Anda di halaman 1dari 15

PROFESIONALITAS APARATUR INSTITUSI PUBLIK

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Manajemen Publik

Dosen Pengampu: Dra. Nina Widowati, M.Si

Disusun Oleh:

Nama : Fariza Widy Athia


NIM : 14020118140112
No.Absen : 13

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
Permasalahan yang diambil:

Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas, seorang aparatur harus memenuhi standar


profesionalisme, dalam arti, seorang aparat tidak bisa dikatakan bertanggungjawab
apabila tidak profesional dalam menjalankan tugas. Saat ini akuntabilitas seorang
aparatur institusi publik menjadi suatu hal yang sangat penting, terlebih lagi banyak
masyarakat yang mulai tidak percaya dengan kinerja pemerintah. Hal yang mendasari
akuntabilitas seorang aparatur institusi publik salah satunya adalah profesionalisme
aparatur tersebut. Profesionalisme seorang aparatur institusi publik saat ini sudah
menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi, terlebih lagi saat ini masyarakat sudah
semakin kritis sehingga aparatur tidak boleh asal-asalan dan seenaknya sendiri dalam
bekerja, terutama dalam pemberian pelayanan publik. Oleh karena itu, seorang aparatur
institusi publik harus bekerja secara profesional bila tidak ingin mendapat penilaian
kinerja rendah atau cap buruk dari masyarakat. Lalu, persoalan yang muncul adalah
tolok ukur apa yang bisa digunakan untuk menilai profesionalitas aparatur institusi
publik tersebut?

2
PENDAHULUAN

Di era reformasi ini tentu sangat dibutuhkan penataan sumber daya aparatur yang
profesional dalam manajemen pemerintahan sehingga nantinya bisa memberikan
dampak yang lebih berkualitas dalam bidang pemerintahan, lebih mampu mengemban
fungsi-fungsi pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sosial
ekonomi. Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan optimal jika aparatur
pemerintah tidak profesional untuk melakukan visi misi pemerintahan. Kesiapan sumber
daya manusia aparatur pemerintah merupakan suatu tuntutan profesionalitas aparatur
pemerintah yang berarti memiliki kemampuan pelaksanaan tugas, adanya komitmen
terhadap kualitas kerja, dedikasi terhadap kepentingan masyarakat sebagai pihak yang
dilayani oleh pemerintah.

Upaya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan


pemerintahan yang bersih (clean government) diperlukan unsur-unsur mendasar, salah
satunya adalah unsur profesionalisme dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan atau
aparatur institusi publik. Terabaikannya unsur profesionalisme dalam menjalankan
tugas dan fungsi organisasi pemerintahan akan berdampak kepada menurunnya kualitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, serta kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah juga akan menurun. Profesionalisme disini lebih ditujukan kepada
kemampuan aparatur dalam memberikan pelayanan yang baik, adil, dan inklusif dan
tidak hanya sekedar kecocokan keahlian dengan tempat penugasan. Sehingga aparatur
dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian untuk memahami aspirasi dan
kebutuhan masyarakat kedalam kegiatan dan program pelayanan.
Namun, saat ini kepercayaan dan ketaatan masyarakat terhadap pemerintah mulai
menurun menurun, salah satu penyebabnya yaitu tidak dilaksanakannya etika yang baik
di dalam manajemen publik, terutama dalam hal akuntabilitas. Akuntabilitas sendiri
merupakan konsep etika atau pertanggungjawaban dari pemerintah yang memiliki
kewenangan dalam mengatur tatanan administrasi publik (seperti lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif) terhadap masyarakat. Akuntabilitas juga menjadi salah satu
unsur yang penting dalam tercapainya Good Governance di Indonesia, karena selama
ini akuntabilitas masyarakat terhadap pemerintah di Indonesia terbilang masih rendah

3
karena banyak aparatur atau pejabat publik yang tidak profesional dalam pekerjaannya.
Ketidakprofesionalan aparatur institusi publik ini terjadi karena mereka tidak
menerapkan etika-etika yang seharusnya dipatuhi.
Salah satu faktor yang menghambat kelancaran dan efektifitas birokrasi publik
adalah tidak profesionalnya aparatur institusi publik dalam menjalankan fungsi dan
tugas. Tidak profesionalnya aparatur institusi publik di Indonesia dapat dilihat dari
banyaknya temuan para pakar dan pengalaman pribadi masyarakat di lapangan tentang
pelayanan publik yang diselenggarakan birokrasi. Lambannya birokrasi dalam
merespon aspirasi publik serta pelayanan yang terlalu prosedural (red tape) merupakan
sedikit contoh diantara sekian banyak ketidakberesan dalam dunia birokrasi publik
Indonesia.

PEMBAHASAN

Good governance menurut Sedarmayanti (2012) merupakan proses


penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan publik goods and
service yang biasa disebut governance (pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan
praktek terbaiknya disebut good governance. Sehingga good governance sering
diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sedangkan menurut Santosa (2008) good
governance merupakan sebuah cita-cita yang menjadi misi setiap penyelenggaraan
suatu negara, termasuk negara Indonesia. Good governance dapat diartikan sebagai
prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan pelayanan publiknya
efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab
pada publik.
UNDP turut merumuskan bahwa ada tiga pihak yang berperan sebagai pelaku
dalam good governance, antara lain:
1. Negara atau pemerintah;
2. Sektor privat (sektor swasta/dunia usaha);
3. Masyarakat sipil (civil society).
United Nation Development Program (UNDP) yang dikutip oleh Lembaga
Administrasi Negara (LAN) mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut:
1. Partisipasi (participation);
2. Penerapan hukum (rule of law);

4
3. Transparansi (transparency);
4. Daya tanggap (responsiveness);
5. Berorientasi konsensus (consensus orientation);
6. Keadilan (fairness);
7. Efektifitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency);
8. Akuntabilitas (accountability);
9. Visi strategis (strategic vision).

Dari kesembilan prinsip good governance tersebut salah satunya ada akuntabilitas.
Akuntabilitas sendiri merupakan konsep etika atau pertanggungjawaban dari pemerintah
yang memiliki kewenangan dalam mengatur tatanan administrasi publik (seperti
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif) terhadap masyarakat. Akuntabilitas juga
menjadi salah satu unsur yang penting dalam tercapainya Good Governance di
Indonesia, karena selama ini akuntabilitas masyarakat terhadap pemerintah di Indonesia
terbilang masih rendah karena banyak aparatur atau pejabat publik yang tidak
profesional dalam pekerjaannya.
Menurut Setiyono (2014:193) akuntabilitas adalah prinsip yang menekankan bahwa
segala perilaku, kebijakan, dan kegiatan institusi publik selalu dapat
dipertanggungjawabkan dalam kerangka kepentingan publik. Tidak boleh ada
sedikitpun fasilitas, anggaran, dan kewenangan yang dimiliki, digunakan bagi sesuatu
yang bertujuan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Menurut Mahmudi
(2015:9) akuntabilitas yaitu kewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang dan harus diikuti dengan pemberian
kapasitas untuk melaksanakan, keleluasaan (diskresi) dan kewenangan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban
seseorang terhadap pelaksanaan wewenang yang dimilikinya agar kewenangan tersebut
digunakan sesuai dengan kepentingan organisasi dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Untuk memenuhi standar prinsip akuntabilitas tentu saja dibutuhkan sikap
profesionalisme dari para aparatur institusi publik, karena aparatur bisa dikatakan tidak
bertanggungjawab jika tidak profesionalitas dalam menjalankan kewenangan atau
tugasnya di dalam pemerintahan. Istilah profesionalisme sendiri dapat diartikan sebagai

5
suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut
bidang dan tingkatan masing-masing.
Korten & Alfonso (1981) dalam Tjokrowinoto (1996:178) mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan profesionalisme adalah kecocokan antara kemampuan yang dimiliki
oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task requirement),
merencanakan, mengkordinasikan, dan melaksanakan fungsinya secara efisien, inovatif,
lentur, dan mempunyai etos kerja tinggi. Departemen Dalam Negeri (2004:13) juga
menyatakan bahwa profesionalisme merupakan kehandalan seseorang dalam
pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat
dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Diperkuat oleh
pendapat Sedarmayanti (2004:157) bahwa profesionalisme adalah suatu sikap atau
keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian melalui
pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi
sumber penghasilan.
Supaya terbentuk aparatur institusi publik yang profesional tentu saja diperlukan
keahlian dan keterampilan khusus yang bisa dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan
(diklat). Sehingga nantinya dengan keahlian dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh
aparatur institusi publik tersebut memungkinkan terpenuhinya kecocokan antara
kemampuan aparatur dengan kebutuhan tugas yang nantinya dapat menghasilkan
aparatur yang profesional. Artinya, keahlian dan kemampuan yang dimiliki aparatur
merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa kompetensi aparatur sangatlah penting untuk diterapkan agar
penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan diberlakukannya
standar kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya juga akan menjadikan aparatur bisa
bekerja secara profesional.
Profesionalisme aparatur institusi publik dalam hubungannya dengan organisasi
publik digambarkan sebagai bentuk kemampuan untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat atau
disebut dengan istilah responsivitas (Kurniawan 2005:79).  Joko Widodo (2007:89) juga
memberikan penekanan mengenai pentingnya kualitas pelayanan pegawai oleh

6
organisasi publik yang lebih profesional efektif, efesien, sederhana, transparan terbuka,
tepat waktu, responsif dan adaptif.
Berdasarkan pendapat-pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
profesionalisme adalah kemampuan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki
seseorang dalam melakukan pekerjaan dengan kreatif, inovatif dan responsif serta
memiliki kualitas,mutu yang tinggi.

Lalu apa saja yang menjadi tolok ukur agar seorang aparatur institusi publik bisa
dikatakan profesional dalam menjalankan tugas atau wewenangnya? Menurut Siagian
(2000) profesionalitas dalam diri seorang aparatur institusi publik dapat diukur dari
beberapa segi, yaitu sebagai berikut:
1. Kreatifitas (creativity), yaitu kemampuan aparatur untuk menghadapi hambatan
dalam memberikan pelayanan kepada publik dengan melakukan inovasi. Hal ini
perlu diambil untuk mengakhiri penilaian miring masyarakat kepada birokrasi publik
yang dianggap kaku dalam bekerja. Terbentuknya aparatur yang kreatif hanya dapat
terjadi apabila terdapat iklim yang kondusif yang mampu mendorong aparatur
pemerintah untuk mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara
inovatif, adanya kesediaan pemimpin untuk memberdayakan bawahan antara lain
melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan, mutu
hasil pekerjaan, karier dan penyelesaian permasalahan tugas.
2. Inovasi (inovasi), bentuknya berupa hasrat dan tekad untuk mencari, menemukan
dan menggunakan cara baru, metode kerja baru, dalam pelaksanaan tugasnya.
Hambatan yang paling mendasar dari perilaku inovatif adalah rasa cepat puas
terhadap hasil pekerjaan yang telah dicapai.
3. Responsifitas (responsivity), yaitu kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan
menghadapi aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahuan baru,
birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
Sedangkan, berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara RI Nomor 8 Tahun
2019 tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas
ASN Pasal 1 Ayat 10 dijelaskan bahwa “profesionalitas adalah kualitas sikap anggota
suatu profesi serta derajat pengetahuan dan keahlian yang dimiliki untuk dapat
melakukan tugas-pekerjaan sesuai standar dan persyaratan yang ditentukan”. Lalu

7
untuk kriteria atau tolok ukur profesionalitas ASN dapat diukur melalui beberapa
dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Kualifikasi, digunakan untuk mengukur data atau informasi mengenai pendidikan
formal terakhir ASN dari jenjang paling tinggi sampai jenjang yang paling rendah
seperti di bawah SLTA hingga S3 (bobot perhitungan sebesar 25% dari total seluruh
pengukuran profesionalitas).
2. Kompetensi, digunakan untuk mengukur data atau informasi mengenai riwayat
pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh ASN dan memiliki kesesuaian
dalam pelaksanaan tugas jabatan, seperti diklat kepemimpinan, diklat fungsional,
diklat teknis dan seminar/workshop (bobot perhitungan sebesar 40% dari total
seluruh pengukuran profesionalitas).
3. Kinerja, digunakan untuk mengukur data atau informasi mengenai penilaian kinerja
yang dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit atau organisasi dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang
dicapai serta perilaku ASN (bobot perhitungan sebesar 30% dari total seluruh
pengukuran profesionalitas).
4. Disiplin, digunakan untuk mengukur data atau informasi kepegawaian lainnya yang
memuat hukuman yang pernah diterima ASN baik itu ringan, sedang, atau berat
(bobot perhitungan sebesar 5% dari total seluruh pengukuran profesionalitas).
Dengan adanya hasil dari penghitungan indikator indeks profesionalitas ASN ini
nantinya dapat digunakan untuk mengurangi gap kompetensi seorang aparatur institusi
publik, sehingga seseorang aparatur nantinya dapat ditempatkan di dalam jabatan yang
sesuai dengan kompetensi dan keahliannya sehingga bisa lebih bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya sesuai jabatan yang didapatkan.

- Analisis Studi Kasus Profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas


Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara
Profesionalisme aparatur sipil negara/aparatur institusi publik sangat berkaitan erat
dengan kompetensi, dimana untuk menilai profesionalisme aparatur dapat dilihat dari
beberapa segi/dimensi, yaitu kreativitas, inovasi, responsivitas, kualifikasi, kompetensi,
kinerja, dan disiplin.

1. Profesionalisme aparatur ditinjau dari segi kreativitas (creativity)

8
Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan maka aparatur dituntut
untuk mampu berpikir kreatif dalam meningkatkan kualitas pelayanannya kepada
publik/masyarakat. Maka dari itu dibutuhkan aparatur yang kreatif mencari dan
mengusulkan cara atau terobosan yang baru dalam melaksanakan pekerjaan. Namun di
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara ini aparaturnya jarang
melakukan atau mengusulkan ide-ide atau inovasi baru dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Karena kebanyakan dari apaturnya bekerja mengacu atau berdasarkan
tupoksi yang sudah ada dan cenderung menunggu perintah dari atasan dan tidak
melakukan hal lain untuk mendukung pekerjaan. Para aparatur juga tidak memiliki
perencanaan kerja yang baik, mereka tidak melakukan perubahan cara kerja yang
cenderung monoton sehingga kurang produktif serta belum optimal dalam
memanfaatkan waktu luang yang ada untuk menciptakan kreativitas pada pekerjaannya.

Akan tetapi, iklim dan sarana prasarana yang ada di Dinas Pertanian dan Tanaman
Pangan Provinsi Kalimantan Utara sudah kondusif dan lengkap untuk mendukung para
aparatur berkreatifitas dalam bekerja. Aparatur sudah cukup percaya diri untuk
berkreatif namun merasa dibatasi oleh tupoksi yang ada. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa profesionalisme aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan
Utara jika dilihat dari segi kreatifitasnya masih terbilang rendah.

2. Profesionalisme aparatur ditinjau dari segi inovasi (inovation)

Yang dimaksud inovasi ini merupakan kelanjutan dari kreatifitas, aparatur yang
sering memberikan sesuatu/ide yang baru bisa dikatakan sebagai aparatur yang inovatif.
Sikap inovatif ini sangat penting untuk dimiliki oleh seorang aparatur dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.

Aparatur di Dinas Pertanian Tanam Pangan Provinsi Kalimantan Timur ini


cenderung enggan atau jarang sekali melakukan sebuah inovasi baru, biasanya hanya
mengulang-ulang dari yang sudah ada sebelumnya. Metode kerja yang digunakan oleh
aparat sudah diatur dalam sistem kerja yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal
teknologi, aparatur di Dinas Pertanian ini sudah bisa mengoperasikan komputer dengan
baik dan benar. Namun, sebagian besar aparatur cepat puas dengan apa yang telah
dicapai, hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi para aparatur dalam melaksanakan
tupoksi untuk bisa lebih profesional lagi dalam bekerja. Sehingga dapat disimpulkan,

9
bahwa profesionalisme aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan
Utara jika dilihat dari segi inovasi masih terbilang rendah.

3. Profesionalisme aparatur ditinjau dari segi responsivitas (responsivity)

Responsif merupakan kemampuan aparatur dalam menghadapi dan mengantisipasi


aspirasi atau tuntutan baru dari masyarakat, oleh karena itu seorang aparatur institusi
publik diharapkan memiliki kemampuan/daya tanggap dalam merespon dan
mengantisipasi segala bentuk aspirasi dari masyarakat. Aparatur Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara selalu mencari informasi-informasi baru
dalam melaksanakan tugas untuk menunjang pelaksanaan program dan kegiatan agar
hasilnya lebih optimal. Dalam menyelesaikan pekerjaan juga telah dilakukan
pembagian tugas yang disusun berdasarkan struktur organisasi agar pekerjaan lebih
terarah serta tidak terjadi tumpang tindih dan memudahkan aparatur dalam mencerna
apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sehingga bisa lebih profesional dalam
melaksanakan tugasnya. Tingkat daya tangkap para aparatur sudah cukup baik akan
tetapi masih belum ada sarana penyaluran aspirasi masyarakat yang berbentuk kotak
saran, call center, serta tidak adanya publikasi mengenai alur pelayanan (seperti poster
yang ditempel). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa profesionalisme aparatur Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara jika dilihat dari segi
responsivitas bisa dikatakan sudah cukup baik.

4. Profesionalisme aparatur ditinjau dari dimensi kualifikasi

Dimensi kualifikasi ini digunakan untuk mengukur profesionalisme tiap aparatur


institusi publik berdasarkan data pendidikan formal terakhir seorang ASN dari jenjang
paling tinggi sampai jenjang yang paling rendah. Tiap tingkatan pendidikan memiliki
bobot nilai tersendiri. Bobot nilai terbesar yaitu 25 untuk aparatur dengan tingkat
pendidikan S3, 20 untuk aparatur dengan tingkat pendidikan S2, 15 untuk aparatur
dengan tingkat pendidikan S1, 10 untuk aparatur dengan tingkat pendidikan D3, 5 untuk
aparatur dengan tingkat pendidikan D2/D1/SLTA sederajat, sedangkan untuk aparatur
dengan tingkat pendidikan dibawah SLTA tidak mendapatkan nilai.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang aparatur harus sesuai dengan tugas
dan fungsi serta tanggungjawabnya, karena jika tidak sesuai dikhawatirkan akan

10
berdampak terhadap kinerja aparatur tersebut. Aparatur yang ada di Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara masih ada yang bekerja tidak sesuai antara
jabatan dengan tingkat pendidikannya. Dari jumlah 41 aparatur, sebagian besar (54%)
memiliki riwayat pendidikan terakhir S1, sisanya lulusan S2, D3, dan SLTA. Akan
tetapi dari 19 aparatur yang menduduki jabatan struktural ada satu aparatur yang
berpendidikan D3 ditempatkan dalam jabatan eselon III, ini artinya masih ada aparatur
yang menduduki jabatan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sehingga
dapat disimpulkan, bahwa profesionalisme aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Kalimantan Utara jika dilihat dari dimensi kualifikasi bisa dikatakan sudah
cukup baik.

5. Profesionalisme aparatur ditinjau dari dimensi kompetensi

Dimensi kompetensi ini digunakan untuk mengukur profesionalisme tiap aparatur


institusi publik berdasarkan data riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti
oleh ASN dan memiliki kesesuaian dalam pelaksanaan tugas jabatan. Riwayat
pengembangan kompetensi yang dimaksud yaitu pendidikan dan pelatihan (diklat), baik
itu diklat kepemimpinan, diklat fungsional, diklat teknis, serta
seminar/workshop/magang/kursus.

Sebagian besar aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang menduduki struktur
jabatan tingkat pimpinan, asisten dan kepala bagian telah sesuai dengan riwayat
pengembangan kompetensi melalui legalitas diklatnya, sedangkan di tingkat bawahnya
melalui pangkat dan golongan saja tanpa mempertimbangkan riwayat pengembangan
kompetensinya (diklat). Sebagian besar penempatan aparatur sudah sesuai dengan
riwayat kompetensinya, namum masih belum optimal/maksimal. Seharusnya dengan
semakin banyaknya diklat yang diikuti oleh aparatur maka pengalaman dan
kemampuannya pun akan bertambah serta lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan lebih bertanggungjawab. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
profesionalisme aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara
jika dilihat dari dimensi kompetensi bisa dikatakan sudah cukup baik.

6. Profesionalisme aparatur ditinjau dari dimensi kinerja

11
Dimensi kinerja ini digunakan untuk mengukur profesionalisme tiap aparatur
institusi publik berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit
atau organisasi dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai.
Aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
dengan target kegiatannya adalah pelaksanaan kegiatan yang berhubungan langsung
dengan masyarakat masih perlu didukung melalui ketersediaan fasilitas kerja yang
memadai. Sebagian besar motivasi aparatur juga masih agak rendah, padahal motivasi
ini yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Semakin tinggi
tingkat motivasi maka tanggungjawab aparatur juga akan semakin baik, begitupula
sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa profesionalisme aparatur Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara jika dilihat dari dimensi kinerja
bisa dikatakan masih rendah.

7. Profesionalisme aparatur ditinjau dari dimensi disiplin

Dimensi disiplin ini digunakan untuk mengukur profesionalisme tiap aparatur


institusi publik berdasarkan kedisiplinan ASN. Kedisiplinan para aparatur di Dinas
Pertanian Tanaman Pangan terkadang masih ada beberapa aparatur yang tidak masuk
kerja tanpa alasan, terlambat masuk/absen, dan pulang lebih awal dari waktu yang
ditentukan. Akan tetapi dalam hal tingkah laku dan etika, aparatur yang ada sudah
mematuhi etika dalam bekerja. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa profesionalisme
aparatur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Utara jika dilihat dari
dimensi disiplin bisa dikatakan masih rendah.

PENUTUP
Kesimpulan

Upaya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan


pemerintahan yang bersih (clean government) diperlukan suatu akuntabilitas dimana
salah satunya adalah profesionalisme dari penyelenggara pemerintahan atau aparatur
institusi publik. Akuntabilitas sendiri merupakan konsep etika atau pertanggungjawaban
dari pemerintah yang memiliki kewenangan dalam mengatur tatanan administrasi
publik. Akuntabilitas juga menjadi salah satu unsur yang penting dalam tercapainya
Good Governance di Indonesia, karena selama ini akuntabilitas masyarakat terhadap
pemerintah di Indonesia terbilang masih rendah karena banyak aparatur atau pejabat

12
publik yang tidak profesional dalam pekerjaannya. Aparatur institusi publik bisa
dikatakan tidak bertanggungjawab (akuntabel) jika tidak profesional terhadap tugas dan
fungsinya.
Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki
seseorang dalam melakukan pekerjaan dengan kreatif, inovatif dan responsif serta
memiliki kualitas,mutu yang tinggi. Sedangkan yang bisa dijadikan tolok ukur dalam
menilai profesionalisme aparatur institusi publik menurut Siagian yaitu kreatifitas,
inovasi, dan responsivitas. Berdasarkan Peraturan Badan Kepegawaian Negara RI
Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks
Profesionalitas ASN ada 4 dimensi yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur untuk
menilai profesionalisme seorang aparatur yang disesuaikan dengan bobot masing-
masing, yaitu kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan disiplin.

Saran
Untuk meningkatkan profesionalitas seorang aparatur institusi publik dalam
menjalankan tugasnya bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu:

- Dalam meningkatkan pemahaman dan kemampuan kerja, sebaiknya aparatur


didorong untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan dukungan
pendanaan yang cukup terutama bagi staf agar pengembangan kompetensinya bisa
lebih baik lagi.
- Dalam mengembangkan kreativitas aparatur, pimpinan bisa lebih memotivasi
aparatur dengan memberi contoh, memberi penghargaan atau rangsangan berupa
insentif atau kenaikan pangkat serta yang paling penting menciptakan iklim yang
kondusif agar aparatur bisa lebih berkreatifitas.
- Dalam meningkatkan kedisiplinan aparatur sebaiknya lebih meningkatkan
pengawasan, pimpinan juga bisa menerapkan sistem penghargaan dan sanksi lebih
ketat lagi, akan tetapi pelaksanaannya harus konsisten, berkeadilan dan terbuka.
Contoh pemberian penghargaan dapat berupa insentif atau pujian, sanksi dapat
berupa penurunan pangkat.
- Dalam meningkatkan responsivitas sebaiknya dibarengi dengan peningkatan sarana
dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan tugas. Seperti menambah fasilitas
yang sekiranya dibutuhkan oleh aparatur dalam bekerja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Chair, Achmadan dan Kariono. (2011). Profesionalisme Aparatur Birokrasi (Studi pada
Dinas Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana dan Catatan Sipil Kabupaten
Labuhan Batu). Jurnal Administrasi Publik, Vol.1 No.1 Universitas Medan Area.
Damaiyanto, Dede, dkk. (2015). Profesionalisme Aparatur Dalam Upaya
Meningkatkan Pelayanan Publik Di Kantor Kelurahan Simpang Raya Kecamatan
Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Administrative Reform, Vol.3
No.1 Universitas Mulawarman.
Darwin, Ernawati. (2015). Profesionalisme Aparatur dalam Pelayanan Publik di
Kecamatan Sario. Jurnal Politico, Vol.4 No. 1 Universitas Sam Ratulangi.
Margono, dkk. (2014). Profesionalisme Aparatur Pemerintah dalam Pelayanan Publik
di Sekretariat Kabupaten Mahakam Ulu. E-Journal Administrative Reform, Vol.2
No.3 Universitas Mulawarman.
Pengelola Kepegawaian Perangkat Daerah Kabupaten Purwakarta. (2018). Pengukuran
Indeks Profesionalitas (PIP) ASN Kabupaten Purwakarta.
Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019
Tentang Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas
Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2018 Tentang Pengukuran Indeks Profesionalitas
Aparatur Sipil Negara.
Porajow, Roy Cipta, dkk. (2018). Profesionalisme Aparatur Sipil Negara dalam
Pelaksanaan Tugas Pemerintahan di Kecamatan Tompaso Barat. Jurnal Jurusan
Ilmu Pemerintahan, Vol.1 No. 1 Universitas Sam Ratulangi.
Putranto, Haryomo Dwi. (2019). Pengukuran Indeks Profesionalisme ASN. Balikpapan:
Deputi Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian.
Sarifudin. (2016). Profesionalisme Aparatur Sipil Negara (Kajian Pada Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan Provinsi

14
Kalimantan Utara). Tugas Akhir Program Magister Ilmu Administrasi Publik.
Jakarta: Universitas Terbuka.
“ASN Diimbau Tetap Disiplin,” AntaraKaltara
<https://kaltara.antaranews.com/berita/452317/asn-diimbau-tetap-disiplin>
diakses pada 13 Juni 2020 pukul 14.59
“10 ASN Pemprov Kalimantan Utara Terancam Sanksi Karena Tindakan Indisipliner,”
TribunKaltim.co <https://kaltim.tribunnews.com/2019/10/27/10-asn-pemprov-
kalimantan-utara-terancam-sanksi-karena-tindakan-indisipliner?page=2> diakses
pada 14 Juni 2020 pukul 20.41
“Bimtek Penyusunan Indek Profesionalitas ASN,” BKD Provinsi Jawa Tengah
<https://bkd.jatengprov.go.id/article/view/566> diakses pada 12 Juni 2020 pukul
09.22
“UU ASN Tonggak Profesionalisme Aparatur,” LAN RI
<http://www.lan.go.id/id/berita-lan/uu-asn-tonggak-profesionalisme-aparatur>
diakses pada 12 Juni 2020 pukul 09.35
“Profesionalisme Aparatur Sipil Negara Dalam Rangka Mengatasi Patologi Pelayanan
Publik,” Suarabutesarko <https://suarabutesarko.com/berita-
selengkapnya/profesionalisme-aparatur-sipil-negara-dalam-rangka-mengatasi-
patologi-pelayanan-publik/> diakses pada 12 Juni 2020 pukul 09.37

15

Anda mungkin juga menyukai