Kelas D
Kelompok 4 :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN AJARAN
2020/2021
HUKUM PIDANA
Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafrecht”,
Straf berarti pidana, dan Recht berarti hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa
istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak pendudukan Jepang di Indonesia untuk
pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah hukum
perdata untuk pengertian burgelijkrecht dari bahasa Belanda.
3. Mendidik Seseorang
Memberikan pendidikan bagi setiap orang agar yang pernah melakukan perbuatan yang
melanggar agar tidak melakukan lagi, dan agar diterima kembali dilingkungan masyarakat.
Hal ini akan mencegah terjadinya gejala-gejala sosial yang tidak sehat atau yang
melakukan perbuatan yang dilanggar, dan hukuman untuk orang yang sudah terlanjur
berbuat tidak baik. Tentunya jika tidak ada hukum pidanan maka setiap orang akan merasa
bebas dalam melakukan pelanggaran hukum. Sehingga perbuatan yang sama akan
dilakukan secara berulang ulang. Sehingga setiap orang tidak akan merasa mendapatkan
pembelajaran dari hukum yang diterima.
Fungsi utama hukum pidana menurut aliran modern yang di pelopori oleh Von Lizt, Prins
dan Van Hamel menyatakan bahwa :
1. Fungsi utama hukum adalah memerangi kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
2. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan hukum pidana harus memperhatikan
hasil-hasil penelitian antropologis dan sosiologis.
3. Pidana merupakan suatu alat yang paling ampuh yang dimiliki Negara untuk
memerangi kejahatan namun pidana bukan satu-satunya alat, sehingga pidana jangan
diterapkan terpisah, melainkan selalu dalam kombinasi Tindakan-tindakan preventif.
Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap
perbuatan yang hendak memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa
pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada
cabang hukum lainnya sebagimana juga hukuman bagi pelanggaran ham ringan. Dapat
dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan
jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum
pidana adalah subsidair,[8] artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan
(dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai bagian dari hukum publik hukum pidana
berfungsi:
Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi
perlindungan atas berbagai kepentingan hukum.
Selain itu hukum pidana juga berfungsi dalam membatasi kekuasaan Negara, Kekuasaan
negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan melindungi kepentingan hukum
itu dapat membahayakan dan menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak
sewenang-wenang jika tidak diatur dan dibatasi sedemikian rupa, sehingga pengaturan
hak dan kewajiban negara mutlak diperlukan yang tentunya berbeda dengan cara
memberi hukuman kepada anak .
Suatu pengertian lain bahwa fungsi hukum pidana secara khusus sebagai alat untuk
menanggulangi kejahatan, dengan memasukkan pelaku tindak pidana ke dalam suatu
lembaga pemasyarakatan untuk dilakukan pembinaan, dan untuk melindungi kepentingan
hukum dari perbuatan yang hendak menginkarinya dengan sanksi pidana yang sifatnya
lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya dan juga mempunyai fungsi umum bahwa
pidana juga merupakan nestapa sehingga orang lain tidak melakukan suatu tindak pidana.
1. Hukum Pidana Objektif (Jus Poenale), adalah seluruh peraturan yang memuat
larangan-larangan atau keharusan-keharusan, dimana terhadap pelanggar peraturan
tersebut diancam dengan pidana.
2. Hukum Pidana Subjektif (Jus Poeniendi), adalah seluruh peraturan yang memuat hak
negara untuk mempidana seseorang yang melakukan tindak pidana. Hak negara untuk
mempidana itu terdiri dari: (a) Hak untuk mengancam perbuatan dengan pidana; (b)
Hak untuk menjatuhkan pidana. Hak ini juga terletak pada alat negara yang
berwenang, yaitu hakim; (c) Hak untuk melaksanakan pidana. Hak ini juga terletak
pada alat negara yang berwenang, yaitu jaksa.
Hukum pidana subjektif atau hak negara untuk mempidana harus berdasarkan hukum
pidana objektif, hal ini karena hak negara untuk mempidana itu baru ada setalah dalam
hukum pidana objektif ditentukan perbuatan-perbuatan yang diancam pidana.
1. Hukum Pidana Materiil atau Hukum Pidana Substantif, adalah seluruh peraturan yang
memuat perumusan (a) Perbuatan-perbuatan yang dapat diancam pidana. Misalnya
Pasal 338 KUHP (pembunuhan); (b) Siapakah yang dapat dipidana, atau dengan kata
lain mengatur pertanggungjawaban terhadap hukum pidana; dan (c) Pidana apakah
yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana atau hukum
Penintensier yang dimuat dalam KUHP, KUHP Militer dan lainnya.
2. Hukum Pidana Formal atau Hukum Pidana Ajektif (Hukum Acara Pidana), adalah
seluruh peraturan yang memuat cara-cara negara menggunakan haknya untuk
melaksanakan pidana. Dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
C) Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus
1. Hukum pidana nasional adalah hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah pusat dan
berlaku pada seluruh wilayah negara.
2. Hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah daerah
provinsi atau kabupaten/kota yang hanya berlaku pada daerah tersebut.
1. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd), adalah hukum pidana yang telah
dikumpulkan dan dibukukan atau dikitabkan seperti KUHP dan KUHP Militer.
1. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) adalah hukum pidana yang memuat
asas-asas umum (algemene leerstrukken) dan dimuat dalam Buku I KUHP.
2. Hukum pidana bagian khusus (bijzonder deel) adalah hukum pidana yang memuat
masalah kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran baik yang telah maupun
yang belum dikodifikasikan.
1. Hukum pidana tertulis adalah hukum pidana yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP
yang merupakan kodifikasi hukum pidana materiil atau hukum pidana substantif dan
hukum pidana formal atau hukum acara pidana
2. Hukum pidana tidak tertulis adalah hukum pidana adat, yang berdasarkan Pasal 5 ayat
(3) Undang-undang No. 1 Drt Tahun 1951 (Lembaran Negara 1951 No. 9) masih
berlaku di bekas daerah swapraja dan bekas pengadilan adat.
H) Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional
1. Hukum pidana nasional adalah hukum pidana yang memuat ketentuan-ketentuan yang
berasal dari negara itu sendiri.
2. Hukum pidana internasional adalah juga hukum pidana nasional, tetapi memuat
ketentuan-ketentuan yang berasal dari dunia internasional. Misalnya: (1) Ketentuan-
ketentuan yang mengandung asas universalitas atau hukum pidana dunia (wereld
strafrecht) yaitu pada pasal 4 butir 2 dan 4 KUHP; (2) Perjanjian antar negara
(tractaat), yaitu perjanjian ekstradisi atau penyerahan (uitleverings tractaat); dan (3)
Ketentuan-ketentuan tentang pembajakan pesawat udara yang merupakan ketentuan-
ketentuan hukum pidana internasional yang semula tidak langsung berlaku di
Indonesia, akan tetapi melalui Undang-undang No. 4 Tahun 1976 barulah berlaku di
Indonesia seperti ketentuan-ketentuan pasal 479 i, Pasal 479 j, Pasal 479 k, dan Pasal
479 l KUHP.