Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI SKRIPSI

MUS HENDRA
TINDAKAN MAIN HAKIM
SENDIRI YANG
MENGAKIBATKAN KEMATIAN
MENURUT HUKUM POSITIF DAN
HUKUM PIDANA ISLAM
Nama : Mus Hendra
Nim : 1720103068
Prodi : Hukum Pidana Islam

Pembimbing :
- Dra. Ema Fathima, M.Hum
- Jon Heri,S.H.I,M.H
01

LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang bergantung satu sama lain, dalam
ajaran agama islam manusia adalah mahluk yang sempurna dengan akal dan rasa yang
seharusnya bisa membuat mereka menjadi mahluk yang cinta akan damai hal ini bisa dilihat
dalam nilai yang sosial dan nilai agama, dalam pandangan sosial manusia adalah makhluk
sosial yang berarti manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari manusia
tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai
kedudukan dan kekayaan, dia akan selalu membutuhkan manusia lainnya.
Dalam konteks realita hukum pidana di masyarakat tidaklah semudah yang
dipaparkan karena masih terdapat banyak permasalahan yang bermunculan
terutama di antaranya permasalahan tindak pidana yang berkembang di dalam
masyarakat. Salah satu contoh kejahatan dalam kehidupan masyarakat di indonesia
adalah tindakan main hakim sendiri (eigenrichting). Tindakan main hakim sendiri
adalah perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau pelaku delik tanpa
melalui prosedur hukum, misalnya penganiayaan pencuri yang tertangkap tangan
oleh massa.
Saat ini budaya main hakim sendiri agaknya telah menjadi hal yang lumrah terjadi
dalam masyarakat kita, dan ini belum termasuk bagi mereka yang menghakimi
harta kekayaan negara yang merupakan sisi gelap lainnya yang menjadi budaya
pula di negara kita. Tindakan main hakim sendiri sangat sering terjadi di lingkungan
masyarakat, dikarenakan masyarakat dengan mudahnya terpancing emosi apabila
terjadi suatu tindak pidana.
Dalam peraturan hukum, pelaku main hakim sendiri dapat dikenakan hukuman yang
terdapat dalam kuhp pasal 170, hal ini dikarenakan tindakan main hakim sendiri
dianggap sebagai kecerobohan masyarakat dalam menghadapi suatu tindak pidana
yang terjadi.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka saya merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut,

• Bagaimana fenomena tindakan main hakim sendiri di masyarakat yang


mengakibatkan kematian ?

• Bagaimana menurut hukum pidana islam tentang tindakan main hakim


sendiri ?
Dan juga dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian kali ini adalah
sebagai berikut,

• Untuk mengetahui bagaimana fenomena tindakan main hakim sendiri di


masyarakat yang mengakibatkan kematian.

• Untuk mengetahui bagaimana menurut hukum pidana islam tentang


tindakan main hakim sendiri.
02

PEMBAHASAN
Fenomena Tindakan Main Hakim Sendiri Di Masyarakat Yang
Mengakibatkan Kematian

A. Main Hakim Sendiri Bertentangan Dengan Norma Hukum

Sesuai penjelasan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara umum konsekuensi dari sebuah Negara hukum
dalam segala bentuk keputusan, tindakan alat-alat perlengkapan Negara, segala sikap dan
tingkah laku serta perbuatan yang dilakukan oleh warga Negara harus memiliki landasan
hukum. Dengan pernyataan di atas menunjukkan bahwa hukum di Indonesia dijadikan
pelindung bagi warganya.
Segala sesuatu yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan,
masyarakat tidak dapat berbuat sewenang-wenangnya dalam melakukan
kejahatan. Menghakimi sendiri memiliki hubungan erat dengan sifat melanggar
hukum dari setiap tindak pidana. Biasanya, dengan suatu tindak pidana seseorang
menderita kerugian. Adakalanya si korban berusaha sendiri untuk menghilangkan
kerugian yang ia derita dengan tidak menunggu tindakan dari aparat negara
seperti polisi atau jaksa, yang seolah-olah ia menghakimi sendiri
Aksi main hakim sendiri masih kerap terjadi di masyarakat, tindakan main
hakim sendiri ini memiliki beberapa faktor penyebab, seperti tidak
percayanya masyarakat pada hukum yang berjalan di Indonesia,
kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hukum, serta
rasa geram dan tidak sabar atas perbuatan sang pelaku.
Padahal sudah ada pasal yang membahas tentang pidana pelaku aksi main
hakim sendiri, yaitu :

1 2 3
Pasal 351 KUHP Pasal 170 KUHP Pasal 406 KUHP

4 5
Pasal 338 KUHP Pasal 354 KUHP
B. Faktor – Faktor Main Hakim Sendiri

Tindakan main hakim sendiri, merupakan gejala sosial yang saat ini menunjukkan fenomena
yang semakin meningkat di masyarakat. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya
Eigenrichting, baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya daya
emosional, mental individu, pendidikan yang rendah dan kurangnya kesadaran hukum.
Faktor eksternal, diantaranya melemahnya wibawa hukum, kebiasaan kekerasan, intensitas
kejahatan yang semakin meningkat, adanya provokasi, keadaan anomi (perilaku tanpa arah
atau apatis) di dalam masyarakat, ketersinggungan dalam kehidupan yang sensitive.
Upaya penanggulangan Eigenrichting antara lain dilakukan dengan
tindakan pre-emptif, preventif, tindakan abolionistik, yaitu dengan cara
memantau perkembangan emosi warga, menghilangkan kondisi anomi
dalam masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan, menghilangkan
kebiasaan kekerasan, mencegah terjadinya kejahatan di masyarakat.
Upaya terakhir apabila terjadi tindakan main hakim sendiri, maka akan
diambil tindakan represif.
C. Upaya Penegak Hukum Untuk Menghentikan Perbuatan Main Hakim
Sendiri

Dalam perbuatan main hakim sendiri ada faktor yang menyebabkan mengapa
seseorang melakukan tindakan main sendiri, di samping itu di dalam perbuatan
main hakim sendiri ada juga suatu upaya mengatisipasi atau mencegah terjadinya
tindakan main hakim sendiri. Masyarakat pada umumnya mengharapkan adanya
suatu pergerakan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di dalam
instansi lembaga hukum (polisi, jaksa, hakim) untuk lebih berperan aktif dalam
melakukan suatu tindakan untuk menanggulangi tindakan main sendiri.
Perbuatan main hakim sendiri ini yang terlibat adalah sekelompok orang
yaitu masyarakat yang melakukan suatu perbuatan tersebut, bila yang
melakukan adalah sekelompok orang berarti banyak masyarakat yang ikut
serta di dalam perbuatan main hakim sendiri ini, lebih dari itu masyarakat
melakukan tindakan anarkis, melakukan tindakan tersebut dengan
kekerasan, dan pengeroyokan.
Sudah sangat jelas bahwa tindakan main hakim sendiri itu dilarang oleh
undang-undang, akan tetapi masyarakat lebih memilih melakukan
penghakiman dengan caranya sendiri dari pada menyerahkannya kepada
pihak yang berwenang, masyarakat masih rendah kepercayaan terhadap
hukum yang berlaku, bila masyarakat itu mengerti akan hukum dan
mempercayai hukum maka masyarakat akan menyerahkannya pada pihak
yang berwenang.
Peraturan perundang-undang khususnya KUHP belum mengatur secara
khusus mengenai main hakim sendiri, lantas bukan berarti KUHP tidak
dapat diterapkan sama sekali jika terjadi perbuatan main hakim sendiri. Di
dalam KUHP yang berkaitan dengan tindakan main hakim sendiri diatur
dalam Pasal 351 tentang Penganiayaan.
Hal ini dapat diancamkan atas tindakan main hakim sendiri yang
dilakukan di depan umum, yaitu Pasal 170 tentang Kekerasan. Ketika
seseorang melakukan tindakan main hakim sendiri maka pasal-pasal
tersebut dapat dikenakan kepada siapa saja yang melakukan tindakan
tersebut, baik itu melakukannya karena faktor emosional, ikut-ikutan,
kurang mempercayai hukum, dan situasi.
Tindakan seperti main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam hukum,
sehingga dapat dikenakan terhadap orang yang melakukannya. Adapun bila
orang yang melakukan tindakan main sendiri itu sampai mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang maka dapat dikenakan dalam Pasal 338 KUHP
tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, yang berbunyi “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Adapun cara mengantisipasi/mencegah terjadinya main hakim sendiri
dengan melakukan tindakan preventif, tindakan preventif merupakan upaya
pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya peristiwa pidana dalam hal
penanggulangan kejahatan. Tindakan preventif yang dilakukan yaitu,
Preventif (Pencegahan)

Membangun kewibawaan dan kepastian hukum yang memenuhi rasa


keadilan masyarakat. Perilaku menyimpang dalam masyarakat seperti
perbuatan main hakim sendiri tentunya harus segera diobati. Untuk
menemukan obat pertama kali perlu dikenali akar permasalahan munculnya
tindakan main hakim sendiri tersebut. Mengingat bahwa akar masalahnya
adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum, maka fungsi
hukum perlu dilaksanakan secara konsekuen dan professional oleh aparat
penegak hukum.
Membangun dan menguatkan system hukum yang berfungsi sesuai treknya,
tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun yang berurusan dengan hukum.
Rakyat berharap hukum bukan sekedar produk politik untuk melindungi
kepentingan tertentu, melainkan yang berkeadilan, melindungi semua orang
dan golongan tanpa diskriminasi. Upaya ini pada akhirnya akan
menumbuhkan kewibawaan dan kepastian hukum yang memenuhi rasa
keadilan masyarakat.
Himbauan dan penyuluhan hukum, maksudnya dalam membangun kesadaran
dan kepatuhan hukum, kepolisian melalui Bapemkamtibmas (Badan Pembina
Ketertiban dan Keamanan Masyarakat) menggalakkan sosialisasi/penyuluhan
hukum. Hal tersebut diharapkan agar masyarakat memahami bahwa tindakan
main hakim sendiri adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum dan
dapat dipidanakan.
Represif (Penindakan)

Proses hukum terhadap perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat tetap bisa diproses secara hukum, sama halnya dengan perbuatan
perbuatan hukum lainnya. Pelaku tindakan main hakim sendiri ini tetap bisa
ditangkap namun pada prakteknya jarang terjadi dikarenakan yang menjadi
korban penghakiman massa ataupun keluarganya tidak melaporkan atau
mempermasalahkan penganiayaan atau pengeroyokan yang dialaminya.
Dalam penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan
lembaga hukum gagal dalam menjalankan tugasnya dengan benar, jika
suatu tugas atau aturan itu sudah dikatakan berhasil maka masyarakatlah
yang menilainya dan berkemauan mengikuti segala aturan hukum yang
ada, contoh dari kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
yaitu dengan adanya aksi tindakan main hakim sendiri, itu sudah
mencerminkan kegagalan penegak hukum dalam menumpas tindak
kejahatan.
Dan contoh kedua kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
yaitu masyarakat sering kali menemukan adanya keganjilan dalam proses
penegakkan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian, masyarakat
berpresepsi bahwa seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat
begitu saja keluar dari tindakan kasus tersebut.
Dengan kata lain pihak kepolisian dapat saja melepaskan seseorang yang
melakukan tindak pidana karena orang tersebut telah membayar kepada
pihak Kepolisian agar kasusnya dapat terselesaikan dan kemudian bebas,
hal itulah yang membuat masyarakat tidak lagi dapat sepenuhnya
mempercayai adanya proses penegakkan hukum yang adil, baik, dan
benar.
Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Main Hakim
Sendiri

Akhir akhir ini fenomena tindakan main hakim sendiri di masyarakat mulai meresahkan.
Kenapa hal itu bisa terjadi pada masyarakat kita dan apakah tindakan itu diperbolehkan?
Dari survei yang dilakukan oleh lembaga terpercaya, empat faktor terbesar yang
menyebabkan masyarakat ingin main hakim sendiri yaitu rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap aparat hukum akan bertindak adil, proses hukum mudah diintervensi,
banyak politisi yang terjerat kasus korupsi dan pembiaran penegakan hukum.
Tindakan main hakim sendiri merupakan suatu tindakan yang dilarang menurut
peraturan perundang undangan di Indonesia terlebih lagi menurut Syari'at Islam.
Kenapa ? Karena hal itu, keadilan tidak akan didapatkan. Seseorang yang
mencuri ayam harus mat dihajar massa, seorang jambret dibakar hidup hidup
hingga mati dan lain sebagainya. Tentu hal itu bukanlah keadilan yang didapat,
bahkan pelaku tindakan main hakim sendiri sudah melakukan perbuatan keji
yang sungguh dilarang dalam ajaran Islam.
Dalam hukum pidana Islam istilah tindak pidana biasa disebut dengan
kata jarimah, yang berarti tindak pidana. Kata lain yang sering digunakan
untuk pidana istilah jarimah ialah jinayah. Hanya di kalangan fuqaha istilah
jarimah pada umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap
perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik mengenai jiwa ataupun lainya.
Sedangkan jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan
perbuatan pelanggaran mengenai jiwa atau anggota badan, seperti
membunuh dan melukai anggota badan tertentu.
Setiap tindak pidana dalam hukum Islam memiliki unsur-unsur tertentu
apabila seseorang telah memenuhi syarat yang dimaksud dalam
perbuatan (tindak) pidana, maka seseorang tersebut telah dianggap
melakukan tindak pidana dan wajib mendapatkan perlakuan hukum
sesuai dengan jenis tindak pidana yang dilakukannya
Apabila suatu proses hukum tidak dilakukan denga ketentuan hukum
syariat maka hal itu jelas merupakan tindakan yang melawan hukum dan
dapat disebut sebagai tindak pidana (jarimah). Dalam hukum Islam
sebuah tindakan atau perbuatandapat disebut tindak pidana (jarimah)
apabila memenuhi unsur perbuatan yang dapat dianggap tindak pidana.
Unsur-unsur ini ada yang umum ada juga yang khusus. Unsur umum
berlaku untuk semua jarimah sedangkankan unsur khusus hanya berlaku
pada masing-masing jarimah dan berbeda antara jarimah satu dengan
jarimah lainnya.
Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya
hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-Quran dan Hadis, atas
dasar ini hukum pidana Islam memiliki spesifikasi terhadap jarimah
beserta sanksinya, terdapat tiga macam, yaitu :
Jarimah Hudud

Hudud adalah jamak dari had, artinya menurut bahasa ialah menahan (menghukum).
Menurut istilah hudud berarti sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara
didera atau dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut
dapat pula potong tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya.
Tergantung pada kesalahana yang dilakukan. Hukuman had ini merupakan hukuman
maksimal bagi suatu pelanggar tertentu bagi setiap hokum
Jarimah Qishas

Jarimah qishas adalah pembalasan yang setimpal atas pelanggaran yang bersifat
merusak badan atau menghilangkan jiwa.
Jarimah Ta’zir

Hukum takzir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak ditetapkan hukumannya
di dalam al-Quran dan Hadis yang bentuknya sebagai hukuman ringan. Menurut
hukum Islam, hukum takzir diperuntukkan bagi seseorang yang melakukan
kejahatan yang tidak atau belum memenuhi syarat untuk dihukum had atau tidak
memenuhi syarat diat sebagi hukuman ringan untuk menebus dosa akibat dari
perbuatannya
Apabila diperhatikan uaraian di atas terkait tindak pidana main hakim sendiri
terhadap pelaku pencurian, maka sanksi utama yang dapat diberikan
kepada pelaku main hakim sendiri adalah hukuman Qishas dan Diyat.
Pemberian hukuman disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang
dilakukan oleh warga dalam main hakim sendiri terhadap pelaku tindak
pidana pencurian. Oleh karena niat dan akibat yang ditimbulkan dari main
hakim sendiri yang menyangkut badan dan nyawa, maka tindakan
tersebut masuk ke dalam kriteria jarimah Qishas dan diyat.
03

KESIMPULAN
Tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan perbuatan
mengambil hak tanpa memedulikan hukum, dengan kehendaknya sendiri
melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan luka atau cedera pada
orang lain bahkan sampai menyebabkan kematian. Dalam kasus ini tindak
pidana main hakim sendiri (eigenrichting) yang mengakibatkan kematian
merupakan sebuah tindak pidana kejahatan terhadap jiwa, sehingga
haruslah ada sanksi bagi pelakunya.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
menurut hukum pidana positif adalah Pasal 170 ayat (2) butir ke-3
KUHP yaitu kekerasan terhadap orang atau barang yang
mengakibatkan kematian diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun. Kemudian menurut Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu
mengenai perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan kematian
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Hukum pidana Islam, tindak pidana main hakim sendiri (eigenrichting)
termasuk ke dalam jarimah qishash dan diyat. Perbuatan tersebut
termasuk ke dalam tindak pidana terhadap jiwa dan tindak pidana
atas selain jiwa atau penganiayaan. Penerapan hukum pada
masyarakat yang main hakim sendiri dalam perspektif hukum islam
tercantum di dalam Al-Qur’an Surah Al- Mai’dah Ayat 45 dan Al-Qur’an
Surah An-Nisa Ayat 92.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai