JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Eva Agustina
155020101111081
Eva Agustina¹
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: eva.agustina@outlook.com
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilihat dari kenaikan PDRB rill. Provinsi Jawa
barat memiliki nilai PDRB ADHK tertinggi ke 3 dibandingkan enam provinsi lain di
pulau Jawa. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, tenaga
kerja dan kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011-2016. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Data
yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
dan DJPK. Analisis data yang digunakan merupakan regresi liner berganda dengan
fixed effect yang diolah dengan menggunakan eviews-9. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan variabel kontribusi
industri pengolahan berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel tenaga
kerja tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
A. PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan nilai PDRB diatas
nasional. Rata-rata PDRB Provinsi Jawa Barat (Atas Dasar Harga Konstan)
pada tahun 2011-2016 mencapai Rp 111.990,31 miliar atau 12,83 persen dari
PDB Indonesia. Meski demikian, rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Barat yang mencapai 5,85 persen, dibawah DKI Jakata, Jawa Timur dan
juga Banten. Jika dilihat dalam skala kabupaten/kota yang rata-rata
pertumbuhan ekonominya melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Barat yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Puwakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor,
Kota Depok, Kota Tasikmalaya. Artinya, dari 27 kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Jawa Barat hanya ada 9 kabupaten/kota yang melebihi pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat.
Dilihat dari data PDRB sektoral, perekonomian Jawa Barat dipengaruhi oleh
sektor perindustrian, dimana sektor ini tidak luput dari faktor-faktor produksi
diantaranya tenaga kerja, stok modal sebagai investasi dan teknologi dan sektor
ini dapat memproduksi barang dan jasa. Sukirno (2004) berpendapat bahwa
ukuran pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kemampuan negara tersebut
memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, kemudian
dikembangkan. Tentunya kontribusi sektor industri pengolahan juga berbeda
tiap masing-masing kabupaten/kota khususnya Provinsi Jawa Barat.
B. LANDASAN TEORI
A. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses pemerintah daerah dan
masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada
ciri khas (unique value) daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembangaan, dan sumberdaya fisik
secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-
inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk
menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-
institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk mengahasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru. Setiap upaya pembangunan daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masayarkat daerah. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah berserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya
yang ada harus menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah (Lincolin Arsyad, 2010:374).
B. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan target yang ingin dicapai oleh perekonomian
dalam jangka waktu panjang, dan semaksimal mungkin konsisten dengan
pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Pertumbuhan ekonomi dapat menerangkan dan
sekaligus dapat mengukur prestasi perkembangan suatu perekonomian (Dumairy,
2000:144). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat
bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2011:120).
Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan ditingkat kegiatan
ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan daerah yang merujuk pada
PDRB dari tahun ke tahun. Dalam membandingkanya, perlu disadari bahwa
pertumbuhan nilai pendapatan daerah PDRB dipengaruhi oleh faktor perubahan
harga. Rumus perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah: (Sodono 2002:19)
𝑃𝐷𝑅𝐵 (𝑡)− 𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 = 𝑥 100% (1)
𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1)
dimana:
𝑃𝐷𝑅𝐵 (𝑡) : jumlah PDRB tahun t
𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1) : jumlah PDRB tahun sebelumnya
C. Teori Pertumbuhan Ekonomi Keynes
Keynes berpendapat bahwa pemerintah seharusnya melakukan investasi melalui
kebijakasanaan fiskal dan moneter untuk mendorong kesempatan kerja penuh,
stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Keynes menyarankan, untuk memerangi
depresi dan resesi ekonomi, seharusnya dilakukan dengan cara meningkatkan belanja
pemerintah atau mengurangi pajak yang dapat menambah belanja konsumsi sektor
swasta. Dasar teori Keynes mengemukakan bahwa akumulasi modal didorong oleh
investasi dan laju pertumbuhan output harus sama dengan tingkat permintaan agregat
berpotensi dapat menghambat laju pertumbuhan output (Palley, 1996).
Analisis Keynes dimulai dengan pengenalan bahwa jumlah output perekonomian
yang diminta merupakan penjumlahan dari empat jenis pengeluraran dari empat
sektor yaitu: Pengeluaran sektor rumah tangga dicerminkan oleh konsumsi
masyarakat (c), pengeluran sektor badan usaha dicerminkan dari investasi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (I), pengeluaran sektor pemerintah
dicerminkan oleh pengeluaran pemerintah (G), sedangkan pengeluaran perdagangan
dengan luar negri tercermin dari selisih antara ekspor dan impor negara yang
bersangkutan atau disebut ekspor bersih (NX= X-M). Jumlah output perekonomian
yang diminta disebut permintaan agregat dengan persamaan:
𝑌 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑁 − 𝑋) (2)
Model ini menjelaskan terjadinya kenaikan pada konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, net ekspor akan menyebabkan kenaikan produksi barang dan jasa.
Kenaikan produksi barang dan jasa akan menyebabkan peningkatan terhadap PDB.
PDB yang meningkat akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Begitu sebaliknya,
terjadinya penurunan pada konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta net
ekspor akan menyebabkan penurunan produksi barang dan jasa. Penurunan produksi
barang dan jasa akan menyebabkan penurunan terhadap PDB. PDB yang menurun
akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Teori ekonomi Keynes juga memperkenalkan sebuah konsep baru yaitu angka
pengganda (multiplier). Konsep ini menunjukan bahwa kenaikan sedikit investasi
akan menghasilkan full employment. Pada akhirnya, adanya kenaikan investasi
maupun pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pengeluaran agregat berkali-kali
lipat (Skousen, 2015). Rumus Keynes untuk multiplier (k) adalah:
1
𝑘 = 1−𝑀𝑃𝐶 (3)
Dimana MPC = Marginal Propensity to Consume (kecenderungan marginal untuk
mengonsumsi.
D. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik
Teori pertumbuhan neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari
segi penawaran. Menurut teori ini yang dikembangkan oleh Abramovits Solow
pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi.
(Amstrong, 2000). Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow
Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama
seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni:
𝑌 = 𝐴𝑒 𝑔𝑡 . 𝐾 𝑎 𝐿1 (4)
dimana:
𝑌 = Produk Domestik Bruto
𝐾 = stok modal fisik dan modal manusia
𝐿 = tenaga kerja non terampil
𝐴 = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar
𝑒 𝑔𝑡 = melambangkan tingkat kemajuan teknologi
α = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB
yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia.
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu
bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan
penyempurnaan teknologi.
E. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini pertama kali diutarakan oleh Francois Perroux. Proses dan hasil
pertumbuhan ekonomi tidak sama pada tiap daerah. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan kemampuan dan masalah pokok yang dihadapi oleh tiap daerah. Teori ini
mencoba mengkoreksi teori klasik yang menganggap perbedaan geografis tidaklah
ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan baku industri, pengetahuan
teknis, dan kesempatan produksi adalah sama (Adisasmita, 2005: 60). Pernyataan
Perroux mengenai pertumbuhan wilayah adalah bahwa pembangunan atau
pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah, akan tetapi terbatas hanya pada beberapa
tempat tertentudengan variable yang berbeda-beda intansitasnya. Pandangan Perroux
mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten denga tata ruang ekonomi (economic
space theory), dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan
elemen essensial untuk pembangunan selanjutnya. Perroux menjelaskan kriteria yang
menjadi syarat dari industri pendorong, diantaranya:
1. Kapasitas industri besar agar berpengaruh kuat.
2. Merupakan sektor yang berkembang cepat.
3. Jumlah dan intensitasnya harus kuat dengan sektor-sektor lain sehingga
besarnya pengaruh yang timbul diikuti oleh unit-unit ekonomi lain.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan
penelitian kuantitatif dengan analisis regresi data panel. Penelitian ini berupaya
menganalisis beberapa variabel yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 kabupaten/kota Jawa
Barat dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 26 kabupaten/kota Jawa
Barat.
A. Definisi Operasional
Nama Variabel Nama dalam Satuan
Persamaan
Pertumbuhan Ekonomi Y Persentase
Pengeluaran Pemerintah LN_PP Log natural miliyar rupiah
Tenaga Kerja LN_TK Log natural Jiwa
Kontribusi Industri Pengolahan SI Dummy Variabel
A. Hasil Regresi
Dependent Variable: PE
Method: Panel Least Squares
Date: 02/19/19 Time: 03:30
Sample: 2011 2016
Periods included: 6
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 156
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 24.20650 9.837673 2.460592 0.0152
LN_PP (X1) 0.336194 0.117882 2.851960 0.0051
LN_TK (X2) -2.574182 0.809279 -3.180834 0.0018
SI (X3) 1.569359 0.112462 13.95454 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.865690 Mean dependent var 5.593782
Adjusted R-squared 0.836078 S.D. dependent var 1.136928
S.E. of regression 0.460311 Akaike info criterion 1.452299
Sum squared resid 26.90959 Schwarz criterion 2.019259
Log likelihood -84.27930 Hannan-Quinn criter. 1.682573
F-statistic 29.23466 Durbin-Watson stat 2.345732
Prob(F-statistic) 0.000000
B. Hasil Penelitian
1. Koefisien Determinasi (R²)
Nilai R-squared dari hasil regresi data cross section adalah sebesar
0,865690 artinya bahwa kemampuan variabel bebas dalam mempengaruhi
variabel terkait adalah sebesar 86,56% sisanya sebesar 13,44%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat secara bersama-sama. Berdasarkan hasil regresi data panel
bahwa nilai probability F-statistik adalah sebesar 0.000000, nilai ini lebih
kecil dari nilai signifikansi α (5%) sehingga dapat dinyatakan bahwa
variabel bebas yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan kontribusi
industri pengolahan secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
bebas secara individual terhadap variabel terikat. Nilai t-statistik yang
menunjukkan nilai lebih kecil dari 5% dapat dinyatakan memiliki
pengaruh secara individual terhadap variabel terikat. Berdasarkan regresi
data cross section dapat dilihat nilai t-statistic dari masing-masing variabel
bebas yaitu :
Variabel tenaga kerja dalam penelitian ini menyatakan bahwa tenaga kerja
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja
maka pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil olah data regresi untuk variabel
tenaga kerja (X2) memiliki nilai koefisien estimasi sebesar -2,574182 artinya
setiap kenaikan 1 persen tenaga kerja maka akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 2,574182 persen dengan asumsi variabel pengeluaran
pemerintah dan kontribusi industri pengolahan dianggap konstan.
Hal ini terutama disebabkan karena tenaga kerja yang digolongkan ke
dalam angkatan kerja yang bekerja di sektor perekonomian di Provinsi Jawa
Barat masih tergolong rendah tingkat pendidikanya. Tenaga kerja yang
tersedia tidak mampu bekerja secara produktif di sektor-sektor ungulan
perekonomian di Jawa Barat. Hal ini karena kurangnya penguasaan teknologi
dan keahlian tenaga kerja lokal. Sehingga mereka hanya mampu bekerjaa di
sektor-sektor informal dengan pendapatan (upah) yang minim. Sementar itu,
tenaga kerja luar yang memiliki keterampilan mampu menduduki tempat atau
lokasi startegis dalam kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Tenaga kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jaw Barat.
Hal ini disebabkan antara lain: (1) Industri di Jawa Barat lebih cenderung kearah
industri yang padat modal, (2) Produktivitas tenaga kerja yang rendah dibandingkan
dengan pengunaan teknologi mesin, (3) Penyerapan tenaga kerja cenderung dari luar
daerah, sehingga menyebabkan tingkat urbanisasi dari luar daerah yang tinggi sehinga
laju pertumbuhan penduduk tinggi sementara penyerapan tenaga kerja cukup terbatas.
F. SARAN
2. Tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya lokal perlu ditingkatkan kualitasnya.
Kondisi tersebut perlu dilakukan mengingat semakin ketatnya persaingan yang
semakin mengglobal. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas angkatan kerja
yang tumbuh setiap tahun dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan sehingga
mampu bersaing di pasar dan juga sebagai upaya menarik pihak ketiga (investor)
untuk datang ke daerah yang memiliki sumber daya manusia tinggi agar tertarik
menanamkan modalnya guna kepentingan pembangunan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. (2005). Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan, Edisi 5. Yogyakarta: BPPE.
Dumairy. (2000). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Sadono Sukirno. (2008). Mikroekonomi: Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Sadono, Sukirno. (2010). Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Raja Grasindo Perseda.
Skousen, Mark. (2015). Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Sejarah
Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada.