Anda di halaman 1dari 26

PROBLEMATIKA DAN REFORMASI BIROKRASI

DALAM PEMERINTAHAN

MAKALAH

Diajukan untuk Menempuh Tugas Mata Kuliah


Teori Administrasi Publik Pada FIA Universitas Brawijaya

Oleh:

ANDHY KURNIAWAN (227030102111010)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM DOKTORAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya


tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi logis dari tugas utama
negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare).
Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya
(public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu
negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem
administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah
birokrasi.

Birokrasi menurut Agus Dwiyanto (2011), menyebutkan bahwa birokrasi merupakan alat
penunjang utama di dalam administrasi modern. Dasar dari legitimasi birokrasi dalam struktur
pemerintahan ialah penerapan pengetahuan, rasional dan teknolog. Birokrasi menjadi satu
satunya perangkat yang lebih peka terhadap penerapan manajemen yang berdasarkan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) Birokrasi
dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh
banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi ialah agar pekerjaan
dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak
jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam
penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi. Lebih lanjut Riant
Nugroho Dwijowijoto (2004) menyebutkan bahwa birokrasi birokrasi merupakan suatu lembaga
yang kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap
sesuatu yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional
yang netral pada skala yang sangat besar.

Birokrasi bagi sebagian orang dimaknai sebagai prosedur yang berbelitbelit, menyulitkan
dan menjengkelkan. Namun bagi sebagian yang lain birokrasi dipahami dari perspektif yang
positif yakni sebagai upaya untuk mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat agar lebih
tertib. Ketertiban yang dimaksud adalah ketertiban dalam hal mengelola berbagai sumber daya
yang mendistribusikan sumber daya tersebut kepada setiap anggota masyarakat secara
berkeadilan.

Birokrasi di Indonesia mengalami reformasi sejak pemerintahan Jokowi sebagai presiden


Indonesia. Berbagai inovasi diusulkan oleh Presiden Jokowi untuk mewujudkan good
governance dan pemerintahan yang terbuka. Salah satu inovasi tersebut adalah program e-
government. E-government adalah tata kelola pemerintahan denganmenggunakan teknologi
sebagai tools-nya untuk memberikan informasi dan pelayanan bagimasyarakat, bisnis, serta hal-
hal lain yang berkaitan dengan pemerintahan. Oleh karena itu,aplikasi IT dalam e-government
hanya sebagian kecil dari komponen utama yaitu bisnisproses dari pemerintahan (sistem
pemerintahan). E-government yang telah diterapkan diIndonesia mulai dari e-Budgeting, e-
Audit, e-Procurement, e-Catalog, sampai cash flowmanagement system. Tujuan utama adanya
program e-government adalah untukmeningkatkan kualitas proses layanan dari lembaga
pemerintah kepada masyarakat melaluisistem layanan online. Manfaat yang diperoleh berupa
efisiensi waktu dan biaya.

E-government sangat hubungannya dengan pelayanan public, dimana suatu birokrasi


tidak terlepas kaitannya dengan pelayanan publik. Pelayanan publikdalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publiksebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuanperundang-undangan. Kepuasan
pelayanan publik merupakan tolak ukur baik tidaknyasuatu birokrasi. Semakin tinggi tingkat
kepuasan masyarakat maka semakin baik jugabirokrasi di suatu negara.

Faktanya bahwa pelayanan publik di Indonesia belum menunjukan kinerja yangefektif


sering menjadi bahasan, baik dari segi tulisan maupun penelitian. Permasalahan pelayanan
publik yang tidak efektif ini dipicu oleh beberapa hal yang kompleks, mulaidari budaya
organisasi yang masih bersifat paternalistik, lingkungan kerja yang tidakkondusif terhadap
perubahan zaman, rendahya system reward dalam birokrasi Indonesia,lemahnya mekanisme
punishment bagi aparat birokrasi, rendahnya kemampuan aparat birokrasi untuk melakukan
tindakan diskresi, serta kelangkaan komitmen pimpinandaerah untuk menciptakan pelayanan
publik yang responsif, akuntabel, dan transparan.Di masa otonomi daerah yang memberi
keleluasaan bagi setiap kabupaten atau kota untukmenjalankan pemerintahan atas dasar
kebutuhan dan kepentingan daerah sendiriternyata juga belum mampu mewujudkan pelayanan
publik yang efektif.

Atas kegagalan birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan public yang


menghargai hak dan martabat warga negara sebagai pengguna pelayanan tidakhanya
melemahkan legitimasi pemerintahan di mata publiknya. "amun, hal itu juga berdampak pada hal
yang lebih luas, yaitu ketidak percayaan pihak swasta dan pihakasing untuk menanamkan
in#estasinya di suatu daerah karena ketidakpastian dalam pemberian pelayanan publik.

Atas dasar kondisi tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman yang bergerak ke arah
globalisasi, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat memutussistem yang selama ini
diterapkan di Indonesia yaitu perlunya upaya reformasi dalam pelayanan publik. %al ini
bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan lamban,
berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik dan good governance.
(eformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik,ekonomi dan sosial
yang begitu cepat. (epresentasi organisasi yang lamban, kaku, berbelit-belit dan terpusat, serta
rantai hirarki komando sudah menjadi ciri khas birokrasi di Indonesia. )ehingga birokrasi
menjadi bengkak, boros, dan tidak efektif.*ntuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk
memperbaiki birokrasi sebagai organisasi publik. (eformasi merupakan perubahan terhadap suatu
sistem yang telah ada padasuatu masa. Upaya dalam reformasi birokrasi yang dilakukan
berhadapan langsung denganketerbatasan pada sumber daya manusia, dana, sarana prasarana dan
berbagai persoalanlainnya, sehingga menghasilkan kebijakan, perilaku, program dan sesuatu
yang berbeda pula.

Reformasi pelayanan publik membangun kepercayaan dari masyarakat atas pelayanan


publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik seiring denganharapan dan tuntutan
seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik. Reformasi
merupakan upaya untuk mempertegas hak dan kewajibansetiap warga negara dan penduduk serta
terwujudnya tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam reformasi
diperlukan norma hukum yangmemberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas danmenjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahanyang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan
pendudukdari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Birokrasi
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada
kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro.
Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi
besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga,
menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis
organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967
dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang
berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).

Pandangan mengenai pengertian birokrasi menurut beberapa ahli, diantaranya Max


Weber menulis banyak sekali tentang kedudukan pejabat dalam masyarakat modern. Baginya
kedudukan pejabat merupakan tipe penanan sosial yang makin penting. Ciri-ciri yang berbeda
dari peranan ini ialah: pertama, seseorang memiliki tugas-tugas khusus untuk dilakukan. Kedua,
bahwa fasilitas dan sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas itu diberikan
oleh orang orang lain, bukan oleh pemegang peranan itu. Sedangkan menurut Farel Heady
(1989): Birokrasi adalah struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki,
diferensiasi dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan yang
mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi. Diferensisasi yang
dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi birokrasi dalam
mencapai tujuan.

Mnurut Karl Marx Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif.
Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang
lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi
kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi
merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan
bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pandangan lain menurut Blau dan Meyer Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan
(inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism)
dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis
(automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan
demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negative yang hanya
akan menjadi masalah bagi masyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari istilah Birokrasi setidak-tidaknya dimaknai sebagai berikut


(Albrow dalam Zauhar, 1996):

1. Bureaucracy as Rational Organization


Birokasi sebagai Organisasi Rasional. Dalam pengertian ini birokrasi dimaknai sebagai suatu
organisasi yang rasional dalam melaksanakan setiap aktivitasnya. Setiap tindakan birokrasi
hendaknya mengacu pada pertimbangan-pertimbangan rasional.
2. Bureaucracy as Rule by Official
Birokrasi sebagai Aturan yang dijalankan oleh para pejabat. Birokrasi merupakan seperangkat
aturan yang dijalankan oleh para pejabat dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Aturan-aturan itu dibuat guna mempermudah proses pelayanan publik. Namun pada
kenyataannya aturan tersebut sering disalahgunakn demi kepentingan pejabat yang bersangkutan.
Akibatnya masyarakat menjadi antipati dengan berbagai aturan yang dibuat oleh pejabat publik
dan cenderung tidak ditaati.
3. Bureaucracy as Organizational Ineficiency
Birokrasi sebagai Pemborosan yang dilakukan oleh organisasi. Pemborosan (ineficiency) yang
dimaksudkan adalah pemborosan dalam segi waktu, tenaga, finansial maupun sumber daya
lainnya. Seringkali niat baik birokrasi untuk memberikan layanan yang efisien justru berbalik
menjadi layanan yang tidak efisien dan mengecewakan masyarakat. Karena itu masyarakat
menjadi apatis terhadap berbagai slogan efisiensi yang disampaikan oleh apparat birokrasi.
Semangat debirokratisasi menjadi tidak bermakna karena tidak diimbangi dengan sikap dan
perilaku para pejabat yang tidak konsisten dan
konsekuen dengan pernyataannya. Birokrasi justru dianggap sebagai tempat bersarangnya
berbagai penyakit organisasi modern seperti pembengkakan pegawai, biaya tinggi dan sulit
beradaptasi dengan lingkungannya.
4. Bureaucracy as Public Administration
Birokrasi sebagai Administrasi Publik. Birokrasi dalam hal ini disama artikan dengan
administrasi publik. Administrasi Publik adalah proses pengelolaan sumber daya publik untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Birokrasi adalah unsur pelaksana dari administrasi
publik agar tujuan pelayanan kepada masyarakat tercapai secara efektif, efisien dan rasional.
5. Bureaucracy as Administration by Officials
Birokrasi sebagai Administrasi yang dilaksanakan oleh para pegawai. Dalam hal ini pemahaman
terhadap makna birokrasi hampir sama dengan bureaucracy as rule by official dan bureaucracy
as public administration.
6. Bureaucracy as the Organization
Birokrasi sebagai Organisasi. Organisasi yang dimaksudkan adalah organisasi memiliki struktur
dan aturan-aturan yang jelas dan formal. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang
melibatkan banyak orang, dimana setiap orang mempunyai peran dan fungsi serta tugas yang
saling mendukung demi tercapainya tujuan organisasi. Organisasi sebagai sistem kerjasama
berarti: (a) sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan secara baik, dimana masing-
masing mengandung wewenang,
tugas dan tanggung jawab yang memungkinkan setiap orang dapat bekerjasama secara efektif;
(b) sistem penugasan pekerjaan kepada orangorang berdasarkan kekhususan bidang kerja
masing-masing; (c) sistem yang terencana dari suatu bentuk kerjasama yang memberikan peran
tertentu untuk dilaksanakan kepada anggotanya.
7. Bureaucracy as Modern Society
Birokrasi merupakan ciri dari masyarakat modern. Bagi masyarakat modern keberaturan
merupakan sebuah kemestian. Keberaturan itu dapat dicapai jika dilaksanakan oleh suatu
institusi formal yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang masyarakat. Institusi formal itu
adalah birokrasi.
Secara etimologi Birokrasi berasal dari istilah ‘buralist’ yang dikembangkan oleh Reiheer
von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan
cara-cara kerja yang rasional, impersoal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002).
Birokrasi menurut Evers dalam Zauhar (1996) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori
yaitu:
1) Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan apparat
administrasi publik. Makna ini adalah sejalan dengan ide Weber tentang birokrasi,
dan oleh Evers dinamakan Birokrasi Weber (BW).
2) Birokrasi dipandang sebagai bentuk organisasi yang membengkak dan jumlah
pegawai yang besar. Konsep inilah yang sering disebut Parkinson Law.
3) Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud
mengontrol kegiatan masyarakat. Oleh Evers (dalam Zauhar) disebut Orwelisasi.
Dengan demikian maka Istilah Birokrasi dalam masyarakat dimaknai secara diametral
(bertentangan satu sama lain yang tidak mungkin mencapai titik temu yaitu sebagai berikut :

1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi
(privat maupun publik) lebih mudah tercapai.
2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan
melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan
(inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan
(ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation)
serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain
of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif.

Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang
berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam
maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut
hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber
daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara
organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.
Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip organisasi yang
dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan
seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam
birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar
pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna
yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang
negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama,
biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah yang pada akhirnya ada anggapan bahwa
birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil.

2.2 Tipologi Birokrasi Publik


Tipologi birokrasi dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Zauhar (1996) dilihat dari
perspektif otoritasnya, dikenal adanya birokrasi tradisional, birokrasi karismatik, dan birokrasi
legal - rasional. Sumber legitimasi Birokrasi Tradisional adalah waktu, yang bersumber pada
established belief in the sanctity of immerial traditions and the legitimacy of the status of those
exercising under them. Sumber legitimasi Birokrasi Kharismatis, adalah kepribadian yang luar
biasa yang dimiliki pemimpin, dan bersumber pada devotion to the spesific and exemplary
character of an individual person and the normative patterns or orde revealed ordainded by him.
Birokrasi Legal Rasional bersumber pada aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai tujuan
tertentu. Oleh karenanya Birokrasi Legal Rasional bersumber pada the legality of patterns of
normative rules and the right of these elevated to authority under such rules to issue commands.
Jenis yang terakhir ini yang menurut Weber (dalam Zauhar, 1996) merupakan unsur terpenting
bagi pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Dari perspektif derajat keterbukaan, Lee (1971)
dalam Zauhar (1996) mengklasifikasikan ke dalam birokrasi terbuka, campuran, dan tertutup.
Yang dimaksud birokrasi terbuka, derajat keterbukaan birokrasi dapat dilihat pada aksesibilitas
masyarakat untuk berhubungan dengan birokrasi, luasnya pelaksanaan recruitment, kebebasan
kelompok lain untuk memasuki jajaran birokrasi tingkat menengah dan tinggi, serta derajat
kesediaan birokrasi untuk mendistribusikan kekuasaannya kepada kelompok lain.

Dalam birokasi tertutup, ditandai dengan adanya ciri yang sangat elitis dikalangan
birokrasi dan mereka menjadi kelas yang memiliki hak privelese tertentu. Untuk bisa masuk ke
birokrasi harus melalui ujian pamong praja dikaitkan dengan lamanya kuliah di perguruan tinggi.
Rotasi antar bagian bisa terjadi, namun tak diikuti dengan pemberian fasilitas. Kesetiaan para
pamong kepada pekerjaannya. Moral mereka sangat tinggi namun orientasinya menjadi sempit.
Birokrasi campuran, menurut Zauhar (1996) merupakan tipe birokrasi hasil kontak yang terbatas
antara birokrasi dengan masyarakat. Kontak yangagak terbatas tersebut dapat diawali dengan
masuknya individu ke dalam jajaran birokrasi pemerintahan guna mengurangi kelemahan
birokrasi, seperti kekurangmampuan birokrasi lama untuk merencanakan, statistik, industrialisasi
dan lain-lain. Keterbatasan itu pula maka terbuka dari masuknya para ekspert (ahli) baik dari
kalangan perguruan tinggi maupun dari luar negeri.

Berbagai kasus menunjukkan, birokrasi lebih melayani dirinya dan kepentingan kliennya
daripada mendahulukan kepentingan umum. Tidak jarang ia juga menjadi alat politik dari suatu
kekuatan politik tertentu. Hal semacam itu tentu seharusnya tidak terjadi. Karena penjelasan
mengenai birokrasi yang dilakukan secara ilmiah harus mencakup usaha untuk menguji
hubungan administratif dan aparatur manajerial dalam kerangka konteks sosial yang spesifik,
tempat birokrasi dibentuk. Dengan demikian maka tipologi birokrasi dapat dibedakan menjadi 3,
yakni (Zauhar, 1996) yaitu sebagai berikut:

1) Birokrasi Tradisional (bersumber pada Waktu)


2) Birokrasi Kharismatik (bersumber pada kepribadian)
3) Birokrasi Legal-rasional (bersumber pada aturan-aturan yang legal)

Birokrasi yang dapat meningkatkan efisiensi organisasi adalah birokrasi yang legal-
rasional. Karena itu juga disebut sebagai birorasionalitas atau biroefisiensi. Sedangkan birokrasi
yang tidak mampu meningkatkan efisiensi disebut sebagai biropatologi (Zauhar, 1996).

2.3 Karakteristik Ideal Birokrasi Publik


Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan teori birokrasi adalah Max
Weber, seorang sosiolog jerman yang juga ahli hukum. Weber pernah menulis buku wirtschaft
und gesellchaft (teori organisasi sosial dan ekonomi) yang didalamnya terdapat salah satu bab
mengenai birokrasi. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi. Konsep tipe
ideal ini kurang dikenal tentang kritiknya terhadap seberapa jauh peran birokrasi terhadap
kehidupan politik, atau bagaimana peran politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weberian hanya
menekankan bagaimana seharusnya mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional
dijalankan. Menurutnya, birokrasi dan institusi lainnya dapat dilihat sebagai “kehidupan kerja
yang rutin” (routines of workday life). Untuk menyeimbangkan kerja rutin tersebut, ia
memperkenalkan gagasan mengenai “charisma” yang direfleksikan dalam bentuk kepemimpinan
yang kharismatik. Weber mengamati bahwa birokrasi membentuk proses administrasi yang rutin
sama persis dengan mesin pada proses produksi.
Dalam model yang diajukan Weber, birokrasi memiliki karakteristik ideal sebagai berikut
(dalam Islamy, 2003):

1. Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor)

Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatankegiatan


pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing-masing terpisah dan memiliki fungsi yang
khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara
seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap mereka
bertanggung jawab atas keberesan pekerjaannya masing-masing. Aktivitas yang reguler
mensyaratkan tujuan organisasi didistribusikan dengan cara yang tetap dengan tugas-tugas kantor
(official duties). Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang
terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggungjawab terhadap
kinerja yang efektif atas tugas-tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan
oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert)
dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi)

Ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang disusun secara hierarkis atau berjenjang.
Hierarki itu berbentuk piramid yang memiliki konsekuensi semakin tinggi suatu jenjang berarti
pula semakin besar wewenang yang melekat di dalamnya dan semakin sedikit penghuninya.
Hierarki wewenang ini sekaligus mengindikasikan adanya hierarki tanggung jawab. Dalam
hierarki itu setiap pejabat harus bertanggung jawab kepada atasannya mengenai keputusan-
keputusan dan tindakan-tindakannya sendiri maupun yang dilakukan oleh anak buahnya. Pada
setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi memiliki hak memberi perintah dan pengarahan
pada bawahannya, dan para bawahan itu berkewajiban untuk mematuhinya. Sekalipun begitu,
ruang lingkup wewenang memberi perintah itu secara jelas dibatasi hanya pada masalah-masalah
yang berkaitan langsung dengan kegiatan resmi pemerintahan. Organisasi birokrasi mengikuti
prinsip hirarki sehingga setiap unit yang lebih rendah berada dalam pengendalian dan
pengawasan organisasi yang lebih tinggi. Setiap pegawai dalam hirarki administrasi
bertanggungjawab kepada atasannya. Keputusan dan tindakan harus dimintakan persetujuan
kepada atasan. Agar dapat membebankan tanggungjawabnya kepada bawahan, ia memiliki
wewenang/ kekuasaan atas bawahannya sehingga ia mempunyai hak untuk mengeluarkan
perintah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan. Meskipun masing-masing pegawai yang
berada pada jenjang mempunyai otoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas tersebut tetap
harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.

3. Adanya sistem aturan (system of rules)

Kegiatan pemerintahan diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak. Aturan main itu
merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegan jabatan di berbagai posisi dan hubungan di
antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan
menjami keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu Operasi kegiatan dalam birokrasi
dilaksanakan berdasarkan siste aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk
menjami adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masingmasing
anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk
menjamin adanya keseragaman dala melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah
personil yan melaksanakan dan koordinasi tugas – tugas yang berbeda-beda. Aturan- aturan yang
eksplisit tersebut menentukan tanggung jawab setiap anggot organisasi dan hubungan diantara
mereka, namun tidak berarti bahw kewajiban birokrasi sangat mudah dan rutin. Tugas – tugas
birokrasi memilik kompleksitas yang bervariasi, dari tugas–tugas klerikal yang sifatnya ruti
hingga tugas – tugas yang sulit.

4. Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)

Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan
pertimbangan pribadi dalam hubungannya denga bawahannya maupun dengan anggota
masyarakat yang dilayaninya. Hal in dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi
semua orang da persamaan pelayanan administrasi Idealnya pegawai- pegawai bekerja dengan
semangat kerja yang tingg ”sine era et studio” tanpa rasa benci atas pekerjaannya atau terlalu
berambisi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya interferensi (dicampur kepentingan
personal. Tidak dimasukannya pertimbangan personal adala untuk keadilan dan efisiensi.
Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga
mendorong demokrasi dala sistem administrasi.

5. Sistem Karier (career system)


Pekerjaan dalam birokrasi pemerintah adalah pekerjaan karier. Par pejabat menduduki jabatan
dalam birokrasi pemerintah melalui penunjukan bukan melalui pemilihan; seperti anggota
legislatif. Mereka jauh lebi tergantung pada atasan mereka dalam pemerintahan daripada kepada
rakya pemilih. Pada prinsipnya, promosi atau kenaikan jenjang didasarkan pad senioritas atau
prestasi, atau keduanya. Dalam kondisi tertentu, birokrat itu juga memperoleh jaminan pekerjaan
seumur hidup. Terdapat sistem promosi yang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau
kedua-duanya. Karyawan dalam organisasi birokratik berdasarkan pada kualifikasi tehnik dan
dilindungi dari penolakan sepihak. Kebijakan personal seperti itu mendorong tumbuhnya
loyaritas terhadap organisasi dan semangat kelompok (esprit de corps) di antara anggota
organisasi.

Sedangkan menurut Max Weber, Birokrasi adalah organisasi rasional yang dibentuk untuk
memperlancar aktivitas pemerintahan. Oleh karena itu Karakteristik birokrasi diatas dapat
diimplementasikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal
jabatan mereka
2) Ada hierarki jabatan yang jelas
3) Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara jelas
4) Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak
5) Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi professional
6) Mereka memiliki gaji dan hak-hak pensiun, secara berjenjang menurut kedudukan
masing-masing.
7) Para pejabat dapat menempati posnya dan dalam keadaan tertentu dapat diberhentikan
8) Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.
9) Ada struktur Karir dan promosi dimungkinkan melalui senioritas dan keahlian (merit
system) maupun keunggulan (superioritas). Pejabat mungkin saja tidak sesuai
denganposnya maupun dengan sumbersumber yang tersedia diposnya, namun ia tunduk
pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.

2.4 Konsep Birokrasi Publik


Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, sifat dan lingkup pekerjaannya, serta
kewenangan yang dimilikinya birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis.
Birokrasi menguasai kewenanganterhadap akses-akses seperti sumber daya alam, anggaran,
pegawai, proyek- proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki
pihak lain. Dengan posisi, kemampuan, dan kewenangan yangdimilikinya tersebut, birokrasi
bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi
juga untuk memperolehdukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Selain itu,
birokrasidengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis terspesialisasiyang tidak
dimiliki oleh pihak-pihak diluar birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan,
pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi transportasi dan
lain-lain. Dalam konteks policy making process, birokrasi di Indonesia juga memegang peranan
penting pada semua tahapan mulai dari tahap perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai
kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Darigambaran di atas nyatalah, bahwa
birokrasi di Indonesia memiliki peran yangcukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan
turut menentukankeberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan
pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikanmengalami banyak
hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik,maka program-program pembangunan
akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat prasyarat
penting keberhasilan pembangunan.

Peran birokrasi dengan fungsi administrasi negara dilakukan oleh birokrasi.Jadi birokrasi
diartikan sebagai keseluruhan lembaga pemerintahan negara, yangmeliputi aparatur kenegaraan,
aparatur pemerintahan, serta sumber daya manusia birokrasi yang terdiri atas pejabat negara dan
pegawai negeri.Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama meliputi
bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyaitanggung jawab
melaksanakan roda pemerintahan sehari- hari. Secara umum, pembangunan birokrasi mencakup
berbagai aktivitas terencana yang berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas
pemerintahan dalammenjalankan fungsi-fungsinya (Adi Suryanto, 2012).

Pembangunan birokrasi yang bersih dan bebas KKN menyangkut seluruhsendi birokrasi,
bukan hanya PNS/birokrat, namun meliputi pembangunanstruktur, sistem, business process, dan
karakter/etika moral. Secara terencana pembangunan Birokrasi pun dilakukan melalui sebuah
proses multidimensi yangdisebut Reformasi Birokrasi. Secara khusus Presiden telah menetapkan
Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- 2025. Upaya penataan
pembangunan birokrasi yang komprehensif seperti inilah yang secarasubstansi oleh Sofian
Effendi (2010) disebut juga sebagai reformasi birokrasi.Kekuasan yang memusat mengakibatkan
tidak adanya transparansi sehinggamenyulitkan lahirnya pertanggung jawabab publik. Tidak
adanya keterbukaandikalangan instansi dan pejabat pemerintah, mengakibatkan akses
melakukankontrol rakyat menjadi buntu dan mampet. Selain itu reposisi dan
restrukturisasikelembagaan pemerintah perlu segera ditata ulang, yang memungkinkan adanya
kejelasan antara posisi jabatan politik dan birokrasi karier. Dengan demikian pertanggung
jabaran publik bisa didorongdengan melakukan desentralisasi kekuasaan, transparansi, reposisi
danrestrukturisasi kelembagaan pemerintah. Struktur kelembagaan pemerintahwarisan
pemerintah Orde Baru perlu diperbaiki dan disempurnakan sesuai dengan perubahan strategis
nasional kita di era reformasi ini. Selain itu denganmemperhatikan prinsip efisiensi,
penghematan, kordinasi, integrasi danrasionalitas maka perampingan susunan kelembagana
birokrasi pemerintah perludipikirkan. Selain itu efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi
dalam susunankelembagaan pemerintahan perlu dilakukan sehingga tidak ada lagi
kekembaranlembaga yang tugas dan fungsinya sama.(Thoha, 2002).

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telahada
dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namundemikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telahmengalami perubahan yang berarti
sejak seratus tahun terakhir ini. DalamMasyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu
organisasi atau institusiyang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya
sangatkecil, namun pada masa kini negara- negara modern memiliki luas wilayah,ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk. Reformasi adalah
mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini
diarahkan pada perubahanmasyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam
pengertian perubahan ke arah kemajuan.

Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentahagar mampu


memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih sertakeinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan public yang efisien,responsipdan akuntabel. Maka dari itu masyarakat
perlu mengetahui reformasi birokrasiyang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan
dengan baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Tujuan reformasi birokrasi yaitu sebagai berikut:

 Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.


 Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri,
sertamemiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnyaselaku abdi masyarakat dan abdi negara.
 Pemerintah yang bersih (clean government).
 Bebas KKN.
 Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat
BAB III

PEMBAHASAN

Permasalahan dan Penyakit Birokrasi

Birokrasi bukanlah hal sesuatu yang sepele, dan jika diperumpamakan birokarsi sebagai
mesin kerja manusia, maka mesin tersebut akan bekerja dengan baik bukan hanya kemampuan
pengendara atau manusianya saja, akan tetapi tergantung pada baik buruk mesin tersebut.
Sehingga munculah anggapan tentang birokrasi yang menyatakan bilamana birokrasinya buruk
tidak mustahil menjadikan seorang pejabat yang awalnya baik menjadi buruk dan sebaliknya
juga jika pejabatnya buruk bisa menjadi baik karena doktrin-doktrin dari birokrasi itu sendiri
seperti yang dikemukakan Dennis Wrong, seorang profesor sosiologi Universitas New York
menyebutkan bahwa Birokrasi adalah organisasi yang diangkat sepenuhnya untuk mencapai satu
tujuan tertentu dari berbagai macam tujuan, ia diorganisasi secara hierarki dengan jalinan
komando yang tegas dari atas ke bawah, ia menciptakan pembagian pekerjaan jelas yang
menugasi setiap orang dengan tugas yang spesifik, peraturan dan ketentuan umum yang
menuntun semua sikap dan usaha untuk mencapai tujuan. Karyawannya dipilih terutama
berdasarkan kompetensi dan keterlatihannya, sehingga kerja dalam birokrasi cenderung
merupakan pekerjaan sepanjang hidup. Selanjutnya permasalahan yang mengemukan dari
birokrasi diantarnya rendahnya kepercayaan publik terhadap perangkat penyelenggaraan
pemerintahan. Mulai dari kritikan terhadap aturan yang dianggap berbelit- belit.

Ironisnya di dalam dunia birokrasi pemerintahan, makin banyak aturan yang dikeluarkan,
makin sulit pelaksanaannya dan makin banyak biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
(Ngadisah, 2009). Buruknya citra performa layanan birokrasi pasti menyasar pada perangkatnya,
yang dipersepsikan sebagai faktor utama sulitnya perwujudan reformasi birokrasi. Sejalan
dengan pendapat tersebut diatas Asman Abnur, seorang mantan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyebutkan beberapa penyakit birokrasi,
antara lain belanja operasional untuk kebutuhan internal pemerintah yang lebih besar dari belanja
publik, tingkat korupsi yang cukup tinggi, inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan
pembangunan, kualitas ASN masih belum optimal, organisasi pemerintah yang cenderung besar,
kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi harapan publik dan perilaku ASN yang
belum profesional.

Perilaku Birokrasi

Perilaku birokrasi pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara individu-individu


dengan organisasinya. Oleh karena itu untuk memahami perilaku birokrasi sebaiknya diketahui
terlebih dahulu individu-individu sebagai pendukung organisasi tersebut. Sebagaimana
dikemukakan Ndraha Dalam bukunya yang berjudul Konsep Administrasi dan Administrasi di
Indonesia (1989:70), menyebutkan bahwa perilaku birokrasi merupakan interaksi antara individu
dalam organisasi lingkungannya, karena perilaku birokrasi ditentukan oleh fungsi individu dalam
lingkungan organisasi. Struktur organisasi pemerintah diwarnai oleh karakteristik, kapabilitas
dan kapasitas individu atau aparat selaku abdi Negara atau pemerintah dan pelayan masyarakat
yang secara hierarki sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Sekarang pertanyaan yang
timbul adalah “bagaimana seharusnya birokrasi di Indonesia ini berperilaku dan bagaimanakah
sikap birokrat di dalam menjalankan tugas melayani rakyat”. Tentu jawabannya tergantung dari
sudut pandang yang kita pahami, salah satunya bila kita berpatokan kepada Pancasila sebagai
dasar falsafah, ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia maka tidak ada cara perilaku
birokrasi lain yang cocok untuk Indonesia kecuali perilaku pancasila.

Birokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah birokrasi pancasila kalua kita sudah
memahami, meresapi dan melaksanakan pancasila, maka tidak ada sulitnya kita menerapkan
sikap dan perilaku pancasila tersebut di dalam sistem birokrasi. Sistem birokrasi pancasila
merupakan suatu sistem birokrasi yang selalu bernafaskan pancasila. Birokrasi yang kita
pergunakan untuk memperlancarkan jalannya administrasi negara atau swasta kita, napas, gaya
dan perilakunya ialah napas gaya dan perilaku pancasila. Birokrat dalam menjalankan tugas-
tugasnya yang tidak bisa lepas dari tatanan birokrasi itu selalu meresap, menghayati, dan
melaksanakan silasila dalam pancasila secara utuh dan menyeluruh.

Oleh karena itu birokrasi merupakan suatu sistem, maka pengamalan sila-sila dari
pancasil ke dalam suatu sistem tersebut akan sangat tergantung pada pimpinan dan para
pelaksana birokrasi itu. Sebagai salah satu contoh dari birokrasi pancasila seperti dalam proses
pengambilan keputusan, birokrasi yang berpedoman kepda Pancasila harus bersifat kerakyatan,
partisipatoris, menerapkan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan aturan
hukum dan etika (the rule of law and the rule of ethics) yang diakui dan/atau disepakati bersama.
Karena itu, birokrasi kita tidak perlu terlalu hirarkis, apalagi dengan hirarki yang sangat berjarak
antara struktur teratas dengan struktur terbawah. Di samping itu, birokrasi kita juga tidak boleh
berjarak dengan rakyat yang harus dilayani, karena tujuan dibentuknya birokrasi pemerintahan
tidak lain ialah untuk melayani kepentingan rakyat. Karena itu, sistem pengambilan keputusan
dalam birokrasi Pancasilais haruslah berorientasi kepada upaya untuk dari waktu ke waktu
memperdekat jarak antara struktur atau strata jabatan tertinggi dengan terendah, baik jarak
eksternal antara birokrasi dengan rakyat maupun jarak internal antara pegawai dan pejabat di
lingkungan birokrasi.

Dari uraian diatas birokrasi Pancasilais dengan kata lain di masa depan haruslah
dikembangkan menjadi birokrasi yang benar-benar berketuhanan yang maha esa,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu, merakyat dalam dirinya sendiri, dan
merakyat pula sikapnya dalam melayani kepentingan umum, serta terus menerus berorientasi
keadilan social dengan cara dari waktu ke waktu memperdekat jarak kesejahteraan antara
pegawai terendah dengan pejabat tertinggi, serta menjalan tugas-tugas pelayanan kepada
masyarakat yang juga mendorong berkembangnya struktur sosial yang berkeadilan.

Upaya untuk Memperbaiki Birokrasi yang Rusak

Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Asman Abrur mantan Menteri Pendayagunaa
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), menyebutkan bahwa untuk memperbaik
birokrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1. Memperbaiki manajemen kinerja di mana program dan kegiatan harus benar-benar


dirancan untuk menghasilkan outcome yang tepat sehingga dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pembangunan. Tidak boleh ada lagi kegiatan-kegiatan siluman
yang diselipkan dala program tertentu yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan
outcome.
2. Melaksanakan pembangunan unit kerja menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah
Birokras Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) yang merupakan miniatur pelaksanaan
reformasi birokrasi terutama pada unit kerja yang memberikan pelayanan langsung
kepada masyarakat Diharapkan unit kerja yang nantinya mendapat predikat WBK-
WBBM dapat menjadi conto pelaksanaan reformasi birokrasi bagi unit-unit kerja lainnya.
3. Melakukan penyederhanaan organisasi pemerintahan. Pada tahun 2014, yaitu awal
pemerintahan Kabinet Kerja, pemerintah telah membubarkan 10 Lembaga Non Struktural
(LNS), pada tahun 2015 dibubarkan 2 LNS, tahun 2016 dibubarkan 9 LNS dan terakhir
pada tahun 2017 dibubarkan 2 LNS.
4. Mempercepat penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government) secar
terintegrasi.
5. Meningkatkan kapasitas Aparatur Sipil Negara. Upaya ini dilakukan melalui perbaikan
system rekrutmen, percepatan penetapan peraturan teknis sebagai pelaksanaan UU ASN,
peningkata kualitas pendidikan dan pelatihan, dan pengawasan terhadap penerapan sistem
merit.
6. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, perlu adanya terobosan-terobosan
di bidang penyelenggaraan pelayanan, salah satunya dengan melakukan inovasi
pelayanan publik, salah satu upaya memotivasinya yaitu dengan ikut serta dalam
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik.

Permasalan mengenai Pelayanan Publik dalam Birokrasi

Akan tetapi, dalam implementasinya masih banyak permasalahan yang terjadi.


Baikpermasalahan di lingkungan internal pemerintah sebagai pelayan publik maupun
lingkunganeksternal yaitu masyarakat Indonesia sebagai pengguna layanan publik. Layanan e-
governmen hanya diterapkan di berbagai wilayah saja diantaranya Kota Bandung,Surabaya dan
Kabupaten Banyuwangi. Masih banyak daerah di Indonesia yang belummenerapkan e-
government. Hal tersebut disebabkan oleh peran pemerintah daerah dimasing-masing
kabupaten/kota karena penggunaan e-governmen merupakan kebijakandari setiap daerah dan
belum diintegrasikan secara nasional. Selain itu terdapatkesenjangan budaya dalam internal
pemerintahan. Pegawai pemerintah yang berada di generasi tua memerlukan waktu lebih lama
dibandingkan generasi muda untuk memahami e-government.

Sedangkan permasalahan pada masyarakat berupa partisipasinya.Partisipasi masyarakat


secara aktif diperlukan untuk menunjang reformasi birokrasi yangbersih. Pemerintah telah
memfasilitasi masyarakat dengan aplikasi pelayanan publik sepertipengaduan online dan Kanal
KPK. Sistem tersebut merupakan contoh tindakan pemerintahyang bertujuan agar masyarakat
dapat dengan mudah berpartisipasi, mengontrol,mengadukan, melaporkan,dan
menginformasikan segala kegiatan pelayanan publik denganmudah. Akan tetapi sistem aplikasi
tersebut dianggap percuma jika dalampengimplementasiannya masyarakat bertindak pasif.
Kurangnya sosialisasi dari pemerintahtentang penggunaan sistem IT menjadi salah satu
penyebabnya. Banyak masyarakat yangmasih belum mengetahui maupun mendengar tentang
adanya sistem IT e-government. Haltersebut dibuktikan dengan ketidakefektifan program e-
Musrenbang.

Menurut Dadang S. Suharmawijaya dalam Acara Lunch Talk, Berita Satu TV adanya e-
Musrenbang berawal dari keinginan pemerintah untuk mempermudah masyarakatberpartisipasi
dalam perencanaan daerah setiap tahun. Masyarakat tidak harus datang keacara Musrenbang
yang biasanya dilakukan setiap tahun di seluruh daerah. Aspirasimasyarakat Indonesia dapat
dengan mudah disampaikan melalui online. Dalamimplementasinya, aspirasi tersebut belum bisa
di tampung. Partisipasi masyarakat minimkarena tidak mengetahui program tersebut.
Permasalahan lain yang terjadi adalah sikapmasyarakat Indonesia terhadap kebijakan
transparansi data. Berbagai daerah tidak inginmenerapkan e-Budgeting, e-Audit , dan cash flow
management system karena adanya sikapburuk masyarakat. Kondisi yang tidak kondusif dan
ramai saat anggaran negara di bukamenyebabkan daerah membatasi data yang akan dibagikan ke
masyarakat. Masih ada jugaoknum-oknum yang menyalahgunakan kebijakan pemerintah
tersebut dengan melakukanpenipuan atas data budget pemerintah dan lain sebagainya.Oleh
karena itu, diperlukankesiapan dari masyarakat dalam menyikapi transparansi e-government di
Indonesia.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan birokrasi tersebut, ada beberapa hal yangharus
dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam lingkungan internalpemerintah,
diperlukan adanya kemampuan leadership yang baik di setiap jenjang yaitukepemimpinan
masing-masing kepala daerah. Kepala daerah berperan penting dalamkesuksesan dari reformasi
birokrasi. Peran kepala daerah dapat meminimalisir tindakankorupsi dalam birokrasi karena
tugas kepala daerah sebagai decision maker. Sebagaicontoh adalah kebijakan kepala daerah
untuk melakukan kegiatan ATM (Amati, Tiru,Modifikasi) terhadap program inovasi e-
government yang sukses dilakukan di daerahlainnya. Gaya kepemimpinan dapat saling
mencontoh dan tidak harus dimulai dari nol. Darisisi sistem IT bisa saling mencontoh dan
melakukan replikasi aplikasi sehingga tidak mengeluarkan biaya (gratis) dibandingkan harus
membuat sendiri per daerah danmengeluarkan biaya yang mahal.

Skill leadership yang baik juga dapat mengatasi masalah kesenjangan budayapegawai
generasi tua dengan muda. Kepala daerah dapat menerapkan suatu kebijakanagar generasi tua
mau mempelajari e-government dibantu oleh generasi muda. Pemberian punishment dan reward
kepada pegawai atas kinerjanya juga diperlukan untuk memberikanmotivasi kerja kepada
pegawai. Pemberian gaji remunerasi seperti sekarang ini sudah baikdilakukan agar terciptanya
sistem tata kelola yang lebih baik dan bersih dari tindakan korupsi.

Kedua adalah menerapkan aturan di setiap daerah dimana harus ada suatukomitmen
untuk keberlanjutan program saat pergantian kepala daerah. Kepala daerah yangbaru harus mau
melanjutkan pengembangan program dari kepala daerah sebelumnya.Meskipun kepala daerah
yang baru mempunyai program strategis, tetapi harus bisamenyinkronkan dengan program
strategis sebelumnya. Dengan melakukan hal tersebut,perencanaan jangka panjang dapat
terimplementasikan dengan baik. Hal tersebut akanberdampak pada kesuksesan melakukan
reformasi birokrasi di suatu daerah. Ketiga, perluadanya inovasi birokrasi. Pemunculan ide-ide
inovasi tidak harus secara top-down, tetapidapat dilakukan secara bottom up dengan melibatkan
seluruh stakeholder. Setiap kepala daerah dapat memberikan kesempatan kepada seluruh aktor
termasuk staf untukberpartisipasi. Sehingga aspirasi bukan datang dari pribadi pemimpin, tetapi
dari pihakpegawai, swasta, maupun masyarakat luas.

Ketiga, untuk mendapatkan partisipasi masyarakat secara aktif dapat dilakukandengan


pemberian apresiasi. Apresiasi diberikan agar masyarakat merasa dihargai saatterlibat dalam
reformasi birokrasi khususnya e-government. Selain apresiasi, masyarakat juga harus diberikan
pengetahuan dasar dalam memahami e-government. Masyarakatharus mengerti tata cara
menyampaikan pendapat baik itu merupakan saran maupun kritik.Meskipun kritik merupakan
social control, tetapi harus ada tata cara dalampenyampaiannya. Pengetahuan tersebut dapat
diberikan pada tahap lingkungan dasar.Masyarakat dapat mengajarkan nilai-nilai etika dalam
penyampaian pendapat kepadagenerasi penerusnya . Hal tersebut bertujuan agar masyarakat
generasi mendatang lebihbijak dalam mengutarakan aspirasi di publik. Tidak hanya nilai-nilai
etika penyampaianpendapat yang harus dipelajari, nilai kepemimpinan juga harus ditanamkan
sejak dini.Karena pada akhirnya, reformasi birokrasi tidak hanya dilakukan dalam
sistempemerintahannya saja. Akan tetapi, mental dari orang Indonesia (pemerintah
maupunmasyarakat) harus dibenahi mulai dari awal untuk terciptanya birokrasi yang baik.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Birokrasi adalah organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administratif


dalam skala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematik. Namun
yang terjadi yaitu masih diketemukan birokrasi yang tidak sesuai dengan harapan dan birokrasi,
pada dasarnya diciptakan dengan tujuan yang baik, namun tercemar karena oknum, hal ini
ditunjukan masih adanya yang melakukan penyimpangan dalam melaksanakan tugasnya, selain
dari pada itu masiH ada yang melakukan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), berbeli-belitnya
proses pengurusan suatu izin. Cara mengatasi permasalahan tersebut yaitu membangun
partisipasi masyarakat bukan dengan paksaan, mengadakan efisiensi dalam penggunaan sumber
daya, peningkatan keterampilan aparaturnya dan meningkatkan efektifitas dalam pemberian
pelayanan terhadap masyarakat, dan seharusnya para birokrat sadar bahwa ia adalah pelayan
masyarakat, jadi harus dapat melayani masyarakat dengan adil dan bukan minta untuk dilayani,
kepercayaan masyarakat itu penting bagi wibawa birokrat.

Untuk 1engubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesanlamban,


berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik dan good governance
diperlukan keseriusan dan upaya konkrit dari pemerintah untuk melakukanreformasi dalam
bidang pelayanan publik. (eformasi Pelayanan Publik adalah perubahan sistematis, menyeluruh
dan berkesinambungan agar kinerja sektor publik semakin baik. (eformasi sektor publik bukan
saja mencakup unsurorganisasi dan manejemen, tetapi juga sumber daya manusia.

Dalam melaksanakan reformasi pelayanan publik kendala yang sering dihadapiadalah


kurangnya )D1 penyelenggara pelayanan, pemberian pelayanan masih bersifatlama, dan mahal,
pemberian pelayanan masih bersifat diskriminatif, tidak adanyakepastian dari penyelenggara
pelayanan terkait teknis pelayanan, pola pikir paraaparatur masih menginginkan dilayani bukan
untuk dilayani, dan masih banyakdijumpai Tindakan praktek dalam proses penyelengaraan
pelayanan publik.
4.2 Saran

Diharapkan kepada pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dapatmencerminkan


lima dimensi kualitas pelayanan menurut 8hjiptono yaitu tangibel (bukti fisik), reliability
(kemampuan), responsiviness (ketanggapan), assurance (aminan), empathy (empati). Untuk
memperbaiki pola penyelenggaran dapat dilakukan dengan menetapkanstandar pelayanan,
membuat kontrak pelayanan yang menguntungkan semua pihakyang terlibat di dalamnya,
mengembangkan sur#ei kepuasan pelanggan, pengelolaansistem pengaduan masyarakat, dan
penerapan goverment dalam manajemen pelayanan yang bertujuan memudahkan proses
pelayanan, menjalin kerjasama denganswasta dan menerapan sistem manajemen mutu
pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai