Anda di halaman 1dari 17

Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT KEWAJIBAN PELAKU PEMBANGUNAN


RUMAH SUSUN KOMERSIAL DALAM MENYEDIAKAN RUMAH SUSUN UMUM

Bagas Putra Narendra


S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
bagaspnrd@gmail.com

Mahendra Wardhana
S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
mahendrawardhana@unesa.ac.id

Abstrak

Keterbatasan lahan membuat pembangunan rumah dilakukan secara vertikal. Salah satu cara untuk
mengatasinya adalah dengan melakukan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun komersial
yang dilakukan oleh pelaku pembangunan rumah susun. Rumah susun umum diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah sedangkan pembangunan rumah susun komersial ditujukan untuk
mencari keuntungan. Namun ketentuan mengenai luas rumah susun umum minimal sebesar 20% dari
total luas rumah susun komersial sebagai kewajiban pelaku usaha pembangunan rumah susun umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun belum memberikan kepastian hukum
mengenai jangka waktu penyediaan rumah susun umum untuk tempat tinggal Masyarakat
Berbenghasilan Rendah (MBR). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis
penentuan luas rumah susun umum minimal sebesar 20% dari total luas rumah susun komersial, sebagai
kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial terkait Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun serta
menganalisis peraturan perundang-undangan terkait kewajiban pembangunan rumah susun umum oleh
pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk memberikan kepastian hukum mengenai jangka
waktu penyediaan rumah susun umum agar tidak menimbulkan kekosongan hukum dalam pengaturan
dan penerapannya. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui
studi pustaka. Studi pustaka dalam penelitian diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan non hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni teknik deskriptif
dan teknik argumentatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentuan 20% luas lantai rumah susun
umum dilakukan saat rumah susun komersial selesai dibangun dihitung pada luas seluruh lantainya.
Penentuan tersebut menggunakan metode KLB, KDB, serta ditinjau menurut RP3KP pada setiap daerah.
Kepastian Hukum terkait penyediaan pembangunan rumah susun umum minimal sebesar 20% oleh
pelaku pembangunan rumah susun komersial belum memberikan kepastian hukum terhadap
penerapannya di lapangan.
Kata Kunci: Rumah Susun, Kewajiban, Pelaku Pembangunan

Abstract

The limitation of the area make construction was carried vertically. One of the ways to resolve is to
undertake the construction of public houses flats and commercial houses flats that carried out by the
doer of the construction of houses flats. Public houses flats are intended for low-income people while the
flats of the commercial house are for profit. However, the provision regarding the area of public flats of
at least 20% of the total area of commercial house flats as an obligation of business the doer to construct
public flats as stipulated in Article 16 paragraph (2) of the Law on Flats has not provided legal certainty
regarding the period for providing public flats for places living Low Income Community (MBR). This
study aims to understand and analyzed the determination of a public flat area of at least 20% of the total
commercial flat area, as an obligation of the doer in the construction of commercial flats related to
Article 16 paragraph (2) of the Law on Flats and to analyze the statutory regulations related to
obligations the construction of commercial flat by the doer of the construction of commercial flat to
provide legal certainly regarding the period for providing public flats so as not to cause a legal vacuum
in regulation and implementation. The research was a normative juridical with data collection through a
literature study. A literature study in research was obtained from primary legal materials, secondary

1
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

legal materials, and non-legal materials. The method used in this research was descriptive and
argumentatif techniques. The result shows that the determination of 20% of the public flat floor area is
conducted when a commercial flat was alreary built, calculated on the total floor area of a commercial
flat.
Keywords : Houses flats, Obligation, Doer of the construction

PENDAHULUAN cara untuk peremajaan kota bagi daerah kumuh


Kebutuhan akan hunian atau tempat tinggal (Hartanto 2013).
(papan) merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Menurut (Gunanegara 2018) konsepsi Undang-
Pembangunan perumahan atau tempat tinggal (papan) Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA n.d.) (untuk
sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yaitu selanjutnya disebut UUPA) menjadi dasar hukum
untuk mewujudkan keseimbangan dan keadilan pengaturan pertama yang mengatur agraria, baik
terhadap kesejahteraan rakyat. Infrastruktur berbentuk dalam lingkup Hak Ulayat maupun dalam lingkup
bangunan untuk hunian atau tempat tinggal Hak Bangsa dimungkinkan warga negara Indonesia
mempunyai peran strategis dalam menumbuhkan untuk memperoleh hak-hak perorangan atau individu
keaslian, bebas, dan berguna kepada manusia. atas tanah. Negara tetap berkewajiban untuk
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menanggung pemuasan hak akan tempat tinggal
Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD NRI dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.
1945), Pasal 28H ayat (1) (1945 n.d.) menegaskan Perumahan dan permukiman diatur dalam Undang-
bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan Kawasan Permukiman, selanjutnya disebut UU PKP.
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak UU PKP tersebut adalah salah satu produk tanggung
mendapatkan pelayanan kesehatan.” Dewasa ini, jawab negara untuk melindungi segenap bangsa
upaya pembangunan perumahan menekankan pada Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan
pengadaan perumahan sebanyak-banyaknya dengan kawasan permukiman agar warga negara dapat
harga terjangkau. Upaya ini didasarkan pada ancangan menghuni dan bertempat tinggal dengan layak serta
penyediaan yang mendorong pembangunan terjangkau dan dengan kondisi baik di seluruh wilayah
perumahan oleh sektor pemerintah maupun swasta Indonesia. Berdasarkan UU PKP tersebut, rumah
untuk menghasilkan rumah sebagai komoditi yang mempunyai peran penting terhadap meningkatkan
dapat dipasarkan secara luas dalam rangka memenuhi karakter dan kepribadian bangsa, hal ini karena rumah
kebutuhan perumahan masyarakat (Nurhakim 2019). bertujuan sebagai tempat berlindung. Terkait hal
Laju pertumbuhan penduduk di pekotaan tersebut, maka negara bertanggung jawab untuk
Indonesia rata-rata mencapai 1,82%, dengan laju menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam
pertumbuhan tertinggi adalah kota Bekasi dengan bentuk rumah yang layak dan terjangkau bagi
3,99% (Sabbaruddin, Arif 2012). Tingginya laju masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam
pertumbuhan penduduk khususnya didaerah perkotaan Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945.
secara tidak langsung mengakibatkan kebutuhan UUPA yang pada awalnya dimaksudkan
terhadap rumah sehingga harga rumah hunian semakin sebagai dasar hukum yang mengatur seluruh sumber
meningkat. Harga rumah yang tinggi mengakibatkan daya agraria, ternyata lebih menekankan pada
sulitnya mewujudkan impian memiliki rumah, pengaturan yang lebih banyak seputar tanah.
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah Konsekuensinya, pembangunan hukum masing-
(Kusumastuti 2015). Selain harga rumah yang tinggi, masing bidang sumber daya agraria didasarkan pada
sulitnya pembangunan rumah hunian dikarenakan pola pikir dan kepentingan yang berbeda yang
keterbatasan lahan. Salah satu cara mengatasi dikembangkan oleh masing-masing instansi yang
keterbatasan lahan dilakukan dengan pembangunan diberi kewenangan khusus (Julius 2017). Realitas
rumah susun. Pembangunan rumah susun dapat terkait adanya pembangunan rumah susun di
mengurangi penggunaan tanah karena adanya Indonesia telah membawa akibat bagi pemerintah
pembangunan secara vertikal (Sutedi 2010). untuk mengubah pola pemikiran bahwa pembangunan
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu rumah susun merupakan suatu hal penting bagi
alternatif pemecahan masalah, sebab pembangunan pembangunan rumah susun sehingga pemerintah
rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membentuk undang-undang yang secara khusus
membuat ruang-ruang terbuka dan sebagai salah satu mengatur tentang rumah susun pada tahun 1985 dan

2
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

perubahannya pada tahun 2011 tentang Rumah Susun, Dengan segala fasilitas yang didapat melalui
Pembahasan mengenai rumah susun juga tidak developer property rumah susun yang dibangun,
terlepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun kepemilikan atas satuan rumah susun sekarang ini
1988 tentang Rumah Susun (Hajati, Sri 2017) yang berkembang menjadi suatu gaya hidup bagi kalangan
merupakan awal dari pengaturan rumah susun di masyarakat Indonesia. Pasal 1 ayat (1) UU Rumah
Indonesia. Kemudian, karena kebutuhan hidup Susun (UU Rumah Susun n.d.) memberikan definisi
manusia semakin kuat akan hunian vertikal, maka secara yuridis tentang rumah susun bahwa: “Rumah
aturan yang baru telah digagas, yaitu Undang-undang susun diartikan sebagai bangunan gedung bertingkat
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (untuk yang dibangun dalam satu lingkup terdiri atas
selanjutnya disebut UU Rumah Susun). Namun bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsi, yang
peraturan pelaksananya belum ada, dan Peraturan tiap satuan dapat dimiliki dan digunakan secara
Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah terpisah.” Pengertian rumah susun dalam UU Rumah
Susun masih dapat dipergunakan sepanjang belum Susun 2011 ini menunjukkan bahwa rumah susun dari
terbit PP baru sebagai penggantinya. segi fisiknya merupakan bangunan yang berlantai
Adanya UU Rumah Susun menjadi salah satu lebih dari satu (Santoso 2015). UU Rumah Susun juga
alternatif baru untuk penduduk kota, terutama kota menetapkan 4 (empat) jenis rumah susun yang
metropolitan dengan jumlah penduduk yang melonjak meliputi :
pesat sementara jumlah perumahan yang bergerak a. Rumah susun umum, adalah rumah susun yang
lamban sebagai dasar hukum yang memperkuat diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
pengaturan mengenai pembangunan rumah susun. rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
Laju dari pertambahan penduduk di daerah perkotaan, (Pasal 1 angka 7 UU Rumah Susun).
akibat pertambahan yang alami maupun urbanisasi, b. Rumah susun khusus, adalah rumah susun
telah mengakibatkan permasalahan perumahan dan yang diselenggarakan untuk memenuhi
permukiman yang semakin majemuk (Sutedi 2010). kebutuhan khusus (Pasal 1 angka 8 UU Rumah
Pemfokusan pembangunan rumah susun oleh Susun).
pemerintah lebih ditujukan kepada kota-kota dengan c. Rumah susun negara, adalah rumah susun yang
tingkat urbanisasi dan kekumuhan yang tinggi. Kota- dimiliki oleh negara dan berfungsi sebagai
kota yang menjadi prioritas pembangunan rumah tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan
susun di Indonesia saat ini antara lain meliputi: keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas
Jabodetabek, Palembang, Surabaya, Yogyakarta, pejabat dan/atau pegawai negeri (Pasal 1 angka
Banjarmasin, dan Makassar. 9 UU Rumah Susun).
Rumah susun atau dalam istilah lain d. Rumah susun komersial, adalah rumah susun
kondominium atau strata tittle atau joint property atau yang diselenggarakan untuk mendapatkan
apartemen merupakan wujud penyelenggaraan keuntungan (Pasal 1 angka 10 UU Rumah
perumahan dengan baik berupa hunian dan non Susun) (Santoso 2017).
hunian yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun Pasal 3 huruf e UU Rumah Susun menjelaskan
pihak swasta (Murhaini 2015). Istilah rumah susun bahwa “Penyelenggaraan rumah susun bertujuan
biasa digunakan sebagai jenis rumah susun sederhana memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman
(rusuna) baik yang dibangun dengan sistem sewa yang layak, terutama bagi MBR.” Pada dasarnya
(rusunawa) atau dengan penguasaan berdasarkan hak tujuan pengaturan penyelenggaraan rumah susun
milik (rusunami). Namun, dalam Bahasa hukumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf e UU Rumah
disebut rumah susun (Hartanto 2013). Tujuan Susun 2011 ialah agar menjamin tercukupinya
pembangunan rumah susun menurut UU Rumah kebutuhan rusun yang sesuai dan murah, utamanya
Susun 1985 dan perubahannya dalam UU Rumah bagi MBR. Namun, dapat dilihat saat ini
Susun 2011 lebih diutamakan kepada masyarakat penyelenggaraan rumah susun lebih diutamakan untuk
berpenghasilan rendah (MBR). Masyarakat rumah susun yang bersifat komersial atau rumah
berpenghasilan rendah yang dimaksud adalah susun kelas menengah dan mewah disebut dengan
masyarakat yang memiliki daya beli yang terbatas apartemen dan kondominium. Menurut (Sutedi 2010),
(Rachmawati Rini 2016). Selain itu pembangunan rumah susun komersial adalah bangunan yang
rumah susun bertujuan untuk memanfaatkan tanah di digunakan untuk kepentingan-kepentingan komersial
perkotaan agar mendapat porsi pembangunan rumah seperti pertokoan, perkantoran, pabrik, restoran, dan
susun menjadi lebih maksimal. lain sebagainya. Secara nyata rumah susun di kota-

3
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

kota besar memang didominasi rumah susun mewah umum minimal 20% dari total luas lantai
yaitu apartemen atau kondominium yang tentu rumah susun komersial yang dibangun.
digunakan untuk ekonomi menengah ke atas dan para (3) Kewajiban menyediakan rumah susun
ekspatriat. Di satu sisi, pembangunan terhadap rumah sekurang-kurangnya 20% itu dapat
susun sederhana kerap ditimpa permasalahan dalam dilakukan di luar lokasi kawasan rumah
pembagian atau peruntukannya. Fenomena dan fakta susun komersial pada kabupaten/kota yang
terkait peruntukan pembangunan rumah susun sama.
seringkali tidak sejalan dengan maksud dan tujuan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban
pengaturan pembangunan rumah susun dalam UU menyediakan rumah susun umum
Rumah Susun dimana pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat
seharusnya ditujukan kepada masyarakat (2) dan ayat (3) diatur dalam peraturan
berpenghasilan rendah (MBR). Prinsip pembangunan pemerintah.”
rumah susun sejatinya untuk nonhunian, hunian, atau Pembangunan rumah susun komersial dapat
campuran. Seperti diketahui, kebutuhan akan dilaksanakan oleh setiap orang, dimana pelaku
perumahan bagi MBR di daerah kota-kota besar kian pembangunan rumah susun komersial tersebut wajib
meninggi. Untuk itu, Pemerintah mengeluarkan untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-
kebijakannya dengan mengeluarkan rumah susun kurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun
sederhana milik bersubsidi (Rusunami). komersial yang dibangun. Kewajiban untuk
Alasan mengapa pelaku pembangunan rumah membangun rumah susun umum tersebut sesuai
susun saat ini sedang menggalakkan pemerataan dengan UU Rumah Susun dapat dilakukan diluar
kebutuhan pokok akan perumahan dengan lokasi kawasan rumah susun komersial selama masih
peningkatan usaha-usaha penyediaan hunian yang di dalam kabupaten/kota yang sama dengan rumah
layak. Bahkan akhir-akhir ini pelaku pembangunan susun komersial. Adapun hal teknis yang memerlukan
rumah susun dengan peruntukan campuran (hunian- penjelasan lebih lanjut dalam Pasal penjelasan di
non hunian) karena lebih banyak diminati oleh sebutkan cukup jelas, beberapa hal yang berkaitan
masyarakat karena kepraktisannya, bisa dibagi tiap dengan kurangnya penjelasan mengenai hal teknis
lantai 1-5 untuk non hunian/kios-kios (komersial) contohnya adalah penetapan penjelasan katagori
sedangkan lantai selanjutnya digunakan untuk hunian masyarakat berpenghasilan rendah yang pantas untuk
atau disebut apartemen atau hotel. Hal tersebut menerima rumah susun umum dan lokasi
membuat harga jual (nilai komersial) dari rumah pembangunan rumah susun umum yang merupakan
susun jenis campuran ditentukan oleh faktor antara kewajiban pengembang untuk membangun rumah
lain sebagai berikut (Hutagalung 2004) : susun umum sekurang-kurangnya 20% dari rumah
1. Untuk non-hunian harga jual lebih mahal jika susun komersial (Lumingkewas 2016).
dibandingkan dengan hunian; Bentuk batasan dalam pelaku pembangunan
2. Harga jual juga ditentukan oleh letak lantai, rusun yang mengingkari kewajibannya, dapat
dengan ketentuan sebagai berikut: ditemukan dalam ketentuan Pasal 97 UU Rumah
a) Untuk hunian, semakin tinggi letak Susun yakni: “Setiap pelaku pembangunan rumah
lantai maka semakin mahal harga susun komersial dilarang mengingkari kewajibannya
jualnya/nilai komersialnya; untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-
b) Untuk non-hunian, semakin rendah kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas
letak lantai maka semakin mahal lantai rumah susun komersial yang dibangun
harga jualnya/nilai komersialnya. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)”
Suatu ketentuan yang berkenaan dengan MBR Kewajiban penyediaan rumah susun umum
yang merupakan hal baru dalam UU Rumah Susun, dalam hal pelaksanaan pembangunan rumah susun
yaitu ketentuan sebagaimana termuat dalam Pasal 16 komersial tersebut berdampak pada pelaku
dalam UU Rumah Susun ini mengandung ketentuan pembangunan rumah susun yang harus menaati aturan
sebagai berikut: tersebut secara terukur dan terawasi oleh ancaman
(1) Pembangunan rumah susun komersial dapat sanksi pidana, seperti yang dijelaskan Pasal 109 UU
dilaksanakan oleh setiap orang. Rumah Susun yang menegaskan bahwa : “Setiap
(2) Pelaku pembangunan rumah susun pelaku pembangunan rumah susun komersial yang
komersial wajib menyediakan rumah susun mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah
susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh

4
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

persen) dari total luas lantai rumah susun komersial mampu memberi kejelasan uraian dari suatu substansi
yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal karya ilmiah (Dianta 2015). Adapun pendekatan yang
97 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dipilih penulis dalam penelitian ini adalah, pendekatan
(dua) tahun atau denda paling banyak Rp perundang-undangan (Statute Approach) dan
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).” pendekatan konseptual (conceptual approach).
Ancaman sanksi pidana penjara 2 tahun atau Bahan hukum yang digunakan dalam
denda paling banyak 20 milliar membuat bahwa Pasal penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, antara lain
tersebut tidak main-main jika kedapatan pelaku terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
pembangunan yang tidak menyediakan 20% rumah sekunder, dan bahan non hukum. Bahan hukum
susun umum dalam pembangunan rumah susun primer yang digunakan antara lain adalah UUD 1945,
komersial. Berita dari (properti.kompas.com 2017) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, UU
saat ini belum ada pengembang swasta yang No.20/2011 tentang Rumah Susun, UU No.1/2011
membangun rumah susun milik (rusunami), kecuali tentang Perumahan dan Kawasan Perumukiman, PP
Bakrieland Development di Pulogebang, hal ini No.4/1988 tentang Rumah Susun, Peraturan Menteri
lantaran dikerjakan bersama BUMN Perum Perumnas. Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang
Artikel lain dalam rei.or.id atau bentuk kependekan Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun,
dari Real Estate Indonesia menyoroti Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992
UU Rumah Susun terkait kewajiban menyediakan tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah
20% (dua puluh persen) rusun umum dari total luas Susun, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat
lantai rusun komersial yang dibangun. Tak ada No.10/2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
kewajiban tanpa norma aturan. Kewajiban tersebut Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang,
dan serta ancaman sanksi pidananya telah timbul dan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik
apabila telah ada perbuatan seperti pada Pasal 16 ayat Indonesia No.7/2013 tentang Perubahan Atas
(2) UU Rumah Susun setelah selesai membangun Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.10/2012
rusun komersial. tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah Permukiman Dengan Hunian Berimbang. Bahan
dipaparkan, penulis merumuskan permasalahan yaitu hukum sekunder yang digunakan berupa hasil
bagaimanakah penentuan luas rumah susun minimal penulisan artikel ilmiah, penelitian hukum, serta
sebesar 20% dari total luas rumah susun komersial, naskah publikasi. Sedangkan bahan non hukum yang
sebagai kewajiban pelaku pembangunan rumah susun digunakan berasal dari jurnal dan artikel non hukum.
komersial terkait Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun? Bahan-bahan non hukum tersebut dimaksudkan untuk
Serta permasalahan kedua apakah pengaturan terkait memperkaya dan memperluas wawasan penelitian
kewajiban pembangunan rumah susun umum minimal (Marzuki 2019).
sebesar 20% dari total luas rumah susun komersial Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan
telah memberikan kepastian hukum mengenai jangka dengan melakukan penelusuran peraturan perundang-
waktu penyediaan rumah susun umum. Kajian teoretik undangan yang berkaitan langsung dengan rumah
dalam penulisan penelitian ini adalah mengkaji susun, antara lain meliputi UUD 1945, Undang-
kewajiban pelaku pembangunan rumah susun Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
komersial dalam menyediakan 20% rumah susun Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No. 20/2011, UU
umum ini adalah kajian teoretik rumah susun, kajian No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
tentang bangunan gedung, kajian kewajiban pelaku Permukiman, PP No.4/1988 tentang Rumah Susun, PP
pembangunan rumah susun, kajian tentang kepastian No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Perumahan
hukum, dan kajian tentang metode penafsiran hukum. dan Kawasan Permukiman, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang
METODE PENELITIAN Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun,
Jenis penelitian yang digunakan dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.10/2012 dan
penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik
penelitian hukum normatif yang meneliti hukum dari Indonesia No.7/2013.
perspektif internal dengan objek penelitiannya adalah Teknik analisa bahan hukum yang digunakan
norma hukum (Dianta 2015). dalam penelitian ini adalah Teknik yang digunakan
Pendekatan adalah cara pandang peneliti dalam meliputi teknik deskriptif dan teknik argumentatif.
memilih spektrum ruang bahasan yang diharap Masing-masing teknik memiliki peran tersendiri untuk

5
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

mempermudah memecahkan permasalahan. Teknik rumah susun, serta swadaya masyarakat.” Badan
ini membantu penulis dalam menentukan berbagai usaha milik swasta harus merupakan badan hukum
pendapat dalam berbagai pandangan, yang kemudian Indonesia yang bermodal murni nasional atau
disatukan sehingga mencapai hasil kebenaran merupakan usaha patungan dengan modal asing sesuai
sementara atas pendapat penulis. ketentuan mengenai penanaman modal asing (Nola
2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan terkait kewajiban menyediakan
Penentuan Luas Rumah Susun Umum Minimal rumah susun umum merujuk pada Pasal 16 ayat (2)
20% Dari Total Luas Rumah Susun Komersial, UU Rumah Susun sebagaimana berbunyi “Pelaku
sebagai Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah pembangunan rumah susun komersial sebagaimana
Susun Komersial Terkait Pasal 16 ayat (2) UU dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah
Rumah Susun susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
Kewajiban pelaku pembangunan rumah susun persen) dari total luas lantai rumah susun komersial
adalah melakukan pembangunan rumah susun sesuai yang dibangun.” Kewajiban pelaku pembangunan
amanat dari peraturan perundang-undangan yang untuk menyediakan hunian berimbang bukanlah
berlaku, yang dalam hal ini adalah UU No. 20 Tahun perintah dari pemerintah. Hunian berimbang
2011 tentang Rumah Susun dan UU No. 1 Tahun merupakan perintah langsung dari undang-undang
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. (Republika.co.id 2014).
Kewajiban pembangunan tersebut membuat pelaku Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) UU Rumah
pembangunan rumah susun tidak mampu Susun terdapat ketentuan penentuan 20% minimal
menyediakan lahan untuk pembangunan rumah susun pembangunan rumah susun umum, kewajiban pelaku
umum yang dibagun di dalam satu wilayah yang sama pembangunan rumah susun yakni terdapat pada Pasal
yaitu kota atau kabupaten yang sama sebagai amanat 29 ayat (1) UU Rumah Susun yang menegaskan
dari kedua peraturan perundang-undangan diatas. bahwa “Pelaku pembangunan harus membangun
Kewajiban pelaku pembangunan rumah susun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan
komersial dalam menyediakan rumah susun umum rencana fungsi dan pemanfaatannya.” Dengan
tersebut masih menjadi problem bagi pelaku demikian dalam ketentuan pada Pasal 29 ayat (1) UU
pembangunan rumah susun komersial, terutama di Rumah Susun tersebut, pelaku pembangunan
kota-kota besar. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat diwajibkan melakukan pembangunan rumah susun
(2) UU Rumah Susun “Pelaku pembangunan rumah komersial yang dibarengi dengan pembangunan
susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah susun umum. Sehubungan dengan adanya
wajib menyediakan rumah susun umum sekurang- kewajiban oleh pelaku pembangunan rumah susun
kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas komersial sebagaimana yang ada di Pasal 16 ayat (2)
lantai rumah susun komersial yang dibangun.” UU Rumah Susun.
Pembangunan rumah susun umum adalah Dalam bunyi Pasal diatas, terdapat frasa “wajib
bentuk tanggung jawab pemerintah untuk Masyarakat menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang kemudian dapat 20%” kewajiban tersebut muncul jika pembangunan
dilakukan oleh setiap orang dengan mendapatkan rumah susun komersial yang telah selesai dibangun,
dan/atau bantuan pemerintah serta lembaga nirlaba bukan pada saat direncanakan dibangun. Dalam
dan badan usaha. Dalam pembangunan dilaksanakan perwujudannya, pelaku pembangunan mengalami
oleh setiap orang (termasuk pelaku bisnis property kesulitan untuk mendapatkan lahan untuk membangun
terutama pengembang/developer) mendapatkan lahan 20% tersebut. Kewajiban membangun tersebut
kemudahan dan/atau bantuan pemerintah (Ananta harus pada satu hamparan atau masih dalam
Wida Peace 2017). lokasi/kabupaten yang sama. Karena terdapat unsur
Dalam tahap pembangunan rumah susun ada kepastian hukum terkait hitungan 20% dimulai dari
campuran pihak-pihak yang ikut andil di dalamnya. bagian rumah susun komersial.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Kemudian di Pasal 97 UU Rumah Susun dalam
Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun Bab XV tentang Larangan yang berbunyi “Setiap
(PP No. 4/1988 n.d.) menjelaskan “Penyelenggara pelaku pembangunan rumah susun komersial dilarang
pembangunan adalah Badan Usaha Milik Negara mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah
atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh
Swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan persen) dari total luas lantai rumah susun komersial

6
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di luar lokasi
ayat (2).” Kemudian dikarenakan adanya kewajiban kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota
dalam Pasal 16 dan larangan Pada Pasal 97, maka yang sama.” Peran serta Pemerintah Daerah juga
dalam Pasal 109 UU Rumah Susun diberikan diperlukan perihal lokasi pembangunan rumah susun
ketentuan tindak pidana yang berbunyi “Setiap pelaku umum yang ditinjau pula melalui RP3KP (Rencana
pembangunan rumah susun komersial yang Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah Kawasan Permukiman), aparatur Pemerintah Daerah
susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh banyak yang tidak mengetahui aturan kewajiban
persen) dari total luas lantai rumah susun komersial tersebut. Akibatnya pembangunan tidak berjalan
yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dengan semestinya.
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) Secara gramatikal sistematis, ketentuan dalam
tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 Pasal 16, Pasal 97, dan Pasal 109 UU Rumah Susun,
(dua puluh miliar rupiah). disatu pihak merupakan ketentuan yang
Tindak pidana dalam Pasal 109 UU Rumah menguntungkan bagi MBR yang membutuhkan
Susun, yaitu pelaku pembangunan rumah susun rumah, tetapi di lain pihak merupakan beban yang
komersial yang mengingkari kewajiban untuk cukup berat bagi pelaku pembangunan rumah susun
menyediakan rumah susun umum minimal 20% dari komersial dalam hal penyediaan lahan, sehingga dapat
total luas lantai rumah susun komersial, merupakan muncul pertanyaan berkenaan dengan cakupan Pasal
ketentuan keberpihakan pemerintah dalam UU Rumah 109 UU Rumah Susun dan pelaksanaannya dalam
Susun kepada MBR. Keberpihakan pemerintah kenyataan (Alicia 2017).
tersebut dituangkan secara tegas dalam bagian Berkaitan dengan rumah susun umum, Pasal 54
penjelasan umum dari UU Rumah Susun dimana ayat (1) UU Rumah Susun menegaskan bahwa,
dikatakan bahwa “Pengaturan dalam undang-undang “Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari
ini juga menunjukkan keberpihakan negara dalam pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh
memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau MBR.” Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
bagi MBR.” adalah menjadi penghuni utama dalam hal
Penentuan 20% tersebut yang terdapat di peruntukkan pembangunan rumah susun umum yang
dalam Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun masih digalakkan oleh Pemerintah. Pasal 16 yang terdapat
menjadi perdebatan bagi para pelaku pembangunan dalam UU Rumah Susun merupakan Pasal yang akan
rumah susun. Mengingat tidak ada pelaku dibahas dalam penulisan artikel ini. Pasal ini dapat
pembangunan rumah susun komersial yang ditemukan dalam Bab V Perencanaan yang dimana
membangun hingga saat ini, kecuali PT Bakrieland terdiri dari 7 Pasal, yaitu Pasal 15 – Pasal 21 yang
Development di Pulogebang atas dukungan DPP REI membicarakan mengenai segala aspek pembangunan
dan didukung oleh Peraturan Daerah setempat. rumah susun.
Sehingga problem dalam menyelesaikan Memperhatikan cara penentuan luas 20%
pembangunan rumah susun umum saat ini masih ada rumah susun umum yang dilakukan oleh pelaku
dan tak berjalan semestinya meskipun ada sanksi pada pembangunan, penulis menjabarkan beberapa poin
UU Rumah Susun. didalamnya, yaitu (perumahan.pu.go.id 2020):
Hemat penulis, berdasarkan konstruksi hukum a) Bersifat wajib bagi pelaku pembangunan
argumentum per analogiam, subyek hukum adalah rumah susun komersial;
pelaku pembangunan rumah susun dengan obyeknya b) Bersifat minimal, pelaku pembangunan dapat
adalah bangunan rumah susun, namun bisa menjadi membangun lebih dari 20%;
dikerjasamakan dengan pihak lain. Menurut Pasal 6 c) Dapat dituangkan bentuk uang atau
ayat (1) Rancangan Peraturan Pemerintah Rumah pembangunan rumah susun umum langsung
Susun menjelaskan “Kewajiban pelaku pembangunan yang disesuaikan dengan peraturan daerah
bisa dibangun sendiri atau cukup disediakan dengan setempat;
menyerahkan pembangunannya kepada pihak lain.” d) Pelaksanaan pembangunannya sangat
Kerjasama tersebut menjadi perjanjian kerjasama yang flexible karena dapat dibangun pada lokasi
di buat di depan pejabat yang berwenang (rei.or.id kabupaten atau kota yang sama dengan
2019). rumah susun komersial;
Selanjutnya, Pasal 16 ayat (3) UU Rumah Namun, perihal tahapan penentuan 20% ini
Susun menjelaskan “Kewajiban sebagaimana termasuk ke dalam tahap menentukan site atau tapak

7
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

tempat rumah susun berdiri yang kemudian dihitung fungsi yang sesuai dengan peraturan
menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor daerah setempat.
60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Berdasarkan ketentuan Pada Pasal 48 Peraturan
Pembangunan Rumah Susun, Pasal 2 ayat (1) Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992 tersebut, KDB merupakan prosentase besar maksimal
bahwa, “Persyaratan teknis pembangunan rumah lahan yang boleh untuk dibangun. Menurut
susun dimaksudkan sebagai landasan dalam pembagian penggunaan pada rumah susun di dalam
perencanaan, pengawasan, pengelolaan dan Pasal tersebut, rumah susun berdasarkan
pengembangan rumah susun dalam rangka penggunaannya, diklasifikasikan menjadi
peningkatan kualitas hidup penghuninya.” (PMPU (Koeswahyono 2004):
No.60/PRT/1992 n.d.) Keuntungan jika pelaku a. Rumah susun hunian, yaitu rumah susun
pembangunan rumah susun melihat pengaturan terkait yang seluruhnya berfungsi sebagai
persyaratan teknis pembangunan rumah susun adalah tempat tinggal;
kepahaman akan seluk beluk dasar yang dibutuhkan b. Rumah susun bukan hunian, adalah
saat perencanaan hingga sampai diserah terimakan rumah susun yang seluruhnya berfungsi
kepada penghuni sarusun. sebagai tempat usaha;
Kemudian terkait perencanaan pembangunan c. Rumah susun campuran, merupakan
rumah susun, pelaku pembangunan perlu meninjau rumah susun yang sebagian berfungsi
terkait kepadatan dan tata letak bangunan. Kepadatan sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi
dan tata letak bangunan sendiri terdapat di dalam Bab berfungsi sebagai tempat usaha.
VII Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Kepada masyarakat, baik penggunaannya
60/PRT/1992 pada Pasal 47 yang menegaskan terhadap rumah susun sebagai menempati, menghuni,
“Kepadatan bangunan suatu lingkungan rumah susun atau memiliki diwajibkan memanfaatkan sarusun
harus memperhitungkan Koefisien Dasar Bangunan sesuai dengan fungsinya, baik melalui sewa ataupun
(KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), milik. Saat ini, pengelolaan rumah susun selain
ketinggian dan kedalaman bangunan serta penggunaan ditangani sendiri oleh Dinas Perumahan dan Gedung
tanah yang bertujuan untuk mencapai optimasi daya Pemerintah Daerah, juga telah melibatkan kalangan
guna dan hasil guna tanah.” Perhitungan tersebut perlu swasta (untuk rusun sewa beli juga melibatkan
dilakukan pelaku pembangunan rumah susun guna Persatuan Penghuni Rumah Susun). Namun demikian
mencapai kebenaran prosentase 20% rumah susun pengelolaan yang baik dan professional dalam
umum. Mengingat hal tersebut merupakan bentuk pembangunan rumah susun masih belum dapat dicapai
kewajiban dari pelaku pembangunan rumah susun secara secara maksimal. Hal ini dikarenakan
komersial dalam menyediakan rumah susun umum. keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh
Pada Pasal 48 ayat (1) Peraturan Menteri pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah
Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 menjelaskan melibatkan lembaga swasta dalam pengelolaan
terkait definisi KDB sebagai persyaratan teknis manajemen rumah susun (Sukmajati 2013).
pembangunan rumah susun, yang menyatakan bahwa, Namun, artikel berita yang dimuat
“Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagaimana (properti.kompas.com 2017) saat ini belum ada
dimaksud dalam Pasal 47, merupakan perbandingan pengembang swasta yang membangun rumah susun
antara luas lantai dasar bangunan pada permukaan milik (rusunami), kecuali Bakrieland Development di
tanah dengan luas lahan peruntukannya ditetapkan Pulogebang, hal ini lantaran dikerjakan bersama
sebagai berikut: BUMN Perum Perumnas. Berita dari
a. Untuk rumah susun hunian dengan (properti.kompas.com 2017). Aktivitas pengembang
jumlah lantai 5 (lima) dan kepadatan swasta ini berlangsung selama 8 (delapan) tahun
penghuni maksimum: 1.736 orang, dikarenakan tidak mau untuk membangun rusunami.
dengan nilai Koefisien Lantai Bangunan Adapun alasan pengembang tidak melaksanakan
(KLB) sebesar 25% (dua puluh lima hunian berimbang antara lain adalah sebagai berikut
persen). (Probondaru 2018):
b. Untuk rumah susun non hunian nilai a. Kenaikan harga tanah tidak terkendali,
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) karena pasar tanah di lepas ke pasar.
diperhitungkan terhadap kebutuhan dan Kenaikan harga tanah yang tidak terkendali
menyebabkan pengembang terbebani secara

8
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

finansial, terutama bagi daerah dengan harga lokasi dengan syarat: sesuai dengan RTRW, tersedia
tanah yang mahal. Hal ini menyulitkan ketika jalan akses, bebas dari bencana banjir dan longsor
harus menyiapkan lahan tertentu bagi serta tidak melanggar GSB, sungai dan pantai, tersedia
kebutuhan rumah sederhana yang harganya pasokan daya listrik, tersedia pasokan air minum atau
ditentukan, sementara harga tanahnya sendiri sumber air bersih. Selain itu faktor tanah juga ditinjau
hampir mendekati harga rumah sederhana dari: luas tanah yang mencukupi, kondisi tanah siap
yang telah ditentukan tersebut. bangun, tanah tidak dalam sengketa (clear and clean)
b. Tidak tersedianya insentif yang jelas dari ketinggian muka tanah secara hidrologi aman dari
pemerintah sehingga memberikan kesan resiko banjir.
bahwa pembangunan rumah sederhana dalam Kepadatan adalah cara yang digunakan oleh
skema hunian berimbang seperti pergeseran Pemerintah yaitu menggunakan metode presentase
tanggung jawab penyedia Perumahan dari KDB (Koefisien Dasar Bangunan) serta angka dalam
pemerintah ke pengembang. KLB (Koefisien Luas Bangunan). Pengertian KDB
Dalam perwujudannya, pelaku pembangunan sendiri terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) Peraturan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan lahan untuk Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 yang
membangun lahan 20% tersebut. Kewajiban menjelaskan “Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
membangun tersebut tidak harus pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, merupakan
lokasi/kabupaten yang sama. Menurut pengamat rusun perbandingan antara luas lantai dasar bangunan
Sujoko, sumber yang penulis dapat melalui artikel pada permukaan tanah dengan luas lahan
yang dimuat dalam laman (properti.kompas.com peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut:
2014), terkait penentuan luas lantai 20% tersebut a. Untuk rumah susun hunian dengan jumlah
menyatakan bahwa “Pemilik, Pengembang, dan lantai 5 (lima) dan kepadatan penghuni
Perhimpunan Penghuni punya Bahasa dan maksimum: 1.736 orang dengan nilai
pemahaman sendiri. Jadi yang berkembang kemudian Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebesar
adalah multitafsir.” Namun, dalam hal menentukan 25% (dua puluh lima persen).
luas sebidang tanah, Pasal 47 Peraturan Menteri b. Untuk rumah susun non hunian nilai Koefisien
Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 menjelaskan Dasar Bangunan (KDB) diperhitungkan
dalam Bab VII terkait Kepadatan dan Tata Letak terhadap kebutuhan dan fungsi yang sesuai
Bangunan yang menegaskan bahwa “Kepadatan dengan peraturan daerah setempat.”
bangunan suatu lingkungan rumah susun harus Dalam arti lain KDB merupakan peraturan
memperhitungkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yang menentukan seberapa luas lantai dasar bangunan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian dan yang boleh dibangun. Nilai KDB antara satu wilayah
kedalaman bangunan serta penggunaan tanah yang dengan wilayah lainnya tidak sama, karena nilai KDB
bertujuan untuk mencapai optimasi daya guna dan yang berbeda-beda disebabkan beberapa hal yaitu
hasil guna tanah.” Proses pembangunan rumah susun adanya perbedaan peruntukkan lahan dan juga lokasi
umum dimulai dengan Permohonan melalui daerahnya. Nilai KDB yang berada di daerah
usulan/proposal yang dilakukan oleh perkotaan tentu akan berbeda dengan nilai KDB di
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga daerah pinggiran kota. Nilai KDB di kawasan industri
Penerima Bantuan, kemudian disusul pemetaan pasti akan berbeda dengan nilai KDB di kawasan
penghuni rumah susun regular, rumah susun khusus komersial. Untuk mengetahui siapa yang berhak
dilanjutkan berkas verifikasi administrasi yang terdiri memutuskan selisih jumlah nilai KDB adalah dapat
dari surat permohonan, surat pernyataan kesesuaian ditemukan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
lokasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), surat (Kurniawati n.d.). Sedangkan Koefisien Lantai
dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Bangunan atau (KLB) ditegaskan dalam Pasal 48 ayat
Salinan Sertifikasi Tanah atau Surat Bukti Penguasaan (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
Tanah, Gambaran Umum tentang Kebutuhan 60/PRT/1992 yang menegaskan: “Koefisien Lantai
Perumahan di Wilayah Pemohon, Surat Tanggung Bangunan (KLB) sebagaimana dimaksud dalam
Jawab Pemohon Bantuan. Kemudian langkah Pasal 47, merupakan perbandingan antara jumlah
selanjutnya Perencanaan yang memuat daftar lokasi luas seluruh lantai bangunan rumah susun dengan
yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis luas lahannya ditetapkan sebagai berikut:
melalui SK Penetapan Lokasi oleh Menteri PUPR, hal a. Untuk rumah susun hunian dengan lantai 5
teknis lainnya dalam tahap perencanaan penentuan (lima) dan kepadatan penghuni maksimum:

9
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

1.736 orang, dengan nilai Koefisien Lantai rumah susun yang dibangun apakah berbentuk
Bangunan (KLB) sebesar 1,25% (satu dua rusunami atau rusunawa (Republika.co.id 2014).
puluh lima perseratus). Menurut Drs. Tofik Khaeruddin, MM selaku Kepala
b. Untuk rumah susun non hunian nilai Koefisien Sub Direktorat Fasilitas Hunian Berimbang,
Lantai Bangunan (KLB) yang diperhitungkan Direktorat Rumah Umum dan Komersial
terhadap kebutuhan dan fungsi yang sesuai menyampaikan bahwa “Ketentuan membangun 20%
dengan peraturan daerah setempat.” rumah susun umum tersebut sifatnya wajib bagi
Dengan membaca dan memahami pada laman pengembang yang melakukan pembangunan rumah
RDTR daerah masing-masing, maka baik pemerintah susun komersial. Adapun 20% itu sifatnya minimal,
maupun pelaku pembangunan mengetahui besar pengembang dapat membangun lebih dari itu. Dan
presentase luas lantai dasar dari keseluruhan luas kewajiban pembangunan 20% rumah susun umum
lahan. Jadi, sebelum membangun rumah susun tersebut dapat dituangkan dalam bentuk konversi uang
komersial, perlu untuk memastikan suatu daerah atau pembangunan fisik sesuai dengan aturan
tersebut dapat cukup ruang dalam hal pembangunan pemerintah daerah setempat (perumahan.pu.go.id
rumah susun komersial. Jika saja pelaku 2020).
pembangunan menggunakan jasa arsitek, maka Terdapat pengaturan lain yang terdekat dengan
mereka sudah pasti akan mempertimbangkan berbagai UU Rumah Susun yaitu UU Nomor 1 Tahun 2011
peraturan bangunan termasuk Koefisien Dasar tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Bangunan (Kurniawati n.d.). Sehingga dalam (Permukiman n.d.), norma aturan kewajiban hunian
menentukan berapa meter persegi total bangunan berimbang untuk rumah tapak tidak diterapkan dalam
diijinkan untuk dibangun, juga menentukan berapa jumlah kuantitatif seperti Pasal 16 ayat (2) UU Rumah
tingkat bangunan bisa dibuat diperlukan aturan KLB Susun. Bentuk kebijakan penentuan luasan rumah
itu sendiri agar memperoleh lingkungan dan bangunan susun umum dengan minimal sebesar 20% adalah
yang aman, tertib, dan aman. dilakukan dalam beberapa tahapan perancangan
Terkait hal tersebut, maka sebelum didirikan rumah susun menggunakan konsep modular (PUPR
bangunan rumah susun, maka ketahuilah dulu dalam 2018). Tahapan Perancangan Rumah Susun
KLB dari lahan yang dibangun. Dengan mengetahui Menggunakan Konsep Modular yaitu dibagi menjadi
KLB dari lahan yang akan dibangun, akan mudah bagi empat tahap, yaitu:
pelaku pembangunan dalam menghitung keseluruhan 1. Menentukan pilihan jenis rumah susun (UU
lantai bangunan sehingga dapat memperkirakan Rumah Susun)
berapa jumlah lantai yang dapat dibangun yang dalam 2. Persiapan Perancangan (Menentukan: Bentuk
arti untuk menentukan 20% lantai rumah susun umum Massa Rusun, Tapak tempat rusun didirikan,
dalam Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun. Setiap aktivitas dan kebutuhan ruang publik dalam
10.000 m2 rumah susun komersial yang dibangun, rusun)
maka pengembang wajib membangun rumah susun 3. Menentukan Modul Sarusun (Modul dasar,
umum seluas 2.000 m2. Hitungan tersebut ditinjau modul dasar ruang, modul sarusun)
pula dari sisi KDB, KLB, RTRW, dan RDTR wilayah 4. Merancang Bentuk Massa Rusun dan Sarusun
setempat. Rumah susun umum yang dibangun (Konfigurasi: tatanan Sarusun sesuai bentuk
diperbolehkan untuk tidak dalam 1 hamparan Massa Rusun, Konfigurasi tatanan ruang-ruang
(flexible), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat pendukung aktivitas penghuni, Konfigurasi
(3) UU Rumah Susun yang menegaskan “Kewajiban rancangan Massa rusun dalam Site).
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan Hal ini akhirnya menimbulkan dua makna atau
diluar lokasi kawasan rumah susun komersial pada penafsiran kepada pihak-pihak terkait, terutama dalam
kabupaten/kota yang sama”. Sebagai contoh, melaksanakan pembangunan rumah susun. Penjabaran
pengembang telah membangun rumah susun konsep Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun diperlukan
komersial atau yang biasa disebut sebagai apartemen penegasan-penegasan tertentu, antara lain
di Kota Sidoarjo, maka untuk melaksanakan (Lumingkewas 2016):
kewajiban menyediakan kemudian membangun 20% a. Penegasan pembentukan Badan Pelaksana oleh
rumah susun umum, pelaku pembangunan tersebut Pemerintah, pemberian insentif kepada pelaku
dapat membangun rumah susun umum di Kab. pembangunan rumah susun komersial serta
Sidoarjo dengan menyesuaikan harga tanah dan lain- memberikan bantuan dan kemudahan untuk
lain. Namun, pemerintah tidak menjelaskan kewajiban pemilikan sarusun bagi MBR;

10
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

b. Penegasan terkait waktu dan selesainya menunjukkan jumlah masyarakat yang memerlukan
pembangunan rumah susun sebagai rumah semakin tinggi. Sedangkan data Kementerian
pelaksanaan kewajiban dari Pasal 16 ayat (2) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak
UU Rumah Susun; 1,2 juta unit rumah telah berhasil di bangun per 31
c. Penegasan klasifikasi MBR dilakukan melalui Desember 2019, dengan rincian 945.161 unit
Peraturan Pemerintah. diantaranya untuk MBR dan 312.691 unit untuk non-
Walaupun terdapat larangan dan sanksi pidana MBR (medcom.id 2020). Sehingga terlihat
sebagai akibat bagi para pelaku pembangunan rumah pembangunan saat ini di Indonesia terkesan lambat
susun, namun secara hal teknis tidak ditertibkan dan jika melihat peningkatan jumlah masyarakatnya
kendala yang peneliti rasa patut dikaji dalam adalah tersebut.
tidak lengkapnya penjelasan dalam UU Rumah Susun Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun
dengan tidak adanya badan antar organ yang ditunjuk memberikan ketidakpastian dalam hal jangka waktu
dalam pengawasan pembangunan rumah susun penyediaan pembangunan rumah susun umum oleh
sehingga banyak proyek pelaksanaan pembangunan pelaku pembangunan rumah susun komersial.
rumah susun yang memiliki kompleksitas Sebagaimana hal tersebut tertuang di dalam Pasal 16
permasalahan dan lebih banyak ditemukan pada hal ayat (2) UU Rumah Susun yang menjelaskan bahwa
teknisnya (Gumansing Christie 2019). “Pelaku pembangunan rumah susun komersial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka penulis
menyediakan rumah susun umum sekurang-
memiliki poin-poin terkait penentuan 20%
kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas
pembangunan rumah susun umum yang merupakan
lantai rumah susun komersial yang dibangun.”
kewajiban pelaku pembangunan rumah susun
Selanjutnya, bunyi Pasal 34 ayat (2) (PP No.
komersial:
14 Tahun 2016 n.d.), “Kewajiban sebagaimana
a) Bersifat wajib bagi pelaku pembangunan dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk badan
rumah susun komersial; hukum yang membangun perumahan yang
b) Bersifat minimal, pelaku pembangunan dapat seluruhnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
membangun lebih dari 20%; rumah umum.” Selanjutnya di dalam Pasal 40 ayat
(1) UU PKP menjelaskan, “Dalam melaksanakan
c) Hitugan 20% tersebut terletak pada luas tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal
lantai bangunan rumah susun komersial yang 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
selesai dibangun, bukan saat rencana. menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan
Penentuan tersebut dengan memperhatikan yang menangani pembangunan perumahan dan
metode kepadatan bangunan yaitu KDB dan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan
KLB. perundang-undangan.”
d) Dapat dituangkan bentuk konversi uang atau Kedua Pasal tersebut memiliki kesamaan
pembangunan rumah susun umum langsung terkait kewajiban dari pelaku pembangunan rumah
yang disesuaikan dengan peraturan daerah susun, namun masih belum ada batas atau jangka
setempat; waktu terkait penyediaan rumah susun umum. Terkait
besar prosentase minimal pembangunan, belum ada di
e) Pelaksanaan pembangunannya sangat dalam UU PKP dan PP No.14/2016 tersebut. Namun
flexible karena dapat dibangun pada lokasi secara eksplisit pelaku pembangunan perumahan di
kabupaten atau kota yang sama dengan dalam UU PKP adalah badan hukum yang
rumah susun komersial; melaksanakan tanggung jawab dalam hal
Pengaturan Terkait Kewajiban Pembangunan pembangunan rumah umum, rumah khusus dan rumah
Rumah Susun Umum Oleh Pelaku Pembangunan negara sebagaimana sesuai tugas dari Pemerintah
Rumah Susun Komersial Telah Memberikan dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
Kepastian Hukum Mengenai Jangka Waktu peraturan perundang-undangan.
Penyediaan Rumah Susun Umum Adanya kewajiban pembangunan tersebut
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), membuat pelaku pembangunan rumah susun
persentase keluarga yang memiliki rumah mengalami komersial mendapatkan ketidakpastian hukum yang
penurunan pada tahun 2015 sebesar 82,63% menjadi kemudian timbul problematika yuridis terkait kapan
80,02% pada tahun 2018. Penurunan tersebut waktu penyediaan hingga proses pembangunan

11
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

tersebut akan mereka jalankan. Karena atas hal Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik
tersebut banyak dari pelaku pembangunan rumah Indonesia Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan
susun komersial tidak melaksanakan dari apa yang Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10
tertera di dalam UU Rumah Susun yaitu di Pasal 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan
ayat (2). Sehingga dalam hal terjadinya kekosongan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang.
hukum diakibatkan tidak ada atau diberikannya jangka Pasal 28 UUD 1945 menegaskan bahwa
waktu penyediaan rumah susun umum berkonotasi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
rancu dan bingung dalam pelaksanaan atau menunggu bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
pembangunan rumah susun umum dan mengakibatkan hidup yang baik dan sehat serta mendapatkan
muncul penafsiran yang bermacam-macam. pelayanan kesehatan.” Isi Pasal tersebut
Untuk mengatasi problematika yuridis menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia tanpa
mengenai kekosongan hukum terkait tidak adanya terkecuali mempunyai hak yang sama salah satunya
jangka waktu penyediaan rumah susun umum oleh bertempat tinggal dengan layak, MBR adalah salah
pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud diatas, satu yang kena imbas paling besar atas hal tersebut,
yaitu dengan melihat pekerjaan kembali penyusunan karena ia membutuhkan tempat tinggal terjangkau di
Undang-undang, terbagi ke dalam dua macam solusi, wilayahnya, perlunya dukungan berbagai pihak agar
penyusun Undang-undang baik itu Legislatif maupun turut serta meringankan beban dengan menyiapkan
Eksekutif tidak secara spesifik menentukan isi aturan hunian yang layak seperti rumah susun umum.
tersebut, namun diserahkan kepada hakim. Sehingga Bersamaan dengan hal tersebut, Pasal 9 ayat
hakim terpaksa mengisi kekosongan hukum tersebut (2) UUPA menegaskan bahwa “Tiap-tiap warga
yang tidak berarti mengubah perubahan sesuai prinsip negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
awal dari lembaga Legislatif dan Eksekutif pada mempunyai kesempatan yang sama untuk
sistem hukum yang berlaku. memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk
Faktor lainnya yaitu penyusun undang-undang mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri
kerap kali ketinggalan dengan kejadian-kejadian sosial sendiri maupun keluarganya.” Tanpa terkecuali,
yang timbul di masyarakat. Hakim berkerja dengan semua penduduk pribumi memiliki hak yang sama
melebihkan Undang-undang tersebut. Pekerjaan dalam hal memiliki tanah yang ada di wilayah tempat
hakim yang melebihkan suatu Undang-undang tinggalnya, termasuk kepemilikan satuan rumah susun
dimaksudkan hakim mengisi kekosongan dalam dapat dimilik baik oleh perseorangan maupun badan
sistem hukum formal dari tata hukum yang berlaku. hukum yang memenuhi persyaratan sebagai
Oleh sebab itu, dalam hukum mengisi kekosongan di pemegang ha katas tanah. Disamping itu, peranan
dalam Undang-undang, hakim terdesak untuk asas-asas dalam penyelenggaraan rumah susun
mengisinya, yang mana penambahan tersebut tidak memiliki 13 (tiga belas) macam, yaitu menurut Pasal 2
terlalu signifikan yang menyebabkan timbulnya UU Rumah Susun yang menegaskan:
perubahan prinsip. “Penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada:
Dalam menganalisa pelaku pembangunan a. Kesejahteraan;
rumah susun komersial dalam menyediakan rumah b. Keadilan dan Pemerataan;
susun umum, penulis memiliki pengaturan diatur c. Kenasionalan;
dalam UUD 1945, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang d. Keterjangkauan dan Kemudahan;
Undang-Undang Pokok Agraria, UU Nomor 20 Tahun e. Keefisienan dan Kemanfaatan;
2011 tentang Rumah Susun, UU Nomor 1 Tahun 2011 f. Kemandirian dan Kebersamaan;
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU g. Kemitraan;
no. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, PP No. h. Keserasian dan Keseimbangan;
36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang- i. Keterpaduan;
Undang Nomor 28 Tahun 2002, PP No. 14 Tahun j. Kesehatan;
2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan k. Kelestarian dan Berkelanjutan;
Kawasan Permukiman, Peraturan Menteri Pekerjaan l. Keselamatan, Kenyamanan, dan
Umum dan Perumahan Rakyat No.11/PRT/M/2019 Kemudahan; dan
tentang Perjanjian Pengikatan Jual-Beli, Peraturan m. Keamanan, Ketertiban, dan Keteraturan
Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Asas-asas diatas memiliki kekuatan dalam
tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan penyelenggaraan payung hukum rumah susun di
Permukiman Dengan Hunian Berimbang, dan Indonesia. MBR salah satu yang berhak mendapatkan

12
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

kesejahteraan dan keadilan dalam hunian yang layak rumah susun khusus; pemanfaatan barang milik
dan terjangkau. Hal ini betujuan agar prospek negara/daerah yang berupa tanah dan pendayagunaan
pembangunan rumah susun terjaga dan sesuai dengan tanah wakaf; kewajiban pelaku pembangunan rumah
yang diharapkan penghuni rumah susun itu sendiri. susun komersial untuk menyediakan rumah susun
Sehubungan dengan Pasal 16 ayat (2) UU Rumah umum; pemberian insentif kepada pelaku
Susun dapat melahirkan pertanyaan, apakah rumah pembangunan rumah susun umum dan rumah susun
susun yang dibangun itu luas lantainya yang sekurang- khusus; bantuan dan kemudahan bagi MBR dalam
kurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun memiliki satuan rumah susun; serta perlindungan
komersial yang dibangun, ataukah dana konsumen (Murhaini 2015).
pembangunannya yang sekurang-kurangnya 20% dari Pada kenyataan tujuan pengaturan
total luas rumah susun komersial yang dibangun penyelenggaraan rumah susun dalam UU No.20/2011
(Lumingkewas 2016). salah satunya untuk menjamin terpenuhinya
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau,
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan utamanya bagi MBR. Penyelenggaraan rumah susun
Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 lebih diutamakan untuk rumah susun yang bersifat
tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan komersial, yaitu rumah susun menengah dan mewah
Permukiman Dengan Hunian Berimbang menyatakan berupa apartemen dan kondominium (Murhaini 2015).
dalam Pasal 9A ayat (1) (Peraturan Menteri Kewajiban 20% tersebut, hanya Provinsi DKI Jakarta
Perumahan Rakyat No. 7 Tahun 2013 n.d.) yang melakukan amanat sesuai Pasal 16 UU Rumah
“Pembangunan hunian berimbang dilaksanakan Susun tersebut. Sebagaimana tertuang dalam
bersamaan secara proporsional antara rumah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 112 Tahun
mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana.” 2019 tentang Tata Cara Pemenuhan Kewajiban
Pasal tersebut menyatakan bahwa pelaku Pembiayaan dan Pembangunan Rumah Susun
pembangunan jika akan melakukan pembangunan Murah/Sederhana Melalui Konversi Oleh Para
rumah susun mewah, menengah, dan sederhana Pemegang Izin Pemanfaatan Ruang. Pembangunan
haruslah menerapkannya sepadan. Dilanjutkan di yang dimaksud adalah pembangunan Rusunawa
Pasal 9A ayat (2) Permenpera No.7/2013 menyatakan Pulogebang, Jakarta Timur yang merupakan
“Dalam hal membangun rumah mewah, setiap orang kompensasi dari 18 pelaku pembangunan atas
wajib membangun sekurang-kurangnya rumah kewajibannya dengan dikoordinir DPP REI di atas
menengah 2 (dua) kali dan rumah sederhana 3 (tiga) lahan yang sudah disediakan oleh Pemprov DKI
kali jumlah rumah mewah yang akan dibangun.” Isi Jakarta. Saat ini, Rumah Susun Pulogebang telah
pada Pasal 9A Permenpera No.7/2013 tersebut secara diserah terimakan kepada Pemda DKI yang kemudian
eksplisit mengandung politik hukum terkait oleh Pemda DKI dijadikan Rusunawa
pembangunan rumah susun umum. (perumahan.pu.go.id 2020).
Politik hukum menurut Padmo Wahjono Kekosongan hukum yang ada di dalam UU
mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar Rumah Susun diakibatkan oleh ketentuan yang diatur
yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum dalam Pasal 16 ayat (2) UU Rumah Susun yang tidak
yang akan di bentuk (Thohari 2004). Bahwa mencantumkan kepastian kapan batas waktu
keberpihakan pemerintah terkait hunian berimbang pembangunan rumah susun umum tersebut
disampaikan dalam perbandingan 3:2:1 atau rumah berlangsung. Menurut penulis, dengan menggunakan
sederhana berbanding rumah menengah berbanding konstruksi argumentum per analogiam maka tidak ada
rumah mewah yang telah disepakati pemerintah. batas waktu pembangunan pada rumah susun umum
Karena pada UU No.20/2011 melahirkan Permenpera hingga peraturan daerah menegaskan hal yang lebih
No.7/2013 yang sebelumnya Permenpera No.10/2012 konkret lagi terkait ketentuan pembangunan 20%
yang sudah barang tentu Permenpera ini merupakan rumah susun umum. Terkait hal tersebut, Pemerintah
amanat UU No.20/2011 untuk lebih menjabarkan lagi sangat sedikit melakukan pembangunan rumah susun
mengenai konsep hunian berimbang. Pada dasarnya sederhana (rusuna) bagi kepentingan rakyat kecil.
penjelasan dalam pengaturan penyelenggaraan rumah Kebijakan pembangunan rumah susun sederhana
susun dalam UU No.20/2011 salah satunya mengenai untuk kepentingan MBR ternyata bergantung pada
jaminan kepastian hukum kepemilikan dan kepentingan masing-masing rezim pemerintah dari
kepenghunian atas sarusun bagi MBR; adanya badan dulu hingga saat ini. Daerah lainnya masih belum
yang menjamin penyediaan rumah susun umum dan menerapkan kewajiban 20%, hal ini dikarenakan

13
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

belum tersusunnya RP3KP (Rencana Pembangunan Dari ketentuan pengaturan diatas, minimnya
dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan kepastian hukum mengenai jangka waktu penyediaan
Permukiman), sebagian besar pemerintah daerah rumah susun umum. Sehingga perlu aturan pelaksana
tersebut belum mengetahui kewajiban adanya aturan terkait kepastian jangka waktu terhadap pembangunan
kewajiban ini. Fokus pemerintah daerah selain DKI rumah susun umum ini. Belum diterbitkannya
Jakarta ini adalah terhadap supply hunian baik berupa Peraturan Pemerintah sebagai pendamping UU
rumah susun yang didanai dengan dana APBD Rumah Susun, menjadikan kewajiban pelaku
maupun rumah susun komersial oleh pelaku pembangunan yang menyediakan 20% rumah susun
pembangunan. Besar harapan agar pemerintah daerah umum tersebut belum memiliki kepastian hukum yang
lainnya segera menyusun dan mengimplementasikan tetap. Sehingga rujukan peraturan yang dipakai hanya
RP3KP (perumahan.pu.go.id 2020). meliputi UU Rumah Susun dan Permenpera tersebut.
RP3KP merupakan dokumen perencanaan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai rumah
umum penyelenggaraan perumahan dan kawasan susun pun masih tahap digodok dan belum pasti terbit
permukiman (PKP) yang terkoordinasi dan terpadu pada publik.
secara lintas sectoral dan lintas wilayah administratif. Menurut laman berita (Kompas 2013),
Dalam konteks perencanaan, RP3KP merupakan: menyebutkan “Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
1. Skenario pembangunan perumahan dan mengatakan akan terus mengejar pengembang rumah
kawasan permukiman di daerah (Provinsi, susun komersial dan menagih pembangunan rumah
Kabupaten, dan Kota); susun umum. Berdasarkan aturan, pengembang
2. Merefleksikan akomodasi terhadap aspirasi tersebut diwajibkan untuk menyerahkan fasilitas
masyarakat dalam pembangunan perumahan sosial dan fasilitas umum untuk pemerintah”. Dalam
dan kawasan permukiman yang layak huni; sepenggal isi berita tersebut tersirat makna bahwa
3. Acuan bagi seluruh pelaku pembangunan pada tahun 2013 bentuk batasan waktu dalam
perumahan dan kawasan permukiman dalam menyediakan rumah susun umum belum ada,
menyusun dan menjabarkan kegiatannya sehingga pelaku pembangunan rumah susun komersial
masing-masing (hrcindonesia 2018). masih memiliki hutang terkait pembangunan rumah
Pasal 6 ayat (1) UU Bangunan Gedung (UU susun umum di wilayah DKI Jakarta, mengingat dari
No. 28/2002 n.d.) menjelaskan, “Fungsi bangunan 2011 hingga 2013 pembangunan rumah susun
gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus komersial rampung, namun bangunan rumah susun
sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam umum belum juga disediakan. Sehingga MBR yang
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang merupakan bakal calon penghuni merasakan
Wilayah Kabupaten/Kota.” Peruntukkan bangunan dampaknya selain dari Pemerintah Daerah sendiri.
seharusnya diimbangi dengan kebutuhan yang Pasal 6 ayat (1) (Peraturan Pemerintah Nomor
diperlukan Kabupaten/Kota yang bersangkutan 36 Tahun 2005 n.d.) bahwa “Fungsi dan klasifikasi
tersebut terkait rumah susun, perkantoran, mall, dan bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan
lain sebagainya. Pasal 14 huruf e menegaskan salah lokasi yang diatur dalam RTRW kabupaten/kota,
satu tugas pemerintah provinsi yaitu menyusun RDTRKP, dan/atau RTBL.” Terkait hal tersebut,
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan maka pembangunan rumah susun haruslah melihat
dan kawasan permukiman (RP3KP) lintas RTRW Kabupaten/kota setempat terkait perizinan
kabupaten/kota. Lingkup wilayahnya pada seluruh lokasi yang ditunjuk. RDTR yaitu peraturan zonasi
wilayah administrasi provinsi dan mengatur PKP untuk membangun izin bangunan yang kemudian
lintas kabupaten/kota. Salah satu tugas pemerintah saling berkaitan satu sama lain dalam hal bangunan
kabupaten/kota yang tercantum dalam UU PKP pada gedung yang akan dibangun.
Pasal 15 huruf e adalah menyusun rencana Maka dari itu, masyarakat berpenghasilan
pembangunan dan pengembangan perumahan dan rendah ini perlu dukungan dari pemerintah terkait
kawasan permukiman (RP3KP) di tingkat hunian yang sesuai untuk kebutuhan mereka. Adanya
kabupaten/kota. Lingkup wilayah RP3KP rusuna, rusunawa, dan rusunami ditengah-tengah
Kabupaten/kota meliputi PKP pada kawasan padatnya kota merupakan jalan dari pemerintah,
kabupaten/kota serta perumahan kumuh dan karena seharusnya setiap masyarakat menginginkan
permukiman kumuh dengan luas kurang dari 10 Ha tinggal pada rumah tunggal. Beberapa masalah yang
(hrcindonesia 2018). kerap kali menimpa masyarakat berpenghasilan
rendah adalah (Siswono Yudhohusoso 1991):

14
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

a. Masyarakat berpenghasilan rendah belum dikemukakan oleh Prof. Dr. Kusumaatmaja, S.H yaitu
terbiasa tinggal di rumah susun. Karena bahwa hukum adalah sebagai sarana pembaharuan
keterbatasan yang ada di dalam rumah susun masyarakat (Rustandi 1983).
yaitu, keterbatasan fisik rumah ataupun Untuk itu dalam UU Rumah Susun saat ini
keterbatasan lain berupa peraturan-peraturan diperlukan perubahan terhadap UU Rumah Susun
yang harus dipenuhi. terutama terkait kepastian mengenai kewajiban
b. Biaya pembangunan rumah susun lebih pembangunan rumah susun umum dan untuk itu
mahal bila dibandingkan biaya pembangunan dibutuhkan Peraturan Pemerintah sebagai aturan
rumah tak bersusun. pelaksana dari Peraturan Perundang-undangan terkait
c. Masyarakat golongan berpenghasilan rendah rumah susun ini. Serta diharapkan kepada Real Estate
belum mampu untuk tinggal di rumah susun, Indonesia (REI) dapat mendukung upaya pemerintah
karena tinggal di rumah susun itu ada dalam menyediakan tempat tinggal yang layak bagi
berbagai kewajiban, misalnya memelihara masyarakat khususnya MBR. Agar proses percepatan
bagian bersama dan benda bersama secara pembangunan rumah, yaitu rumah susun umum segera
proporsional dengan biaya yang tidak murah terelealisasikan dan kepastian hukum terkait jangka
yang wajib dipenuhi. waktu penyediaan juga terwujudkan.
Keadaan tersebut berbanding jauh dari
harapan pembangunan rumah susun yang termaktub PENUTUP
didalam UU Rumah Susun. Untuk menegaskan, Kesimpulan
sebaiknya pelaku pembangunan rumah susun Penentuan luas 20% dalam menyediakan
mengajukan lampiran Izin Mendirikan Bangunan rumah susun umum yang dilakukan oleh pelaku
(IMB) kepada Pemerintah Daerah sehingga pembangunan rumah susun komersial dihitung pada
memprioritaskan pembangunan rumah susun seluruh luas lantai rumah susun komersial yang
sederhana yang dimaksudkan kepada MBR yang dibangun. Masalah tersebut merupakan masalah yang
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan belum terpecahkan hingga saat ini. Namun, saat akan
penduduk menengah ke atas yang sebenarnya secara membangun rumah susun hal yang perlu dicermati
ekonomis lebih mudah dalam memiliki hunian, Pemerintah Daerah dan pelaku pembangunan adalah
termasuk rumah susun (apartemen). KLB, KDB, RTRW, dan RDTR bangunan.
Berkaitan dengan materi diatas, pengaturan Sedangkan berkaitan dengan materi diatas, pengaturan
jangka waktu penyediaan rumah susun umum belum jangka waktu penyediaan rumah susun umum tersebut
pasti dan belum ada didalam peraturan perundang- belum pasti dan belum ada didalam peraturan
undangan yang menjadi bagian dari rumah susun. perundang-undangan yang menjadi bagian dari rumah
Perlu untuk mengkaji ulang terkait UU Rumah Susun susun. Perlu untuk perubahan UU Rumah Susun,
ini. Selain itu, Peraturan Pemerintah seharusnya khususnya Pasal 16 ayat (2) ini. Selain itu, Peraturan
segera diselesaikan mengingat persoalan rumah susun Pemerintah seharusnya segera diselesaikan mengingat
ini semakin merumitkan beberapa pihak. Dalam hal persoalan rumah susun ini semakin merumitkan
ini, maka data fisik dan data yuridis dari bidang tanah beberapa pihak.
dan satuan satuan rumah susun yang sudah terdaftar
terbuka untuk umum (Dewi 2020). Saran
UU Rumah Susun saat ini bertujuan dalam hal Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis
pengawasan terhadap penyelenggaraan rumah susun memberikan saran: kepada Pemerintah, khususnya
sehingga berguna untuk memenuhi kebutuhan sosial, yang berkaitan dengan ini adalah Kementerian
ekonomi, dan kewajiban pemerintah dalam Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen
memberikan hunian bagi masyarakat berpenghasilan PUPR) untuk segera menggagas aturan pendamping
rendah, dan tercipta ketertiban dan keterturan untuk dari UU Rumah Susun yaitu berupa Peraturan
terwujud tujuan hukum. Hukum diterapkan salah satu Pemerintah karena perlu pembahasan lebih detail
tujuannya adalah agar memperoleh kepastian hukum terutama dalam menakar kewajiban pelaku
bagi para pihak, hal ini pada teori yang dikemukakan pembangunan rumah susun komersial dalam
oleh Van Kan (Supyan 2016). Van Kan yang menyediakan 20% rumah susun umum. Mengingat
berpendapat tujuan hukum adalah untuk menjamin jumlah MBR semakin meningkat dibandingkan
kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat. jumlah rumah yang telah terbangun. Terkait hal
Hukum juga hendaknya memperhatikan teori yang tersebut maka kepastian hukum mengenai jangka

15
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

waktu serta penentuan 20% rumah susun umum Penerapan Pasal 109 Menurut Undang-Undang
segera disusun lebih baik dan direalisasikan demi Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.”
kepentingan masyarakat khususnya MBR. Lex Privatum V(4).
Evan, Tanawijaya dan Evangelista. 2018. “Analisis
Mengenai Pertanggungjawaban Pengembang
DAFTAR PUSTAKA
Rumah Susun Terkait Ketiadaan Sertifikat Laik
Buku Fungsi Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Junto
Ananta Wida Peace, Andika Wijaya. 2017. Hukum
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
Bisnis Properti Indonesia. Jakarta: PT
Tentang Bangunan Gedung (Studi Kasus
Grasindo.
Apartemen Cilan.” Jurnal Hukum Adigama
Dewi, Gusti Ayu Gangga. 2020. Hukum Agraria Di 1(20):1–24.
Indonesia. Surabaya: Jakad Media Publishing.
Gumansing Christie. 2019. “Problemetika Yuridis
Dianta, I. Made Pasek. 2015. Metodologi Penelitian Belum Diterbitkannya Peraturan Pemerintah
Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Hukum. Susun.” Jurnal Hukum Dan Kenotariatan 3(2).
Elly Erawaty, Badudu. 1996. Kamus Hukum Hartanto, Andy. 2013. “Kepemilikan Hak Milik Atas
Ekonomi. Jakarta: ELIPS. Satuan Rumah Susun.” Journal Rechtens
2(1):1–11.
Gunanegara. 2018. Mengenal Hukum Agraria & Real
Estate Law. Jakarta: PT Tata Nusa. Hutagalung, Arie S. 2004. “Dinamika Pengaturan
Rumah Susun Atau Apartemen Indonesian
Hajati, Sri, dkk. 2017. Politik Hukum Pertanahan.
Condominium Law under Law Number 16
Surabaya: Airlangga University Press.
Year 1985 Has Been Effectived for Almost 20
Julius, Sembiring. 2017. Pengertian, Pengaturan, Years . This Paper Is Elaborated towards the
Dan Permasalahan Tanah Negara. Revisi. Biased of Condominium Law That ’ s Showed
Yogyakarta: Prenadamedia Group. in Many Reality Implementation.” Hukum Dan
Pembangunan 34:317–30.
Marzuki, Peter Mahmud. 2019. Penelitian Hukum.
14th ed. edited by Suwito. Jakarta Timur: Kusumastuti, Dora. 2015. “Kajian Terhadap
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberian
Murhaini, Suriansyah. 2015. Hukum Rumah Susun.
Subsidi Di Sektor Perumahan.” Yustisia 4(3).
Surabaya: Laksbang Grafika.
Lumingkewas, Cindy. 2016. “Analisis Yuridis
Santoso, Urip. 2014. Hukum Perumahan. Surabaya:
Pemaknaan Konsep Dalam Pasal 16 Undang-
Prenadamedia Group.
Undang Rumah Susun Bagi Masyarakat
Santoso, Urip. 2015. Pendaftaran Dan Peralihan Berpenghasilan Rendah.” Arena Hukum
Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenadamedia Group. 9(3):421–41.
Santoso, Urip. 2017. Hak Atas Tanah, Hak Nurhakim, Muhammad Aziz dan Endang
Pengelolaan, & Hak Milik Atas Satuan Rumah Pandamdari. 2019. “Pemenuhan Atas Sarana
Susun. edited by Suwito. Depok: Kencana. Dan Utilitas Pada Rumah Subsidi Mutiara Puri
Harmoni Rajeg Tanggerang Menurut Undang-
Siswono Yudhohusoso. 1991. Rumah Untuk Seluruh Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Rakyat. Jakarta Selatan: Yayasan Padamu Perumahan Dan Kawasan Permukiman.”
Negeri. Jurnal Hukum Adigama 2(2).
Rustandi, Achmad. 1983. Pengantar Teori Hukum. Rachmawati Rini. 2016. “Pemanfaatan Rumah Susun
Bandung: Multi Karya Ilmu. Dan Kebutuhan Pengembangannya Di
Suryani Irma. 2018. “Kepastian Dan Perlindungan Kabupaten Sleman.” Jurnal Bumi Indonesia
Hukum Terhadap Pembeli Rumah Susun Di 5:1–10.
Makassar.” Lex Renaissance. Sabbaruddin, Arif, Dkk. 2012. “Faktor-Faktor Desain
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Rumah Susun Dan Rumah Susun Yang Berpengaruh Pada
Apartemen. Jakarta Timur: Sinar Grafika. Kenyamanan Termal.” Jurnal Permukiman
7(2).
Thohari, Ahsin dan Imam Syaukani. 2004. Dasar-
Dasar Politik Hukum. Jakarta: PT Sukmajati, Danto dan Edy Muladi. 2013. “Kajian
RajaGrafindo Persada. Sistem Pengelolaan Bangunan Rumah Susun
Sederhana.” Jurnal Permukiman 8(1).
Jurnal/Artikel Ilmiah/Makalah
Supyan, Ina Budhiarti. 2016. “PERLINDUNGAN
Alicia, Kumesan Meinindah. 2017. “Kajian Hukum

16
Tinjauan Yuridis Terkait Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun

HUKUM BAGI PENGHUNI RUMAH Atas Peraturan Menteri Perumahan Rakyat


SUSUN DIBIDANG PENGELOLAAN No.10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
RUMAH SUSUN DI BANDUNG Perumahan Dan Kawasan Permukiman
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG- Dengan Hunian Berimbang.
UNDANG NOMOR 20.” Jurnal Wawasan
PP No. 14 Tahun 2016. n.d. PP No. 14 Tahun 2016
Hukum 34(1):87–101.
Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan
Media Massa Kawasan Permukiman.
hrcindonesia. 2018. “Mengapa Perlu RP3KP?” Rancangan Peraturan Pemerintah Rumah Susun
Hrcindonesia.Wixsite.Com, May 31. (RPP Rusun).
Kompas. 2013. “Jokowi Desak Pengembang Segera
Bangun Rusun Umum.” Kompas.Com, May 17.
Kurniawati, Diah. n.d. “Apa Itu Koefisien Dasar
Bangunan?” Arsitag.Com.
Leks, Eddy M. n.d. “Perbedaan Konsep Rumah
Susun Umum Dengan Rumah Susun Komersial
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun.”
Hukumproperti.Com.
medcom.id. 2020. “Pembangunan Rumah Tak
Sepadan Dengan Jumlah Masyarakat.”
Medcom.Id/Property/News.
perumahan.pu.go.id. 2020. “Makna Sekilas Dan
Realita Amanat ‘Kewajiban Membangun 20%
Rumah Susun Umum.’” Kementerian
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat,
Sumber Bahan Hukum
1945, UUD. n.d. “Undang-Undang Dasar 1945.”
UUPA. n.d. “Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.”
UU No. 28/2002. n.d. UU Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung.
UU Rumah Susun. n.d. “Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.”
Permukiman, UU Perumahan dan Kawasan. n.d. UU
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan
Kawasan Permukiman.
PMPU No.60/PRT/1992. n.d. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 Tentang
Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah
Susun.
PP No. 4/1988. n.d. Peraturan Pemerintah No. 4
Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. n.d.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 7 Tahun
2013. n.d. Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat No. 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan

17

Anda mungkin juga menyukai