Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

“KUALITAS PELAYANAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI

KANTOR SAMSAT TABANAN”

Disusun Oleh:

I MADE AGUS WIDIANTARA PUTRA

2112531014

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan publik adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah kepada warga negara. Pemerintah memiliki kewajiban dan

tanggungjawab untuk memberikan layanan publik yang memuaskan

semua pihak. Pelayanan publik yang profesional merupakan

tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, karena

layanan tersebut harus memenuhi hak-hak warga yang disediakan dan

dijamin oleh pemerintah. (Mulyadi, D. 2018)

Pelayanan publik yang unggul, atau yang sering disebut sebagai

pelayanan terbaik, adalah pelayanan yang memenuhi standar kualitas

tertentu. Standar pelayanan merupakan patokan yang digunakan

sebagai panduan dalam memberikan layanan dan sebagai acuan untuk

menilai kualitas pelayanan sebagai komitmen dan janji dari

penyelenggara layanan kepada masyarakat, dengan tujuan agar

layanan tersebut memiliki kualitas yang tinggi, cepat, mudah diakses,

terjangkau, dan dapat diukur. Menurut Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2014, komponen standar pelayanan yang

terkait dengan proses penyampaian pelayanan mencakup persyaratan,

prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya/tarif, produk pelayanan, dan

penanganan pengaduan. Jika sebuah instansi pemerintah atau


lembaga mampu mematuhi standar kualitas ini, maka dapat dikatakan

bahwa mereka telah memberikan layanan yang berkualitas.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik

menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah suatu rangkaian kegiatan

yang bertujuan untuk memenuhi semua kebutuhan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi semua warga

negara. Setiap warga negara memiliki hak atas barang, jasa, dan

layanan administratif yang telah disediakan oleh instansi pelayanan

publik. Undang-undang ini diharapkan dapat memastikan bahwa

kebutuhan administratif masyarakat terpenuhi, serta mengklarifikasi hak

dan kewajiban masyarakat, sambil juga memastikan bahwa aparatur

pemerintah bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan publik.

(Mulyadi, D. 2018)

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik

menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan

yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara. Semua warga negara

memiliki hak untuk menerima barang, jasa, dan layanan administratif

yang disediakan oleh lembaga pelayanan publik. Undang-undang ini

dimaksudkan untuk memastikan bahwa kebutuhan administratif

masyarakat terpenuhi, serta untuk menjelaskan hak dan kewajiban

masyarakat, sambil juga menegaskan tanggung jawab pemerintah

dalam memberikan pelayanan publik. (Mulyadi, D. 2018)


Saat ini, pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur

pemerintah masih sering mengalami kelemahan, yang mengakibatkan

ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitasnya. Kelemahan ini terlihat

dari keluhan yang terus-menerus disampaikan masyarakat melalui

media massa, seperti prosedur yang rumit, ketidakpastian mengenai

waktu penyelesaian, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang

kurang transparan, responsivitas petugas yang rendah, dan masih

adanya permasalahan dalam sistem pemerintahan yang belum efektif

dan efisien, serta kualitas sumber daya manusia di aparatur yang

belum memadai. Semua hal ini telah menciptakan citra buruk bagi

pemerintah di mata masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tidak

memahami seluk-beluk pelayanan publik. (Dwiyanto, A. 2017)

Kenyataan saat ini masih menghadirkan banyak hambatan

dalam layanan yang diberikan oleh aparat pemerintah, sehingga belum

dapat memenuhi harapan masyarakat dan belum mencapai standar

pelayanan publik yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25

tahun 2009. Kepuasan masyarakat terhadap layanan akan tercapai jika

harapan dan kebutuhan mereka terpenuhi. Jika masyarakat tidak puas

dengan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara layanan, hal ini

menunjukkan bahwa pelayanan tersebut tidak efektif dan tidak efisien.

(Dwiyanto, A. 2017).

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) merupakan

sebuah implementasi konkret dari peran aparat negara sebagai pelayan

masyarakat. Kantor SAMSAT adalah bagian dari struktur birokrasi


pemerintah yang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah dan

mempercepat pelayanan terkait dengan dokumen kendaraan bermotor,

seperti registrasi dan identifikasi kendaraan dalam bentuk Surat Tanda

Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor

(TNKB). Semua kegiatan ini terpusat dalam satu gedung untuk

kenyamanan dan efisiensi masyarakat.

Pedoman Umum Standar Pelayanan di SAMSAT, yang diatur

dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014, disusun dengan niatan

untuk mengenakan Standar Pelayanan SAMSAT sebagai referensi bagi

petugas SAMSAT ketika memberikan layanan kepada masyarakat.

Untuk memberikan pelayanan yang optimal, kinerja pegawai

memainkan peran kunci. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan

penulis, ada sejumlah masalah yang diidentifikasi dalam pelayanan

public. Salah satunya adalah kinerja petugas yang kurang memuaskan

dalam melayani wajib pajak. Saat ini, Sistem Administrasi Manunggal

Satu Atap (SAMSAT) di Kota Tabanan belum mencapai standar

pelayanan yang diharapkan bagi wajib pajak. Masalah lain yang

diidentifikasi adalah kurangnya disiplin petugas terkait dengan

ketepatan waktu, baik dalam jam kerja maupun jam pelayanan.

Beberapa petugas cenderung bekerja sesuai keinginan pribadi mereka,

bahkan melakukan percakapan di luar pekerjaan selama jam kerja,

yang menghambat proses pelayanan. Selain itu, praktik percaloan

masih cukup umum. Keberadaan calo yang masih aktif di berbagai


lembaga penyelenggara pelayanan publik, termasuk SAMSAT di

Tabanan, merugikan masyarakat karena penggunaan jasa calo

mengakibatkan biaya tambahan yang tidak perlu. Meskipun demikian,

masih ada masyarakat yang memilih untuk menggunakan jasa calo di

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) di Kota Tabanan.

Berdasarkan pemaparan diatas peneliti tertatik untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut tentang “Kualitas Pelayanan Pajak

Kendaraan Bermotor Di Kantor SAMSAT Tabanan”

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan latar belakng diatas, maka penulis menarik

rumusan masalah penelitian ini, yaitu:

“Bagaimana Kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Di Kantor

SAMSAT Tabanan?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik dalam administrasi pajak

kendaraan bermotor di Kantor SAMSAT Tabanan

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

pengembangan pengetahuan tentang Administrasi Publik dan

berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan, terutama

dalam konteks peningkatan kualitas pelayanan masyarakat yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

1.4.2 Manfaat Praktis


A. Untuk Peneliti

Harapannya, penelitian ini dapat menjadi sumber

pengetahuan dan pemahaman tambahan bagi peneliti

mengenai kualitas pelayanan di Kantor SAMSAT Tabanan.

B. Untuk Masyarakat

Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi terkait

dengan kualitas pelayanan pada Kantor SAMSAT Tabanan

dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi

masyarakat.

C. Untuk Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan evaluasi

bagi pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada

Kantor SAMSAT Tabanan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang akan

diteliti. Pada bab ini juga memuat mengenai rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti memaparkan teori-teori ahli yang relevan,

studi literatur yang digunakan untuk mendukung kajian permasalahan

yang diteliti. Peneliti menggunakan sumber-sumber yang berasal dari


buku-buku dan jurnal-jurnal ilmiah yang membahas mengenai

efektivitas, kinerja pegawai, dan pegawai negeri sipil.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini peneliti memaparkan mengenai jenis penelitian, lokasi

dan waktu penelitian, sumber data, unit analisis, teknik pencarian

informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN PUSTAKA

1. Indra Yanti (2019), dengan judul “Kualitas Pelayanan Publik Di

Kantor Sistem Adminstrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)

Kabupaten Enrekang” . Metode penelitian ini adalah kualitatif

dengan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh

gambaran dan pemahaman secara mendalam tentang Kualitas

Pelayanan Publik Di Kantor Sistem Adminstrasi Manunggal Satu

Atap (Samsat) Kabupaten Enrekang. Masalah dalam penelitian ini

adalah kurangnya respon dari petugas layanan kepada masyarakat

wajib pajak.

2. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori A.

Parasuraman dengan indikator untuk mengukur kualitas pelayanan

publik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pelayanan publik di Kantor Sistem Adminstrasi Manunggal Satu

Atap (Samsat) Kabupaten Enrekang dilihat dari pengadaan sarana

dan prasarana sudah memadai seperti lahan parkir yang luas,

kenyamanan pelayanan denga adanya AC dan TV memberikan

kenyamanan tersendiri wajib pajak dan kemudahan dalam proses

pelayanan karena Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap

(SAMSAT) menyiapkan alur BBNKB dan alur PKB serta loket

informasi sudah memadai. Namun kekurangan yang terlihat pada

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten


Enrekang adalah penampilan petugas dalam memberikan

pelayanan kurang baik dan kurangnya responsif terhadap

masyarakat wajib pajak sehingg masyarakat wajib pajak merasa

kurang dihargai.

3. Marwan Rambe (2019), dengan judul “Kualitas Pelayanan Pada

Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT)

Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal” Metode penelitian ini

adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, bertujuan untuk

mengetahui kualitas pelayanan di SAMSAT Penyabungan

Kabupaten Mandailing Natal. berdasarkan dari hasil penelitian ini

disimpulkan bahwa Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Sistem

Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) menunjukkan

pelayanan Samsat sebelum dan setelah penerapan sistem online

tidak ada perbedaan dalam prosedur, waktu penyelesaian, tarif

pelayanan, produk layanan, pengelolaan pengaduan, sarana dan

prasarana, serta kompetensi aparatur. Persepsi responden

terhadap pelaksanaan pelayanan publik melalui sistem Samsat

Online di kantor Samsat Pekanbaru Selatan dengan indikator

prosedur pelayanan, layanan pengaduan, waktu pelayanan, tarif

pelayanan, produk layanan, sarana dan prasaran serta kompetensi

aparatur, rata-rata cukup baik (B) dan berada pada kisaran 34%-

62%, dimana menurut teknik pengukuran dikriteriakan cukup baik.

Faktor hambatan terdiri dari hambatan internal dan eksternal.

Faktor internal yaitu, kerusakan komputer, throuble jaringan koneksi


internet, dan masalah koordinasi internal yang kurang sinergis

antara kepolisian dan dipenda. Faktor eksternal yaitu, persyaratan

yang kurang lengkap, dan kurang pahamnya wajib pajak dengan

sistem online.

4. Sulastri (2021), dengan judul “Efektivitas Pelayanan Publik Di

Kantor Samsat Kota Makassar” penelitian ini menggunakan metode

Kualitatif dengan teori yang digunakan adalah indikator:

pendekatan sumber (resource approach), pendekatan proses

(process approach) dan pendekatan sasaran (goals approach)

yang dikemukakan oleh Martini dan Lubis (2020). Hasil Penelitian

ini menunjukkan bahwa Pendekatan sumber (resource approach),

Kendala teknis yang sewaktuwaktu dapat terjadi belum dapat di

tanggulangi sebelumnya oleh Kantor SAMSAT sehingga ruang

tunggu tidak menumpuk dan fasilitas ruang tunggu juga dapat

dilengkapi sehingga pelayanan didukung oleh sarana dan

prasarana. Dan Pendekatan proses (process approach)

Masyarakat menganggap, pegawai layananan yang cukup baik

dalam memberikan pelayanan tetapi masih perlu proses

pengawasan yang dilakukan pimpinan dalam kendala teknis

ataupunkendala yang lain dapat ditanggulangi sebelum terjadi apa

yang tidak diinginkan, serta Pendekatan sasaran (goals approach).

Bentuk output pelayanan telah memberikan program layanan

unggulan baru sepertikedai samsat dan samsat keliling. Sikap

pelayan di Kantor SAMSAT, kedai SAMSAT ataupun SAMSAT


keliling dapat dikatakan cukup baik tapi pelayanan output sistem

pelayanan tersebut masih saja terjadi patologi birokrasi berupa

kolusi yang dilakukan petugas samsat dengan kerabatnya.

Pengawasan oleh pimpinan SAMSAT lebih ketat dilakukan kepada

petugasnya dalam melayani agar harapan masyarakat kasus

tersebut tidak terjadi lagi dan tidak ada dirugikan.

5. Efektivitas Pelayanan SAMSAT dalam pemberian pelayanan publik

di Kantor SAMSAT Manokwari Kab. Manokwari yang telah

dilakukan oleh Renaldy (2018) mengenai kualitas dan kuantitas

pelayanan publik, dan tanggung jawab pegawai ketika memberikan

pelayanan terhadap masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa yang menjadi faktor penghambat metode peningkatan

kualitas pelayanan publik di Kantor SAMSAT Manokwari Kab.

Manokwari yaitu kesulitan jaringan yang sering kali muncul menjadi

salah satu penghambat dalam proses pemberian layanan, yang

mengakibatkan tidak tepatnya waktu pengerjaan dan membuat

masyarakat menungguterlalu lama. Serta ruang tunggu yang belum

memiliki fasilitas untuk kenyamanan masyarakat, seperti tidak

adanya AC dan dan kursi masih sangat kurang.

2.2 LANDASAN TEORI

2.2.1 Pelayanan Publik

A. Pengertian Pelayanan Publik

Salah satu aspek yang sangat vital dalam lembaga

pemerintahan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat adalah


pelayanan publik. Pelayanan dapat didefinisikan sebagai upaya

memberikan keperluan bagi perorangan atau masyarakat yang

memiliki kepentingan terhadap organisasi tersebut, sesuai dengan

ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan (Sapri, dkk, 2020).

Pelayanan publik menjadi fokus utama dalam pelaksanaan

tugas pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

pelayanan memiliki tiga konsep, yaitu (1) cara atau proses

memberikan pelayanan; (2) usaha memenuhi kebutuhan orang lain

dengan imbalan atau uang; (3) kemudahan yang diberikan dalam

konteks jual beli barang atau jasa (Dwiyanto, A. 2017).

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2017, pelayanan

umum didefinisikan sebagai segala bentuk layanan yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan

dalam lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha

Milik Daerah, baik berupa barang maupun jasa, dalam rangka

mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara

itu, menurut Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 25/2009,

pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau serangkaian

kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara

dan penduduk, khususnya terkait dengan barang, jasa, dan/atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan publik.
Pemenuhan pelayanan publik juga merupakan suatu

keperluan yang penting dalam upaya mematuhi peraturan

perundang-undangan. Memberikan pemenuhan terhadap

kebutuhan tersebut adalah hak dasar bagi setiap warga negara dan

penduduk, yang berhak menerima layanan yang optimal atas

barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik..

B. Unsur-Unsur Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu bentuk

layanan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya. Unsur-unsur

dalam proses pelayanan publik menjadi krusial untuk mendukung

pencapaian hasil yang diinginkan atau kelancaran

penyelenggaraan kegiatan pelayanan.

Seperti yang dinyatakan oleh Moenir (A.S 2008: 186), unsur-

unsur pelayanan publik tidak dapat dipisahkan karena keempatnya

saling berinteraksi membentuk suatu proses kegiatan. Keempat

unsur tersebut meliputi

1. Tugas Layanan

Dalam konteks pelayanan umum, pemerintah memiliki

tanggung jawab untuk memberikan layanan sesuai dengan

tugas yang diberikan, mencakup pelayanan untuk semua

kepentingan masyarakat.

2. Sistem atau Prosedur Layanan


Pada pelayanan umum, diperlukan sistem informasi, prosedur,

dan metode yang mendukung kelancaran proses pelayanan,

memastikan efisiensi dan efektivitas.

3. Kegiatan Pelayanan

Pada pelayanan umum, kegiatan yang ditujukan kepada

masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan tanpa adanya

diskriminasi, tanpa memandang jabatan atau status dari

masyarakat itu sendiri.

4. Pelaksana Pelayanan

Sebagai pelaksana pelayanan, pemerintah berupaya seoptimal

mungkin mengatur dan merencanakan program dengan cermat

agar proses pelayanan menghasilkan struktur layanan yang

sederhana, efisien, tidak rumit, dan dapat dipahami dengan

mudah oleh masyarakat. Kepuasan pelanggan menjadi fokus

utama, di mana penyedia layanan harus mengacu pada tujuan

pelayanan yang utama, yakni memastikan kepuasan

pelanggan. Hal ini sangat penting karena tingkat kepuasan

pelanggan seringkali erat kaitannya dengan standar kualitas

barang atau jasa yang mereka terima.

Dari perspektif unsur-unsur pelayanan publik menurut para ahli,

perhatian terhadap kepuasan pelanggan menjadi prioritas bagi

penyelenggara pelayanan, seperti pemerintah. Hal ini mendorong

penerapan kebijakan pelayanan publik yang berorientasi pada

memuaskan pelanggan.
C. Asas dan Prinsip Pelayanan Publik

Pelayanan publik harus memenuhi prinsip-prinsip yang dapat

memuaskan pengguna jasa dan memastikan penyelenggaraan

pelayanan yang baik. Menurut Sinambela, dkk (2011), prinsip-

prinsip pelayanan publik dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Transparansi

Transparansi mengindikasikan sifat terbuka dan mudah diakses

oleh semua pihak yang membutuhkan, serta jelas dan terbuka

dalam penyediaan informasi. Ini melibatkan kejelasan dan

keterbukaan informasi, serta memberikan kebebasan kepada

setiap individu untuk memperoleh informasi terkait

penyelenggaraan pemerintahan, termasuk kebijakan

pelayanan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil

yang dicapai. Informasi ini harus disediakan secara memadai

dan mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan sejauh

mana aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan

oleh pemerintah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang

dianut oleh masyarakat. Selain itu, prinsip ini menekankan

apakah pelayanan publik mampu mengakomodasi kebutuhan

masyarakat yang sesungguhnya dan dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
3. Kondisional

Kondisional pada dasarnya menunjukkan bahwa petugas

pelayanan harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat

yang membutuhkan pelayanan, berdasarkan pada kebutuhan

yang diperlukan. Prinsip ini mengharuskan penyesuaian

dengan kondisi dan kemampuan baik dari pemberi maupun

penerima pelayanan, dengan tetap memegang prinsip efisiensi

dan efektivitas.

4. Partisipatif

Prinsip partisipatif menjamin bahwa seluruh proses pelayanan

publik yang dijalankan oleh birokrasi pemerintahan dapat

berlangsung secara jujur dan transparan, sesuai dengan

harapan pengguna jasa layanan publik. Dengan melibatkan

masyarakat yang secara langsung melihat, merasakan, dan

berinteraksi dengan instansi pelayanan publik, diharapkan

masyarakat dapat berperan dalam melakukan pengawasan dan

mendorong partisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan, dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Dalam memberikan pelayanan, petugas harus bersikap tidak

diskriminatif, artinya tidak ada perbedaan perlakuan terhadap

masyarakat yang ingin dilayani dan memerlukan pelayanan,


tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, gender, atau

status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik diharapkan untuk

mematuhi hak dan kewajiban masing-masing. Artinya, dalam

proses pelayanan, petugas dan masyarakat saling menyadari

hak dan kewajiban masing-masing. Sebagai petugas layanan,

mereka memiliki kewajiban untuk melayani masyarakat, dan

sebaliknya, masyarakat juga harus menyadari kewajibannya

sebagai pengguna jasa pelayanan yang diberikan oleh instansi

atau birokrasi pemerintahan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63 Tahun 2003, prinsip-prinsip pelayanan publik diatur

sebagai pedoman untuk mendukung pelaksanaan kegiatan.

Prinsip-prinsip pelayanan publik tersebut meliputi:

a) Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik dirancang agar tidak rumit, mudah

dipahami, dan dapat dilaksanakan dengan mudah.

b) Kejelasan

Informasi mengenai persyaratan teknis dan administratif

pelayanan publik, unit kerja atau pejabat yang berwenang dan

bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, serta

penyelesaian keluhan atau persoalan dan sengketa terkait

pelaksanaan pelayanan publik, harus jelas. Hal ini mencakup


juga rincian biaya pelayanan publik dan tata cara

pembayarannya.

c) Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik harus dapat diselesaikan dalam

waktu yang telah ditentukan.

d) Akurasi

Produk pelayanan publik harus diterima dengan benar, tepat,

dan sah.

e) Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik harus memberikan rasa

aman dan kepastian hukum kepada pengguna layanan.

f) Tanggung Jawab

Para pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat

yang ditunjuk bertanggung jawab sepenuhnya atas pelaksanaan

pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan yang

muncul dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g) Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja serta pendukung

lainnya yang memadai, termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika.

h) Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi pelayanan, beserta sarana yang memadai,

harus mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat

memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.


i) Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan

Pemberi pelayanan diharapkan bersikap disiplin, sopan, santun,

ramah, dan memberikan pelayanan dengan niat ikhlas.

j) Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertata dengan baik, menyediakan

ruang tunggu yang nyaman, bersih, teratur, indah, dan sehat.

Fasilitas pendukung pelayanan seperti area parkir, toilet, tempat

ibadah, dan lainnya juga harus disediakan untuk kenyamanan

pengguna layanan.

Penyelenggaraan setiap pelayanan publik wajib memiliki

standar pelayanan sebagai bentuk jaminan kepastian bagi

penyelenggara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta

bagi penerima layanan dalam mengajukan permohonan. Standar

pelayanan merupakan suatu ukuran yang dijadikan acuan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik, menjadi panduan yang harus

diikuti dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan. Selain itu,

standar pelayanan juga berfungsi sebagai alat kontrol yang dapat

digunakan oleh masyarakat atau penerima layanan untuk

mengevaluasi kinerja penyelenggara pelayanan.

Oleh karena itu, penting untuk menyusun dan menetapkan

standar pelayanan yang sesuai dengan sifat, jenis, dan karakteristik

layanan yang diselenggarakan. Proses perumusan dan

penyusunan standar pelayanan harus melibatkan masyarakat,

termasuk aparat birokrasi, untuk mendapatkan saran dan masukan.


Hal ini bertujuan untuk membangun rasa kepedulian dan komitmen

dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan.

D. Standar Pelayanan Publik

Standar Pelayanan Publik, sesuai dengan Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor

17 Tahun 2017, setidaknya mencakup hal-hal berikut:

a)Prosedur Pelayanan

Menetapkan prosedur pelayanan yang sudah diatur secara resmi

untuk pemberi dan penerima layanan, termasuk dalam

pengelolaan pengaduan.

b)Waktu Penyelesaian

Menetapkan waktu penyelesaian yang harus diikuti mulai dari

pengajuan permohonan hingga penyelesaian pelayanan,

termasuk proses penanganan pengaduan.

c)Biaya Pelayanan

Menetapkan biaya atau tarif pelayanan beserta rinciannya yang

diatur dalam proses pemberian pelayanan.

d)Produk Pelayanan

Menetapkan hasil pelayanan yang akan diterima oleh pemohon

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e)Sarana dan Prasarana

Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai

oleh penyelenggara pelayanan publik.

f) Kompetensi Petugas Pelayanan


Menetapkan kompetensi petugas pemberi pelayanan dengan

cermat, berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap,

dan perilaku yang dibutuhkan (Ratminto dan Winarsih, 2007:23).

Selanjutnya, untuk melengkapi standar pelayanan tersebut, materi

muatan yang diambil dari rancangan Undang-Undang Nomor 22

tentang Pelayanan Publik ditambahkan. Hal ini dianggap cukup

realistis sebagai materi muatan Standar Pelayanan Publik. Dengan

demikian, susunan standar pelayanan menjadi lebih lengkap.

a. Dasar hukum

b. Persyaratan

c. Prosedur Pelayanan

d. Waktu penyelesaian

e. Biaya pelayanan

f. Produk pelayanan

g. Sarana dan Prasarana

h. Kompetensi petuas pelayanan

i. Pengawasan intern

j. Pengawasan extern

k. Penanganan Pengaduan, saran dan masukan

l. Jaminan pelayanan

Azas, prinsip, dan standar pelayanan tersebut berfungsi

sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh

instansi pemerintah. Mereka juga berperan sebagai indikator yang

digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja penyelenggara


pelayanan publik. Adanya standar dalam pelaksanaan kegiatan

pelayanan publik ini diharapkan dapat memberikan jaminan kepada

masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan

kebutuhan mereka, prosesnya memuaskan, dan tidak memberikan

kesulitan yang berlebihan.

E. Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pelaksanaan pelayanan publik mencakup setiap entitas

penyelenggara yang dapat berupa institusi negara, korporasi,

lembaga independen yang didirikan berdasarkan undang-undang

untuk kegiatan pelayanan publik, serta badan hukum lain yang

secara eksklusif dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pelayanan

publik. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa penyelenggara

memiliki hak:

1. Memberikan pelayanan tanpa halangan dari pihak lain yang

bukan merupakan tugasnya.

2. Melakukan kerjasama.

3. Memiliki alokasi anggaran untuk mendukung penyelenggaraan

pelayanan publik.

4. Membela diri terhadap pengaduan dan klaim yang tidak sesuai

dengan fakta yang sebenarnya dalam pelaksanaan pelayanan

publik.

5. Menolak permintaan pelayanan yang melanggar peraturan

perundang-undangan.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, penyelenggara memiliki kewajiban:

a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan.

b. Menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat

pelayanan.

c. Menempatkan pelaksana yang memiliki kompetensi.

d. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan

publik yang mendukung penciptaan iklim pelayanan yang

memadai.

e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan prinsip

penyelenggaraan pelayanan publik.

f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

g. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-

undangan terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

h. Memberikan pertanggungjawaban terkait pelayanan yang

diselenggarakan.

i. Membantu masyarakat dalam memahami hak dan kewajiban

mereka.

j. Mengemban tanggung jawab dalam mengelola organisasi

penyelenggara pelayanan publik.

k. Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku ketika mengundurkan diri atau

melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan.


l. Menghadiri panggilan atau mewakili organisasi dalam

menjalankan perintah.

m. Melakukan tindakan hukum sesuai permintaan pejabat yang

berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang

sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut I Nyoman Sumaryadi (2010: 160-163), tugas utama

pemerintah adalah menyelenggarakan pelayanan kepada

masyarakat. Selama masyarakat belum mampu mengurus urusan

atau kebutuhannya dengan manusiawi, pemerintah memiliki

kewajiban untuk menyelenggarakannya sesuai dengan tuntutan

dan kebutuhan masyarakat sebagai bentuk pelayanan. Hubungan

antara pemerintah dan rakyat dapat diibaratkan sebagai hubungan

antara produsen (pemerintah) dan konsumen (rakyat). Oleh karena

itu, kewajiban utama pemerintah adalah menyelenggarakan fungsi

pelayanan dengan sebaik-baiknya agar memberikan kepuasan

maksimal kepada rakyat.

2.2.2 Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan merujuk pada kesesuaian dengan rincian-

rincian tertentu (conformance to specification), di mana tingkat

keunggulan dipersepsikan sebagai target yang ingin dicapai.

Penerapan kontrol yang berkelanjutan menjadi sarana untuk

mencapai keunggulan tersebut, dengan tujuan memenuhi

kebutuhan pengguna jasa. Pelayanan diartikan sebagai tanggapan

terhadap kebutuhan manajerial yang hanya terpenuhi apabila


pengguna jasa menerima produk sesuai dengan keinginan mereka.

Kualitas Pelayanan Publik mencerminkan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh penyedia layanan, dalam hal ini pemerintah, dengan

fokus pada memasarkan atau mendistribusikan produk dengan

mengutamakan kepuasan dan harapan masyarakat sebagai

pelanggan yang diperintah, sesuai dengan standar dan prinsip-

prinsip pelayanan publik.

Standar kualitas pelayanan yang digunakan oleh suatu

organisasi mungkin tidak relevan untuk organisasi lain, karena

dasar standar pelayanan tersebut dapat berbeda. Analisis

mendalam diperlukan untuk mengukur sejauh mana kualitas

pelayanan publik, dengan menggunakan kerangka teori A.

Parasuraman. Parasuraman, seorang pionir dalam pengukuran

kualitas pelayanan, mengidentifikasi indikator pengukuran kualitas

pelayanan publik, termasuk keandalan (Reliability) dalam

menyediakan pelayanan yang konsisten, kenampakan fisik dan

bukti langsung (Tangible) melalui sumber daya manusia dan

fasilitas yang memadai, daya tanggap (Responsiveness) dengan

pelayanan yang cepat, jaminan (Assurance) melalui prinsip etika

moral dalam pelayanan, serta empati (Empathy) dengan

memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan

melibatkan kesadaran aparat, faktor organisasi/lembaga, dan

keterampilan pegawai. Oleh karena itu, melalui proses pengukuran


kualitas pelayanan, dapat dievaluasi kualitas dan kinerja pegawai

dalam pelaksanaan pelayanan publik.

1. Dimensi Berwujud (Tangible)

Dimensi Berwujud berkaitan dengan penampilan fisik petugas

saat memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta

melibatkan peralatan yang digunakan dalam proses pelayanan

seperti komputer, kamera, printer, dan perangkat lainnya yang

mendukung pelaksanaan layanan. Apabila masyarakat

menganggap bahwa dimensi ini terpenuhi dengan baik, mereka

akan menilai pelayanan sebagai baik dan merasakan

kepuasan. Sebaliknya, jika dimensi ini dianggap buruk oleh

masyarakat, penilaian terhadap pelayanan dan kepuasan

masyarakat terhadap petugas pelayanan juga akan kurang

baik. Dimensi Berwujud dapat diamati dan dirasakan secara

langsung oleh masyarakat dalam interaksi dengan petugas

layanan.

2. Dimensi Kehandalan (Reliability)

Dimensi Kehandalan mencakup kemampuan unit layanan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan janji secara tepat waktu

dan memuaskan. Kehandalan juga mencerminkan kemampuan

penyedia layanan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan

prosedur kerja, standar layanan, dan waktu yang telah

dijanjikan. Pelayanan yang dapat dipercaya dan memuaskan

melibatkan ketepatan waktu, kecakapan dalam memberikan


layanan, serta tanggapan yang efektif terhadap keluhan

pelanggan.

3. Dimensi Ketanggapan (Responsiveness)

Dimensi Ketanggapan mengacu pada sikap tanggap petugas

dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan

menyelesaikannya dengan cepat sesuai dengan waktu yang

dijanjikan. Kecepatan pelayanan mencerminkan sikap tanggap

dari petugas terhadap kebutuhan pelanggan, yang berkaitan

dengan keterampilan berpikir dan sikap akal yang ditunjukkan

oleh petugas kepada pelanggan.

4. Dimensi Jaminan (Assurance)

Dimensi Jaminan mencakup pengetahuan, keterampilan,

kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh

petugas. Ini juga melibatkan pembebasan dari bahaya, risiko,

dan keraguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang

diberikan kepada masyarakat, sehingga jika terjadi risiko, hal

tersebut tidak akan mengganggu struktur kehidupan normal.

5. Dimensi Empati (Empathy)

Dimensi Empati melibatkan kemudahan dalam menjalin

hubungan, komunikasi yang efektif, dan pemahaman terhadap

kebutuhan pengguna layanan. Empati mencakup perhatian

personal atau individu terhadap pengguna layanan, dengan

cara meletakkan diri pada posisi mereka dan memahami situasi

sebagai pengguna layanan.


2.3 LANDASAN KONSEPTUAL

2.3.1 Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT)

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Umum

Standar Pelayanan di SAMSAT menegaskan perlunya menerapkan

Standar Pelayanan SAMSAT sebagai panduan bagi petugas

SAMSAT dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) adalah

suatu sistem administrasi yang dijalankan dalam satu gedung,

bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat pelayanan kepada

masyarakat yang terkait dengan layanan kendaraan bermotor,

seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan

(STNK), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu

Lintas Jalan (SWDKLLJ). Pelaksanaan sistem administrasi

manunggal satu atap didasarkan pada surat keputusan bersama

menteri pertahanan keamanan/panglima angkatan bersenjata,

menteri keuangan, dan Menteri dalam negeri nomor:

Pol.KEP/13/XII/76.KEP.1693/MK/IV/12/1976, serta nomor 311 tahun

1976 yang mengenai peningkatan kerjasama antara pemerintah

daerah tingkat I (Provinsi), komando kepolisian, dan aparat

departemen keuangan dalam rangka meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat dan pendapatan daerah, terutama terkait pajak

kendaraan bermotor.
Tujuan pendirian kantor SAMSAT adalah untuk memperlancar

dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat yang

aktivitasnya diselenggarakan dalam satu gedung, dengan

menerapkan prinsip-prinsip pelayanan umum seperti

kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan,

tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan

akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan, dan kenyamanan.

2.4 KERANGKA BERPIKIR

Dalam penelitian ini, fokus utama adalah evaluasi terhadap

Kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT

Tabanan. Metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif, dengan

teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Sumber data terdiri dari Kepala SAMSAT Tabanan, Seksi

Penagihan Pajak SAMSAT Tabanan, dan wajib pajak di masyarakat.

Permasalahan yang teridentifikasi mencakup kurangnya kinerja dalam

melayani wajib pajak, serta kurangnya disiplin terkait dengan ketepatan

waktu dan sikap pegawai yang kurang ramah. Dalam penelitian ini,

peneliti memilih untuk menggunakan teori A. Parasuraman sebagai alat

ukur kualitas pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Samsat

Tabanan, yang terdiri dari dimensi Tangibles (Bukti Fisik), Reliability

(Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan),

dan Empathy (Empati). Kerangka pemikiran penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut.
Samsat Tabanan

Kualitas Pelayanan

Tangible Reability Responsive Assurance Emphaty


(Bukti Fisik) (Kehandalan) (Respon) (Jaminan) (Empati)

Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor SAMSAT Tabanan


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu strategi yang diadopsi untuk

melakukan penelitian ilmiah, digunakan baik dalam penyusunan skripsi

maupun penelitian ilmiah lainnya. Menurut V. Wiratna Sujarweni

(2014:5), penelitian memiliki peran penting dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan pendidikan serta menjadi bagian integral dalam

kemajuan peradaban manusia. Metode penelitian sendiri merupakan

pendekatan ilmiah yang bersifat rasional, empiris, dan sistematis yang

diterapkan oleh peneliti dalam suatu disiplin ilmu.

Dalam konteks penelitian ini, digunakan jenis pendekatan deskriptif

yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Sugiyono (2014:11)

menjelaskan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui

nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen), tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu

dengan variabel lain.

Strauss dan Corbin, seperti yang dikutip oleh V. Wiratna Sujarweni

(2014:6), menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat

dicapai melalui prosedur statistik atau metode kuantitatif lainnya.


Dengan kata lain, penelitian kualitatif lebih fokus pada pemahaman

mendalam mengenai fenomena sosial dan hubungan antarindividu.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif

memegang peran penting dalam menghasilkan penemuan-penemuan

kontekstual, terutama dalam studi hubungan sosial, yang tidak dapat

diperoleh melalui prosedur statistik atau metode kuantitatif. Pendekatan

deskriptif menjadi alat utama dalam menggali dan mendokumentasikan

nilai variabel mandiri tanpa adanya perbandingan yang bersifat

kuantitatif.

3.2 SUMBER DATA

Data yang dipresentasikan untuk menilai efektivitas kinerja tenaga kerja

kontrak di Kota Denpasar didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:

A. Data Primer

Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan secara

langsung oleh peneliti dari sumber informasi terkait. Dalam konteks

penelitian ini, data primer diperoleh melalui observasi lapangan di

Kantor SAMSAT Tabanan. Sebelum melakukan observasi, peneliti

telah menetapkan informan yang relevan dengan fokus masalah

dan mengumpulkan data langsung dari mereka.

B. Data Sekunder

Data sekunder merujuk pada informasi yang diperoleh dari pihak

lain atau sumber lainnya. Dalam penelitian ini, data sekunder

melibatkan dokumentasi serta informasi tambahan seperti

gambaran umum, lokasi penelitian, struktur organisasi, dan


dokumen-dokumen lain yang dapat memberikan kontribusi

informasi yang diperlukan. Sumber data sekunder mencakup

dokumen terkait dengan kualitas pelayanan di kantor SAMSAT

serta hasil observasi, berita, dan artikel dari media cetak dan media

elektronik.

3.3 LOKASI PENELITIAN

Peneliti menjalankan penelitian di Kantor Sistem Administrasi

Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kota Tabanan, sebagai upaya untuk

mengumpulkan informasi dan data yang esensial. Dengan berfokus

pada SAMSAT sebagai objek penelitian, tujuan utamanya adalah untuk

merinci dan memahami proses serta dinamika yang terkait dengan

pelayanan di bidang administrasi kendaraan bermotor di wilayah

tersebut. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menggali

pemahaman yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek yang

mempengaruhi kinerja dan efektivitas layanan yang diberikan oleh

SAMSAT Kota Tabanan.

3.4 TEKNIK PENENTUAN INFORMAN

Dalam penelitian ini, pemilihan informan dilakukan dengan

menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling

adalah suatu teknik penentuan informan atau narasumber dengan

sengaja, yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian karena

dianggap bahwa individu tersebut memiliki informasi yang relevan

dengan tema penelitian. Peneliti secara selektif memilih informan yang

dianggap memiliki pemahaman mendalam terhadap permasalahan


yang sedang diinvestigasi, serta diharapkan dapat memberikan

kontribusi informasi yang signifikan untuk mendukung pengumpulan

data penelitian.

Dalam konteks penelitian kualitatif, informan terbagi menjadi tiga

kategori, yaitu:

1. Informan Kunci

Menurut Afrizal (2016:139), informan kunci adalah individu yang

memiliki pemahaman menyeluruh terkait dengan permasalahan

yang sedang diinvestigasi oleh peneliti. Dalam penelitian ini,

informan kunci adalah Kepala UPT SAMSAT Kota Tabanan.

2. Informan Utama

Afrizal (2016:139) menjelaskan bahwa informan utama adalah

individu yang memiliki pengetahuan teknis dan rinci mengenai

aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian ini,

informan utama adalah Kepala Seksi Pajak Kendaraan Bermotor di

Kantor SAMSAT Kota Tabanan.

3. Informan Tambahan

Afrizal (2016:139) mendefinisikan informan tambahan sebagai

individu yang dapat memberikan informasi ekstra sebagai

pelengkap analisis dan pembahasan dalam penelitian kualitatif.

Keempat informan tambahan dalam penelitian ini adalah

masyarakat wajib pajak.

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Menurut Sugiyono (2015:308), langkah utama dalam penelitian adalah

teknik pengumpulan data, karena tujuan utama penelitian adalah

memperoleh data. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui

observasi (pengamatan), wawancara (interview), dan dokumentasi.

a. Observasi (Pengamatan)

Menurut Sutrisno Hadi seperti yang dikutip oleh Sugiyono

(2015:203), observasi adalah suatu proses kompleks yang terdiri

dari berbagai proses biologis dan psikologis.

b. Wawancara (Interview)

Menurut Esterberg sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono

(2015:317), wawancara dapat didefinisikan sebagai "pertemuan

dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui pertanyaan dan

jawaban, sehingga terjadi komunikasi dan pembangunan makna

bersama mengenai suatu topik tertentu."

c. Dokumentasi

Sugiyono (2015:329) mengungkapkan bahwa dokumen merupakan

catatan peristiwa yang telah terjadi. Jenis dokumen dapat berupa

tulisan, gambar, atau karya monumental individu. Dokumen tulisan

mencakup catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,

biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen berbentuk gambar

melibatkan foto, gambar hidup, sketsa, dan lain sebagainya.

d. Triangulasi Data

Penggunaan triangulasi data bertujuan untuk memperkuat tingkat

kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reliabilitas)


data, serta berfungsi sebagai alat bantu analisis data. Sugiyono

(2014:83) mendefinisikan triangulasi data sebagai suatu teknik

pengumpulan data yang melibatkan berbagai sumber data yang

sudah ada. Saat peneliti menggunakan triangulasi dalam

pengumpulan data, hal tersebut mencakup pengumpulan data yang

bersamaan dengan menguji kredibilitas data melalui beragam

teknik dan sumber data.

Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, peneliti menerapkan

triangulasi dengan tujuan untuk mengungkap kebenaran informasi dari

berbagai sumber. Selain menggunakan wawancara dan observasi,

peneliti juga memanfaatkan dokumen tertulis, catatan pribadi, dan

catatan resmi sebagai sumber data tambahan. Pendekatan triangulasi

dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan informasi atau

data menggunakan pendekatan yang berbeda. Selain itu, peneliti juga

dapat melibatkan informan yang berbeda sebagai langkah untuk

memverifikasi informasi tersebut.

3.6 TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Sugiyono (2015:336), analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan sejak tahap sebelum masuk ke lapangan, selama di

lapangan, dan setelah penelitian di lapangan selesai. Analisis ini

dimulai sejak peneliti merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum

turun ke lapangan dan berlanjut hingga tahap penulisan hasil penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, fokus analisis data lebih ditekankan pada

proses di lapangan yang bersamaan dengan pengumpulan data.


Dalam penelitian ini, metode analisis data yang diterapkan adalah

model Miles dan Huberman, yang melibatkan langkah-langkah berikut:

a. Pengumpulan Data (Data Collection): Tahap ini mencakup

penerimaan data dan informasi melalui observasi, wawancara,

dokumentasi, dan triangulasi.

b. Reduksi Data (Data Reduction): Merupakan proses merangkum,

memilih pokok-pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari

tema dan pola, serta mengeliminasi yang tidak diperlukan. Reduksi

data memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

pengumpulan data selanjutnya.

c. Penyajian Data (Data Display): Dalam penelitian kualitatif, data

dapat disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Miles dan Huberman

(1984) menyatakan bahwa bentuk penyajian data yang paling

umum adalah naratif.

d. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion

Drawing/Verification): Tahap ini melibatkan penarikan kesimpulan

awal yang bersifat sementara. Kesimpulan ini dapat berubah jika

tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan

data berikutnya. Namun, jika kesimpulan awal didukung oleh bukti-

bukti valid dan konsisten, peneliti dapat kembali ke lapangan untuk

mengumpulkan data lebih lanjut dan melakukan verifikasi.

Maka dari itu, kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat mungkin

menjawab rumusan masalah yang diajukan sejak awal, tetapi


kemungkinan juga tidak. Hal ini dikarenakan, sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, masalah dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan dapat berkembang

seiring berjalannya penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Miles, B. Mattew and Huberman, Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta. UI- Press.

Hayat. 2017, Manajemen Pelayanan Publik, Depok: PT Raja Grafindo

Persada

Hardiyansyah. (2011). Kualitas Pelayanan Yogyakarta : Gava Media

Publik.

Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2018). Manajemen Pelayanan

Pustaka Belajar

Agus Dwiyanto, 2006, Mewujudkan Good Geovernance Melalui

Pelayanan Public. Yogyakarta: UGM Press

Afrizal (2016). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sapri, dkk (2020). Implemntasi dan aktualisasi Pelayanan Publik. Jawa

Timur

Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka

Baru Press
Batinggi, A.& Ahmad, Badu.(2013).Manajemen Pelayanan Publik.

Yogyakarta:

Rakhmat. 2009. Teori Administrasi dan Manajemen Publik. Jakarta :

Pustaka Arif

Alfian, dkk. 2014. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik dan

Keterbukaan informasi Publik. : Yogyakarta: Saufa.

Anda mungkin juga menyukai