Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rizki Saputra

Nim : 041123069
Kelas : 7A
Tugas Ke : 3 (Tiga)
Mata Kuliah : Manajemen Pelayanan Umum
Tutor : Akhmad Syafe`i, S.Sos.,M.Si.

Soal

1. Jelaskan 4 (empat) alasan posisi penting seorang pegawai untuk pelanggan serta dari aspek
kompetitif instansi !
2. Jelaskan sistem merit pada rekrutmen pegawai !
3. Jelaskan dua arah perspektif kontrol legislative terhadap birokrasi !
4. Jelaskan 6 (enam) tugas Ombudsman Republik Indonesia sesuai dengan UU 37/ 2008 !
5. Jelaskan nilai etika dalam pelayanan publik berdasarkan nilai- nilai moral yang berlaku
umum !
Jawaban

1. Berikut adalah keempat alasan mengapa pegawai terutama yang ada di garis depan, menduduki
posisi kompetitif sebuah instansi,

 Elemen utama produk layanan


Pada kenyataannya, pegawai yang berada di garis depan adalah elemen yang paling terlihat
oleh pengguna jasa dari suatu produk layanan. Mereka lah yang melayani dan juga
menentukan kualitas pelayanannya atau bisa dikatakan bahwa mereka adalah layanan itu
sendiri.
 Wajah instansi
Pegawai yang berhadapan langsung dengan masyarakat mencerminkan seperti apa wajah dari
instansinya. Pegawai yang berperangai buruk, judes, menyeramkan, malas, dan berpenampilan
kusut akan menimbulkan kesan bahwa instansinya adalah organisasi yang jelek, tidak terurus,
dan bahkan gagal. Demikin juga dengan pimpinannya yang dipandang tidak becus, lemah,
atau bahkan korup. Namun sebaliknya apabila pegawai yang berada digaris depan dapat
melayani masyarakat dengan ramah, santun, cekatan, penuh senyum, matang dalam strategi,
dan berpenampilan rapih, maka akan menimbulkan kesan bahwa instansinya adalah organisasi
yang dikelola dengan baik. Mereka menunjukkan adanya pemimpin yang mumpuni, cerdas,
berkarakter, dan visioner dalam instansi mereka.
 Merek
Kinerja pegawai mengidentikkan merek instansi. Kultur atau budaya kerja yang terbangun
dalam suatu masa tertentu akan menjadi karakter membangun citra instansi tersebut, hal ini
dikarenakan pegawai lah yang menentukan apakah janji dalam pemberian layanan diberikan
atau tidak.
 Penentu produktivitas
Pegawai memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap produktivitas suatu instansi, hal ini
dikarenakan mereka memainkan peran yang penting dalam mengantisipasi kebutuhan
pengguna jasa, menyesuaikan penyediaan jasa, dan juga dalam membangun hubungan
personal yang baik dengan konsumen.
Keempat hal terebutlah yang harus disadari oleh segenap elemen dalam institusi pelayanan.
Manakala suatu instanso mampu membentuk pegawai untuk memerankan keempat hal
tersebut secara efektif, maka akan mengarah kepada terjadinya kepuasan, bahkan loyalitas
pelanggan.

2. Sistem merit pada rekrutmen pegawai adalah sebuah pola rekrutmen yang berdasarkan pada pola
seleksi terbuka berlandaskan kemampuan. Pola ini memungkinkan pengisian jabatan dan
pekerjaan birokrasi menjadi tersedia bagi seluruh anggota masyarakat, bukan hanya kerabat
penguasa belaka. Pola ini juga sering digunakan oleh negara-negara maju, dikarenakan para
birokrat akan dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus bersaing secara fair dan kompetitif
untuk bisa mendapatkan jabatan dan posisi. Mau tidak mau, mereka harus bekerja secara dengan
keras, inovatif, produktif, dan berprestasi agar bisa terus mendapatkan jabatan dan karier yang
baik.

Oleh karena itu saat ini banyak negara yang telah berusaha atau setidaknya dalam dokumen
formal, untuk merekrut birokrat dengan model merit sistem ini. Akan tetapi, persoalan rekrutmen
masih menjadi pokok diskusi yang selalu ramai untuk dibicarakan di berbagai macam forum. Pada
praktiknya setiap negara memiliki pengertian dan imajinasi yang berbeda-beda mengenai “merit”
dan cara menerjemahkannya dalam kebijakan rill atau nyata. Namun yang harus diingat bahwa,
metode rekrutmen dan penyeleksian calon birokrat dimanapun akan selalu berkaitan dengan
kepentingan politik, disamping dengan kepentingan umum. Dimana kepentingan politik bersifat
subyektif untuk memuaskan partai penguasa, sedangkan kepentingan umum bersifat obyektif
untuk memuaskan masyarakat. Disinilah terjadinya kompleksitas pada pola rekrutmen birokrat
atau PNS yang berbeda dengan rekrutmen di sektor swasta.

Sistem merit juga dikebal dengan seleksi berdasarkan prestasi, dimana dalam pelayanan publik
dimaksudkan untuk memilih prang terbaik untuk setiap pekerjaan yang diberikan. Hal ini
dilakukan melalui rekrutmen atau promosi berdasarkan aturan prestasi eksplisit yang umum
dipahami. Merit sistem ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan performa birokrasi
dalam melayani kebutuhan masyarakat. Rekrutmen model sistem merit secara umum dibagi
menjadi dua yaitu,
 Sistem karier

Dalam sistem karier tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua calon pegawai direkrut
brdasarkan pada pengetahuan kandidat, umumya ditandai dengan gelar universitas yang relevan
atau kemampuan akademis. Mobilitas berikutnya dan promosi memungkinkan mereka berkarier
dalam institusi pelayanan masyarakat.

 Sistem berbasis posisi

Sedangkan sistem berbasis posisi pekanannya ditempatkan pada memilih kandidat paling cocok
untuk setiap posisi tertentu yang harus diisi, apakah dengan rekrutmen eksternal atau melalui
promosi atau mobilitas internal.

Untuk melaksanakan rekrutmen berbasis prestasi ini memerlukan kriteria penilaian calon yang
obyektif, kriteria tersebut umumnya berisi persyaratan prestasi akademik, psikotes, dan hnilai
prestasi yang lain yang relevan. Pegawai yang direkrut utamanya adalah hanya mereka yang
memiliki skor penilaian tertinggi. Adapun dalam rekrutmen sistem merit murni semua jabatan
publik dari atas ke bawah, dibuat mengikuti kompetisi berdasarkan kriteria prestasi. Namun
hingga saat ini tidak ada negara yang mengoperasikan sistem merit murni tersebut.

3. Yang dimaksud dengan dua arah perspektif kontrol legislative terhadap birokrasi adalah sebagai
berikut,
 Pencegahan atau preventive/before the fact control, yakni legislatif yang menetapkan
kebijakan tertentu untuk dilaksanakan birokrasi.
 Penindakan atau curative/after the fact control, yakni legislatif yang menggunakan kekuasaan
investigative atau power of the purse untuk memastikan kepatuhan birokrasi, seperti hak
interpelasi yakni meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan tertentu, hak
menyatakan pendapat, dan hak angket atau pendidikan.

Kontrol legislatif terhadap birokrasi juga dapat dilakukan melalui pengawasan anggaran dan
peninjauan program kerja institusi birokrasi. Proses kontrol mereka ini bersifat legal karena
diatur dalam perundang-undangan dan menggunakan fasilitas dan anggaran yang disediakan
oleh negara. Kerangka pengendalian ini sejalan dengan prinsip negara demokrasi, dimana
segala macam hal yang berkenaan dengan lingkup tugas birokrasi yang harus dapat diakses
atau diketahui dan dikontrol oleh parlemen sebagai institusi representasi rakyat atau people
representative. Oleh karenanya seluruh institusi birokrasi baik militer maupun sipil, tidak
boleh membuat tata aturan main atau rule of conduct, batasan kewenangan, dan aktivitas
sendiri tanpa sepengetahuan dan persetujuan parlemen. Atau dengan kata lain birokrasi yang
sebagai lembaga dibentuk dan dibiayai oleh rakyat, oleh karena itu tidak boleh seenaknya
sendiri dalam berbuat sesuatu tanpa ijin dari rakyat.

4. Berikut adalah penjelasan dari 6 (enam) tugas Ombudsman Republik Indonesia sesuai dengan UU
37/ 2008,
 Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Artinya, dalam menerima laporan ombudsman menerima laporan atas tugaan maladministrasi.
Maladministrasi sendiri adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang
menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
 Melakukan pemeriksaan subtansi atas laporan
Artinya, Dalam pelaksanaan tugas memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada
prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya serta wajib
mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak dan mempermudah Pelapor.
Dengan demikian Ombudsman dalam memeriksa Laporan tidak hanya mengutamakan
kewenangan yang bersifat memaksa, misalnya pemanggilan, namun Ombudsman dituntut
untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar Penyelenggara Negara dan
pemerintahan mempunyai kesadaran sendiri dapat menyelesaikan Laporan atas dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
 Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangannya
Artinya, setelah melakukan pemeriksaan atas laporan yang diterimanya, Ombudsman dapat
memanggil terlapor dan saksi untuk dimintai keterangannya. Namun apabila terlapor dan saksi
telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah,
Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
menghadirkan yang bersangkutan secara paksa (subpoena power).
 Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik
Artinya, selain mendapat laporan dari masyarakat Ombudsman juga memiliki kewenangan
dalam merespon permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu
sumber pengaduannya bukan dari masyarakat melainkan inisiatif Ombudsman. Dengan kata
lain, Ombudsman dituntut peka dalam merespons keadaan, peristiwa maupun masalah yang
berpotensi maladministrasi dalam pelayanan publik. Oleh sebab itu, Ombudsman dapat
menindaklanjuti permasalahan pelayanan publik tanpa menunggu laporan dari masyarakat.
Hal tersebut kemudian dikenal dengan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri dan tercantum dalam
Pasal 1 angka 7 Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2019 tentang
Tata Cara Investigasi Atas Prakarsa Sendiri. 
 Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan
Artinya, Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik
memiliki kewenangan dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara
serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
 Membangun jaringan kerja
Artinya, dalam memperkuat jaringan dan kerja sama, Ombudsman RI mempunyai hak untuk
melaksanakan audiensi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKPSDM) di seluruh daerah Indonesia. Dalam audiensi tersebut bertujuan untuk
melaksanakan tugas Ombudsman sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yaitu melakukan koordinasi dan kerjasama
dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemaysarakatan dan
perseorangan, membangun jaringan  kerja dan melakukan upaya pencegahan maladministrasi
dalam penyelenggaraan Pelayanan publik. Dengan hasil yang diharapkan dari audiensi
tersebut agar nanti dapat tercipta jaringan kerja, penguatan kerjasama antar lembaga dan
sinergitas antara Ombudsman RI dan BKPSDM Daerah.

5. Berikut adalah nilai etika dalam pelayanan publik berdasarkan nilai- nilai moral yang berlaku
umum,

Nilai etika dalam pelayanan publik pada prinsipnya diderivasi dari beberapa nilai-nilai moral yang
berlaku umum seperti :

 Nilai kebenaran atau truth


 Nilai kebaikan atau goodness
 Nilai kebebasan atau liberty
 Nilai kesetaraan atau equality
 Nilai keadilan atau justice

Selain nilai-nilai tersebut ada pula nilai-nilai moral yang secara khusus perlu ditambahkan untuk
pelayanan publik seperti :

 Prinsip integritas atau integrity


 Kenetralan atau impartiality

Kita dapat menggunakan nilai-nilai tersebut untuk mengevaluasi kinerja dan keberhasilan aktor
pelayanan dalam menjalankan tugas. Misalnya apakah para aktor tersebut netral atau tidak dalam
menyusun kebijakan, diskriminatif atau tidak dalam menilai dan menempatkan pegawai, dan jujur
atau tidak dalam membuat laporan.

Anda mungkin juga menyukai