PENDAHULUAN
1
Indonesia Legal Center Publishing, UUD 1945 & Konstitusi Indonesia, Cetakan Ketiga (Jakarta
Selatan: Karya Gemilang, 2014), hlm. 52
1
2
2
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Ketujuh (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 54
4
Negara kita ini, khususnya tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara
bersama – sama terhadap orang di muka umum (pengeroyokan) dan tindak
pidana lainnya.
Kekerasan yang dilakukan oleh seseorang baik bersama – sama maupun
seorang diri terhadap orang ataupun barang semakin meningkat dan meresahkan
masyarakat serta aparat penegak hukum. Dalam Buku II Bab V mengatur tentang
kejahatan terhadap ketertiban umum yang terdapat dalam Pasal 153 – 181
KUHP. Dalam Pasal 170 KUHP dijelaskan bahwa yang dapat menyebabkan
rusaknya suatu barang, luka berat ataupun menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain, jelas harus dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan
korbannya selaku Subjek Hukum yang patut mendapatkan keadilan. 3
Tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama – sama terhadap
orang di muka umum (pengeroyokan) yang senantiasa dihadapi oleh masyarakat
tidak mungkin dapat dihapuskan sampai tuntas selama kehidupan berjalan, jadi
usaha yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi kejahatan haruslah
bersifat penanggulangan, yang berarti bahwa usaha itu bertujuan untuk
mengurangi terjadinya kejahatan. Apalagi dengan melihat semakin meningkatnya
tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama – sama terhadap orang di
muka umum serta mengakibatkan kematian pada korbannya.
Salah satu kasus yang terjadi di Stadion Gelora Bandung Lautan Api
(GBLA), Kecamatan Gedebage Kota Bandung yang dilakukan oleh Terdakwa 1
ADITIYA ANGGARA BIN AGUNG SOFIAN, terdakwa 2 DADANG
SUPRIATNA Alias DADANG BIN EMAN SULAEMAN, terdakwa 3 GONI
ABDULRAHMAN BIN DARIYAMAN, terdakwa 4 BUDIMAN BIN ADANG
ALI, terdakwa 5 ALDIANSYAH BIN ZAMAN (ALM) pada hari Minggu
tanggal 23 September 2018 sekitar jam 13.00 Wib atau setidak – tidaknya pada
suatu waktu dalam bulan September tahun 2018 bertempat di Area Parkir
Gerbang Biru Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kecamatan
Gedebage Kota Bandung atau setidak – tidaknya pada suatu tempat yang masih
3
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (Bogor: Politeia, 1996), hlm. 146
5
4
Sudarto, Hukum Pidana I (Semarang: Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Universitas
Diponegoro, 1990), hlm. 74.
6
Berdasarkan hal – hal diatas penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah
tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama – sama sehingga
mengakibatkan matinya seseorang tersebut. Hal ini tentu menjadi masalah serius
yang harus diperhatikan pemerintah dalam upaya memberantas tindak kejahatan
di berbagai kalangan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik
untuk kemudian menuangkan permasalahan tersebut ke dalam sebuah bentuk
karya tulis ilmiah berupa skripsi dengan judul TINJAUAN YURIDIS
TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DENGAN TENAGA
BERSAMA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN
DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
BANDUNG NO: 11/PID.B/2019/PN.BDG
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan permasalahan
dalam penelitian ini :
1. Bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap tindak pidana kekerasan
dengan tenaga bersama – sama dalam putusan Pengadilan Negeri
Bandung Nomor 11/PID.B.2019/PN.BDG ?
2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap para pelaku tindak
pidana kekerasan dengan tenaga bersama dalam putusan Pengadilan
Negeri Bandung Nomor 11/PID.B/2019/PN.BDG ?
C. Tujuan Penelitian
Setelah pokok permasalahan dikemukakan di atas, maka tujuan diadakannya
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap tindak pidana kekerasan
dengan tenaga bersama – sama dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung
Nomor 11/PID.B.2019/PN.BDG
7
D. Kegunaan Penelitian
Penulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik dari segi teoritis
maupun segi praktis sebagai berikut :
1. Secara Teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan ilmu hukum pidana serta pengambilan kebijakan dalam
memformulasikan pembangunan hukum pidana berkelanjutan terutama
dalam hal penerapan sanksi pidana terhadap Tindak Pidana Kekerasan
dengan Tenaga Bersama yang menyebabkan kematian ditinjau dari Peraturan
Perundang – Undangan yang ada di Indonesia saat ini.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran baik bagi para praktisi hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim, Aparat
Eksekusi dan Advokat maupun bagi masyarakat.
E. Kerangka Pemikiran
Penegakan hukum dalam suatu negara menjadi salah satu indikator
tercapainya tujuan utama berdirinya negara tersebut. Hukum menjadi tonggak
utama harus dijunjung tinggi serta menjadi pedoman dasar disetiap sendi – sendi
aktivitas kehidupan bernegara. Indonesia sebagai salah satu Negara yang
menjunjung tinggi supremasi hukum. Ketentuan mengenai pengakuan tersebut
tersemat dengan rapi dalam konstitusi Indonesia yakni Pasal 3 ayat (1) UUD
1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (rechtsstaat).5
Penting kiranya untuk diapresiasi meskipun masih terdapat berbagai kendala
dalam penegakan hukum di Indonesia, dinamika penegakan hukum tidak semata
– mata menunjukkan hasil yang nihil. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
5
Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika: Kajian Sosiologi Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 50.
8
6
Thomas Santoso, Teori-Teori Kekerasan (Surabaya: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 9.
9
tetapi, diketahui bahwa yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai
pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan. 7
Menurut E. Utrecht pengertian tindak pidana dengan istilah peristiwa pidana
yang sering juga disebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen
atau doen positif) atau suatu melalaikan (natalennegatif), maupun akibatnya
(keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Tindak pidana
merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana, tindak pidana adalah
pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan atau kejahatan yang
diartikan secara yuridis atau secara kriminologis. 8
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai sifat
atau hal yang kerasa, kekuatan, paksaan atau tekanan, desakan yang keras,
sehingga kekerasan berarti membawa kekuatan, paksaan atau tekanan. Secara
teoritis kerusuhan yang dilakukan secara massa merupakan bentuk tindak
kekerasan la violencia di Columbia yang dapat menjurus pada tindakan kriminal
atau kejahatan. “Kekerasan” yang dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusuhan fisik manapun psikis adalah kekerasan yang
bertentangan dengan hukum, oleh karena itu merupakan kejahatan . 9
Adapun ketentuan yang sering diterapkan dalam kasus tindak pidana
kekerasan yang mengakibatkan kematian adalah Pasal 170 Ayat 2 ke-3 KUHP
sebagai berikut :
1. Perbuatan kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap korban,
dilakukan dihadapan orang banyak atau di ruang publik terbuka;
2. Perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap
korban, dilakukan dalam waktu yang bersamaan ataupun dalam waktu
yang berdekatan, dengan syarat ada kesepakatan dan kesepahaman dari
para terdakwa untuk berbuat tindakan kekerasan tersebut terhadap orang
atau barang;
3. Adapun ancaman hukuman terhadap terdakwa atas tindak kekerasan
yang dilakukan terhadap korban adalah sebagai berikut :
7
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997),
hlm.18.
8
Bambang Poernomo, Asasa-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Galia Indonesia, 1983), hlm. 20.
9
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi (Bandung: Eresco. 1992). hlm. 55.
10
10
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 87.
11
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding dan Peninjauan Kembali (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 273-274.
11
12
John Rawls dalam Umar Sholehudin, Hukum dan Keadilan Masyarakat (Malang: Setara Press,
2011), hlm. 41
12
13
Umar Sholehudin, Hukum dan Keadilan masyarakat (Malang: Setara Press, 2011), hlm. 41-43
14
Aristoteles dalam Widiada Gunakaya, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung: Pustaka Harapan Baru,
2014), hlm. 114.
13
15
Ibid.
14
b. Unsur Subjektif
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan
dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang
terkadung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1)
KUHP.
3) Macam – macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan – kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya.
4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP,
yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 10 KUHP, mengenai
aturan tentang pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok yaitu Pidana Mati, Pidana
Penjara, Kurungan, Denda; b. Pidana Tambahan, Pencabutan hak – hak tertentu,
Perampasan barang – barang tertentu, melalui Pengumuman putusan hakim. 16
Unsur – unsur yang mengakibatkan dipidananya seorang terdakwa adalah
mampu bertanggungjawab. Tujuan dipidananya seorang terdakwa bukanlah suatu
pembalasan melainkan pembinaan bagi terdakwa yang telah berbuat salah dan
agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Syarat – syarat seorang
mampu bertanggungjawab adalah faktor akal dan faktor kehendak. Faktor akal
yaitu dapat membeda – bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan
perbuatan yang tidak diperbolehkan. Faktor kehendak yaitu menyesuaikan
tingkah lakunya dengan keinsafan atas mana diperbolehkan dan yang tidak. 17
Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan,
dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan yang normatif mengenai
kesalahan yang telah dilakukan oleh orang tersebut. Perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
16
Andi Hamzah dan Bambang Waluyo, Delik-Delik terhadap Pelanggaran Peradilan (Conterm of
Court) (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hlm. 5
17
Sudarto, Hukum Pidana (Semarang: Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum UNDIP, 1997), hlm. 52.
15
18
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.
73.
16
F. Metode Penelitian
Untuk dapat mengetahui dan membahas suatu permasalahan, maka
diperlukan adanya pendekatan dengan menggunakan metode tertentu yang
bersifat ilmiah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (descriptive research), yaitu
penelitian yang bersifat memaparkan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran (deskriptif) lengkap mengenai keadaan hukum yang berlaku
disuatu tempat tertentu atau mengenai perisiwa yang terjadi dimasyarakat. 20
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.21
Meneliti dan mengumpulkan bahan hukum sebagai alat untuk mengkaji
masalah hukum, yang meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan Perundang – Undangan
misalnya Undang – Undang Dasar 1945, Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana dan kepustakaan - kepustakaan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM serta Putusan Pengadilan Negeri
Bandung No. 11/PID.B/2019/PN.BDG.
19
AK Moch Anwar, Beberapa KetentuanUmum Dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (Alumni, 2001), hlm.3.
20
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
hlm. 134
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Cet.
XVII (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm 12-13
17
22
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet. VIII (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 105