Anda di halaman 1dari 14

JURNAL

PERANAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK DALAM


MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

Dosen pengampu :
Drs. Hj. Sri Suharti, M.Si
Disusun Oleh :
Meisya Mayang Sari
20010036

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI KOTA BENGKULU
TAHUN AJARAN 2023/2024
PERANAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK DALAM
MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

Meisya Mayang Sari

Sekolah Tinggi Ilmu Administarasi Bengkulu

Abstrak

Etika merupakan refleksi kritis dan rasional terhadap nilai dan norma moral yang menentukan dan
mewujudkan sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif. Menurut
Frans Magnis Suseno, etika merupakan sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Ilmu Etika sebagai
bagian filsafat memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada pengamatan
fenomena dan lebih meneliti ke substansi makna dari fenomena tersebut. Ada tiga fokus utama dalam
pelayanan publik, yakni: 1. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan 2. Sisi dimensi reflektif,
Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat
evaluasi. 3. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual. Kode Etik
memperingatkan semua orang yang telah mengalami dampak penerapannya. Namun di sisi lain
pegawai mempunyai tanggung jawab untuk dihargai dan dihormati jika mereka bekerja dengan jujur
dan menerapkan standar etika kepada masyarakat umum Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat
ditarik kesimpulan bahwa administrator harus menerapkan etika administrasi pelayanan publik, yang
sangat penting karena akan mencegah tindakan yang tidak etis dan meminimalkan masalah yang
timbul dalam pelayanan publik sehingga mereka dapat memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat. Upaya untuk mengurangi masalah etika administrator dalam pelayanan publik, seperti
sikap mereka terhadap Kualitas dan relevansi pelayanan publik dihasilkan dari optimalisasi pelayanan
publik melalui etika. Etika pelayanan publik dapat digunakan sebagai alat untuk kebijakan publik dan
evaluasi, dan dapat mengkorelasikan antara norma.

Abstract

Ethics is a critical and rational reflection on moral values and norms that determine and embody
attitudes and behavioral patterns in human life, both individually and collectively. According to Frans
Magnis Suseno, ethics is a science and not a teaching. The science of Ethics as a part of philosophy
gives us norms about how we should live, namely morality. This research uses a qualitative approach,
namely an approach that places more emphasis on observing phenomena and researching more into
the substance of the meaning of these phenomena. There are three main focuses in public services,
namely: 1. Quality and relevant public services 2. In terms of the reflective dimension, Public Ethics
functions as an aid in weighing choices of public policy tools and evaluation tools. 3. Ethical
Modality, bridging between moral norms and factual actions. The Code of Conduct warns everyone
who has experienced the impact of its implementation. However, on the other hand, employees have a
responsibility to be appreciated and respected if they work honestly and apply ethical standards to the
general public. Based on the research conducted, it can be concluded that administrators must apply
public service administration ethics, which is very important because it will prevent unethical actions.
and minimizing problems that arise in public services so that they can provide the best service to the
community. Efforts to reduce ethical problems of administrators in public services, such as their
attitudes towards the quality and relevance of public services result from optimizing public services
through ethics. Public service ethics can be used as a tool for public policy and evaluation, and can
correlate between norms.
A. PENDAHULUAN

Etika masih dianggap suatu hal yang kurang penting dan diabaikan, padahal
penerapan etika atau kode etik merupakan kunci penting dalam keberhasilan. Etika
sebagai salah satu cabang filsafat merupakan suatu pendekatan kritis yang mengkaji,
mengevaluasi, dan mempelajari nilai-nilai dan norma-norma moral yang dianut
dalam masyarakat, serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat sehubungan dengan nilai-nilai moral tersebut. Etika juga merupakan
refleksi kritis dan rasional terhadap nilai dan norma moral yang menentukan dan
mewujudkan sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara individu maupun
kolektif. Menurut Frans Magnis Suseno, etika merupakan sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Ilmu Etika sebagai bagian filsafat memberi kita norma tentang
bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. (Pujanarko, 2018).
Pemerintah (birokrasi) sebagai lembaga nasional yang mempunyai misi
mewujudkan kepentingan umum mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab
terhadap masyarakat yang dilayaninya. Karena birokrasi (pemerintah) pada
hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Tujuannya bukan untuk mengabdi
pada diri sendiri, melainkan mengabdi pada masyarakat dan menciptakan situasi di
mana setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas
untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan administrasi publik adalah untuk mengembangkan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai hubungan antara pemerintah dan rakyat, meningkatkan
tanggung jawab politik terhadap kebutuhan berbagai warga negara, dan juga
mengembangkan praktik manajemen agar terbiasa menjalankan kegiatan secara
efektif, efisien dan rasional. Namun kenyataannya, banyak pegawai pemerintah
yang kurang memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam menjalankan tugas,
wewenang, dan tanggung jawabnya. Akibatnya, sistem kepegawaian mendapat
sorotan publik yang intens di era reformasi. Fokus selanjutnya adalah tindakan yang
menyimpang dari etika administrasi nasional (administrasi yang tidak tepat) dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab administrasi nasional. Bentuk
maladministrasi antara lain korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang bisa terjadi
dalam berbagai bentuk, antara lain penyuapan, penipuan, perbuatan jahat, dan
pengabaian (Rasyid, 1998).
Setiap birokrasi pelayanan publik wajib memiliki sikap, mental dan perilaku yang
mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budi dan asas etis. Birokrat wajib
mengembangkan diri sehingga dapat memahami, menghayati dan menerapkan
berbagai asas etis yang bersumber pada keindahan moral, khususnya keadilan dalam
tindakan jabatannya. Secara umum nilai moral terdiri dari enam nilai besar atau yang
dikenal dengan “six great ideas”, yaitu kebenaran (truth), kebaikan (goodness),
keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan (equality) dan keadilan (keadilan)
(Kumarotomo, 1992).
Oleh karena itu, kode etik tidak hanya menjadi tolak ukur sikap mental ideal
seluruh elemen organisasi, namun juga dapat menunjang keberhasilan organisasi itu
sendiri. Manfaat lain dari penetapan kode etik adalah pegawai negeri mempunyai
kesadaran moral atas status yang diterimanya dari negara atas nama rakyat. Kode
Etik menekankan pentingnya pejabat menghargai pekerjaannya dibandingkan karir
atau jabatannya. Pihak berwenang akan memandang pasal sebagai sarana, bukan
tujuan. untuk Pejabat publik diwajibkan untuk bertindak baik sebagai pendukung
dan praktisi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan Kode Etik.
Namun sayangnya Kode Etik di Indonesia masih terbatas pada profesi seperti jasa
hukum dan medis saja. Terkait dengan administrasi publik, etika khususnya etika
kerja seorang administrator sangat berperan dalam menjalankan salah satu kegiatan
administrasi public yaitu pelayanan publik. Isu tentang etika dalam pelayanan publik
di Indonesia kurang dibahas secara luas dan menyeluruh sebagaimana terdapat di
negara maju, walaupun disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan
publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dipandang sebagai elemen
yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan public (Harbani, 2008).
Di dalam itu literatur pada publik melayani Dan publik administrasi, etika adalah
sebuah penting elemen itu diputar sebuah penting peran di dalam publik administrasi
Dan pengaruh itu organisasi dari publik melayani. Terdapat beberapa elemen yang
harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik mulai dari penyusunan
kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai pada pelayanan
manajemen untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut (Budiman dkk.,
2022).
Pelanggaran moral atau etika dalam pelayanan publik sulit ditemukan dan
dibuktikan karena sebagian orang menganggap “mengungkapkan aib” merupakan
hal yang tabu, termasuk dalam urusan pelayanan publik. Di sisi lain, Indonesia
dihadapi dengan tantangan yang serius karena standar penilaian etika pelayanan
publik terus berubah seiring perkembangan zaman dan paradigmanya. Pada
hakikatnya, mencapai kedewasaan moral dan otonomi tidaklah mudah,
sehingga pelanggaran moral atau etika dalam pelayanan publik di Indonesia
kemungkinan besar akan terus terjadi (Bisri dan Asmoro, 2019).
Menurut Martins (1979) ada empat hal yang harus dijadikan pedoman yaitu:
Pertama, perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan
pada tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, status
sosial, etnis, agama dan sebagainya. Memberikan perlakuan yang sama identik
dengan berlaku jujur, suatu perilaku yang patut terhormat. Kedua, keadilan,
perlakuan yang adil. Kondisi masyarakat yang pluralistik terkadang dibutuhkan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama, terkadang pula dibutuhkan
perlakuan yang adil tetapi tidak sama kepada orang tertentu. Ketiga, loyalitas,
kesetiaan yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan
kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain. Tidak ada kesetiaan
yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu yang mengabaikan yang
lainnya. Keempat, tanggung jawab, setiap aparat pemerintah harus siap menerima
tanggung jawab dengan tugas yang diberikan dan hasil yang dicapai.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang sering Dinilai dari tuturan kata, sikap
dan perilakunya, apakah sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula
dalam penyampaian pelayanan publik, tuturan kata, sikap dan perilaku para pemberi
pelayanan sering dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai tersebut dijadikan
ukurannya. Selain nilai-nilai dasar tersebut, nilai -nilai lain yang penting dalam
pemberian pelayanan publik, yang terdapat dari waktu ke waktu yang terus diukur,
dikembangkan dan disebarkan. Nilai tersebut sering dilihat sebagai “pasar lokal" itu
Bisa digunakan oleh publik, termasuk keteladanan yang baik, rasa empati yang
tinggi, internalisasi nilai agama yang baik, bertaqwa, dan sebagainya (Azhari, 2003).
Kode etik tidak hanya sekedar formalitas, tetapi harus diimplementasikan di
dalam pelayanan publik, tingkat implementasinya dinilai melalui mekanisme
monitoring, evaluasi dan upaya perbaikan melalui konteks. Komitmen terhadap
perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar masyarakat semakin yakin bahwa
birokrasi publik sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan publik. Pengalaman negara lain perlu dipelajari dan dibandingkan
untuk membantu penerapan prinsip etika dan moral di Indonesia. Etika perumusan
kebijakan, etika pelaksana kebijakan, etika evaluator kebijakan, etika administrasi
publik / birokrasi publik / pelayanan publik, etika Perencanaan publik, etika ASN,
etika dan etika lainnya harus diprakarsai dan mulai diterapkan sebelum
berkembangnya budaya yang bertentangan dengan moral dan etika (Bisri dan
Asmoro, 2019).
Pelayanan publik menjadi salah satu indikator perubahan good governance, jika
pelayanan publik berjalan secara optimal maka good governance akan mudah
tercapai dan sebaliknya. Sebuah optimal publik sistem Bisa menjadi dicapai melalui
itu penerapan dari publik program Karena ini program adalah Juga sesuai untuk
Bagus pemerintahan. Wujud peranan dari etika pelayanan publik dalam
melaksanakan kebaikan governance adalah melalui pelaksanaan berbagai aturan-
aturan ideal yang tertulis maupun tidak tertulis baik yang bersumber dari Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang, peraturan
pemerintah dan lain-lain yang terkait dengan etika, khususnya etika pelayanan
publik. Diantaranya melalui aplikasi nyata pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara dengan berpegang teguh pada implementasi nyata tentang benar
dan salah, baik dan buruk dan estetika, mengenai keindahan dan kejelekan. Tuntutan
masyarakat pada era reformasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan sehingga mampu menyediakan
pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya (Batubara, 2006).
Kode etik yang mengungkapkan nilai dan standar dalam pelayanan publik
merupakan unsur infrastruktur etika yang memperkuat fungsi orientasi (arah perilaku
dan tingkah laku). Karyawan perlu memahami prinsip dan standar dasar yang
berlaku di tempat kerja dan batasan perilaku yang dapat diterima. Hal ini dapat
dicapai dengan menyatakan secara ringkas prinsip-prinsip etika dasar pelayanan
publik, sehingga tercipta saling pengertian dalam interaksi antara administrasi publik
dan masyarakat secara keseluruhan.
Good governance saat ini menjadi isu terpenting dalam pengelolaan administrasi
nasional. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat,
serta pengaruh perkembangan teknologi informasi yang pesat dan berkelanjutan,
maka kebutuhan akan Good Governance semakin meningkat. Pertanyaan masyarakat
seperti itu merupakan hal yang lumrah dan harus dijawab oleh pemerintah dengan
mengubah, memperbaiki, menyederhanakan dan meningkatkan mutu pelayanan
untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, jujur, dan
bertanggung jawab. Melalui penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan, maka terwujudlah perkembangan kehidupan sosial,
ekonomi, politik dan masyarakat madani, khususnya masyarakat yang dikaruniai
nilai-nilai dasar kesucian, kemandirian, dan kemanusiaan. Menjamin hak-hak,
martabat manusia, kebangsaan, demokrasi, pluralisme, solidaritas, persatuan dan
kohesi, kemakmuran, kesetaraan, keterbukaan, kemitraan, partisipasi, landasan etika,
tanggung jawab, dan pemerintahan yang baik, adil dan otoriter (Ediyanto dan Satibi,
2020).

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang lebih
menekankan pada pengamatan fenomena dan lebih meneliti ke substansi makna dari
fenomena tersebut. adapun alasan memilih pendekatan kualitatif karena dapat
membantu ketersediaan deskripsi yang kaya atas fenomena. Kualitatif mendorong
pemahaman atas substansi dari suatu peristiwa. Metode pengumpulan data yang
digunakan pada pendekatan kualitatif ini adalah studi pustaka yaitu mengumpulkan
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian.
Informasi tersebut diperoleh dari beberapa jurnal dan artikel.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ruang Lingkup Etika Dalam Pelayanan Publik

Administrasi publik dan etika memiliki artian yang berbeda. Etika adalah ekspresi
dari moralitas dan nilai, sedangkan administrasi publik adalah dunia nalar dan
penilaian. Jika Administrasi Negara bersifat konkrit dan harus mewujudkan apa yang
diinginkan, Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan kinerja baik dan buruk. Esai
tentang etika dibagi dibagi menjadi tiga kategori yaitu filosofis, historis, dan
berkategori. Dalam istilah filsafat, etika dibahas sebagai komponen dari filsafat,
bersama dengan metafisika, epistemologi, estetika dan topik lainnya. Dari segi
sejarah, etika telah dipelajari dan dipraktikkan sejak zaman dahulu, termasuk etika
Yunani, Yunani-Romawi, dan Abad Pertengahan. Dalam konteks kategori, etika
diklasifikasikan menjadi etika profesional, hobi, dan etika kerja. Sebagai salah satu
aspek dari etika ,etika pemerintahan mencakup aspek kategoris, tetapi juga
mencakup aspek filosofis karena merupakan salah satu cabang ilmu pemerintahan
(Gie, 2006).
Menurut (Budiman dkk, 2022) ada 3 macam etika dalam berorganisasi, yaitu:
a. Etika individu yakni menentukan baik atau buruk perilaku orang perorangan
(individu) dalam hubungannya dengan orang lain. Etika inilah yang justru harus
dimiliki oleh orang yang menjadi pengabdi masyarakat (public servant)
b. Etika organisasi yakni etika yang berfungsi sebagai aturan (ethics as rule) yang
dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta prosedur termasuk
di dalamnya sistem intensif dan disinsentif dan sanksi-sanksi yang berdasarkan
pada aturan
c. Etika Profesi yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang, yang berlaku dalam
suatu kerangka yang diterima oleh semua yang secara hukum atau secara moral
menginginkan mereka dalam kelompok profesi yang bersangkutan.
Dengan demikian, dalam konteks administrasi publik, etika dapat dipahami
sebagai seperangkat prinsip moral dan standar profesional (kode etik) di ilmu
Pemerintahan yang harus dipatuhi oleh administrator publik. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah undang-undang atau standar
praktik, yang menjadi pedoman moral bagi anggota organisasi atau staf manajemen,
dan menjadi pedoman bagi penyelenggara publik dalam melaksanakan tugasnya
melayani masyarakat. Dalam aturan atau standarnya administrasi negara berkaitan
dengan hal-hal berikut: kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan
hubungan masyarakat.

Kode Etik Pelayanan


Kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi
merumuskan penetapan kode etik pelayanan prima yang mencakup diantaranya
1. Kedisiplinan
2. Akuntabel
3. Menolak setiap bentuk suap atau gratifikasi
4. Transparan
5. Sopan dan ramah
6. Adil, netral dari kepentingan politik dan mengutamakan kepentingan masyarakat
7. Profesional.

Dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus
utama dalam pelayanan publik, yakni:
1. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan
2. Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang
pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi.
3. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.
Kode Etik memperingatkan semua orang yang telah mengalami dampak
penerapannya. Meski demikian, setiap individu dalam pandangan kode etik
mempunyai hak dan kewajiban yang tidak dapat dipisahkan. Jadi misalnya , setiap
pegawai negeri harus menjalankan tugasnya tanpa melanggar hak orang
lain. Sekalipun jika ada konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan
nyata, permasalahan yang ada perlu diselesaikan dengan mempertimbangkan
kepentingan umum. Namun di sisi lain pegawai mempunyai tanggung jawab untuk
dihargai dan dihormati jika mereka bekerja dengan jujur dan menerapkan standar
etika kepada masyarakat umum (Nandari dan Latrini, 2015).

Fungsi-Fungsi Manajemen Pelayanan Publik


1. Planning Perencanaan merupakan proses awal yang dijalankan untuk merumuskan
tujuan yang ingin dicapai di masa depan. Perencanaan disusun dengan sangat
sistematis, segala yang direncanakan harus dapat diukur tingkat pencapainnya,
memuat penentuan estimasi waktu pelaksanaan suatu rencana, rencana logis dan
dengan nyata dapat diperkiran akan mampu untuk diwujudkan.
2. Organizing Pengorganisasian merupakan tahapan lanjutan dari proses
perencanaan dengan melakukan rangkaian kegiatan pembagian atau pengaturan
pekerjaan dan aspek-aspek lainnya yang terkait dalam upaya mewujudkan tujuan
yang diiginkan.
3. Actuating Penggerakan adalah proses memotivasi agar para sumber daya manusia
yang dimiliki organisasi dapat digerakkan untuk bekerja secara maksimal sesuai
dengan perencanaan dan arahan yang didapatkan saat proses pengorganisasian.
4. Controlling Pengawasan adalah tahapan yang dilakukan untuk memastikan
standar kualitas pekerjaan dijalankan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan di awal.

Penerapan Etika dalam Good Governance


Saat ini sebuah isu yang terkait dengan ketatanegaraan yang perlu diatasi adalah
penyimpangan etika. Dalam Hal ini mampu membuat publik mempertanyakan
kinerja administrasi publik untuk menentukan apakah pemerintah mampu
memberikan pelayanan administrasi publik yang berkualitas kepada masyarakat. Dari
sudut pandang ini, sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Selalu ada kekhawatiran masyarakat terhadap permasalahan dalam
kebijakan publik, seperti penegakan hukum dalam pendapatan yang tidak
halal (pungutan), keengganan pengambil kebijakan publik untuk mengambil
tindakan dan lain sebagainya. Situasi tersebut mengindikasikan bahwa proses
mewujudkan Good Governance belum berjalan optimal dan pemerintah harus
bersedia bertindak cepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada
situasi krisis. Selain itu, pemerintah sebagai badan administrasi publik mempunyai
komitmen yang kuat dalam memberikan pelayanan administrasi yang berkualitas
guna menjamin kesejaheraan Masyarakat (Dawam, 1995).
administrasi yang menggunakan cara-cara yang paling efektif akan
memungkinkan peningkatan tingkat kinerja pemerintah yang diinginkan. Oleh
karena itu, kepala negara harus mempunyai inisiatif untuk melakukan hal secara
berurutan yang diperlukan untuk memulai hal dalam kode moral khususnya yang
berkaitan dengan krama, kesopanan, nilai, dan standar khususnya peraturan internal
dan mereka harus memiliki penilaian yang baik, karena publik manajer yang tidak
memiliki prinsip moral yang baik mungkin mempunyai dampak negatif pada
pekerjaan mereka dan profesionalisme akan dipertanyakan. Sistem yang baik harus
memiliki nilai kelembagaan dan menghindari masalah, seperti kasus korupsi pejabat
yang semakin parah (Basyir, 2000).
Kebijakan publik terletak pada bidang politik (political master), dan pelaksanaan
kebijakan publik merupakan wilayah administrasi publik. Administrator umumnya
memiliki wewenang yang dikenal sebagai ''discretionary power'' yaitu, kemampuan
untuk secara terbuka menantang suatu isu politik dengan cara tertentu. Timbul
pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana cara menjamin kewenangan tersebut
digunakan dengan cara yang “baik dan tidak dengan cara yang buruk”. Pada titik
itu, etika dalam administrasi publik dapat dijadikan acuan, petunjuk, atau
pedoman. Langkah-langkah apa yang harus diambil aparat politik untuk memulai
tindakan politik dan dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan apakah
perilaku aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan tersebut dapat dikatakan baik
atau buruk (Suseno, 1994).
Palanggaran etika, mulai dari konstruksi, pelaksanaan, hingga evaluasi, sangat
tidak merata karena situasi saat ini. Proses implementasi good governance masih
memiliki beberapa kekurangan seperti kurangnya transparansi, lemahnya umpan
balik, kurangnya partisipasi, kurangnya akuntabilitas, dan permasalahan lainnya.
Seluruh dari pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa etika administrasi
belum mengalami kemajuan yang signifikan dalam membantu masyarakat dan etika
di atas belum menjadi prinsip yang dipahami dengan baik oleh organisasi pemantau
kebijakan nasional. Oleh karena itu, etika administrasi menekankan pentingnya
penerapan good governance.

Ruang Lingkup dan Prinsip Good Governance


Good governance sering disebut sebagai pemerintahan yang sehat. Kerangka
kebijakan yang sehat yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi berbagai aktor
di setiap tingkat pemerintahan (legislatif, eksekutif, yudikatif, militer) dan
sektor swasta (bisnis, organisasi pertukaran), dengan kata lain dalam pemerintahan
yang baik, hubungan antara negara, masyarakat sipil, dan sektor swasta harus
didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan masyarakat,
yang merupakan contoh prinsip keberhasilan penyelesaian proyek-proyek publik dan
swasta.
Untuk meningkatkan kinerja aparatur negara, prinsip-prinsip good governance
sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah merancang
konsep ini untuk membantu mereka mengubah aparatur administrasi untuk
memberikan pelayanan publik yang lebih baik, tetapi pelayanan publik masih
dipandang sebagai aparatur administrasi yang lamban, tidak profesional, dan mahal
(Dawam, 1995).
Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja aparatur negara.
Memang pemerintah merancang konsep prinsip good governance untuk
meningkatkan kemampuan mengubah aparatur administrasi untuk memberikan
pelayanan publik yang lebih baik, sedangkan pelayanan publik masih dipandang
sebagai aparatur administrasi yang lamban, tidak profesional dan mahal (Budiman
dkk., 2022).
Dalam Peraturan Pemerintah 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan Dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil, prinsip-prinsip pemerintahan yang baik meliputi:
a. Profesionalisme, peningkatan kapasitas dan moral penyelenggara publik untuk
dapat memberikan pelayanan secara sederhana, cepat, tepat, dengan biaya yang
wajar.
b. Akuntabilitas, peningkatan akuntabilitas pengambil keputusan di segala bidang
yang terkait dengan kepentingan masyarakat.
c. Transparansi, menciptakan rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat
dengan menyediakan informasi dan memfasilitasi pengumpulan informasi yang
akurat dan lengkap.
d. Pelayanan prima, terwujudnya pelayanan publik yang meliputi prosedur yang baik,
tarif yang jelas, kepastian waktu, akses yang mudah, sarana dan prasarana yang
lengkap, serta pelayanan yang ramah, bijaksana dan disiplin.
e. Demokratis dan partisipatif, mendorong seluruh warga negara untuk menggunakan
haknya untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
f. Efisien dan efektif, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan bertanggung
jawab.
g. Supremasi oleh hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, menerapkan
hukum secara adil kepada semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan peduli terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) ada 14 prinsip good
governance, yaitu:
a. Wawasan ke depan (visionary)
b. Keterbukaan dan transparansi (openness and transparency)
c. Partisipasi masyarakat (participation)
d. Tanggung gugat (accountability)
e. Supremasi hukum (rule of law)
f. Demokrasi (democracy)
g. Profesionalisme dan kompetensi (professionalism and competency)
h. Daya tanggap (responsiveness)
i. Keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness)
j. Desentralisasi
k. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and
civilsociety partnership)
l. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality)
m. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment toenvironmental protection)
n. Komitmen pasar yang fair (commitment to the fair market)

Pelayanan Publik Sebagai Aspek Strategis Membangun Good Governance


Menurut Dwiyanto (2005) ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik
menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good governance di Indonesia,
antara lain :
1. Pelayanan publik memungkinkan birokrasi pemerintah untuk menerapkan prinsip-
prinsip pemerintahan yang baik, seperti efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan
integritas. Partisipasi dapat diterjemahkan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik daripada memasukkan prinsip ini ke dalam semua aspek
kegiatan pemerintahan.
2. Semua komponen pemerintahan penting untuk pelayanan publik. pemerintahan,
masyarakat sipil, dan mekanisme pasar sangat terlibat dalam hal ini. Pelayanan
publik memiliki banyak harapan dan menjadi tantangan yang penting untuk ketiga
komponen manajemen tersebut karena sifat positif dan negatif dari
praktik pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh ketiganya. Dalam menyediakan
layanan publik yang berkualitas. Kesuksesan pemerintahan dan dalam
membangun legitimasi kekuasaan, penguasa sering dipengaruhi oleh kemampuan
mereka untuk menyediakan layanan publik yang berkualitas tinggi
dan memuaskan warga. Dengan peningkatan pelayanan publik juga
akan memperkecil biaya birokrasi, meningkatkan kesejahteraan warga konsumen
dan efektivitas mekanisme pasar. Oleh karena itu, reformasi pelayanan publik
akan mendapat dukungan luas.
3. Pelayanan publik memiliki kemampuan untuk mendorong dukungan dan
kepercayaan masyarakat. Selama ini, pemerintah dan lembaga non-pemerintah
berkolaborasi dalam pelayanan publik. Dalam bidang ini terjadi konflik yang
serius antara pemerintah dan rakyatnya. Sangat buruknya praktik pemerintahan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik diakui oleh individu dan masyarakat
secara keseluruhan, sehingga jika terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang
pelayanan publik dapat dirasakan manfaatnya langsung oleh individu dan
masyarakat umum. Kesuksesan dalam membuat praktik pemerintahan yang baik
dalam bidang pelayanan publik dapat menghasilkan dukungan masyarakat luas
dan keyakinan bahwa membangun pemerintahan yang baik tidak hanya sebuah
mitos, tetapi juga dapat menjadi kenyataan.
4. Dengan memperbaiki pelayanan publik, diharapkan toleransi terhadap praktik
buruk pemerintahan akan berkurang. Hasil Survei Governance dan Desentralisasi
2002 (GDS 2002) menunjukkan bahwa sebagian besar warga menganggap
pungutan liar (pungli) sebagai hal yang wajar dan merasa lega karena layanan
dapat diselesaikan dengan cepat. Ini menunjukkan bahwa warga negara menjadi
lebih toleran terhadap pemerintahan yang tidak baik. Hal ini pasti dapat
mendorong warga untuk mengembangkan mekanisme survival dengan adanya
praktik bad governance, tetapi juga menghindari upaya untuk membangun good
governance. Kalau hal seperti ini terus terjadi dan semakin meluas tentu sangat
berbahaya bagi kelangsungan kehidupan bangsa. Dengan menjadikan praktik
pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangun good governance, maka
diharapkan toleransi terhadap bad governance yang semakin meluas dapat
dihentikan.
5. Dengan memperbaiki pelayanan publik, aktoraktor di luar negara diharapkan
terlibat dalam menangani masalah publik. Governance lebih luas dari pemerintah
karena dalam praktiknya melibatkan mekanisme pasar dan komponen masyarakat
sipil. Dalam pelayanan publik, keterlibatan elemen-elemen selama ini, masyarakat
sipil dan mekanisme pasar telah banyak terjadi, sehingga praktik pemerintahan
dalam bidang pelayanan publik bukan suatu hal yang baru-baru ini, ini merupakan
keuntungan memulai perubahan karena mekanisme pasar dan keterlibatan
sebelumnya telah ada. Selanjutnya yang diperlukan adalah mereposisi ketiga
komponen tersebut dan membagi peran yang proporsional dan saling melengkapi
antara pemerintah, komunitas sipil, dan mekanisme pasar agar sinergi dapat
terjadi.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa


administrator harus menerapkan etika administrasi pelayanan publik, yang sangat
penting karena akan mencegah tindakan yang tidak etis dan meminimalkan masalah
yang timbul dalam pelayanan publik sehingga mereka dapat memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat. Upaya untuk mengurangi masalah etika administrator
dalam pelayanan publik, seperti sikap mereka terhadap Kualitas dan relevansi
pelayanan publik dihasilkan dari optimalisasi pelayanan publik melalui etika. Etika
pelayanan publik dapat digunakan sebagai alat untuk kebijakan publik dan evaluasi,
dan dapat mengkorelasikan antara norma.
Daftar Purtaka
Azhari. E. T. 2003. “Upaya Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik”. Makalah.
Disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional Dimensi Politik Pelayanan
Publik: Partisipasi, Transparansi & Akuntabilitas pada tanggal 8 – 9 Oktober
2003 di Hotel Indonesia Jakarta.
Batubara. A. H. 2006. Pelayanan Publik Sebagai Pintu Masuk Dalam Mewujudkan
Good Governance. Jurnal Analisis dan Kebijakan, 2-4
Basyir, Ahmad Azhar. 2000, Asas-Asas Hukum Mu`amalat. Yogyakarta, UII Press.
Bisri. M. H dan Asmoro. B. T. 2019. Etika Pelayanan Publik Di Indonesia. Journal
of Governance Innovation. 1(1); 59-76.
Budiman., Farhannudin. A. F., Setia. A. A. P dan Jauza. D. 2022. Penerapan Etika
Pelayanan Publik Dalam Mewujudkan Good Governance. Jurnal
DIALEKTIKA: Jurnal Ilmu Sosial. 19(1).
Dawam. R. M. 1995, Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi. Jakarta. LP3ES.
Ediyanto dan Satibi. I. 2020. Etika Dan Perilaku Birokrasi Dalam Mendukung
Penguatan Good Governance. Jurnal Academia Praja. Vo. 3, No. 2, 234-250
Gie. T. L. 2006. “Etika Administrasi Pemerintahan”. Jakarta: Universitas Terbuka
Pasolong. H. 2008.Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Kumorotomo. W. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafinda Persada.
Martins. Jr. 1979. Professional Standards and Ethics. Washington, DC: ASPA
Publisher
Nandari. A. W. S dan Latrini. M. Y. 2015. Pengaruh Sikap Skeptis, Independent,
Penerapan Kode Etik, dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal
Akutansi Universitas Udayana. 10 (1): 164-181
Pujanarko. M. 2018. Etika Komunikasi Verbal Dalam Penulisan Berita Di Media
Online. Jurnal Citra. 6 (10); 1-12.
Rasyid. R. 1998. Desentralissai Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam
Pembangunan Administrasi Di Indonesia. Jakarta; LP3ES.
Suseno, Franz Magnis. 1994, Etika Bisnis : Dasar Dan Aplikasinya, Jakarta,
Gramedia.

REFERENSI
https://pascasarjana.umsu.ac.id/ruang-lingkup-manajemen-pelayanan-publik/
https://diklat.semarangkota.go.id/post/peranan-etika-pelayanan-publik-dalam-
mewujudkan-good-governance-ali-moechson-ssos-mpd
https://www.beritainhil.com/2023/01/penerapan-etika-publik-dalam-
mewujudkan.html
http://rinjani.unitri.ac.id/handle/071061/345
https://repository.unikom.ac.id/51314/1/1.neneng-siti-maryam-mewujudkan-good-
governance-edited.pdf
https://www.kabarriau.com/berita/8351/penerapan-etika-administrasi-publik-sebagai-
upaya-mewujudkan-good-governance
https://www.academia.edu/38018460/
Implementasi_Etika_Administrasi_Publik_Terkait_Perannya_Dalam_Mewujud
kan_Good_Governance_
http://eprints.ipdn.ac.id/42/13/ebook%20BUKU%20ETIKA
%20PEMERINTAHAN.pdf
https://id.scribd.com/document/324178638/Peran-Etika-Administrasi-Publik-Dalam-
Mewujudkan-Good-and-Clean-Government
http://repository.unas.ac.id/6137/2/bab%201.pdf
https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/artikel/pembangunan-zona-integritas-dalam-upaya-
mewujudkan-good-governance

Anda mungkin juga menyukai