Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELAYANAN BIROKRASI KABUPATEN BADUNG


PROVINSI BALI

DOSEN PENGAMPU :
Dr. ANDI SAMSU ALAM, M.Si

OLEH :
FARIED BAINTA
P02191006

PRODI PERENCENAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH/OTODA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat

menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk Mata Kuliah Birokrasi

Pemerintahan Daerah.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini bantuan dari berbagai

pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat

terselesaikan. Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi kami

sebagai manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak

kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami

mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik yang membangun.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga para pembaca dapat

mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini

Makassar, April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dewasa ini kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan sebagai

akibat dari kemajuan yang telah dicapai dalam proses pembangunan sebelumnya

dan kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang

dapat dirasakan sekarang ini adalah terjadinya perubahan pola pikir masyarakat ke

arah yang semakin kritis dimana mereka akan semakin memahami hak dan

kewajibannya sebagai warga. Kondisi masyarakat yang demikian menuntut

hadirnya pemerintah yang mampu memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan dalam

segala aspek kehidupan mereka, terutama dalam mendapatkan pelayanan yang

sebaik-baiknya dari pemerintah (Angliawati, 2016) (Kurniawan, 2017). Pelayanan

publik di Indonesia mempunyai peran penting bahkan vital pada kehidupan

ekonomi dan politik. Pelayanan publik juga merupakan unsur paling penting dalam

meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun. Secara ideal,

tujuan utama pemerintah terus berada (Sancoko, 2010).

Birokrasi di Indonesia ketika persepsi yang muncul adalah suatu system

pelayanan dan administrasi pemerintahan yang terkesan aneh, berbelit-belit dan

lamban. Birokrasi merupakan penyakit menahun di tanah air yang sulit di ubah.

Namun setelah reformasi politik sekitar tahun 1998 terjadi, maka banyak upaya dan

program-program pembangunan dan pengembangan kelembagaan yang juga

direformasi menuju system yang lebih demokratis (Akhmaddhian, 2012).


Birokrasi, dunia usaha dan masyarakat adalah tiga pilar utama dalam upaya

mewujudkan pelaksanaan pemerintah yang baik dikenal dengan konsep “good

governance”. Birokrasi sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara

kerja yang terikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan atau

wewenang, semangat pelayanan public, pemisahan yang tegas antara milik

organisasi dan individu serta sumber daya organisasi yang tidak bebas dari

pengawasan eksternal (Nuriyanto, 2014).

Dalam bidang pelayanan public, upaya-upaya telah dilakukan dengan

menetapkan standar pelayanan public untuk mewujudkan pelayanan yang cepat,

tepat, murah dan transparan. Namun upaya tersebut belum banyak dinikmati

masyarakat. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan system dan prosedur

pelayanan yang kurang efektif, berbelit-belit, lamban, tidak merespon kepentingan

pelanggan, dan lain-lain adalah sederetan atribut negative yang ditimpakan kepada

birokrasi (Jufri, 2019).

Pelayanan publik yang berkualitas menjadi salah satu tolok ukur untuk

melihat apakah disuatu organisasi pemerintah (sektor publik) telah terjadi reformasi

birokrasi. reformasi birokrasi dimaknai sebagai usaha yang menjadi suatu adanya

keinginan untuk merubah atau membenahi suatu organisasi pemerintah yang

menjalankan tugastugas negara dalam hal ini pelayanan publik untuk menjadi

sesuatu yang lebih baik (Akhmaddhian, 2014).

Reformasi Birokrasi merupakan upaya pemerintah meningkatkan kinerja

melalui berbagai cara dengan tujuan efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas. aspek

utama dalam membangun birokrasi adalah: (a) Membangun visi birokrasi, (b)

Membangun manusia birokrasi, (c) Membangun sistem birokrasi, dibagi menjadi


tiga yaitu: (1) Pembenahan struktur, (2) Menerapkan strategi yang tepat dan (3)

Pembenahan budaya organisasi, dan (d) Membangun lingkungan birokrasi (Tanti,

2015).

Pemerintah Kabupaten Badung Provinsi Bali sebagai bagian dari

Pemerintah Republik Indonesia tentunya tidak terlepas dari upaya reformasi

administrasi publik dengan tujuan memperbaiki pelayanan birokrasi. Salah satu

cara yang ditempuh dengan membuat kebijakan perijinan yang bersifat “satu pintu”,

dengan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten

Badung (Puspitasari & Bendesa, 2016). Unit ini merupakan sarana pelayanan

umum yang berbentuk kantor bersama yang memberikan beberapa jenis pelayanan

umum kepada masyarakat, yang diselenggarakan secara terpadu dari berbagai

instansi pemerintah sehingga diharapak dapat memberikan pelayanan secara

maksimal kepada masyarakat.

B. Permasalahan

Dari uraian latar belakang diatas dapat disimpulkan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaruh reformasi birokrasi di sektor perizinan penanaman modal

di bagi masayarakat dan pemerintah Kabupaten Badung?

2. Faktor apa saja yang mempanguruhi kualitas Pelayanan pada sektor perizinan

penanaman modal di Kabupaten Badung?


BAB II

KERANGKA KONSEP

A. Pengertian Birokrasi

Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein

(pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan Meja. Pendapat lain

mengenai “Birokrasi” berasal dari kata “bureau”. Kata “bureau” berasal dari

Perancis yang kemudian diasimilasi oleh Jerman. Artinya adalah meja atau kadang

diperluas jadi kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang

dikendalikan lewat meja atau kantor (Thoha, 2003).

Birokrasi adalah setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para

pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to

implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan

(decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau

struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan

adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien (Thoha, 2003).

B. Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. pada hakekatnya

adalah pelayanan kepada masyarakat. ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya

sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang

memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan

kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Kurniawan, 2017). karenanya


birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan

baik dan profesional.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah

merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi

masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh

birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara)

dari suatu negara kesejahteraan (welfare state) (Nuriyanto, 2014). Pelayanan publik

dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan

orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai

dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Maryam, 2016).

Saat ini birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih

profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan

adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan

kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya

sendiri (Maryam, 2016). Nuryanto (2014) mengemukaan konsep pelayanan publik

yang ideal, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan

responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). dengan ciri sebagai

berikut : pertama, efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi

tujuan dan sasaran; kedua, sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara

pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

ketiga, kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya

kejelasan dan kepastian mengenai : prosedur/tata cara pelayanan, persyaratan

pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif, unit kerja dan
atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan

pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, jadwal

waktu penyelesaian pelayanan; keempat, keterbukaan, mengandung arti

prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi

pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan

dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah

diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

kelima, efisiensi, mengandung arti : (a) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada

hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang

berkaitan; (b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal

proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya

kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

keenam, ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan

masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; ketujuh,

responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang

menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani; kedelapan,

adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan

aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang

(Nuriyanto, 2014).
Struktur Organisasi

Kualitas Pelayanan
Kemampuan Aparat
Publik

Sistem Pelayanan

Gambar 1. Konsep tentang Faktor yang mempengaruhi Kualitas Pelayanan


Publik Menurut Nuryanto (2014)

Birokrasi publik juga dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran

(revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. dari yang suka mengatur dan

memerintah berubah menjadi suka melayanai, dari yang suka menggunakan

pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang

fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara

kerja yang realistik pragmatis. Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama

aparatur pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional

dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan

kepadanya dapat terwujud.

Ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa

memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service

function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan

(protection function). Dari fungsi-fungsi tersebut, pemerintah mampu mengelola

fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang

ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang

membutuhkannya. pemerintah juga mampu menerapkan prinsip equity dalam

menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh


diberikan secara diskriminatif. pelayanan diberikan tanpa memandang status,

pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak

yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang

berlaku. pemerintah memang mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas,

namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam

pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. beberapa bagian dari fungsi tadi bisa

menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta

ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah

dengan swasta untuk mengadakannya (Nuriyanto, 2014).


BAB III

PEMBAHASAN

Rendahnya kualitas pelayanan public merupakan salah satu sorotan yang

diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Perbaikan pelayanan public di era-reformasi merupakan harapan

seluruh masyarakat, nemun dalam perjalanannya, ternyata tidak mengalami

perubahan yang signifikan. Berbagai tanggapan masyarakat justru cenderung

menunjukkan bahwa berbagai jenis pelayanan public mengalami kemunduran yang

sebagian di tandai dengan banyaknya penyimpangan dalam layanan public tersebut.

Sistem dan prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan sumber daya manusia yang

lamban dalam memberikana pelayanan juga merupakan aspek layanan public yang

banyak disoroti.

Dalam bidang pelayanan public, upaya-upaya telah dilakukan dengan

menetapkan standar pelayanan public untuk mewujudkan pelayanan yang cepat,

tepat, murah dan transparan. Namun upaya tersebut belum banyak dinikmati

masyarakat. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan system dan prosedur

pelayanan yang kurang efektif, berbelit-belit, lamban, tidak merespon kepentingan

pelanggan, dan lain-lain adalah sederetan atribut negative yang ditimpakan kepada

biroktasi.

Pelayanan public seringkali menjadi ukuran paling mudah dipahami sejauh

mana kinerja pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Pelayanan public

adalah salah satun fungsi penting pemerintah selain regulasi, proteksi dan distribusi.

Pelayanan public merupakan proses sekaligur output yang menunjukkan bagaimana


fungsi pemerintah dijalankan. Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan

public dapat dilihat dari keenggana masyarakat berhubungan dengan birokrasi

pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan keinginan sejauh mungkin untuk

menghindari dan bersentuhan dengan birokrasi pemerintah apabila menghadapi

urusan.

Kondisi-kondisi seperti ini sebagian besar ditemui pada keseluruhan level

organisasi public yang memberikan pelayanan. Kondisi ini menandakan

ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan

terhadap public dinilai masih jauh dari optimal. Pemahaman terhadap fakta

lemahnya birokrasi dilihat sejauhmana kemampuan mengaktualisasikan fungsi-

fungsi pemerintah, yang berujung pada sejauh mana pelayanan public dapat

dijalankan. Artinya, sejauhmana pemerintah mampu dan dapat berperilaku

transparan, akuntabel, dan demokratis akan berdampak pada sejauh mana

pelayanan public yang akan dan sudah dilakukan.

Atas dasar berbagai fenomena tersebut pemerintah Kabupaten Badung

melakukan reformasi birokrasi untuk memberikan pelayanan maksimal kepada

masyarakat, guna menciptakan sistem pemerintahan yang baik (good governance).

Pemerintah Kabupaten Badung membuat kebijakan perijinan yang bersifat “satu

pintu”, dengan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten

Badung. Unit ini merupakan sarana pelayanan umum yang berbentuk kantor

bersama yang memberikan beberapa jenis pelayanan umum kepada masyarakat,

yang diselenggarakan secara terpadu dari berbagai instansi pemerintah. Unit ini

memiliki tugas untuk mengadakan pelayanan umum di bidang perijinan dan non

ijin atau rekomendasi (Puspitasari dan Bendesa, 2016).


Pada Badan Pelayanan Perijinan terpadu di Kabupaten Badung Provinsi

Bali, berdasarkan hasil penelian yang dilakukan oleh Puspitasri dan Komang,

(2016) menunjukkan bahwa ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi keberhasilan

dalam memberikan pelayan prima kepada masyarakat yaitu faktor bukti fisik, daya

tanggap, keandalan, jaminan, dan empati yang terdiri dari lima belas variabel yaitu

Penataan ruangan, penampilan petugas, sarana prasarana, kesediaan petugas,

kelancaran komunikasi, pemberian solusi, kepastian jadwal, kejelasan inforrmasi,

kecepatan proses, keramahan petugas, kemampuan petugas, tanggung jawab,

perhatian petugas, keadilan perlakuan dan keamanan dan kenyamanan. Variabel

tanggung jawab petugas adalah variabel yang paling mempengaruhi kualitas

pelayanan publik (Puspitasari dan Bendesa, 2016).

Bukti fisik meliputi penataan ruangan, penampilan kebersihan, kerapian

petugas,dan sarana prasarana yang dipergunakan seperti kelengkapan peralatan

komunikasi. Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh bukti fisik. Bukti

fisik yang baik dalam pelayanan ditawarkan kepada masyarakat,baik pula kualitas

pelayanan,yang berpengaruh pada meningkatnya kepuasan masyarakat. Bukti fisik

mempengaruhi kepuasan konsumen seperti hasil penelitian, (Atmawati dan

Wahyuddin, 2004).

Daya tanggap merupakan keinginan petugas dalam membantu masyarakat

dan memberikan pelayanan dengan tanggap yang meliputi : kesediaan petugas

dalam pelayanan, kelancaran komunikasi, pemberian solusi atas keluhan. Kualitas

pelayanan publik sangat ditentukan oleh variabel daya tanggap.Semakin tanggap

petugas dalam melayani masyarakat, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan


maka kepuasan masyarakatmeningkat. Daya tanggap mempengaruhi kepuasan

konsumen seperti pada hasil penelitian (Atmawati dan Wahyuddin, 2004).

Keandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan

dengan segera, akurat dan memuaskan dari petugas yang meliputi Kepastian jadwal

pelayanan, kejelasan informasi oleh petugas dan kecepatan proses pelayanan.

Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh variabel keandalan. Semakin

dapat diandalkan suatu instansi, termasuk petugasnya, mempengaruhi kualitas

pelayanan, semakin tinggi kepuasan konsumen. Keandalan mempengaruhi

kepuasan konsumen seperti pada penelitian (Atmawati dan Wahyuddin, 2004).

Jaminan meliputi Keramahan petugas, kemampuan petugas pelayanan,dan

tanggung jawab daripetugas, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.Kualitas

pelayanan publik ditentukan oleh variabel jaminan. Semakin ramah, sopan dan

berpengetahuan petugasnya, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, kemudian

mempengaruhi kepuasanmasyarakat. Jaminan mempengaruhi kepuasan konsumen

seperti pada penelitian (Atmawati dan Wahyuddin, 2004).

Empati meliputi Perhatian petugas, keadilan perlakuan dalam pelayanan,

serta Keamanan dan kenyamanan masyarakat. Kualitas pelayanan publik sangat

ditentukan oleh variabel empati.Semakin peduli petugas terhadap masyarakat,

mempengaruhi kualitas pelayanan akan berpengaruh terhadap kepuasannya.

Empati berpengaruh terhadap kepuasan konsumen seperti pada penelitian),

(Atmawati dan Wahyuddin, 2004).


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Manfaat yang diterima oleh peemrintah kabupaten Badung dari pelaksanaan

reformasi birokrasi adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah Kabupaten Badung, sehingga akan mendorong masyarakat

untuk melakukan pengurusan perizinan usaha dan lainnya yang nantinya

dari hasil kegiatan tersebut pemerintah akan memperoleh penghasilan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam bentuk pajak yang dibayarkan oleh

masyarakat. Dari hasil pembayana pajak tersebut nantinya bisa digunakan

oleh pemrintah kabupaten Badung untuk membangun infrakstruktur, dan

manfaat dari hasil pembangunan tersebut tentunya akan kembali lagi

dirasakan oleh masyarakat

2. Dalam menentukan kualitas pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh

faktor kemampuan aparat, sistem pelayanan, struktur organisasi. Ketiga

faktor ini saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dalam

ikut menentukan tinggi rendahnya dan baik buruknya suatu pelayanan yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Kualitas pelayanan publik mempunyai

indikator ketepatan waktu, kemudahan dalam pengajuan, akurasi pelayanan

yang bebas dari kesalahan dan biaya pelayanan. Hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh faktor kemampuan aparat, sistem pelayanan dan struktur

organisasi. Semakin baik kemampuan aparat, sistem pelayanan dan struktur

organisasi, maka kualitas pelayanan publik akan semakin baik pula dan

semakin dapat memuaskan masyarakat sebagai pengguna hasil pelayanan.


B. Saran

Untuk memberikan pelayanan birokrasi yang maksimal oleh pemerintah seyoganya

harus menciptakan sebuah sistem yang baik dan terus berkembang sesuai

kebutuhan zaman, sehingga dalam pelayanan walaupun aparatur silih berganti

mulai dari pimpinan hingga pejabat pelaksana teknis, tetapi pelayanan tetap

berjalan maksimal kerena adanya sebuah sistem yang menjadi budaya dalam

lingkungan kerja sehingga siapun yang masuk akan mengikuti sistem yang telah

ditetapkan. Selain itu diperlukan peningkatan kapasitas aparatur secara berkala agar

kemampuan aparatur terus berkembang sehingga pelayanan kepada masyarakat

berjalan optimal

DAFTAR PUSTAKA

Akhmaddhian, S. (2012). Pengaruh Reformasi Birokrasi Trehadap Perizinan


Penanaman Modal di Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi).
Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 464–478.

Akhmaddhian, S. (2014). Reformasi Birokrasi Bidang Perizinan Berdasarkan UU


Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (Studi di Kabupaten
Bogor). Sosial Humaniora, 2014 (June), 1–2.
https://doi.org/10.1038/132817a0

Angliawati, R. Y. (2016). Peran Remunerasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik:


Theoretical Review. Ecodemica, 4(2), 203–213.
https://doi.org/10.31311/JECO.V4I2.801

Atmawati, R., & Wahyuddin, M. (2004). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan


Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Matahari Departement Store di Solo
Grand Mall. Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 5(1), 54–61.

Jufri, H. (2019). Birokrasi dan Upaya Meningkatkan Pelayanan Publik. Retrieved


from Kementerian agama Wilayah Bengkulu website:
httpsbengkulu.kemenag.go.idopini314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan-
pelayanan-publik

Kurniawan, R. C. (2017). Inovasi Kualitas Pelayanan Publik Pemerintah Daerah.


Fiat Justisia, 10(3), 569–586.
https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v10no3.794
Maryam, N. S. (2016). Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik.
Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi, VI(1), 1–18.

Nuriyanto, N. (2014). Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Indonesia, Sudahkah


Berlandaskan Konsep “Welfare State”? Jurnal Konstitusi, 11(3), 428–453.

Puspitasari, N. L. P., & Bendesa, I. K. G. (2016). Analisis Kualitas Pelayanan


Publik di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung. E-Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana 5.1 (2016), 1, 1–114.

Sancoko, B. (2010). Pengaruh Remunerasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik.


Bisnis Dan Birokrasi: Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, 17(1), 43–
51. https://doi.org/10.20476/jbb.v17i1.625

Tanti, E. D. (2015). Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Peningkatan


Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Pasuruan (Studi Pada Badan Penanaman
Modal Dan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Pasuruan). Jurnal
Administrasi Publik Mahasiswa Universitas Brawijaya, 3(1), 16–21.

Thoha, M. (2003). Birokrasi dan Politik di Indonesia. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai