DALAM PEMERINTAHAN
MAKALAH
Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM DOKTORAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
Birokrasi menurut Agus Dwiyanto (2011), menyebutkan bahwa birokrasi merupakan alat
penunjang utama di dalam administrasi modern. Dasar dari legitimasi birokrasi dalam struktur
pemerintahan ialah penerapan pengetahuan, rasional dan teknolog. Birokrasi menjadi satu
satunya perangkat yang lebih peka terhadap penerapan manajemen yang berdasarkan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) Birokrasi
dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh
banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi ialah agar pekerjaan
dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak
jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam
penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi. Lebih lanjut Riant
Nugroho Dwijowijoto (2004) menyebutkan bahwa birokrasi birokrasi merupakan suatu lembaga
yang kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap
sesuatu yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional
yang netral pada skala yang sangat besar.
Birokrasi bagi sebagian orang dimaknai sebagai prosedur yang berbelitbelit, menyulitkan
dan menjengkelkan. Namun bagi sebagian yang lain birokrasi dipahami dari perspektif yang
positif yakni sebagai upaya untuk mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat agar lebih
tertib. Ketertiban yang dimaksud adalah ketertiban dalam hal mengelola berbagai sumber daya
yang mendistribusikan sumber daya tersebut kepada setiap anggota masyarakat secara
berkeadilan.
Atas dasar kondisi tersebut dan untuk menjawab tantangan zaman yang bergerak ke arah
globalisasi, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat memutussistem yang selama ini
diterapkan di Indonesia yaitu perlunya upaya reformasi dalam pelayanan publik. %al ini
bertujuan untuk mengubah dan memperbaiki tatanan birokrasi pelayanan yang terkesan lamban,
berbelit-belit dan diskriminatif, menuju ke arah pemerintahan yang baik dan good governance.
(eformasi birokrasi merupakan konsekuensi dari perubahan di bidang politik,ekonomi dan sosial
yang begitu cepat. (epresentasi organisasi yang lamban, kaku, berbelit-belit dan terpusat, serta
rantai hirarki komando sudah menjadi ciri khas birokrasi di Indonesia. )ehingga birokrasi
menjadi bengkak, boros, dan tidak efektif.*ntuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk
memperbaiki birokrasi sebagai organisasi publik. (eformasi merupakan perubahan terhadap suatu
sistem yang telah ada padasuatu masa. Upaya dalam reformasi birokrasi yang dilakukan
berhadapan langsung denganketerbatasan pada sumber daya manusia, dana, sarana prasarana dan
berbagai persoalanlainnya, sehingga menghasilkan kebijakan, perilaku, program dan sesuatu
yang berbeda pula.
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Birokrasi
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada
kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro.
Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi
besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga,
menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis
organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967
dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang
berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).
Mnurut Karl Marx Birokrasi adalah Organisasi yang bersifat Parasitik dan Eksploitatif.
Birokrasi merupakan Instrumen bagi kelas yang berkuasa untuk mengekploitasi kelas sosial yang
lain (yang dikuasai). Birokrasi berfungsi untuk mempertahankan privilage dan status quo bagi
kepentingan kelas kapitalis. Dalam pandangan Marx yang berbeda dengan Hegel, birokrasi
merupakan sistem yang diciptakan oleh kalangan atas (the have) untuk memperdayai kalangan
bawah (the have not) demi mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Pandangan lain menurut Blau dan Meyer Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan
(inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tata cara yang berlebihan (ritualism)
dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation) serta otomatis
(automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain of dissent). Dengan
demikian Blau dan Meyer melihat bahwa birokrasi adalah sesuatu yang negative yang hanya
akan menjadi masalah bagi masyarakat.
1. Secara Positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif ini maka tujuan suatu organisasi
(privat maupun publik) lebih mudah tercapai.
2. Secara Negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan dan
melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah sesuatu yang penuh dengan kekakuan
(inflexibility) dan kemandegan struktural (structural static), tatacara yang berlebihan
(ritualism) dan penyimpangan sasaran (pervesion goals), sifat pengabaian (alienation)
serta otomatis (automatism) dan menutup diri terhadap perbedaan pendapat (constrain
of dissent). Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat parasitik dan eksploitatif.
Dengan demikian maka Birokrasi dapat juga dimaknai sebagai suatu sistem kerja yang
berlaku dalam suatu organisasi (baik publik maupun swasta) yang mengatur secara ke dalam
maupun keluar. Mengatur ke dalam berarti berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut
hubungan atau interaksi antara manusia dalam organisasi juga antara manusia dengan sumber
daya organisasi lainnya. Sedangkan mengatur keluar berarti berhubungan dengan interaksi antara
organisasi dengan pihak lain baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu.
Konsep birokrasi sesungguhnya berupaya mengaplikasikan prinsipprinsip organisasi yang
dimaksudkan untuk memperbaiki efisiensi administrasi, meskipun birokrasi yang keterlaluan
seringkali justru menimbulkan efek yang tidak baik. Mouzelis menambahkan bahwa dalam
birokrasi terdapat aturanaturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasar
pengetahuan teknis dan dengan efisiensi yang setinggi-tingginya. Di samping diberikan makna
yang cukup positif tersebut, birokrasi juga sering dimaknai secara negatif. Dalam perspektif yang
negatif ini birokrasi dimaknai sebagai sebagai suatu proses yang berbelit-belit, waktu yang lama,
biaya yang mahal dan menimbulkan keluh kesah yang pada akhirnya ada anggapan bahwa
birokrasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil.
Dalam birokasi tertutup, ditandai dengan adanya ciri yang sangat elitis dikalangan
birokrasi dan mereka menjadi kelas yang memiliki hak privelese tertentu. Untuk bisa masuk ke
birokrasi harus melalui ujian pamong praja dikaitkan dengan lamanya kuliah di perguruan tinggi.
Rotasi antar bagian bisa terjadi, namun tak diikuti dengan pemberian fasilitas. Kesetiaan para
pamong kepada pekerjaannya. Moral mereka sangat tinggi namun orientasinya menjadi sempit.
Birokrasi campuran, menurut Zauhar (1996) merupakan tipe birokrasi hasil kontak yang terbatas
antara birokrasi dengan masyarakat. Kontak yangagak terbatas tersebut dapat diawali dengan
masuknya individu ke dalam jajaran birokrasi pemerintahan guna mengurangi kelemahan
birokrasi, seperti kekurangmampuan birokrasi lama untuk merencanakan, statistik, industrialisasi
dan lain-lain. Keterbatasan itu pula maka terbuka dari masuknya para ekspert (ahli) baik dari
kalangan perguruan tinggi maupun dari luar negeri.
Berbagai kasus menunjukkan, birokrasi lebih melayani dirinya dan kepentingan kliennya
daripada mendahulukan kepentingan umum. Tidak jarang ia juga menjadi alat politik dari suatu
kekuatan politik tertentu. Hal semacam itu tentu seharusnya tidak terjadi. Karena penjelasan
mengenai birokrasi yang dilakukan secara ilmiah harus mencakup usaha untuk menguji
hubungan administratif dan aparatur manajerial dalam kerangka konteks sosial yang spesifik,
tempat birokrasi dibentuk. Dengan demikian maka tipologi birokrasi dapat dibedakan menjadi 3,
yakni (Zauhar, 1996) yaitu sebagai berikut:
Birokrasi yang dapat meningkatkan efisiensi organisasi adalah birokrasi yang legal-
rasional. Karena itu juga disebut sebagai birorasionalitas atau biroefisiensi. Sedangkan birokrasi
yang tidak mampu meningkatkan efisiensi disebut sebagai biropatologi (Zauhar, 1996).
Ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang disusun secara hierarkis atau berjenjang.
Hierarki itu berbentuk piramid yang memiliki konsekuensi semakin tinggi suatu jenjang berarti
pula semakin besar wewenang yang melekat di dalamnya dan semakin sedikit penghuninya.
Hierarki wewenang ini sekaligus mengindikasikan adanya hierarki tanggung jawab. Dalam
hierarki itu setiap pejabat harus bertanggung jawab kepada atasannya mengenai keputusan-
keputusan dan tindakan-tindakannya sendiri maupun yang dilakukan oleh anak buahnya. Pada
setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi memiliki hak memberi perintah dan pengarahan
pada bawahannya, dan para bawahan itu berkewajiban untuk mematuhinya. Sekalipun begitu,
ruang lingkup wewenang memberi perintah itu secara jelas dibatasi hanya pada masalah-masalah
yang berkaitan langsung dengan kegiatan resmi pemerintahan. Organisasi birokrasi mengikuti
prinsip hirarki sehingga setiap unit yang lebih rendah berada dalam pengendalian dan
pengawasan organisasi yang lebih tinggi. Setiap pegawai dalam hirarki administrasi
bertanggungjawab kepada atasannya. Keputusan dan tindakan harus dimintakan persetujuan
kepada atasan. Agar dapat membebankan tanggungjawabnya kepada bawahan, ia memiliki
wewenang/ kekuasaan atas bawahannya sehingga ia mempunyai hak untuk mengeluarkan
perintah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan. Meskipun masing-masing pegawai yang
berada pada jenjang mempunyai otoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas tersebut tetap
harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.
Kegiatan pemerintahan diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak. Aturan main itu
merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegan jabatan di berbagai posisi dan hubungan di
antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan
menjami keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu Operasi kegiatan dalam birokrasi
dilaksanakan berdasarkan siste aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk
menjami adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masingmasing
anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk
menjamin adanya keseragaman dala melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah
personil yan melaksanakan dan koordinasi tugas – tugas yang berbeda-beda. Aturan- aturan yang
eksplisit tersebut menentukan tanggung jawab setiap anggot organisasi dan hubungan diantara
mereka, namun tidak berarti bahw kewajiban birokrasi sangat mudah dan rutin. Tugas – tugas
birokrasi memilik kompleksitas yang bervariasi, dari tugas–tugas klerikal yang sifatnya ruti
hingga tugas – tugas yang sulit.
Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan
pertimbangan pribadi dalam hubungannya denga bawahannya maupun dengan anggota
masyarakat yang dilayaninya. Hal in dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi
semua orang da persamaan pelayanan administrasi Idealnya pegawai- pegawai bekerja dengan
semangat kerja yang tingg ”sine era et studio” tanpa rasa benci atas pekerjaannya atau terlalu
berambisi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya interferensi (dicampur kepentingan
personal. Tidak dimasukannya pertimbangan personal adala untuk keadilan dan efisiensi.
Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga
mendorong demokrasi dala sistem administrasi.
Sedangkan menurut Max Weber, Birokrasi adalah organisasi rasional yang dibentuk untuk
memperlancar aktivitas pemerintahan. Oleh karena itu Karakteristik birokrasi diatas dapat
diimplementasikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal
jabatan mereka
2) Ada hierarki jabatan yang jelas
3) Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara jelas
4) Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak
5) Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi professional
6) Mereka memiliki gaji dan hak-hak pensiun, secara berjenjang menurut kedudukan
masing-masing.
7) Para pejabat dapat menempati posnya dan dalam keadaan tertentu dapat diberhentikan
8) Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.
9) Ada struktur Karir dan promosi dimungkinkan melalui senioritas dan keahlian (merit
system) maupun keunggulan (superioritas). Pejabat mungkin saja tidak sesuai
denganposnya maupun dengan sumbersumber yang tersedia diposnya, namun ia tunduk
pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Peran birokrasi dengan fungsi administrasi negara dilakukan oleh birokrasi.Jadi birokrasi
diartikan sebagai keseluruhan lembaga pemerintahan negara, yangmeliputi aparatur kenegaraan,
aparatur pemerintahan, serta sumber daya manusia birokrasi yang terdiri atas pejabat negara dan
pegawai negeri.Birokrasi secara leksikal berarti alat kelengkapan negara, terutama meliputi
bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian, yang mempunyaitanggung jawab
melaksanakan roda pemerintahan sehari- hari. Secara umum, pembangunan birokrasi mencakup
berbagai aktivitas terencana yang berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas
pemerintahan dalammenjalankan fungsi-fungsinya (Adi Suryanto, 2012).
Pembangunan birokrasi yang bersih dan bebas KKN menyangkut seluruhsendi birokrasi,
bukan hanya PNS/birokrat, namun meliputi pembangunanstruktur, sistem, business process, dan
karakter/etika moral. Secara terencana pembangunan Birokrasi pun dilakukan melalui sebuah
proses multidimensi yangdisebut Reformasi Birokrasi. Secara khusus Presiden telah menetapkan
Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- 2025. Upaya penataan
pembangunan birokrasi yang komprehensif seperti inilah yang secarasubstansi oleh Sofian
Effendi (2010) disebut juga sebagai reformasi birokrasi.Kekuasan yang memusat mengakibatkan
tidak adanya transparansi sehinggamenyulitkan lahirnya pertanggung jawabab publik. Tidak
adanya keterbukaandikalangan instansi dan pejabat pemerintah, mengakibatkan akses
melakukankontrol rakyat menjadi buntu dan mampet. Selain itu reposisi dan
restrukturisasikelembagaan pemerintah perlu segera ditata ulang, yang memungkinkan adanya
kejelasan antara posisi jabatan politik dan birokrasi karier. Dengan demikian pertanggung
jabaran publik bisa didorongdengan melakukan desentralisasi kekuasaan, transparansi, reposisi
danrestrukturisasi kelembagaan pemerintah. Struktur kelembagaan pemerintahwarisan
pemerintah Orde Baru perlu diperbaiki dan disempurnakan sesuai dengan perubahan strategis
nasional kita di era reformasi ini. Selain itu denganmemperhatikan prinsip efisiensi,
penghematan, kordinasi, integrasi danrasionalitas maka perampingan susunan kelembagana
birokrasi pemerintah perludipikirkan. Selain itu efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi
dalam susunankelembagaan pemerintahan perlu dilakukan sehingga tidak ada lagi
kekembaranlembaga yang tugas dan fungsinya sama.(Thoha, 2002).
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telahada
dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namundemikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telahmengalami perubahan yang berarti
sejak seratus tahun terakhir ini. DalamMasyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu
organisasi atau institusiyang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya
sangatkecil, namun pada masa kini negara- negara modern memiliki luas wilayah,ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk. Reformasi adalah
mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini
diarahkan pada perubahanmasyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam
pengertian perubahan ke arah kemajuan.
PEMBAHASAN
Birokrasi bukanlah hal sesuatu yang sepele, dan jika diperumpamakan birokarsi sebagai
mesin kerja manusia, maka mesin tersebut akan bekerja dengan baik bukan hanya kemampuan
pengendara atau manusianya saja, akan tetapi tergantung pada baik buruk mesin tersebut.
Sehingga munculah anggapan tentang birokrasi yang menyatakan bilamana birokrasinya buruk
tidak mustahil menjadikan seorang pejabat yang awalnya baik menjadi buruk dan sebaliknya
juga jika pejabatnya buruk bisa menjadi baik karena doktrin-doktrin dari birokrasi itu sendiri
seperti yang dikemukakan Dennis Wrong, seorang profesor sosiologi Universitas New York
menyebutkan bahwa Birokrasi adalah organisasi yang diangkat sepenuhnya untuk mencapai satu
tujuan tertentu dari berbagai macam tujuan, ia diorganisasi secara hierarki dengan jalinan
komando yang tegas dari atas ke bawah, ia menciptakan pembagian pekerjaan jelas yang
menugasi setiap orang dengan tugas yang spesifik, peraturan dan ketentuan umum yang
menuntun semua sikap dan usaha untuk mencapai tujuan. Karyawannya dipilih terutama
berdasarkan kompetensi dan keterlatihannya, sehingga kerja dalam birokrasi cenderung
merupakan pekerjaan sepanjang hidup. Selanjutnya permasalahan yang mengemukan dari
birokrasi diantarnya rendahnya kepercayaan publik terhadap perangkat penyelenggaraan
pemerintahan. Mulai dari kritikan terhadap aturan yang dianggap berbelit- belit.
Ironisnya di dalam dunia birokrasi pemerintahan, makin banyak aturan yang dikeluarkan,
makin sulit pelaksanaannya dan makin banyak biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
(Ngadisah, 2009). Buruknya citra performa layanan birokrasi pasti menyasar pada perangkatnya,
yang dipersepsikan sebagai faktor utama sulitnya perwujudan reformasi birokrasi. Sejalan
dengan pendapat tersebut diatas Asman Abnur, seorang mantan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyebutkan beberapa penyakit birokrasi,
antara lain belanja operasional untuk kebutuhan internal pemerintah yang lebih besar dari belanja
publik, tingkat korupsi yang cukup tinggi, inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan
pembangunan, kualitas ASN masih belum optimal, organisasi pemerintah yang cenderung besar,
kualitas pelayanan publik yang masih belum memenuhi harapan publik dan perilaku ASN yang
belum profesional.
Perilaku Birokrasi
Birokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah birokrasi pancasila kalua kita sudah
memahami, meresapi dan melaksanakan pancasila, maka tidak ada sulitnya kita menerapkan
sikap dan perilaku pancasila tersebut di dalam sistem birokrasi. Sistem birokrasi pancasila
merupakan suatu sistem birokrasi yang selalu bernafaskan pancasila. Birokrasi yang kita
pergunakan untuk memperlancarkan jalannya administrasi negara atau swasta kita, napas, gaya
dan perilakunya ialah napas gaya dan perilaku pancasila. Birokrat dalam menjalankan tugas-
tugasnya yang tidak bisa lepas dari tatanan birokrasi itu selalu meresap, menghayati, dan
melaksanakan silasila dalam pancasila secara utuh dan menyeluruh.
Oleh karena itu birokrasi merupakan suatu sistem, maka pengamalan sila-sila dari
pancasil ke dalam suatu sistem tersebut akan sangat tergantung pada pimpinan dan para
pelaksana birokrasi itu. Sebagai salah satu contoh dari birokrasi pancasila seperti dalam proses
pengambilan keputusan, birokrasi yang berpedoman kepda Pancasila harus bersifat kerakyatan,
partisipatoris, menerapkan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan aturan
hukum dan etika (the rule of law and the rule of ethics) yang diakui dan/atau disepakati bersama.
Karena itu, birokrasi kita tidak perlu terlalu hirarkis, apalagi dengan hirarki yang sangat berjarak
antara struktur teratas dengan struktur terbawah. Di samping itu, birokrasi kita juga tidak boleh
berjarak dengan rakyat yang harus dilayani, karena tujuan dibentuknya birokrasi pemerintahan
tidak lain ialah untuk melayani kepentingan rakyat. Karena itu, sistem pengambilan keputusan
dalam birokrasi Pancasilais haruslah berorientasi kepada upaya untuk dari waktu ke waktu
memperdekat jarak antara struktur atau strata jabatan tertinggi dengan terendah, baik jarak
eksternal antara birokrasi dengan rakyat maupun jarak internal antara pegawai dan pejabat di
lingkungan birokrasi.
Dari uraian diatas birokrasi Pancasilais dengan kata lain di masa depan haruslah
dikembangkan menjadi birokrasi yang benar-benar berketuhanan yang maha esa,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, bersatu, merakyat dalam dirinya sendiri, dan
merakyat pula sikapnya dalam melayani kepentingan umum, serta terus menerus berorientasi
keadilan social dengan cara dari waktu ke waktu memperdekat jarak kesejahteraan antara
pegawai terendah dengan pejabat tertinggi, serta menjalan tugas-tugas pelayanan kepada
masyarakat yang juga mendorong berkembangnya struktur sosial yang berkeadilan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Asman Abrur mantan Menteri Pendayagunaa
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), menyebutkan bahwa untuk memperbaik
birokrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
Menurut Dadang S. Suharmawijaya dalam Acara Lunch Talk, Berita Satu TV adanya e-
Musrenbang berawal dari keinginan pemerintah untuk mempermudah masyarakatberpartisipasi
dalam perencanaan daerah setiap tahun. Masyarakat tidak harus datang keacara Musrenbang
yang biasanya dilakukan setiap tahun di seluruh daerah. Aspirasimasyarakat Indonesia dapat
dengan mudah disampaikan melalui online. Dalamimplementasinya, aspirasi tersebut belum bisa
di tampung. Partisipasi masyarakat minimkarena tidak mengetahui program tersebut.
Permasalahan lain yang terjadi adalah sikapmasyarakat Indonesia terhadap kebijakan
transparansi data. Berbagai daerah tidak inginmenerapkan e-Budgeting, e-Audit , dan cash flow
management system karena adanya sikapburuk masyarakat. Kondisi yang tidak kondusif dan
ramai saat anggaran negara di bukamenyebabkan daerah membatasi data yang akan dibagikan ke
masyarakat. Masih ada jugaoknum-oknum yang menyalahgunakan kebijakan pemerintah
tersebut dengan melakukanpenipuan atas data budget pemerintah dan lain sebagainya.Oleh
karena itu, diperlukankesiapan dari masyarakat dalam menyikapi transparansi e-government di
Indonesia.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan birokrasi tersebut, ada beberapa hal yangharus
dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam lingkungan internalpemerintah,
diperlukan adanya kemampuan leadership yang baik di setiap jenjang yaitukepemimpinan
masing-masing kepala daerah. Kepala daerah berperan penting dalamkesuksesan dari reformasi
birokrasi. Peran kepala daerah dapat meminimalisir tindakankorupsi dalam birokrasi karena
tugas kepala daerah sebagai decision maker. Sebagaicontoh adalah kebijakan kepala daerah
untuk melakukan kegiatan ATM (Amati, Tiru,Modifikasi) terhadap program inovasi e-
government yang sukses dilakukan di daerahlainnya. Gaya kepemimpinan dapat saling
mencontoh dan tidak harus dimulai dari nol. Darisisi sistem IT bisa saling mencontoh dan
melakukan replikasi aplikasi sehingga tidak mengeluarkan biaya (gratis) dibandingkan harus
membuat sendiri per daerah danmengeluarkan biaya yang mahal.
Skill leadership yang baik juga dapat mengatasi masalah kesenjangan budayapegawai
generasi tua dengan muda. Kepala daerah dapat menerapkan suatu kebijakanagar generasi tua
mau mempelajari e-government dibantu oleh generasi muda. Pemberian punishment dan reward
kepada pegawai atas kinerjanya juga diperlukan untuk memberikanmotivasi kerja kepada
pegawai. Pemberian gaji remunerasi seperti sekarang ini sudah baikdilakukan agar terciptanya
sistem tata kelola yang lebih baik dan bersih dari tindakan korupsi.
Kedua adalah menerapkan aturan di setiap daerah dimana harus ada suatukomitmen
untuk keberlanjutan program saat pergantian kepala daerah. Kepala daerah yangbaru harus mau
melanjutkan pengembangan program dari kepala daerah sebelumnya.Meskipun kepala daerah
yang baru mempunyai program strategis, tetapi harus bisamenyinkronkan dengan program
strategis sebelumnya. Dengan melakukan hal tersebut,perencanaan jangka panjang dapat
terimplementasikan dengan baik. Hal tersebut akanberdampak pada kesuksesan melakukan
reformasi birokrasi di suatu daerah. Ketiga, perluadanya inovasi birokrasi. Pemunculan ide-ide
inovasi tidak harus secara top-down, tetapidapat dilakukan secara bottom up dengan melibatkan
seluruh stakeholder. Setiap kepala daerah dapat memberikan kesempatan kepada seluruh aktor
termasuk staf untukberpartisipasi. Sehingga aspirasi bukan datang dari pribadi pemimpin, tetapi
dari pihakpegawai, swasta, maupun masyarakat luas.
4.1 Kesimpulan