Dosen pengampu :
Drs. Hj. Sri Suharti, M.Si
Disusun Oleh :
Meisya Mayang Sari
20010036
Abstrak
Etika merupakan refleksi kritis dan rasional terhadap nilai dan norma moral yang menentukan dan
mewujudkan sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif. Menurut
Frans Magnis Suseno, etika merupakan sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Ilmu Etika sebagai
bagian filsafat memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada pengamatan
fenomena dan lebih meneliti ke substansi makna dari fenomena tersebut. Ada tiga fokus utama dalam
pelayanan publik, yakni: 1. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan 2. Sisi dimensi reflektif,
Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat
evaluasi. 3. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual. Kode Etik
memperingatkan semua orang yang telah mengalami dampak penerapannya. Namun di sisi lain
pegawai mempunyai tanggung jawab untuk dihargai dan dihormati jika mereka bekerja dengan jujur
dan menerapkan standar etika kepada masyarakat umum Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat
ditarik kesimpulan bahwa administrator harus menerapkan etika administrasi pelayanan publik, yang
sangat penting karena akan mencegah tindakan yang tidak etis dan meminimalkan masalah yang
timbul dalam pelayanan publik sehingga mereka dapat memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat. Upaya untuk mengurangi masalah etika administrator dalam pelayanan publik, seperti
sikap mereka terhadap Kualitas dan relevansi pelayanan publik dihasilkan dari optimalisasi pelayanan
publik melalui etika. Etika pelayanan publik dapat digunakan sebagai alat untuk kebijakan publik dan
evaluasi, dan dapat mengkorelasikan antara norma.
Abstract
Ethics is a critical and rational reflection on moral values and norms that determine and embody
attitudes and behavioral patterns in human life, both individually and collectively. According to Frans
Magnis Suseno, ethics is a science and not a teaching. The science of Ethics as a part of philosophy
gives us norms about how we should live, namely morality. This research uses a qualitative approach,
namely an approach that places more emphasis on observing phenomena and researching more into
the substance of the meaning of these phenomena. There are three main focuses in public services,
namely: 1. Quality and relevant public services 2. In terms of the reflective dimension, Public Ethics
functions as an aid in weighing choices of public policy tools and evaluation tools. 3. Ethical
Modality, bridging between moral norms and factual actions. The Code of Conduct warns everyone
who has experienced the impact of its implementation. However, on the other hand, employees have a
responsibility to be appreciated and respected if they work honestly and apply ethical standards to the
general public. Based on the research conducted, it can be concluded that administrators must apply
public service administration ethics, which is very important because it will prevent unethical actions.
and minimizing problems that arise in public services so that they can provide the best service to the
community. Efforts to reduce ethical problems of administrators in public services, such as their
attitudes towards the quality and relevance of public services result from optimizing public services
through ethics. Public service ethics can be used as a tool for public policy and evaluation, and can
correlate between norms.
A. PENDAHULUAN
Etika masih dianggap suatu hal yang kurang penting dan diabaikan, padahal
penerapan etika atau kode etik merupakan kunci penting dalam keberhasilan. Etika
sebagai salah satu cabang filsafat merupakan suatu pendekatan kritis yang mengkaji,
mengevaluasi, dan mempelajari nilai-nilai dan norma-norma moral yang dianut
dalam masyarakat, serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat sehubungan dengan nilai-nilai moral tersebut. Etika juga merupakan
refleksi kritis dan rasional terhadap nilai dan norma moral yang menentukan dan
mewujudkan sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara individu maupun
kolektif. Menurut Frans Magnis Suseno, etika merupakan sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Ilmu Etika sebagai bagian filsafat memberi kita norma tentang
bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. (Pujanarko, 2018).
Pemerintah (birokrasi) sebagai lembaga nasional yang mempunyai misi
mewujudkan kepentingan umum mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab
terhadap masyarakat yang dilayaninya. Karena birokrasi (pemerintah) pada
hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Tujuannya bukan untuk mengabdi
pada diri sendiri, melainkan mengabdi pada masyarakat dan menciptakan situasi di
mana setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas
untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan administrasi publik adalah untuk mengembangkan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai hubungan antara pemerintah dan rakyat, meningkatkan
tanggung jawab politik terhadap kebutuhan berbagai warga negara, dan juga
mengembangkan praktik manajemen agar terbiasa menjalankan kegiatan secara
efektif, efisien dan rasional. Namun kenyataannya, banyak pegawai pemerintah
yang kurang memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam menjalankan tugas,
wewenang, dan tanggung jawabnya. Akibatnya, sistem kepegawaian mendapat
sorotan publik yang intens di era reformasi. Fokus selanjutnya adalah tindakan yang
menyimpang dari etika administrasi nasional (administrasi yang tidak tepat) dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab administrasi nasional. Bentuk
maladministrasi antara lain korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang bisa terjadi
dalam berbagai bentuk, antara lain penyuapan, penipuan, perbuatan jahat, dan
pengabaian (Rasyid, 1998).
Setiap birokrasi pelayanan publik wajib memiliki sikap, mental dan perilaku yang
mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budi dan asas etis. Birokrat wajib
mengembangkan diri sehingga dapat memahami, menghayati dan menerapkan
berbagai asas etis yang bersumber pada keindahan moral, khususnya keadilan dalam
tindakan jabatannya. Secara umum nilai moral terdiri dari enam nilai besar atau yang
dikenal dengan “six great ideas”, yaitu kebenaran (truth), kebaikan (goodness),
keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan (equality) dan keadilan (keadilan)
(Kumarotomo, 1992).
Oleh karena itu, kode etik tidak hanya menjadi tolak ukur sikap mental ideal
seluruh elemen organisasi, namun juga dapat menunjang keberhasilan organisasi itu
sendiri. Manfaat lain dari penetapan kode etik adalah pegawai negeri mempunyai
kesadaran moral atas status yang diterimanya dari negara atas nama rakyat. Kode
Etik menekankan pentingnya pejabat menghargai pekerjaannya dibandingkan karir
atau jabatannya. Pihak berwenang akan memandang pasal sebagai sarana, bukan
tujuan. untuk Pejabat publik diwajibkan untuk bertindak baik sebagai pendukung
dan praktisi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan Kode Etik.
Namun sayangnya Kode Etik di Indonesia masih terbatas pada profesi seperti jasa
hukum dan medis saja. Terkait dengan administrasi publik, etika khususnya etika
kerja seorang administrator sangat berperan dalam menjalankan salah satu kegiatan
administrasi public yaitu pelayanan publik. Isu tentang etika dalam pelayanan publik
di Indonesia kurang dibahas secara luas dan menyeluruh sebagaimana terdapat di
negara maju, walaupun disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan
publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dipandang sebagai elemen
yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan public (Harbani, 2008).
Di dalam itu literatur pada publik melayani Dan publik administrasi, etika adalah
sebuah penting elemen itu diputar sebuah penting peran di dalam publik administrasi
Dan pengaruh itu organisasi dari publik melayani. Terdapat beberapa elemen yang
harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik mulai dari penyusunan
kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai pada pelayanan
manajemen untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut (Budiman dkk.,
2022).
Pelanggaran moral atau etika dalam pelayanan publik sulit ditemukan dan
dibuktikan karena sebagian orang menganggap “mengungkapkan aib” merupakan
hal yang tabu, termasuk dalam urusan pelayanan publik. Di sisi lain, Indonesia
dihadapi dengan tantangan yang serius karena standar penilaian etika pelayanan
publik terus berubah seiring perkembangan zaman dan paradigmanya. Pada
hakikatnya, mencapai kedewasaan moral dan otonomi tidaklah mudah,
sehingga pelanggaran moral atau etika dalam pelayanan publik di Indonesia
kemungkinan besar akan terus terjadi (Bisri dan Asmoro, 2019).
Menurut Martins (1979) ada empat hal yang harus dijadikan pedoman yaitu:
Pertama, perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan
pada tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status
sosial, etnis, agama dan sebagainya. Memberikan perlakuan yang sama identik
dengan berlaku jujur, suatu perilaku yang patut terhormat. Kedua, keadilan,
perlakuan yang adil. Kondisi masyarakat yang pluralistik terkadang dibutuhkan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama, terkadang pula dibutuhkan
perlakuan yang adil tetapi tidak sama kepada orang tertentu. Ketiga, loyalitas,
kesetiaan yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan
kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain. Tidak ada kesetiaan
yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu yang mengabaikan yang
lainnya. Keempat, tanggung jawab, setiap aparat pemerintah harus siap menerima
tanggung jawab dengan tugas yang diberikan dan hasil yang dicapai.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang sering Dinilai dari tuturan kata, sikap
dan perilakunya, apakah sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula
dalam penyampaian pelayanan publik, tuturan kata, sikap dan perilaku para pemberi
pelayanan sering dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai tersebut dijadikan
ukurannya. Selain nilai-nilai dasar tersebut, nilai -nilai lain yang penting dalam
pemberian pelayanan publik, yang terdapat dari waktu ke waktu yang terus diukur,
dikembangkan dan disebarkan. Nilai tersebut sering dilihat sebagai “pasar lokal" itu
Bisa digunakan oleh publik, termasuk keteladanan yang baik, rasa empati yang
tinggi, internalisasi nilai agama yang baik, bertaqwa, dan sebagainya (Azhari, 2003).
Kode etik tidak hanya sekedar formalitas, tetapi harus diimplementasikan di
dalam pelayanan publik, tingkat implementasinya dinilai melalui mekanisme
monitoring, evaluasi dan upaya perbaikan melalui konteks. Komitmen terhadap
perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar masyarakat semakin yakin bahwa
birokrasi publik sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan publik. Pengalaman negara lain perlu dipelajari dan dibandingkan
untuk membantu penerapan prinsip etika dan moral di Indonesia. Etika perumusan
kebijakan, etika pelaksana kebijakan, etika evaluator kebijakan, etika administrasi
publik / birokrasi publik / pelayanan publik, etika Perencanaan publik, etika ASN,
etika dan etika lainnya harus diprakarsai dan mulai diterapkan sebelum
berkembangnya budaya yang bertentangan dengan moral dan etika (Bisri dan
Asmoro, 2019).
Pelayanan publik menjadi salah satu indikator perubahan good governance, jika
pelayanan publik berjalan secara optimal maka good governance akan mudah
tercapai dan sebaliknya. Sebuah optimal publik sistem Bisa menjadi dicapai melalui
itu penerapan dari publik program Karena ini program adalah Juga sesuai untuk
Bagus pemerintahan. Wujud peranan dari etika pelayanan publik dalam
melaksanakan kebaikan governance adalah melalui pelaksanaan berbagai aturan-
aturan ideal yang tertulis maupun tidak tertulis baik yang bersumber dari Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, peraturan
pemerintah dan lain-lain yang terkait dengan etika, khususnya etika pelayanan
publik. Diantaranya melalui aplikasi nyata pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara dengan berpegang teguh pada implementasi nyata tentang benar
dan salah, baik dan buruk dan estetika, mengenai keindahan dan kejelekan. Tuntutan
masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan sehingga mampu menyediakan
pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya (Batubara, 2006).
Kode etik yang mengungkapkan nilai dan standar dalam pelayanan publik
merupakan unsur infrastruktur etika yang memperkuat fungsi orientasi (arah perilaku
dan tingkah laku). Karyawan perlu memahami prinsip dan standar dasar yang
berlaku di tempat kerja dan batasan perilaku yang dapat diterima. Hal ini dapat
dicapai dengan menyatakan secara ringkas prinsip-prinsip etika dasar pelayanan
publik, sehingga tercipta saling pengertian dalam interaksi antara administrasi publik
dan masyarakat secara keseluruhan.
Good governance saat ini menjadi isu terpenting dalam pengelolaan administrasi
nasional. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat,
serta pengaruh perkembangan teknologi informasi yang pesat dan berkelanjutan,
maka kebutuhan akan Good Governance semakin meningkat. Pertanyaan masyarakat
seperti itu merupakan hal yang lumrah dan harus dijawab oleh pemerintah dengan
mengubah, memperbaiki, menyederhanakan dan meningkatkan mutu pelayanan
untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, jujur, dan
bertanggung jawab. Melalui penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan, maka terwujudlah perkembangan kehidupan sosial,
ekonomi, politik dan masyarakat madani, khususnya masyarakat yang dikaruniai
nilai-nilai dasar kesucian, kemandirian, dan kemanusiaan. Menjamin hak-hak,
martabat manusia, kebangsaan, demokrasi, pluralisme, solidaritas, persatuan dan
kohesi, kemakmuran, kesetaraan, keterbukaan, kemitraan, partisipasi, landasan etika,
tanggung jawab, dan pemerintahan yang baik, adil dan otoriter (Ediyanto dan Satibi,
2020).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang lebih
menekankan pada pengamatan fenomena dan lebih meneliti ke substansi makna dari
fenomena tersebut. adapun alasan memilih pendekatan kualitatif karena dapat
membantu ketersediaan deskripsi yang kaya atas fenomena. Kualitatif mendorong
pemahaman atas substansi dari suatu peristiwa. Metode pengumpulan data yang
digunakan pada pendekatan kualitatif ini adalah studi pustaka yaitu mengumpulkan
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian.
Informasi tersebut diperoleh dari beberapa jurnal dan artikel.
Administrasi publik dan etika memiliki artian yang berbeda. Etika adalah ekspresi
dari moralitas dan nilai, sedangkan administrasi publik adalah dunia nalar dan
penilaian. Jika Administrasi Negara bersifat konkrit dan harus mewujudkan apa yang
diinginkan, Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan kinerja baik dan buruk. Esai
tentang etika dibagi dibagi menjadi tiga kategori yaitu filosofis, historis, dan
berkategori. Dalam istilah filsafat, etika dibahas sebagai komponen dari filsafat,
bersama dengan metafisika, epistemologi, estetika dan topik lainnya. Dari segi
sejarah, etika telah dipelajari dan dipraktikkan sejak zaman dahulu, termasuk etika
Yunani, Yunani-Romawi, dan Abad Pertengahan. Dalam konteks kategori, etika
diklasifikasikan menjadi etika profesional, hobi, dan etika kerja. Sebagai salah satu
aspek dari etika ,etika pemerintahan mencakup aspek kategoris, tetapi juga
mencakup aspek filosofis karena merupakan salah satu cabang ilmu pemerintahan
(Gie, 2006).
Menurut (Budiman dkk, 2022) ada 3 macam etika dalam berorganisasi, yaitu:
a. Etika individu yakni menentukan baik atau buruk perilaku orang perorangan
(individu) dalam hubungannya dengan orang lain. Etika inilah yang justru harus
dimiliki oleh orang yang menjadi pengabdi masyarakat (public servant)
b. Etika organisasi yakni etika yang berfungsi sebagai aturan (ethics as rule) yang
dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta prosedur termasuk
di dalamnya sistem intensif dan disinsentif dan sanksi-sanksi yang berdasarkan
pada aturan
c. Etika Profesi yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang, yang berlaku dalam
suatu kerangka yang diterima oleh semua yang secara hukum atau secara moral
menginginkan mereka dalam kelompok profesi yang bersangkutan.
Dengan demikian, dalam konteks administrasi publik, etika dapat dipahami
sebagai seperangkat prinsip moral dan standar profesional (kode etik) di ilmu
Pemerintahan yang harus dipatuhi oleh administrator publik. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah undang-undang atau standar
praktik, yang menjadi pedoman moral bagi anggota organisasi atau staf manajemen,
dan menjadi pedoman bagi penyelenggara publik dalam melaksanakan tugasnya
melayani masyarakat. Dalam aturan atau standarnya administrasi negara berkaitan
dengan hal-hal berikut: kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan
hubungan masyarakat.
Dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus
utama dalam pelayanan publik, yakni:
1. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan
2. Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang
pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi.
3. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.
Kode Etik memperingatkan semua orang yang telah mengalami dampak
penerapannya. Meski demikian, setiap individu dalam pandangan kode etik
mempunyai hak dan kewajiban yang tidak dapat dipisahkan. Jadi misalnya , setiap
pegawai negeri harus menjalankan tugasnya tanpa melanggar hak orang
lain. Sekalipun jika ada konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan
nyata, permasalahan yang ada perlu diselesaikan dengan mempertimbangkan
kepentingan umum. Namun di sisi lain pegawai mempunyai tanggung jawab untuk
dihargai dan dihormati jika mereka bekerja dengan jujur dan menerapkan standar
etika kepada masyarakat umum (Nandari dan Latrini, 2015).
D. KESIMPULAN
REFERENSI
https://pascasarjana.umsu.ac.id/ruang-lingkup-manajemen-pelayanan-publik/
https://diklat.semarangkota.go.id/post/peranan-etika-pelayanan-publik-dalam-
mewujudkan-good-governance-ali-moechson-ssos-mpd
https://www.beritainhil.com/2023/01/penerapan-etika-publik-dalam-
mewujudkan.html
http://rinjani.unitri.ac.id/handle/071061/345
https://repository.unikom.ac.id/51314/1/1.neneng-siti-maryam-mewujudkan-good-
governance-edited.pdf
https://www.kabarriau.com/berita/8351/penerapan-etika-administrasi-publik-sebagai-
upaya-mewujudkan-good-governance
https://www.academia.edu/38018460/
Implementasi_Etika_Administrasi_Publik_Terkait_Perannya_Dalam_Mewujud
kan_Good_Governance_
http://eprints.ipdn.ac.id/42/13/ebook%20BUKU%20ETIKA
%20PEMERINTAHAN.pdf
https://id.scribd.com/document/324178638/Peran-Etika-Administrasi-Publik-Dalam-
Mewujudkan-Good-and-Clean-Government
http://repository.unas.ac.id/6137/2/bab%201.pdf
https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/artikel/pembangunan-zona-integritas-dalam-upaya-
mewujudkan-good-governance