dilakukan oleh pihak-
pihak, seperti:
5. Saksi Ahli.
Saksi ahli dalam arti orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan,
pengetahuan dan keilmuan dibidang audio visual, sehingga orang-orang yang menjadi
saksi ahli dapat memberikan keterangan di dalam persidangan tindak pidana umum
secara objektif.
125
Lihat KBBI: Departemen Pendidikan Nasional, Ibid, Hlm. 100.
254
Saksi ahli dapat membantu melakukan proses autentikasi audio visual sebagai
alat bukti tindak pidana umum secara objektif dengan mempertimbangkan aspek
keberpihakan. Oleh karena itu, saksi ahli yang diajukan dalam proses persidangan
tindak pidana umum harus dimohonkan berdasarkan tiga (3) permintaan, yaitu:
a. Saksi ahli yang diajukan oleh terdakwa sebagai pelaku tindak pidana umum,
sehingga saksi ahli yang dimohonkan oleh pelaku tindak pidana umum dapat
b. Saksi ahli yang diajukan oleh jaksa sebagai perwakilan dari negara dan
pidana umum, sehingga saksi ahli yang diajukan oleh penuntut umum dapat
c. Saksi ahli yang diajukan oleh pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap
rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum, apabila
saksi ahli yang diajukan oleh pelaku tindak pidana umum dengan saksi ahli
mendasar.
Autentikasi terhadap rekaman audio visual sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum yang dilakukan oleh para saksi ahli memiliki kemungkinan untuk
berbeda. Hal ini didasarkan atas perbedaan metode yang digunakan, meskipun
255
seharusnya secara objektif hasil autentikasi terhadap rekaman audio visual yang
dilakukan untuk dijadikan sebagai alat bukti tidak memiliki perbedaan yang sangat
6. Lembaga Independen.
independen untuk menilai setiap kebenaran dan keaslian rekaman audio visual
umum yang terjadi. Lembaga independen yang menilai kebenaran dan keaslian
rekaman audio visual yang dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam tindak
kualifikasi tertentu.
autentikasi terhadap rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti
dalam tindak pidana umum, tetapi lembaga independen juga memiliki beberapa
seperti:
rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum.
Memeriksa dan menilai setiap kebenaran dan keaslian dari setiap waktu yang
terdapat dari rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti
256
dan menilai kebenaran dan keaslian dari rekaman audio visual, selain
meta data yang terdapat dari data rekaman audio visual yang akan dijadikan
autentikasi dengan cara memeriksa dan menilai meta data yang terdapat dalam
rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti dapat
dilakukan oleh suatu perangkat audio visual hingga menjadi suatu rekaman
audio visual yang utuh (rekaman audio visual yang dapat dilihat dan didengar
rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti tindak pidana
dan memiliki hubungan dengan peristiwa tindak pidana umum yang terekam
audio visual yang terkait dengan suatu peristiwa tindak pidana umum
tentang alur dari suatu peristiwa tindak pidana umum yang terjadi secara
rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti. Mencari
peristiwa tindak pidana umum yang menjadi objek perkara dianggap dapat
hukum yang memiliki sifat autentik atas isi dari rekaman audio visual yang
kebenaran dan keaslian dari rekaman audio visual yang dijadikan sebagai
pidana umum yang menjadi objek perkara tindak pidana umum, lembaga
bukti.
audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti tindak pidana umum
dan waktu peristiwa tindak pidana umum yang terdapat dalam rekaman
audio visual ke dalam bentuk tulisan atau dokumen hukum yang dibuat
audio visual sebagai alat bukti, baik penterjemahan atau scripting terhadap
metadata rekaman audio visual maupun terhadap isi dari rekaman audio
visual itu sendiri ditujukan untuk mempermudah para penegak hukum dalam
audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti menjadi dokumen hukum atas
yang memiliki sifat autentik yang dapat digunakan bagi para aparat penegak
perkara tindak pidana umum yang memiliki hubungan dengan alat bukti
visual yang dijadikan sebagai alat bukti, khususnya rekaman audio visual yang
berasal dari perangkat masyarakat, maka terdapat beberapa metode proses autentikasi
yang dapat dilakukan terhadap rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat
bukti, seperti:
metadata yang berada dibalik suatu rekaman audio visual. Memeriksa metadata
yang terkandung dalam rekaman audio visual memiliki peran penting untuk
perjalanan data audio visual dengan peristiwa tindak pidana umum yang
Adapun informasi metadata dalam rekaman audio visual yang sangat penting
memiliki peran penting dalam mengungkap ada tidaknya campur tangan atau
informasi penting yang terkandung dalam substansi rekaman audio visual yang
akan dijadikan sebagai alat bukti. Meta data yang ada dalam rekaman audio
pembiasan atau penghilangan informasi yang terkandung dalam suatu meta data
rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana umum.
audio visual dengan keterangan-keterangan yang berasal dari saksi, korban dan
terdakwa.
tindak pidana umum. Informasi yang dimiliki dalam metadata dapat dijadikan
261
yang diberikan oleh orang-orang yang terlibat dengan peristiwa tindak pidana
umum, seperti:
c. Keterangan yang diberikan oleh para saksi dalam tindak pidana umum.
dijadikan sebagai alat bukti dapat membuktikan ada tidaknya suatu kesaksian
palsu yang diberikan oleh pelaku tindak pidana umum, korban tindak pidana
umum atau para saksi, selain informasi meta data dapat memberikan reposisi
perkara yang sesuai dengan peristiwa tindak pidana umum yang sesungguhnya.
Reposisi perkara tindak pidana umum yang sesungguhnya lebih lanjut dapat
ganti rugi yang sesuai dengan besarnya penderitaan yang telah dialami oleh
audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan rekaman-rekaman audio
visual lainnya yang berhubungan dengan peristiwa tindak pidana umum yang
dilakukan.
262
Autentikasi terhadap rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti
diantara audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan data-data digital
lainnya yang berisi tentang gambaran secara deskriptif tentang suatu peristiwa
tindak pidana umum yang sama dalam waktu dan tempat yang sama.
digital yang mendukung proses autentikasi terhadap rekaman audio visual yang
audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti tindak pidana umum dengan
umum terjadi, khususnya pada waktu dan tempat yang berhubungan dengan
visual yang dijadikan sebagai alat bukti tindak pidana umum dengan data
visual yang dijadikan sebagai alat bukti tindak pidana umum dengan data-
data transaksi yang mungkin dilakukan oleh pelaku tindak pidana umum
maupun dilakukan oleh korban tindak pidana umum, baik sebelum peristiwa
tindak pidana umum terjadi maupun setelah peristiwa tindak pidana umum
terjadi.
visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan data pergerakan sistem
pemosisi global atau Global Position System (GPS), baik yang dilakukan
oleh pelaku tindak pidana umum, korban tindak pidana umum maupun saksi-
saksi yang mungkin terdapat dan terditeksi dari telepon seluler, alat perekam
visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan data-data digital lainnya
audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti mengungkap suatu peristiwa
rekaman-rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan alat-
alat bukti yang berhubungan dengan peristiwa tindak pidana umum yang
terjadi.
mencari kebenaran dan keaslian tentang alur peristiwa tindak pidana umum
yang terjadi. Proses autentikasi terhadap rekaman audio visual yang dijadikan
sebagai alat bukti dapat dilakukan dengan mencari kesesuaian, perbedaan dan
perbandingan diantara rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti
Beragam alat bukti yang dapat dijadikan sebagai sarana autentikasi terhadap
saksi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak pidana
saksi ahli yang dijadikan sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak
terdakwa yang dijadikan sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak pidana
sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak pidana umum yang terjadi; dan
dijadikan sebagai alat bukti dalam mengungkap tindak pidana umum yang
terjadi.
sebagai alat bukti dalam tindak pidana umum dilakukan secara menyeluruh dan
tindak pidana umum yang terjadi. Autentikasi terhadap rekaman audio visual
yang dijadikan sebagai alat bukti juga tidak terbatas hanya mencari kesesuaian
diantara rekaman audio visual dengan alat-alat bukti yang digunakan dalam
a. Autentikasi rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dapat
rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan fakta-fakta
yang terdapat di tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa tindak pidana
umum.
visual dengan fakta-fakta yang terjadi memiliki peran yang sangat penting,
sebenarnya, maka rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti
b. Autentikasi rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dapat
rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat bukti dengan fakta-fakta
hukum yang terdapat di tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa tindak
pidana umum.
267
fakta hukum yang digambarkan dalam rekaman audio visual dengan fakta-
fakta hukum yang sebenarnya terjadi di lapangan, baik sebelum, ketika atau
audio visual dengan fakta-fakta hukum yang terjadi memiliki peran yang
rekaman audio visual yang dijadikan alat bukti dengan fakta-fakta hukum
yang sebenarnya terjadi, maka rekaman audio visual tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai alat bukti, meskipun secara autentik rekaman audio visual
tersebut memiliki nilai kebenaran dan keaslian. Hal ini didasarkan bahwa,
fakta hukum memberikan alas hak bagi para penegak hukum dalam
fakta hukum yang dianggap sebagai fakta yang memiliki akibat hukum.
5. Autentikasi dapat dilakukan dengan cara memeriksa proses editing atau proses
suatu rekaman audio visual yang akan dijadikan sebagai alat bukti akan
putusan yang diberikan kepada pelaku tindak pidana umum. Oleh karena itu,
faktor yang sangat penting dalam proses pembuktian suatu tindak pidana umum
pada dari perangkat mana rekaman audio visual dihasilkan, tetapi sejauhmana
kebenaran dan keaslian dari rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat
terhadap suatu rekaman audio visual tanpa diketahui jejak proses editing yang
telah dilakukan. Oleh karena itu, para aparat penegak hukum harus mampu
PENUTUP
A. Kesimpulan
audio visual yang berisi tentang suatu peristiwa tindak pidana umum diakui
sebagai alat bukti dengan syarat rekaman audio visual berasal dari perangkat
yang dipasang secara resmi oleh aparat penegak hukum. Rekaman audio
visual yang berasal dari perangkat yang dipasang oleh masyarakat tidak
dianggap sebagai alat bukti yang sah dalam proses pembuktian. Masyarakat
telah menggunakan perangkat audio visual untuk dijadikan sebagai alat bukti
yang membantu para penegak hukum atas suatu peristiwa tindak pidana
audio visual sebagai alat bukti dapat mengatasi setiap permasalahan yang
bukti menurut hukum acara pidana diakui selama rekaman audio visual secara
tindak pidana. Konsep pengakuan terhadap rekaman audio visual sebagai alat
bukti didasarkan atas hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pelaku dan korban
dibatasi dengan hambatan dari hukum acara pidana umum yang berlaku.
dan rehabilitasi atas penderitaan dan kerugian yang telah dialami tanpa
dibatasi dengan hambatan hukum acara tindak pidana umum yang berlaku.
Konsep baru yang ditawarkan menghendaki setiap rekaman audio visual yang
pidana harus diakui sebagai alat bukti dengan proses autentikasi tertentu untuk
menilai kebenaran dan keaslian dari rekaman audio visual yang dijadikan
metode yang ditujukan untuk menilai kebenaran dan keaslian fakta hukum
B. Saran
perlindungan dan keamanan dari tindak pidana, maka hukum acara tindak
pidana umum seharusnya mengakui setiap bentuk rekaman audio visual dari
perangkat yang dimiliki masyarakat sebagai alat bukti selama rekaman audio
271
suatu tindak pidana. Audio visual dalam tindak pidana umum telah
terhadap hukum acara tindak pidana umum dilakukan oleh para struktur
hukum, selain perubahan paradigma dari para penegak hukum dalam menilai
keaslian dan kebenaran rekaman audio visual yang dijadikan sebagai alat
bukti.
substansi hukum pidana dengan hukum acara pidana yang berlaku. Setiap
umum yang dilakukan; serta setiap korban tindak pidana berhak mendapatkan
penegakan hukum pidana yang secara substantif tidak lagi sesuai dengan
menerapkan dan menegakan hukum pidana material yang lebih lanjut dapat
mewujudkan tujuan hukum secara filosofis, maka beragam konsep, teori dan
substantif.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Andi, Zainal Abidin, Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung, 1987.
Adji, Oemar Seno. Hukum – Hakim Pidana, cet II. Erlangga, Jakarta 1984.
Ali, Achamd. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis.
Jakarta : Gunung Agung, 2002.
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2002.
Andrirasman, Tri. Hukum Pidana, Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum
Pidana Indonesia, Universitas Lampung, 2009.
Intermedia
C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke-
20, Bandung: PT Alumni, 2006.
274
Coonors, Michael. The Race to the Inteligent State. Capstone Publishing Limited,
1997.
Darwan Prints, Hukum Acaara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, 1989
Deta P Siswanti, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Cctv Dalam Tindak Pidana
Kekerasan Yang Menyebabkan Luka. skripsi--Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto,2014.
Dikdik, M. Arief dan Elisatris Gultom. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi. Bandung : PT. Refika Aditama, 2005.
275
Aditama, 2000.
Eddy O.S. Hiariej. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga, 2012.
Fachmi. Kepastian Hukum Mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2011.
Faiz ,Pan Mohamad. Teori Keadilan John Rawls, Jurnal Konstitusi, Volue 6
Nomor 1, 2009.
Fuady, Munir, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Friedman, Lawrence M., American Law, W.W Norton&Co, New York, 1984.
276
Hamzah, Andi. Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia,
2006.
Hamzah, Andi. Asas-asas Hukum Pidana (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta,
2008.
Hamzah, Andi Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika : Jakarta, 2014.
Hasan, A. Madjedi. Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berasaskan keadilan dan
Kepastian Hukum. Jakarta : Fikahati Aneska, 2009.
277
Hiariej, Eddy O.S. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta : Erlangga, 2012.
Alumni.
Ibrahim, Johni. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cetakan III.
Malang : Bayumedia Publishing, 2007.
Ismun, Gunadi dan Jonaedi Efendi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana.,
Jakarta, Kencana, 2015.
Jodi, Muhammad dan Edy Herdiyanto, S.H., M.H. Alat Bukti Elektronik Sebagai
Alat Bukti Persidangan Dalam Hukum Acara Pidana, Jakarta, Grafindo,
2004.
278
Karim Nasution, Abdul. Masaalah Hukum Pembuktian dalam Proses pidana jilid
I,II,dan III. Jakarta: Korps Kejaksaan Republik Indonesia, 1975.
Lasmadi, Sahuri. Pengaturan Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Dunia Maya,
Jurnal Ilmu Hukum, 2014.
Makarao Mohammad Taufik, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek,
Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004.
Mansur Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Bandung, Refika Aditama, 2009.
Mulyadi, Lilik. Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia, Bandung: Citra Adity Bakti, 2014.
Munir, Fuadi. Teori - Teori Besar Dalam Hukum. Jakarta : Kencana Prenadamedia
Group, Jakarta. 2013.
281
Ngani, Nico. Mengenal Hukum Acara Pidana Bagian Umum dan Penyidikan.
Liberty, Yogyakarta 1984.
Paingot, Manalu Rambe . Hukum Acara Pidana dari Segi Pembelaan, CV.
Novindi Pustaka, Mandiri, Jakarta, 2010.
Pangaribuan, Luhut M.P. Hukum Acara Pidana: Surat Resmi di Pengadilan oleh
Advokat (Praperadilan, Eksepsi, Pledoi, Duplik, Memori Banding, Kasasi
dan Peninjauan Kembali), Djambatan, Jakarta, 2008.
Poernomo, Bambang. Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana,
Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1988.
Prakoso, Djoko, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Dalam Proses Pidana,
Yogyakarta: Liberty Offset, 1988.
Pratiwi, Fitria. KUHP & KUHAP. Jakarta Selatan: Tim Visi Yustisia, 2014.
Prinst, Darwan. Hukum Acara Pidana dalam Praktek. Jakarta : Djambatan, 1988.
Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2001.
Sasongko, Hari and Lily Rosita. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana.
Bandung : Mandar, 2000.
Sasongko, Hari dan Lili Rosita. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana untuk
Mahasiswa dan Praktisi. Bandung : Mandar Maju, 2003.
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1991.
Suharto dan Junaedi Efendi. Panduan Praktis bila Menghadapi Perkara Pidana,
mulai Proses Penyelidikan sanpai Persidangan. Jakarta : Prestasi Pustaka,
2010.
Sunardi dan Fanny Tanuwijaya, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Badan,
Lembaga, 2001.
Sukarna, Kadi. “Alat Bukti Petunjuk dalam Proses Peradilan Pidana”. Surabaya,
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Epistomologi Ilmu Hukum, 2014.
Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum et Repertum dalam Aspek Hukum Acara
Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2011.
Suryono, Sutarto. Hukum Acara Pidana Jilid II. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2004.
Suseno, Sigid. Yurisdiksi Tindak Pidaan Siber. Bandung: Refika Aditama, 2012.
Syahrani, Riduan. .Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999.
Tanya, Bernard L. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.
288
Taufik Mohammad dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,
Jakarta: Ghalia Indonesia,2004
Van Apeldoorn, L.J. Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan Oetarid Sadino. Jakarta :
Pradnya Paramita, 1993.
Yesmil, Anwar dan Adang. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen &
Pelaksanaannya dalam penegakan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009.
Yuliartha, I Gede, Lembaga Pra Peradilan Dalam Perspektif Kini dan Masa
Mendatang Dalam Hubungannya Dengan Hak Asasi Manusia, (Tesis, Pro-
gram Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro), 1995.
2015.
Zainal Abidin, Andi, Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung, 1987.
B. JURNAL
Asma, Nur Laili dan Arima Koyimatun, “Kekuatan Pembuktian Alat Bukti
Informasi Elektronik pada Dokumen Elektronik serta Hasil Cetaknya dalam
Pembuktian Tindak Pidana”, Jurnal Penelitian Hukum Volume 1, Nomor 2,
Juli 2014..
INTERNET
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pancasila.
nik (ITE).