BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika administrasi publik merupakan salah satu wujud kontrol
terhadap administrasi negara/publik dalam melaksanakan apa yang menjadi
tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Manakala administrasi publik menginginkan sikap, tindakan dan
perilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan
kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi publik. Etika
administrasi publik selain digunakan sebagai pedoman, acuan, referensi
administrasi publik, dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan
sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Etika mempunyai peran yang sangat strategis karena etika
dapat menentukan keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi,
struktur organisasi, serta manajemen publik.
Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku manusia
sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan tugas-tugas yang
ada di dalam administrasi publik, maka seorang administator harus mempunyai
tanggung jawab kepada publik.
Dalam perwujudan tanggung jawab inilah etika tidak boleh
ditinggalkan dan memang harus digunakan sebagai pedoman bertingkah laku.
Lebih jelas mengenai etika administrasi publik akan kami jelaskan di bawah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan jenis etika publik?
2. Apa fungsi-fungsi etika publik?
3. Bagaimana dampak dari etika publik terhadap perkembangan perusahaan?
4. Bagaimana prosedur etika publik?
2
BAB II
PEMBAHASAN
b. Etika organisasi yakni etika yang berfungsi sebagai aturan (ethics as rule)
yang dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta
prosedur termasuk di dalamnya sistem intensif dan disinsentif dan sanksi-
sanksi yang berdasarkan pada aturan; dan
kebijakan (public policy making) dan fungsi administrasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut.
Hal ini berarti kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada
kekuasaan politik sedangkan pelaksanaan atas kebijakan politik ini merupakan
kekuasaan dari administrasi publik. Dalam kondisi ini administrasi publik
dihadapkan kepada sesuatu yang dilematis mengingat adanya dikotomi antara
politik dan administrasi. Kebijakan yang dihasilkan dari konsensus politik harus
bermain dalam tataran benar atau salah ketika dijalankan oleh administrasi
publik. Disinilah etika diperlukan untuk dijadikan sebagai pedoman, referensi,
dan petunjuk tentang apa yang dilakukan dalam menjalankan kebijakan politik
ini. Etika disini juga dapat digunakan sebagai standar penilaian terhadap perilaku
Administrasi Negara dalam menjalankan kebijakan politik apakah dilaksanakan
secara baik atau buruk karena Administrasi Negara bukan saja memiliki
keterikatan dengan kebijakan politik tapi lebih dari itu juga berkait dengan
manusia dan kemanusiaan.
Ada tiga fokus etika publik. Pertama, pelayanan publik berkualitas
dan relevan. Artinya, kebijakan publik harus responsif dan mengutamakan
kepentingan publik. Kedua, fokus refleksi karena tak hanya menyusun kode etik
atau norma, etika publik membantu mempertimbangkan pilihan sarana
kebijakan publik dan alat evaluasi yang memperhitungkan konsekuensi etis. Dua
fungsi ini menciptakan budaya etika dalam organisasi dan membantu integritas
pejabat publik. Ketiga, modalitas etika: bagaimana menjembatani norma moral
dan tindakan. Ketiga fokus itu mencegah konflik kepentingan.
Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang
paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai
kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, bukan
berarti egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap
saja menolong orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan
orang lain. Atau menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk
menciptrakan keuntungan bagi diri sendiri. Menolong di sini adalah tindakan
berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas tanpa berharap pamrih tertentu
2. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi
kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini,
suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the
greatest happiness of the greatest numbers”. Perbedaan paham
utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan
orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
3. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti
kewajiban. Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan
tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari
tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan
4. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau
tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (2000), teori hak
merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak
dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi
seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi
orang lain. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia
7
Tuhan. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan
kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak
mengikuti aturan/perintah Tuhan sebagaimana dituangkan dalam kitab suci.
Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak
bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak.
Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya
tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun
ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat
mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat
manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan
dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui
tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan
buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika terdiri
dari beberapa teori, yaitu: Egoisme, Utilitarianisme, Deontologi, Teori Hak,
Teori Keutamaan (Virtue Theory), Teori Etika Teonom
Pendekatan Etika menyediakan kerangka untuk memastikan benar
tidaknya keputusan moral kita. Norma moral yang menjadi standar masyarakat
untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan seseorang, terkadang
hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa dipertimbangkan
mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Menurut teori Etika
Denteologi suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan
berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan
atau akibat tindakan itu. Teori Etika Teleologi menilai suatu tindakan itu baik
atau buruk dari sudut tujuan,hasil,sasaran atau keadaan optimim yang dapat
dicapai. Sedangkan menurut Teori Teori Utilitarianime menyatakan bahwa
tindakan yang benar dalam situasi adalah tindakan yang menghasilkan utilitas
besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya
10
DAFTAR PUSTAKA
https://ferirozak.wordpress.com/2015/05/29/etika-administrasi-publik/
http://ragazzacorp.blogspot.com/2012/12/etika-administrasi-publik-definisi.html
https://teorikeuangannegara.blogspot.com/2016/04/ruang-lingkup-dan-cara-
menangani.html
https://money.kompas.com/read/2011/06/07/03001349/etika.publik.dan.konflik.ke
pentingan?page=all
https://anangsk.wordpress.com/2015/03/30/dampak-negatif-perilaku-bisnis-tak-
beretika/