Anda di halaman 1dari 7

Etika Aparatur Dalam Memberikan Pelayanan Publik

Disusun Oleh :

ASTRID RIKA SIWI (E1011201076)


ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Abstrak

Artikel ini membahas mengenai hubungan atau relasi kausal antar fenomena
dengan menitik beratkan kepada etika aparatur sebagai penentu keberhasilan reformasi
birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pelayanan publik.
Yang mana bahwa etika birokrasi pada hakekatnya sangat terkait dengan tingkah laku
para aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Upaya penerapan etika
administrasi pemerintahan yang baik, perlu adanya aturan-aturan yang dibuat untuk
mengatur para aparatur untuk tetap konsisten menjalankan dan mengamalkan etika yang
baik dalam administrasi pemerintah. Melalui fakta-fakta yang ada, saat ini masih banyak
instansi-instansi pemerintah yang belum mampu menerapkan prinsip etika administrasi
yang baik. Masih banyak terjadi praktek penyimpangan yang terjadi baik dikarenakan
faktor eksternal maupun internal, dari dalam diri seseorang. Maka dari itu diperlukan
adanya nilai-nilai etika yang menjadi pedoman oleh para aparatur negara.

Kata Kunci: Etika Pejabat Publik, Birokrasi.

A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam
Pasal 4 tersebut menyatakan bahwa: Aparatur Sipil Negara harus menjunjung tinggi
standar etika yang luhur. Selain itu, pada pasal 4 dan 5 Undang - undang ASN tersebut
juga diuraikan secara rinci bahwa para pejabat publik harus mematuhi kode etik maupun
kode perilaku diantaranya cermat dan disiplin, sopan, tanpa tekanan, serta menjaga
kerahasiaan yang menyangkut tentang kebijakan negara. Dalam menjalankan tanggung
jawab dan tugas – tugas yang diberikan oleh institusi, para administrator publik harus
memiliki komitmen yang tinggi salah satunya yaitu dalam hal penerapan etika
administrasi publik.
Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan
kewenangan pemerintahannya, tentu memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang
tinggi pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Faktor utama dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah lemahnya etika
sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus berorientasi kepada kepentingan
masyarakat berdasarkan asas transparansi dan akuntabilitas.

B. KAJIAN PUSTAKA
Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang artinya kebiasaan atau watak,
sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin mos/mores yang berarti cara hidup atau
kebiasaan. Kata tersebut terus berkembang dan melahirkan kata-kata lain seperti morale
atau moril, akan tetapi maknanya bergeser dari makna awal. kata lain yang selalu
berkaitan dengan kata etika adalah kata norma yang berarti sesuatu yang bisa menjadi alat
ukur. Aristoteles mengunakan kata etika dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan/ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika menjadi sesuatu hal yang sering dikaitkan dengan birokrasi, dikarenakan
sebagai aktor administrasi publik yang mempunyai kekuasaan dan keputusan. Dimana
keputusan-keputusan yang diambil maupun tidak diambil dapat mempengaruhi kondisi
publik secara keseluruha. Etika senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai mengenai
benar atau salah suatu tindakan, baik atau buruknya motif dan tujuan tindakan yang
dilakukan dan suatu hal yang mengatur perilaku manusia. Setiap administrator publik
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya wajib memiliki perilaku dan sikap
mental yang mencerminkan nilai-nilai etika serta mampu memahami, menghayati dan
menerapkan berbagai nilai-nilai etika sesuai dengan jabatannya. Maka dari itu, setiap
administrator publik wajib memahami nilai-nilai etika agar dapat sungguh-sungguh
menghayati nilai-nilai tersebut dalam melaksanakan tugasnya.Berbagai asas etis yang
pokok pada administrasi pemerintahan seperti yang dikemukakan oleh Waldo dalam
Sukidin (2011 : 26 – 29), yaitu:
1. Pertangung Jawaban (Responsibility). Asas etis ini menyangkut hasrat
petugas administrasi pemerintahan untuk merasa memikul kewajiban penuh
& ikatan kuat dalam melaksanakan semua tugas pekerjaan secara memuaskan.
2. Pengabdian (dedication). Merupakan suatu keinginan untuk menjalankan
tugas pekerjaan dengan semua tenaga (mentak atau pikiran & fisik), seluruh
semangat kegairahan, & sepenuh perhatian tanpa pamrih apa - apa yang
bersifat pribadi, misalnya ingin cepat naik pangkat / diberi tanda jasa.
3. Kesetiaan (loyality). Kesetiaan adalah suatu kebajikan moral, yaitu sebagai
kesadaran seseorang petugas untuk setulusnya patuh kepada konstitusi negara,
tujuan bangsa, peraturan perundang-undangan, jabatan, tugas, maupun atasan
demi tercapainya cita - cita bersama yang diharapkan.
4. Kepekaan (sensitivity). Asas ini mencerminkan suatu kemauan dari
kemampuan seseorang petugas untuk memperhatikan serta siaga terhadap
berbagai perkembangan yang baru disertai usaha-usaha untuk menanggapi
secara sebaiknya.
5. Persamaan (equality). Persamaan dalam perlakuan, pelayanan, & pengabdian
harus diberikan oleh setiap petugas pada publik tanpa memandang ikatan.
6. Kepantasan (Equity). Persoalan & kebutuhan dalam masyarakat sangat
beraneka ragam, sehingga memerlukan perbedaan perlakuan asalkan
berdasarkan pertimbangan yang adil atau dengan alasan yang benar. Asas
kepantasan mengacu pada sesuatu hal yang sepatutnya menurut pertimbangan
moral atau nilai etis yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

C. PEMBAHASAN
Etika Aparatur Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik.
Berbagai macam kegiatan administrasi publik salah satunya, yaitu pada pelayanan
publik yang baik akan menghasilkan kesejahteraan dan kepuasan masyarakat. Maka dari
itu dalam pelaksanaanya perlu memperhatikan dan mengedepankan nilai-nilai etika
dengan memenuhi tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayani. Perilaku
aparatur tercermin pada sikap dalam menjalankan tanggung jawab dan tugasnya sehari-
hari, yang hasil akhirnya dapat memberikan dampak pada pelayanan publik. Penerapan
etika sangat penting dalam proses pelayanan publik, yaitu yang ditunjukkan dengan selalu
disiplin, mentaati peraturan, santun, ramah dalam melayani masyarakat.
Di dalam etika birokrasi mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama, sebagai pedoman,
acuan, refrensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tidak
tercela. Kedua, etika birokrasi sebagai standar penilaian mengenai sifat, perilaku, dan
tindakan birokrasi publik dinilai baik, tidak tercela dan terpuji.
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau nilai, dan
disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of conduct” (aturan
perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik.
Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar masyarakat semakin
yakin bahwa birokrasi publik sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan publik.

Masalah Etika Aparatur Pelayanan Publik.

Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas


pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya, sumber daya manusia yang
mendukung,dan kelembagaan. Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan
pola penyelenggaraannya yaitu seperti Sulit di akses ; Informasi yang disampaikan
kepada masyarakat cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat ;
Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat ; Belum responsif,
tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali
lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali ; Belum saling berkoordinasi.
dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu
instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait ; Tidak Efisien. Berbagai
persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak ada
hubungannya dengan pelayanan yang diberikan ; Birokrasi yang bertele-tele.

Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan


dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berkaitan dengan kelembagaan,
kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam
rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat
pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan
untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

Kode Etik Dalam Pelayanan Administrasi Negara

Kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus, akan tetapi kedudukan
etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga tugas-
tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Hal yang pertama-tama perlu
diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode etik
dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar,
setiap orang tetap menaatinya. Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk
menjauhi larangan dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa
kemanusiaan, harga diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan
bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan
perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan.

Dengan demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi


yang personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada
kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan
mengandung konsekuensi moral. Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode
etik ialah bahwa para aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang
diperolehnya dari negara atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam
kode etik akan menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas
kepentingan-kepentingannya akan karir dan kedudukan.

Solusi Masalah Etika Aparatur Pelayanan Publik

Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Standar Pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan


melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Dengan adanya SOP,
maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan
dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara
konsisten.
3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didesain
suatu sistem pengelolaan pengaduan secara efektif dan efisien agar mampu
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Birokrasi penyelenggara pelayanan publik tidak mungkin bisa dilepaskan dari nilai
etika. Karena etika berkaitan dengan soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia. kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara
barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa
kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang telah
diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika
politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik
yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Kode etik
dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar,
setiap orang tetap harus menaatinya.
Etika pelayanan kepada publik memang sangat diharapkan, karena etika tersebut
kini mulai luntur oleh perbuatan para aparatur yang kurang menjunjung kode etika
pelayanan kepada masyarakat. Terbukti dengan adanya perbuatan nakal para oknum
aparatur pemerintah yang melakukan beberapa kecurangan yang diantaranya melakukan
pemungutan kepada masyarakat yang menginginkan kelebihan pelayanan, seperti
mempercepat penyelesaian pembuatan KTP namun dengan cara membayar uang balas
jasa mereka. Perbuatan tersebut tidak seharusnya dilakukan karena bertentangan dengan
norma yang sudah ada. Walau mungkin etika pelayanan kepada publik belum disebutkan
secara jelas, namun etika pelayanan publik dapat dilakukan sesuai dengan hati nurani.
Karena dengan hati nurani kita dapat membedakan yang mana yang baik dan yang mana
yang buruk, dengan adanya pelayanan yang baik diharapkan masyarakat dapat merasakan
kenyamanan dalam pelayanan.
2. Saran
Etika pelayanan publik sebaiknya disosialisasikan kepada pihak-pihak yang
melakukan pelayanan kepada masyarakat, karena sebagian besar pelayan masyarakat
belum mengetahui etika pelayanan kepada masyarakat. Sebagian mungkin masih belum
mengetahui bagaimana seharusnya tindakan untuk melayani masyarakat sehinggga dia
melakukan kesalahan dalam melakukan pelayanan atas ketidaktahuannya. Sangat
disayangkan jika kesalahan dalam pelayanan dilakukan karena kebutaan akan
bagaimanan seharusnya etika yang diterapkan kepada masyarakat.

E. DAFTAR PUSTAKA

- Bayu Suryaningrat, Etika Administrasi Negara, Etika Pemerintahan, Etika Jabatan,


Bandung : Pustaka, 1984.
- Wahyudi , Kumorotomo. 1992. Etika administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta.
- Sarimah,Ucok.2008.”Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan
Republik Indonesia”.Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara ( ASN

Anda mungkin juga menyukai