Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Made Agus Widiantara Putra

NIM : 2112531014

Matkul : Etika Administrasi Publik

Prodi : Administrasi Publik

1. Etika deontologi memandang bahwa tindakan itu baik atau buruk berdasarkan
kewajiban moralnya. Dalam konteks korupsi, etika deontologi memandang bahwa
korupsi adalah tindakan yang salah karena melanggar kewajiban moral untuk jujur, adil,
dan tidak mengambil keuntungan dari orang lain.
Etika teleologi memandang bahwa tindakan itu baik atau buruk berdasarkan akibatnya.
Dalam konteks korupsi, etika teleologi memandang bahwa korupsi adalah tindakan
yang salah karena memiliki akibat buruk, yaitu merugikan masyarakat dan merusak
tatanan sosial.
Studi kasus
Misalnya, seorang pejabat pemerintah yang menerima suap untuk memberikan izin
pembangunan proyek. Menurut etika deontologi, tindakan pejabat tersebut salah karena
melanggar kewajiban moralnya untuk jujur dan tidak mengambil keuntungan dari orang
lain. Menurut etika teleologi, tindakan pejabat tersebut juga salah karena memiliki
akibat buruk, yaitu merugikan masyarakat karena proyek pembangunan tersebut tidak
sesuai dengan kepentingan publik.
Kesimpulan
Etika deontologi dan etika teleologi memiliki pandangan yang berbeda dalam
memandang permasalahan korupsi. Etika deontologi memandang korupsi sebagai
tindakan yang salah berdasarkan kewajiban moralnya, sedangkan etika teleologi
memandang korupsi sebagai tindakan yang salah berdasarkan akibatnya.
Dalam praktiknya, kedua etika tersebut dapat saling melengkapi. Etika deontologi dapat
menjadi dasar untuk menetapkan kewajiban moral, sedangkan etika teleologi dapat
digunakan untuk menilai akibat dari suatu tindakan.
Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan etika deontologi dan etika teleologi
dalam upaya pemberantasan korupsi:
Etika deontologi dapat digunakan untuk menetapkan kewajiban moral bagi aparat
penegak hukum untuk memberantas korupsi. Aparat penegak hukum memiliki
kewajiban moral untuk jujur, adil, dan tidak korupsi. Etika teleologi dapat digunakan
untuk menilai akibat dari suatu kebijakan antikorupsi. Kebijakan antikorupsi yang
efektif adalah kebijakan yang memiliki akibat buruk yang minimal, misalnya tidak
menimbulkan pengangguran atau kemiskinan.
Upaya pemberantasan korupsi perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat.
Masyarakat dapat berperan dalam upaya pemberantasan korupsi dengan menerapkan
etika deontologi dan etika teleologi dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat dapat
menolak untuk memberikan suap, melaporkan kasus korupsi, dan mendukung
kebijakan antikorupsi.

2. Pada tahun politik, persaingan antar kandidat yang semakin sengit seringkali
mendorong terjadinya pelanggaran etika politik. Hal ini dapat dilihat dari maraknya
kampanye hitam, penyebaran berita bohong, dan serangan pribadi yang dilakukan oleh
para kandidat dan pendukungnya.
Untuk membangun politik etika di tahun politik, diperlukan strategi yang efektif dan
melibatkan berbagai pihak. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi strategi yang
dapat dilakukan:
1. Pendidikan politik
Pendidikan politik merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya etika politik. Pendidikan politik dapat dilakukan
melalui berbagai media, seperti sekolah, perguruan tinggi, media massa, dan
lembaga swadaya masyarakat. Pendidikan politik dapat mencakup materi-materi
tentang nilai-nilai etika politik, seperti kejujuran, integritas, dan keadilan.
Pendidikan politik juga dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pentingnya berpartisipasi dalam politik secara aktif dan bertanggung jawab.
2. Pengawasan dan penegakan hukum
Pemerintah dan lembaga penegak hukum perlu meningkatkan pengawasan dan
penegakan hukum terhadap pelanggaran etika politik. Hal ini penting untuk
memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran dan menciptakan iklim politik
yang bersih dan sehat. Lembaga penegak hukum perlu memiliki standar hukum
yang jelas dan tegas dalam menangani kasus pelanggaran etika politik. Selain itu,
perlu juga adanya kerja sama yang baik antara lembaga penegak hukum dan
masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan politik.
3. Keterlibatan masyarakat
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam membangun politik etika.
Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas dan pemantau pelaksanaan politik.
Masyarakat juga dapat memberikan sanksi sosial kepada pelaku pelanggaran etika
politik. Masyarakat dapat meningkatkan keterlibatannya dalam politik dengan
mengikuti perkembangan politik, menganalisis informasi politik, dan berpartisipasi
dalam proses politik.
Selain strategi-strategi di atas, perlu juga adanya perubahan budaya politik di
masyarakat. Budaya politik yang cenderung pragmatis dan menghalalkan segala cara
untuk menang perlu diubah menjadi budaya politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai
etika dan moral. Perubahan budaya politik dapat dilakukan melalui berbagai upaya,
seperti pendidikan politik, kampanye publik, dan keteladanan dari para pemimpin.

3. Birokasi yang netral adalah birokrasi yang tidak memihak kepada kepentingan pribadi,
kelompok, atau partai politik tertentu. Birokasi yang netral harus melayani kepentingan
publik secara profesional dan imparsial.
Dari perspektif etika pegawai, birokasi yang netral dapat diciptakan dengan
menerapkan nilai-nilai etika pegawai, seperti:
− Jujur
− Adil
− Profesional
− Bertanggung jawab
− Berintegritas
Pegawai birokrasi harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk menerapkan nilai-
nilai etika tersebut dalam pelaksanaan tugasnya. Pegawai birokrasi harus dapat
memisahkan antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik. Pegawai birokrasi
juga harus dapat bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Dari perspektif etika organisasi, birokasi yang netral dapat diciptakan dengan
menerapkan nilai-nilai etika organisasi, seperti:
− Transparansi
− Akuntabilitas
− Responsibilitas
− Partisipasi
− Demokrasi
Organisasi birokrasi harus memiliki sistem dan mekanisme yang menjamin
transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas dalam pelaksanaan tugasnya. Organisasi
birokrasi juga harus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, organisasi birokrasi juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi
dalam pelaksanaan tugasnya.
Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menciptakan birokasi
yang netral:
− Peningkatan pendidikan dan pelatihan etika pegawai
− Penerapan kode etik pegawai
− Peningkatan pengawasan dan penegakan disiplin pegawai
− Peningkatan transparansi dan akuntabilitas organisasi
− Peningkatan partisipasi masyarakat
Strategi-strategi tersebut perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan untuk
menciptakan birokasi yang netral dan profesional.

4. Etika politik, etika publik, dan etika administrasi merupakan tiga konsep yang saling
berkaitan dalam kebijakan publik. Etika politik merupakan prinsip-prinsip moral yang
mengatur perilaku para aktor politik, seperti pejabat publik, partai politik, dan
kelompok kepentingan. Etika publik merupakan prinsip-prinsip moral yang mengatur
perilaku para penyelenggara pemerintahan, seperti pegawai negeri sipil, pejabat
eksekutif, dan pejabat legislatif. Etika administrasi merupakan prinsip-prinsip moral
yang mengatur perilaku para penyelenggara administrasi, seperti pegawai administrasi
dan aparat penegak hukum.
Hubungan antara etika politik, etika publik, dan etika administrasi dalam kebijakan
publik dapat digambarkan sebagai berikut:
Etika politik berperan sebagai landasan bagi etika publik dan etika administrasi. Nilai-
nilai etika politik, seperti kejujuran, keadilan, dan transparansi, menjadi dasar bagi
nilai-nilai etika publik dan etika administrasi. Etika publik dan etika administrasi saling
melengkapi dalam pelaksanaan kebijakan publik. Etika publik berperan dalam
mengatur perilaku para penyelenggara pemerintahan dalam membuat kebijakan publik,
sedangkan etika administrasi berperan dalam mengatur perilaku para penyelenggara
administrasi dalam melaksanakan kebijakan publik.
Studi kasus
Kasus korupsi pengadaan alat kesehatan pada masa Covid-19
Kasus korupsi pengadaan alat kesehatan pada masa Covid-19 merupakan contoh
pelanggaran etika politik, etika publik, dan etika administrasi. Kasus ini melibatkan
para aktor politik, seperti pejabat publik, partai politik, dan kelompok kepentingan.
Kasus ini juga melibatkan para penyelenggara pemerintahan, seperti pegawai negeri
sipil, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif.
Kasus ini melanggar etika politik karena melanggar nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan
transparansi. Kasus ini juga melanggar etika publik karena melanggar nilai-nilai
profesionalisme, akuntabilitas, dan responsibilitas. Selain itu, kasus ini juga melanggar
etika administrasi karena melanggar nilai-nilai integritas, imparsialitas, dan
profesionalisme.
Kesimpulan
Etika politik, etika publik, dan etika administrasi merupakan tiga konsep yang saling
berkaitan dalam kebijakan publik. Etika politik berperan sebagai landasan bagi etika
publik dan etika administrasi. Etika publik dan etika administrasi saling melengkapi
dalam pelaksanaan kebijakan publik.
Pelanggaran etika politik, etika publik, dan etika administrasi dapat berdampak negatif
terhadap kebijakan publik. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan nilai-nilai etika
tersebut dalam kebijakan publik.

Anda mungkin juga menyukai