Nim. : 1112200123
Kelompok 3 (adm.negara)
Latar Belakang
Etika Pelayanan Publik adalah bidang studi yang mengeksplorasi norma, nilai-nilai,
prinsip, dan standar perilaku yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Ini
melibatkan aspek moralitas, integritas, transparansi, dan keadilan dalam interaksi antara
pemerintah atau lembaga publik dengan masyarakat yang dilayani. Latar belakang Etika Pelayanan
Publik berkembang seiring evolusi tata kelola pemerintahan dan pemikiran tentang hubungan
antara pemerintah dan masyarakat. Dimulai dari zaman kuno hingga sekarang, pemahaman tentang
tugas dan tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat telah menjadi fokus perhatian dalam
berbagai budaya dan sistem politik. Salah satu tonggak penting dalam sejarah pengembangan etika
pelayanan publik adalah era filsuf Yunani Kuno seperti Plato, Aristoteles, dan Socrates. Mereka
membahas konsep keadilan, tanggung jawab pemerintah, dan kepentingan umum dalam karya-
karya mereka. Kontribusi mereka membantu membentuk pemikiran tentang bagaimana
pemerintah harus bertindak secara adil dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Di sebuah kota, terdapat sebuah lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas pemberian
izin usaha kepada pengusaha kecil dan menengah. Di dalam lembaga tersebut, terdapat seorang
pejabat yang memiliki wewenang untuk meninjau aplikasi izin usaha dan memberikan
persetujuan.Namun, pejabat tersebut memanfaatkan posisinya dengan cara yang tidak etis. Dia
meminta suap kepada para pengusaha yang mengajukan permohonan izin. Tanpa memberikan izin
yang seharusnya diberikan berdasarkan kualifikasi dan prosedur yang ditetapkan, pejabat ini
menunda-nunda proses persetujuan izin tersebut kepada para pengusaha kecil dan
menengah.Sebagai contoh kasus spesifik, mari kita fokus pada seorang pengusaha bernama Maya.
Maya adalah seorang wanita muda yang berusaha membuka usaha kecil di kota tersebut. Dia telah
mengajukan izin usaha sesuai dengan semua ketentuan yang diperlukan dan telah menunggu
keputusan resmi untuk memulai usahanya.Meskipun Maya telah melengkapi semua persyaratan
dan prosedur yang diperlukan, izin usahanya tidak kunjung disetujui. Pejabat yang bertanggung
jawab atas izin tersebut meminta uang suap kepada Maya agar izin usahanya dapat disetujui
dengan cepat.Maya, seorang pengusaha yang bermoral, menolak memberikan suap karena itu
bertentangan dengan prinsip-prinsip integritas yang dianutnya. Namun, karena penolakan Maya,
proses persetujuan izinnya terus ditunda oleh pejabat yang bersangkutan. Akibatnya, bisnis yang
seharusnya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal terhambat oleh tindakan
penyalahgunaan kekuasaan ini.
Dari analisis yang saya lakukan menggunakan teori Jabbra dan Dwivendi (1989) yaitu dampak
dari penyalahgunaan kekuasaan dalam kasus ini sangat merugikan bagi para pengusaha yang
berusaha memulai usaha mereka secara legal dan berintegritas. Selain itu, tindakan pejabat yang
meminta suap merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan yang seharusnya
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang adil dan berkeadilan.Penyalahgunaan
kekuasaan dalam konteks ini juga menggambarkan pelanggaran terhadap prinsip etika pelayanan
publik. Seharusnya, pejabat publik bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang adil,
transparan, dan berintegritas kepada masyarakat. Namun, penyalahgunaan kekuasaan mengarah
pada perlakuan yang tidak merata dan tidak adil terhadap para pengusaha yang seharusnya
menerima izin usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Kasus ini mencerminkan betapa
pentingnya menjaga integritas dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dalam pelayanan
publik demi menjaga kepercayaan masyarakat serta keadilan bagi semua pihak yang terlibat.