Anda di halaman 1dari 45

Haryatmoko

Etika Publik & Partisipasi


Masalah: partisipasi masyarakat dg tingkat pendidikan yg
 belum merata rentan rekayasa.

Mekanisme keputusan demokrasi hanya di tangan oligarki:


 pimpinan parpol, pengusaha & birokrat.

Lemahnya partisipasi/representasi karena peran parpol


 terlalu dominan. Akibatnya korupsi kartel-elite.

Refleksi kritis atas memburuknya pelayanan publik


  keprihatinan etika publik.
Masalah Korupsi Kartel-Elite
Pendanaan partai politik menyeret ke korupsi kartel-elite yang
melibatkan jaringan partai politik, pengusaha, penegak hukum
& birokrasi karena kondisi politik berikut:

1) para pemimpin menghadapi persaingan politik dalam lembaga-


 lembaga yg masih lemah
2) partai politik tidak mengakar, tapi hanya mewakili kepentingan elite
3) sistem peradilan korup
4) birokrasi rentan korupsi

Situasi ini membuat politik penuh resiko dan ketidakpastian.


Tujuan Korupsi Kartel-Elite
Korupsi kartel-elite menghindari ketidakpastian :
 cara elite menggalang dukungan politik masyarakat memenangkan
 kerjasama dg lembaga legislatif, penegak hukum & birokrasi.

Caranya:
1) Mempengaruhi kebijakan publik & menghalangi atau mengkooptasi
 pesaing-pesaing potensial;
2) Menghimpun pengaruh utk menguasai /menjauhkan keuntungan
 ekonomi & kebijakan publik dari tekanan sosial dan elektoral.

Etika Publik: bagaimana menumbuhkan kesadaran terhadap perlunya


 etika dalam organisasi pelayanan publik?
Korupsi Menghambat Institusi Pasar & Politik
1.Tiadanya transparansi & akuntabilitas menghambat terbentuknya
 institusi pasar & politik yg kuat & efektif

2.Mengaburkan batas-batas antara politik & ekonomi, kepentingan


 publik & privat.

3.Akses ke pengambil keputusan dijadikan komoditi.


4.Korupsi memperlemah partisipasi & institusi politik-ekonomi krn
 memberi imbalan kpd tiadanya efisiensi.

5.Untuk memperlemah kemampuan kepentingan ekonomi & faksi


 politik memonopoli arena, maka kompetisi politik harus riil.
ada kaitan antara tingginya korupsi & rendahnya tingkat kompetisi
TIGA DIMENSI ETIKA PUBLIK
Pelayanan Publik
Relevan & Responsif
TUJUAN

ETIKA PUBLIK

MODALITAS TINDAKAN
-Akuntabilitas -Integritas Publik
-Transparansi
-Netralitas
Etika Publik
 refleksi ttg baik/buruk, benar/salah tindakan & keputusan untuk
 mengarahkan kebijakan publik dlm menjalankan pelayanan publik.

 Tiga fokus etika publik:


1. Tujuan: agar pelayanan publik berkualitas dan relevan
2. Refleksi: membantu pertimbangan pejabat publik dalam
 menentukan pilihan sarana kebijakan publik & sbg alat
 evaluasi yg memperhitungkan konsekuensi etis.
3. Modalitas etika: menjembatani antara norma moral dan
 tindakan nyata
membangun institusi-institusi yg lebih adil
Fokus Etika Publik: Modalitas
1.Bagaimana menjembatani norma moral & tindakan kongkrit

2.Norma moral belum cukup, masih butuh cara/sarana/ prosedur untuk


 bisa melaksanakannya

3. ‘Niat baik’ hrs bisa diterjemahkan ke dlm tindak nyata

 bagaimana mnegorganisir tanggung jawab?

Etika publik hrs diterjemahkan ke etika institusional shg memberi


“roh” kode etik, hukum, undang-udang
Makna Akuntabilitas
1)Akuntabilitas sebagai transparansi: a)organisasi pemerintah harus
 mempertanggungjawabkan apa yg dilakukan.
 b) Harus ada laporan terbuka terhadap pihak luar atau organisasi
 mandiri (legislator, auditor, publik) yg dipublikasikan

2) Akuntabilitas menjamin perilaku pejabat sesuai deontologi yg


 mengatur pelayanan publik :
 -menekankan nilai pelayanan publik yg telah dibatinkan
 -mempertajam makna tanggung jawab
  ada sistem pelayanan publik yang terlembagakan baik.

3) Akuntabilitas: kemampuan merespon kebutuhan publik atau


 bertanggungjawab terhadap pimpinan politiknya
Akuntabilitas: Bentuk Demokrasi Keseharian
Akuntabilitas: bentuk demokrasi keseharian krn upaya memperluas
 lingkup partisipasi masyarakat dlm ambil keputusan kebijakan publik

Akuntabilitas: interaksi warganegara, wakil rakyat & administrasi dg


 memberi kesempatan bagi sumbangan WN utk ikut
mempengaruhi
 & ambil bagian dlm proses pengambilan kebijakan

Akuntabilitas mencegah penyalahgunaan kekuasaan:


 meningkatkan kemampuan respon thd masyarakat dalam alokasi
 sumberdaya, tuntutan kelompok masyarakat.
Akuntabilitas: Prinsip Masyarakat Transparan
Akuntabilitas: prinsip masyarakat yg transparan.

Bila pemerintah lalai thd kewajibannya, WN bisa menuntut tanggung


 jawab thd akibat yg harus diderita.

Jadi masyarakat yg terkena dampaknya berhak untuk didengar &
 diperhitungkan pandangannya.

Agar hak-hak & kewajiban mereka diperhatikan, masyarakat perlu


 menentukan sanksi
Akuntabilitas & Syarat Pendelegasian
1. Pendelegasian tanggungjawab: idealnya didasarkan pada harapan-
 harapan dan standar-standar yg disetujui

2. Ada otoritas, sumberdaya & lingkungan yg mungkin

3. Mewajibkan pihak yg akuntabel memenuhi kinerja dg memberi


 informasi yg dapat dipercaya dan relevan

4. Mewajibkan pihak pemberi mandat memonitor kinerja dan


 melakukan koreksi bila ada masalah yg muncul

5. Ada sistem imbalan/sanksi didasarkan atas kinerja.


 kelimanya mengandaikan kompetensi teknis & leadership
Empat Bidang Akuntabilitas
1. Akuntabilitas birokrasi berjalan lewat hierarki organisasi birokrasi
dikritik tidak efektif: pengawasan masih menjadi bagian dari sistem.
-Keterlibatan pemerintah dalam banyak kegiatan, menururnkan
 kemampuan akuntabilitasnya diragukan.

2. Akuntabilitas hukum: menentukan proses perundangan atau


 hukum melalui legislator, keputusan pemerintah yg berhak
 mengatur atau komisi pelayanan publik.
interpretasi hukum tdk monopoli pemerintah, tp civil society bisa
 minta arbitrasi penafsiran/pelaksanaan hukum yg merugikan
3. Akuntabilitas politik: pembagian kekuasaan dengan beragam
 lembaga, representasi dan peran civil society.
4. Akuntabilitas profesional: kompetensi etis, teknis & leadership.
E-Governance & Akuntabilitas
Intensifikasi interaksi lembaga-lebaga negara & civil society berkat
 E-Governance meningkatkan akuntabilitas:
1. Meningkatkan transparansi
2.Mudah memonitor & mengkaji ulang kebijakan publik
3. Mengusahakan perbaikan/ganti rugi yang diderita publik karena
 kebijakan pemerintah yg keliru
4. Mendorong penciptaan mekanisme akuntabilitas formal
5. Mungkin pengalihan sebagian tugas pelayanan publik ke pihak
 swasta atau asosiasi nir-laba shg memecah kekakuan birokrasi
 akibat sentralisasi kewenangan.
6. Memudahkan koordinasi manajemen dg tetap berpegang pada
 prinsip subsidiaritas.
Segitiga Kompetensi Profesional
dalam Pelayanan Publik
-Pengetahuan yg terspesialisasi JJjJ.S.Bowman
-Pengetahuan ttg hukum 2010: 23
-Manajemen Program & Strategis
-Manajemen Sumberdaya
Kompetensi Teknis

Kompetensi Etika Kompetensi Leadership


Manajemen Nilai * Penilaian & Penetapan tujuan
Penalaran Moral Ketrampilan manaj. hard/soft
Moralitas Individual Gaya Manajemen
Moralitas Publik Ketrampilan politik & negosiasi
Etika Organisasi Evaluasi
Integritas Pejabat Publik
Integritas: kualitas perilaku seseorang/organisasi yg sesuai dg nilai,
standar & aturan moral yg diterima anggota organisasi & masyarakat

 pelayanan publik menjadi lebih berkualitas.

1) Jujur mengutamakan kepentingan publik dan menghindari konflik


 kepentingan dan korupsi
2) Responsif thd kebutuhan public

3) Akuntabel & liable thd pelayanan publik.


Unsur-Unsur Integritas
 1. Jujur: terbuka, mengatakan yang benar, & tidak memanfaatkan pihak lain

 2. Rasa hormat: menghormati pendapat berbeda, membuka kesempatan kepada


 yang lain untuk menyampaikan keprihatinan atau kepedulian

 3. Mendorong tumbuhnya kepercayaan (trust)

 4. Peduli terhadap apa yang diharapkan dari dirinya (outcome)

 5. Tanggungjawab: bisa dipercaya, peduli, mampu mengantisipasi

 6. Menepati janji, konsisten dan bisa menjaga konfidensialitas

 7. Cekatan dalam menjawab kebutuhan atau tuntutan pekerjaan


Budaya Etika dalam Pelayanan Publik
1)Menerapkan akuntabilitas & transparansi dg mencipta Komisi Etika
 & infrastruktur etika publik
2)Mengelaborasi pedoman transparansi dlm pengadaan barang/jasa.
Pengurus pengadaan barang/jasa: profesional & berkarir di bidang ini
3)Memberdayakan civil society dlm pengawasan pelayanan publik dg
 Kartu Pelaporan Warganegara
4) Membangun jaringan anti-korupsi di daerah melalui pendidikan dan
 pelatihan yg melibatkan berbagai asosiasi profesi, LSM, mahasiswa
5) Membangun berbagai kelompok untuk ambil bagian dalam
 mekanisme kontrol dalam budget pemerintah daerah.
6) Membangun mekanisme whistle-blowing (komunikasi konfidensial,
 hotlines) & perlindungan hukumnya
Ketrampilan Etika dlm Pelayanan Publik

1. Tingkat kesadaran penalaran moral sbg dasar pengambilan


 keputusan yang etis

2. Kemampuan memahami etika sebagai sarana menghadapi konflik

3. Kemampuan menolak perilaku yg berlawanan dg etika

4. Mampu menerapkan teori-teori etika dlm proses pengambilan


 keputusan & evaluasi
Membangun Kompetensi Etika
1) Kepedulian etika  pelatihan etika: pelatihan rutin (syarat kenaikan
 pangkat/jabatan) membentuk keyakinan & pembiasaan pd nilai etika

2) Komisi etika pembentukan kompetensi etika krn budaya etika


 organisasi mempertajam penalaran etis.

3) Peran pimpinan  menciptakan perilaku etis dlm organisasi:


 teladan & jeli memahami faktor keputusan & tindakan agar
 sesuai dg tuntuntan etika publik.

4) Keputusan etis tumbuh bila ada sanksi/ imbalan; organisasi &
 evaluasi menimbang konsekuensi etis
Infrastruktur Etika
1. Akuntabilitas & pers bebas yg kritis

2. Adanya rotasi jabatan karena merupakan benteng melawan godaan


 korupsi & konflik kepentingan

3. Kode etik & legislasi utk mencegah konflik kepentingan,


 pembentukan auditor mandiri, sistem pengawasan internal &
 dewan penasehat etika

4. Pada tingkat manajerial, kompetensi teknis & kemampuan


 leadership pejabat publik menopang kompetensi etis.

5. E-Governance & pengawasan oleh civil society


Tahap-tahap Pelembagaan Etika
Tahap pertama: fokus ke rambu-rambu untuk mencegah upaya
 mengalihkan pelayanan publik ke kepentingan
pribadi.
Pada tahap kedua: masih mengejar keberhasilan diri sendiri dengan
memanipulasi pihak lain.
Kecenderungannya tujuan menghalalkan cara. Rumusan etika publik
menekankan pencegahan perilaku/tindak pelanggaran atau kriminal.
Tahap ketiga: organisasi nir-laba, pemerintah, perusahaan sudah
 terbuka menyesuaikan dg praktek-praktek lembaga sejenis, tapi
 kebiasaan kelompok masih menentukan yang benar atau salah.
Tahap ke empat: arah organisasi sudah mengikuti otoritas yang sah
untuk menentukan standar perilaku dan kebijakannya. Acuan
moralnya mendasarkan pada struktur legal masyarakat.
Strategi Etika
(i) menyesuaikan standar perilaku yang berasal dari luar;
(ii) tujuannya untuk mencegah tindak kriminal & pelanggaran
(iii) tipe leadershipnya: lawyer-driven,lebih menekankan pada
 yang memiliki orientasi legalistik.

Asumsi yang mendasari: motivasi utama pelayan publik masih
 kepentingan diri untuk mendapatkan keuntungan materi.

Untuk menghadapi situasi organisasi seperti itu dibutuhkan


pelatihan etika publik yang berkelanjutan, diskresi yang terbatas,
sistem pengawasan yang ketat dan sanksi yang jelas dan tegas
Strategi Etika Tahap ke lima & enam
1. Menekankan pada etos kemampuan mengatur diri sendiri sesuai
 dengan standar etika yg telah dipilih/disetujui bersama
2. Tujuannya mendorong atau memungkinkan tindakan atau perilaku
 yang bertanggungjawab
3. Tipe kepemimpinannya mengandalkan pd kemampuan manajemen
4. Metode: pendidikan berkesinambungan dlm hal etika publik dan
 memberi latihan kepemimpinan dan pengalaman melalui
 karir jabatan; dan menjamin akuntabilitas.
Orientasi Baru Pelayanan Publik
(i) Perampingan, desentralisasi & semangat kewirausahaan
(ii) Integrasi budaya etika dlm organisasi pelayanan publik
(iii) Penggunaan perencanaan dan lingkaran kontrol
(iv) Organisasi kerja lebih luwes
(v) Prioritas pd masyarakat yg dilayani & kepuasan publik, bukan pd
prosedur organisasi;
(vi) Ukuran utama: hasil/kinerja dan pertanggungjawaban, bukan lagi
 menekankan pada metode.
(vii) Pelimpahan tanggung jawab semakin besar ke pelayan publik
 untuk ideal etika pelayanan publik, yaitu efektivitas,
 efisiensi dan penghematan .
Enam Langkah Mengintegrasikan Kode Etik
ke Manajemen Organisasi
Memberlakukan Kode Etik perlu mengintegrasikannya ke dalam
manajemen organisasi:
(i) Dlm menyusun kode etik mengikutsertakan anggota-anggota yang
representatif shg ada partisipasi & membentuk khasanah istilah yg
sama rasa memiliki dan komitmen

(ii) Komisi etika dilibatkan dlm pengambilan keputusan dlm setiap


pertemuan staf dg merumuskan dampak etikanya.

(iii) Disediakan konsultasi etika & saluran pelaporan etika, keluhan,


protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi
konfidensial), sistem perlindungan bagi pelapor.
(iv) Manajemen personalia disesuaikan dg tuntutan etika publik, juga
 revisi cara perekrutan calon pejabat.

(v) Audit etika secara berkala: melihat kembali dokumen, menilai


 kerentanan masalah, wawancara dan survei karyawan,
 & evaluasi terhadap sistem yg ada.

(vi) Meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dg memasang kode etik


 di setiap tempat berkumpul
Meniup Peluit yg Efektif
Meniup peluit akan efektif bila memperhitungkan:
1.Ketepatan laporan yang dituduhkan,
2.Bukti awal jelas: memungkinkan pihak yang mendapat laporan
 bisa memverifikasi.
3.Telah mencari/mengusahakan upaya lain, tapi tidak efektif.
4.Mencek & mencek kembali fakta yang diketahui sebelum
 mengatakan dg spesifikasi tingkat pelanggaran.
5. Tuduhan fair (sejauh mana penyalahgunaan wewenang itu
 mengancam/membahayakan kepentingan publik
 (bukan sekedar bentuk balas dendam atau mencari sensasi).
6. Akan lebih dipercaya oleh publik bila tidak dalam anonimitas
Mekanisme Perlindungan Whistle-Blower
1. Harus ada pernyataan tegas bahwa pelaporan pelanggaran korupsi
akan ditanggapi serius dalam organisasi asal indikasinya jelas

2. Konfidensialitas pelapor dilindungi: informasinya diharapkan, dan


 memberi kesempatan mengemukakan keprihatinan itu di luar jalur
 struktur manajemen.
3. Sanksi akan diberikan terhadap siapa saja yg membuat laporan
palsu
 atau tuduhan jahat.
4. Memberi indikasi cara yg baik bagaimana keprihatinan itu akan
 diangkat di luar organisasi.
Laporan ke lembaga di luar organisasi atau media.
Metode Kartu Pelaporan Warganegera
1.Mendorong umpan balik dr warganegara tentang tingkat kepuasan
warganegara terhadap pelayanan publik dan bisa memberi indikasi
prakiraan adanya korupsi

2.Memberdayakan warganegara untuk membangun sikap pro-aktif dg


menuntut akuntabilitas & response pejabat publik

3.Berguna utk alat diagnosa bagi pelayanan publik, konsultan, dan


peneliti utk memudahkan perencanaan & pemecahan masalah

4.Mendorong pelayan publik untuk mendesign standar kinerja &


mempermudah pelaksanaan transparansi.
Masukan Kartu Pelaporan Warganegara
Menyelenggarakan benchmark dlm hal akses, jawab kebutuhan &
kualitas pelayanan publik sebagaimana dialami warganegara

Menyediakan ukuran kepuasan publik sehingga dimungkinkan


untuk melakukan perbaikan

Memberi indikator masalah dalam pemberian pelayanan publik

Memberi prakiraan yang bisa diandalkan terhadap dugaan korupsi


dan beaya lain yg disembunyikan

Memberi mekanisme untuk mengeksplorasi alternatif bagi


perbaikan pelayanan publik
Tujuan Studi Kartu Pelaporan Warganegara

Identifikasi masalah melalui diskusi kelompok fokus

Mengidentifikasi contoh-contoh ilmiah & instrumen untuk survei

Survei dilakukan oleh organisasi yg mandiri

Mengumpulkan data kualitatif

Melaporkan hasil survei ke publik

Menerapkan advokasi dan pengaturan kemitraan


Transparansi Pengadaan Barang/Jasa
(i) Akses ke informasi ttg aturan & prosedur & kesempatan pengadaan
 barang/jasa tertentu
(ii) Informasi hrs jelas, konsisten dan relevan
  menjamin persaingan dan menghindarkan kolusi;
(iii) Standardisasi proses melalui benchmark : keputusan-keputusan
 bisa dibandingkan utk memudahkan kontrol internal dan
 melacak pelanggaran atau penyimpangan;
(iv) Keputusan penting dlm pengadaan barang/jasa terdokumentasi
 baik dan mudah diakses.
(v) E-Procurement : sistem meninggalkan jejak utk memudahkan
 audit, revisi dan evaluasi kebijakan pengadaan barang/jasa.
 Sistem elektronik membantu menghubungkan dg seluruh sistem
 manajemen keuangan.
12 Tanda Korupsi dlm Pengadaan Barang/Jasa
(1) kontrak diberikan selalu kepada penyedia yang sama tanpa ada
 kompetisi, sering dengan lebih tinggi dari harga pasar
(2) adanya perantara dalam kontrak padahal dia tidak menambah mutu
 atau kinerja kontrak
(3) pejabat menerima pemberian, fasilitas, uang dan nampak lebih
 kaya padahal tidak sesuai dengan gaji yang diperolehnya;
 (4) mutu rendah barang/jasa: kemungkinan menaikkan harga kontrak
 barang/jasa, atau memberikan lebih rendah dari kualitas seharusnya
 (5) Mantan pejabat /keluarga/teman bertindak sebagai penyedia
 barang/jasa.
(6) Keluhan penawar: sumber informasi adanya penipuan/korupsi:
 hilang atau cacat barangrendahnya kapasitas atau petunjuk suap
 karena material yg cacat tetap diterima
Sebab Kegagalan Menerapkan Akuntabilitas

1.Lemahnya kompetensi wakil rakyat dalam bertugas mengawasi

2. Pejabat publik korup



3. Etos yg bertentangan dengan semangat demokrasi

4. Kelambanan birokrasi

5. Anonimitas
Akuntabilitas Gagal Bila…
1.Akuntabilitas gagal ketika kebijakan publik merugikan
 kelompok miskin, tidak ada ganti rugi resmi/memadai.
tiadanya konsistensi dlm perlindungan hak-hak WN atau
 karena kriteria resmi ditafsirkan secara curang

2.Kegagalan akuntabilitas karena berpihak ke yg kuat:


 mengorbankan kelompok miskin, marjinal, & minoritas.
Kesaksian kelompok ini bisa diabaikan oleh polisi, jaksa atau
 hakim dlm perkara perdata atau pidana
Asosiasi Profesi & Pro Bono
Jaringan asosiasi profesi (akuntan, hukum, dokter, insinyur sipil,
arsitek) membantu analisa, investigasi, audit, evaluasi suatu proyek
atau advokasi hukum.

Tuntutan praktek Pro bono (Pro bono publico): kerja sukarela dari
kaum profesional yg tdk dibayar sbg bentuk pelayanan kepada
masyarakat (jam per bulan).

Kriterium Pro bono ini berfungsi mengingatkan bhw jabatan publik &
profesi mengandung nilai etis atau kewajiban moral, yaitu sebagai
panggilan untuk pengabdian masyarakat.

syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan


Modalitas & Infrastruktur Etika
Modalitas: semua prosedur atau syarat kemungkinan bagi penerapan
 norma-norma etika ke dalam tindakan atau kebijakan publik.

Infrastruktur etika publik: “semua bentuk sarana yang mendorong &


 memberi sanksi untuk mengarahkan secara koheren dan
 terkoordinasi pada norma-norma, yang ditingkatkan
 menjadi materi etika dalam pelayanan publik”
 (F.Piron, 2007: 42).
DINAMIKA ETIKA PUBLIK
Mendasarkan pada Dualitas Struktural

INTERAKSI KOMUNIKASI KEKUASAAN SANKSI


[MORALITAS]

KERANGKA PENAFSIRAN F A S I L I T AS NORMA

-Prinsip Keadilan -Infrastruktur Etika -Kode etik


subsidiaritas & solidaritas -Akuntabilitas -Hukum Mencegah
MODALITAS -Transparansi Konflik Kepentinan &
-Deontologi, Teleologi, Etika -Netralitas Korupsi
Keutamaan, teori-teori lain
-Tiga Kompetensi -Integritas Publik
-Enam Tahap Perkembangan Profesional -Pelayanan Publik yg
Kesadaran Moral (Kohlberg) relevan & responsif
-E-Governance
-Hak untuk menjadi bagian -Nilai-nilai Agama
dari Komunitas

STRUKTUR PEMAKNAAN DOMINASI LEGITIMASI

ETIKA DI DALAM PELAYANAN


BUDAYA PUBLIK
ETIKA ETIKA SOSIAL
INDIVIDUAL
1.OBYEK Baik/buruk perilaku Hukum, politik,
individu dlm masyarakat strategi,
praktik,kelompok
komunitas & inst.
Sosial
2.VALIDITAS Tergantung pada
kesahihan premisnya Terkait dg struktur sos.,
& tindakan kolektif.
Perlu persetujuan
sebanyak mungkin
anggota masy.
3.MEDIASI Hubungan antara visi &
tindakan  langsung Hub. visi & tindakan
kolektif tidak langsung.
Butuh mediasi.
4.Jembatan Bila sdh jadi keyakinan
antara Tahu & individu, tindakan tidak Mediasi: nilai, makna,
butuh persuasi. simbol.
Bertindak Profesi sangat
 KODE ETIK HUKUM
1. Pencegahan, pembinaan, dan 1.Aturan untuk menjaga
pentingnya internalisasi nilai- stabilitas tatanan sosial
nilai (sanksi bersifat mendidik) menegakkan, menghukum
2.Menekankan ‘mengapa’ dan 2.Bukan hanya berfungsi sbg
‘bagaimana’ seharusnya stare decisis (prinsip yg ikuti
bertindak nilai& prinsip keputusan kasus sebelumnya)
membentuk esprit de corps tp tekanan pd regulasi
3.Lebih ingin memajukan suatu 3.Demi tatanan sosial: kontrak
ideal (core values). keamanan, kesejahteraan
4. Kode etik tidak bisa berubah 4. Mudah diubah pembuat UU
seturut keinginan pembuatnya (beban & keuntungan masy.)
(kepekaan, kebiasaan, nilai) 5.Tekanan: mengorganisir
5.Mempertajam makna tanggungjawab dg ancaman
tanggungjawab (pendidikan) hukuman. Kesesuaian perilaku
Latihan Membuat Kuestioner KPW
Buatlah 15 pertanyaan untuk evaluasi kinerja pelayanan publik:
1. Pelayanan Puskesmas
2. Rumah Sakit Daerah
3. Pelayanan BPJS
4. Pelayanan Kelurahan
5. Pelayanan Kepolisian/Samsat
6. Pelayanan Pajak
7. Pelayanan Urusan Tanah
8. Pelayanan Perizinan Usaha
9. Langganan listrik
Pertanyaan di Kuestioner Bisa Membantu:
1. Menyelenggarakan benchmark dlm hal akses, jawab kebutuhan
 & kualitas pelayanan publik sebagaimana dialami warganegara

2. Menyediakan ukuran kepuasan publik sehingga dimungkinkan


 untuk melakukan perbaikan

3. Memberi indikator masalah dalam pemberian pelayanan publik

4. Memberi prakiraan yang bisa diandalkan terhadap dugaan


 korupsi dan beaya lain yang disembunyikan

5. Memberi mekanisme untuk mengeksplorasi alternatif bagi


 perbaikan pelayanan publik

Anda mungkin juga menyukai